Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

(1)

PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP KEIKUTSERTAAN KELUARGA BERENCANA PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

SATYAWATI SULUBARA 107032237 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP KEIKUTSERTAAN KELUARGA BERENCANA PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SATYAWATI SULUBARA 107032237/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP

KEIKUTSERTAAN KELUARGA BERENCANA PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Pijorkoling Padangsidimpuan Tahun 2012

Nama : Satyawati Sulubara

Nomor Induk Mahasiswa : 107032237

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 8 Oktober 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

2. Dr. Fikarwin Zuska


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP KEIKUTSERTAAN KELUARGA BERENCANA PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Satyawati Sulubara 107032237 / IKM


(6)

ABSTRAK

Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Pencapaian program KB di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara masih dibawah target yaitu 68,8%. Rendahnya pencapaian realisasi persentase akseptor KB ini berhubungan dengan pengaruh nilai anak. Ibu-ibu yang mengikuti program KB khususnya di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara ditinjau dari kultur masyarakat masih memegang erat nilai-nilai budaya yang dikaitkan dengan agama dan budaya, sehingga program KB tidak mudah diterima oleh masyarakat tersebut.

Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh nilai budaya anak, nilai ekonomi anak, nilai sosial anak dan nilai psikologi anak terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional. Populasi adalah 825 Ibu Pus. Sampel berjumlah 92 Ibu PUS yang diperoleh dengan cara simple random sampling.

Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara nilai budaya anak (p=0,000), nilai ekonomi anak (p=0,001), nilai sosial anak (p= 0,034), nilai psikologi anak (p=0,020), terhadap keikutsertaan PUS dalam program KB.

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa nilai budaya anak paling berpengaruh terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling. Diharapkan bagi petugas kesehatan khususnya BKKBN yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan agar tetap memberikan informasi mengenai pentingnya keikutsertaan PUS dalam Program KB melalui penyuluhan kesehatan kepada Ibu PUS sehingga PUS bertanggungjawab terhadap kesehatan reproduksinya.


(7)

ABSTRACT

Family Planning program determines the quality of family because this program can save the women’s life and improve the health status of mother especially in preventing the unwanted pregnancy, spacing birth distance, and minimizing the risk of infant mortality. The achievement of Family Planning program in Padangsidimpuan Tenggara Subdistrict is still under the target (68,8%). This low achievement of Family Planning acceptor percentage realization is related to the influence of child value. The mothers participating in the family Planning program especially those in Padangsidimpuan Tenggara Subdistrict belong to the community that still embrace the cultural values related to religion and culture that the Family Planning program is hard to be accepted by the community.

The purpose of this study was to analyze the influence of the cultural economic, social and psychological values of child on the participation of the mothers PUS in Family Planning program in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Pijokorling in 2012.

The population of this observational study with cross-sectional design was 825 mothers in PUS and 92 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that there was a relationship between cultural value of child (p = 0,000), economic value of child (p = 0,001), social value of child (p = 0,034), and psychological value of child (p = 0,020) with the participation of the mothers PUS in Family Planning program.

The conclusion drawn is that the cultural value of child is the most influencing factor on the participation of the mothers PUS in Family Planning program in the working area of Puskesmas Pijorkoling. The health workers especially those of BKKBN (National Family Planning Coordinating Board) in the working area of Puskesmas Pijorkoling, Padangsidimpuan Subdistrict are expected to keep providing information about the importance of the participation of mothers PUS in Family Planning Program through health extensions given to the mothers PUS that they are responsible to their own reproductive health.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr . dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Heru Santosa, MS. Ph.D, selaku dosen pembimbing I serta Asfriyati, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberi perhatian, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan tesis ini.

3. Dr. Fikarwin Zuska, M.Si, selaku dosen penguji I serta Drs. Abdul Jalil Amri Amra, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.


(9)

4. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Drs. Amiruddin, LM, MM, selaku Kepala Kantor Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak Derah Pemerintahan Kota Padangsidimpuan yang telah mendukung saya dalam melakukan penelitian ini. 9. Drg. Doria Hafni Lubis M.Kes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Pemerintahan

Kota Padangsidimpuan yang telah mendukung saya dalam melakukan penelitian ini.

10.Drg. Malikah, selaku Kepala Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan yang telah mendukung saya dalam melakukan penelitian ini.


(10)

11.Teristimewa buat suami (Alm) Chairul Hamzah Nasution beserta anak-anakku yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

12.Orang tuaku tercinta, Ayahanda (Alm) H. Drs. Yacob Umar dan Ibunda Hj. Chairiyah yang telah memberikan kasih sayang selama ini.

13.Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 Minat studi Kesehatan Reproduksi.

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Satyawati Sulubara 107032237 / IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Satyawati Sulubara dilahirkan pada tanggal 24 Juni 1959 di Takengon Aceh Tengah. Anak Pertama dari Tujuh bersaudara, dari pasangan ayahanda (Alm) H. Drs Yacub Umar dan ibunda Hj. Chairiyah. Menikah dengan (Alm) Chairul Hamzah Nasution dan dikaruniai 2 (Dua) putra dan 1 (Satu) putri, yaitu Pangeran Syah Umar Nasution, Pebyanggi Syah Umar Nasution dan Putri Rahayu Syah Umar Nasution.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar tahun 1965 – 1971 di SDN. 5 Takengon, tahun 1971 – 1974 pendidikan di SMPN. 1 Takengon, tahun 1977 – 1980 Pendidikan di Sekolah Perawat Kesehatan Depkes RI Medan, tahun 1983 – 1984 pendidikan di Diploma I Bidan Depkes RI Medan, tahun 1999 – 2002 pendidikan di Diploma III Kebidanan Depkes Padangsidimpuan. tahun 2002 – 2003 dan pendidikan di Diploma IV Bidan Pendidik FK USU Medan.

Tahun 1980 – 1985 bekerja sebagai pegawai di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan, tahun 1986 – 2007 sebagai Bidan Pengelola KIA di Puskesmas Sadabuan Pemerintahan Kota Padangsidimpuan, tahun 2007 – Sekarang sebagai Pegawai Program Studi Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Hipotesis ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Tinjauan Tentang Nilai Anak ... 15

2.1.1 Kategori Nilai Anak ... 24

2.2 Tinjauan tentang Permintaan Anak ... 31

2.3 Program Keluarga Berencana ... 37

2.3.1 Pengertian Keluarga Berencana ... 37

2.3.2 Asas, Prinsip dan Tujuan Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ... 39

2.3.3 Keluarga Berencana (UU No. 52 Tahun 2009) ... 41

2.3.4 Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi ... 43

2.3.5 Kegiatan Program Keluarga Berencana ... 45

2.4 Macam-macam Persepsi... 48

2.4.1 Proses Persepsi ... 48

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 51

2.4.3 Pengukuran Persepsi ... 52

2.5 Landasan Teori ... 56

2.6 Kerangka Konsep ... 57

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 58

3.1 Jenis Penelitian ... 58

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

3.3 Populasi dan Sampel ... 59


(13)

3.3.2 Sampel ... 59

3.4 Metode Pengumpulan Data... 60

3.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 61

3.6 Variabel dan Definisi Operasional... 64

3.6.1 Variabel ... 64

3.6.2 Definisi Operasional ... 64

3.7 Metode Pengukuran ... 66

3.7.1 Variabel Independen ... 66

3.7.2 Variabel Dependen ... 66

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 69

3.8.1 Pengolahan Data ... 69

3.8.2 Analisis Data ... 69

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 71

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 71

4.2 Analisis Univariat ... 74

4.2.1 Karakteristik Responden ... 74

4.2.2 Nilai Anak Responden ... 77

4.2.3 Keikutsertaan PUS Dalam Program KB ... 97

4.3 Analisis Bivariat ... 97

4.3.1 Hubungan Nilai Budaya Anak dengan Keikutsertaan PUS Dalam Program KB ... 98

4.3.2 Hubungan Nilai Ekonomi Anak dengan Keikutsertaan PUS Dalam Program KB ... 98

4.3.3 Hubungan Nilai Sosial Anak dengan Keikutsertaan PUS Dalam Program KB... 99

4.3.4 Hubungan Nilai Psikologi Anak dengan Keikutsertaan PUS Dalam Program KB... 100

4.4 Analisis Multivariat ... 101

BAB 5. HASIL PEMBAHASAN ... 103

5.1 Analisis Univariat ... 103

5.1.1 Karakteristik Responden ... 103

5.1.2 Nilai Anak Responden ... 110

5.1.3 Keikutsertaan PUS Dalam Program KB ... 118

5.2 Analisis Bivariat ... 120

5.2.1 Hubungan Nilai Budaya Anak dengan Keikutsertaan PUS Dalam Program KB ... 120

5.2.2 Hubungan Nilai Ekonomi Anak dengan Keikutsertaan PUS Dalam Program KB ... 123

5.2.3 Hubungan Nilai Sosial Anak dengan Keikutsertaan PUS Dalam Program KB ... 128


(14)

5.2.4 Hubungan Nilai Psikologi Anak dengan Keikutsertaan PUS

Dalam Program KB ... 131

5.4 Analisis Multivariat... 134

5.4.1 Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Keikutsertaan PUS dalam Program KB ... 134

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 138

6.1 Kesimpulan ... 138

6.1 Saran ... 139

DAFTAR PUSTAKA ... 140 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Instrumen Nilai Budaya ... 63

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Instrumen Nilai Ekonomi ... 64

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Instrumen Nilai Sosial ... 64

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Instrumen Nilai Psikologi ... 65

4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 74

4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suku di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 75

4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 75

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 76

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 76

4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 77

4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Budaya Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 79

4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Nilai Budaya Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 82

4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Ekonomi Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 84

4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Nilai Ekonomi Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 87


(16)

4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Sosial Anak di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 89 4.12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Nilai Sosial

Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 92 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Psikologi Anak di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 94 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Nilai Psikologi

Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 97 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Ber-KB di

Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangsidimpuan ... 97 4.16. Hubungan Nilai Budaya Anak dengan Keikutsertaan PUS dalam

Program KB ... 98 4.17. Hubungan Nilai Ekonomi Anak dengan Keikutsertaan PUS dalam

Program KB ... 99 4.18. Hubungan Nilai Sosial Anak dengan Keikutsertaan PUS dalam

Program KB ... 100 4.19. Hubungan Nilai Psikologi Anak dengan Keikutsertaan PUS dalam

Program KB ... 101 4.20. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Nilai Budaya Anak,

Nilai Sosial Anak dan Nilai Psikologi Anak dengan Keikutsertaan PUS

dalam Program KB ... 101 4.21 Hasil Probabilitas Variabel Nilai Budaya Anak dan Nilai Ekonomi


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(18)

ABSTRAK

Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Pencapaian program KB di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara masih dibawah target yaitu 68,8%. Rendahnya pencapaian realisasi persentase akseptor KB ini berhubungan dengan pengaruh nilai anak. Ibu-ibu yang mengikuti program KB khususnya di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara ditinjau dari kultur masyarakat masih memegang erat nilai-nilai budaya yang dikaitkan dengan agama dan budaya, sehingga program KB tidak mudah diterima oleh masyarakat tersebut.

Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh nilai budaya anak, nilai ekonomi anak, nilai sosial anak dan nilai psikologi anak terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional. Populasi adalah 825 Ibu Pus. Sampel berjumlah 92 Ibu PUS yang diperoleh dengan cara simple random sampling.

Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara nilai budaya anak (p=0,000), nilai ekonomi anak (p=0,001), nilai sosial anak (p= 0,034), nilai psikologi anak (p=0,020), terhadap keikutsertaan PUS dalam program KB.

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa nilai budaya anak paling berpengaruh terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling. Diharapkan bagi petugas kesehatan khususnya BKKBN yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan agar tetap memberikan informasi mengenai pentingnya keikutsertaan PUS dalam Program KB melalui penyuluhan kesehatan kepada Ibu PUS sehingga PUS bertanggungjawab terhadap kesehatan reproduksinya.


(19)

ABSTRACT

Family Planning program determines the quality of family because this program can save the women’s life and improve the health status of mother especially in preventing the unwanted pregnancy, spacing birth distance, and minimizing the risk of infant mortality. The achievement of Family Planning program in Padangsidimpuan Tenggara Subdistrict is still under the target (68,8%). This low achievement of Family Planning acceptor percentage realization is related to the influence of child value. The mothers participating in the family Planning program especially those in Padangsidimpuan Tenggara Subdistrict belong to the community that still embrace the cultural values related to religion and culture that the Family Planning program is hard to be accepted by the community.

The purpose of this study was to analyze the influence of the cultural economic, social and psychological values of child on the participation of the mothers PUS in Family Planning program in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Pijokorling in 2012.

The population of this observational study with cross-sectional design was 825 mothers in PUS and 92 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that there was a relationship between cultural value of child (p = 0,000), economic value of child (p = 0,001), social value of child (p = 0,034), and psychological value of child (p = 0,020) with the participation of the mothers PUS in Family Planning program.

The conclusion drawn is that the cultural value of child is the most influencing factor on the participation of the mothers PUS in Family Planning program in the working area of Puskesmas Pijorkoling. The health workers especially those of BKKBN (National Family Planning Coordinating Board) in the working area of Puskesmas Pijorkoling, Padangsidimpuan Subdistrict are expected to keep providing information about the importance of the participation of mothers PUS in Family Planning Program through health extensions given to the mothers PUS that they are responsible to their own reproductive health.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara berkembang merupakan Negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi keempat dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49. Ini berarti setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per-tahunnya. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa (BKKBN, 2007). Hal ini berarti satu dari duapuluh penduduk dunia adalah orang Indonesia.

Kondisi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, dan pertumbuhan yang tinggi, serta kualitas yang sangat rendah sangat tidak kondusif bagi pembangunan berkelanjutan ditanah air dan berpotensi bagi semakin terpuruknya status sosial dan ekonomi masyarakat sehingga menyulitkan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Itulah sebabnya sejalan dengan upaya-upaya peningkatan kualitas penduduk melalui program pendidikan, kesehatan, dan pembangunan lainnya, tidak kalah pentingnya adalah upaya-upaya untuk melakukan perencanaan keluarga secara sungguh-sungguh sehingga pertambahan penduduk yang tidak terkendali dapat dihindari dan setiap keluarga dapat merencanakan kehidupan


(21)

keluarganya secara lebih baik dan bertanggung jawab (BKKBN, 2011). Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk ini adalah dengan program Keluarga Berencana (KB).

Untuk mengatasi masalah kependudukan yang demikian kompleks, serta sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Pemerintah membuat semacam grand design pembangunan kependudukan di Indonesia. Visi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk adalah: Terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah, struktur, dan persebaran penduduk dengan lingkungan hidup baik yang berupa daya dukung alam maupun daya tampung lingkungan, tetapi juga dengan kondisi perkembangan sosial dan budaya masyarakat. Misi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk adalah: (1). Membangun komitmen para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan (prime stakeholders) tentang penting dan strategisnya upaya pengendalian kuantitas penduduk bagi pembangunan berkelanjutan; (2). Membentuk atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan (regulasi) yang mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk. Adapun tujuan grand design adalah : (1). Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk nasional 2010-2035; (2). Menjadi pedoman bagi penyusunan Road Map pengendalian kuantitas penduduk 2010-2014, 2015-2019, 2020-2024, 2025-2029, dan 2030-2034. (3). Menjadi pedoman bagi lembaga serta pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan. (4). Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa


(22)

kondisi penduduk optimal yang berkaitan dengan jumlah, struktur/komposisi, pertumbuhan, serta persebaran penduduk. (5). Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan secara nasional melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, dan pengarahan mobilitas penduduk (BKKBN, 2011).

Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategi

Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal,

per-salinan yang aman, dan pelayanan obstetri esensial. Dewasa ini, di antaranya program Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pertama, telah dianggap berhasil (Saifudin, 2002).

Gerakan Keluarga Berencana Nasional (GKBN) telah berjalan lebih kurang 40 tahun dan sudah begitu banyak memberikan hasil dalam pengelolaanya. Bila dilihat dari banyaknya pasangan Usia Subur (PUS) yang mengikuti GKBN tersebut, yaitu 26 Juta (PUS) dari 34 Juta PUS yang ada di Indonesia. Disamping itu berdasarkan sensus penduduk tahun 1990 telah memberikan dampak pada sisi demografi yang menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,97% pertahun periode 1980-1990. Jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk periode 1971-1990 sebesar 2,34% pertahun, berarti telah berhasil diturunkan sebanyak 0,34%. Kemudian pada tahun 1993 laju pertumbuhan penduduk turun lagi menjadi 1,66% pertahun, dan pada SDKI 2000 sampai dengan 2010 Laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,40% (BKKBN, 2011).


(23)

Oleh karena itu usaha-usaha KB yang sudah dimulai sejak Repelita I terus ditingkatkan lagi dalam Repelita selanjutnya. Jumlah akseptor baru KB ditingkatkan setiap tahun. Pembinaan akseptor-akseptor yang ada dipergiat untuk menjaga kelangsungannya. Selanjutnya pelaksanaan KB diperluas ke luar pulau Jawa dan Bali. Peningkatan sasaran ini membutuhkan peningkatan kemampuan organisasi dan administrasi pelaksanaan. Selain daripada itu kegiatan-kegiatan pelayanan medis, penerangan dan motivasi, pendidikan dan latihan, serta penelitian ditingkatkan

Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, program KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya. Selain itu program KB, bisa meningkatkan pria untuk ikut bertanggung jawab dalam kesehatan reproduksi mereka dan keluarganya. Ini merupakan keuntungan seseorang mengikuti program KB.

Menurut hasil sub sistim pencatatan dan pelaporan BKKBN Propinsi Sumatera Utara (BKKBN, 2011) pencapaian peserta KB baru secara propinsi Sumatera Utara sebanyak 189.488 peserta atau 50,88% dari target kontrak Kinerja Propinsi (KKP), Sedangkan jumlah peserta KB aktif di Sumtera Utara pada tahun 2011 adalah sebesar 1.456.460 peserta atau sebesar 96,86% dari perkiraan sebesar 1.503.664 peserta (BKKBN, 2011). Jika dilihat dari angka tersebut pencapaian KB


(24)

baru dan KB aktif di propinsi Sumatera Utara secara umum adalah baik, namun hal tersebut belum menggambarkan secara utuh bagaimana kondisi di Kota dan Kabupaten yang ada diwilayah Propinsi Sumatera Utara.

Salah satu kendala pelaksanaan program KB, antara lain masih adanya pemahaman tentang nilai anak yang sempit. Suatu nilai erat berkaitan dengan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, dan setiap masyarakat memiliki nilai tertentu mengenai sesuatu yang mereka miliki. Nilai itu umumnya tidak mudah berubah, karena setiap individu telah disosialisasikan dengan nilai-nilai tersebut. Melalui proses sosialisasi, setiap individu anggota masyarakat telah di resapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat itu, mulai dari kecil sampai dewasa sehingga konsep-konsep nilai tersebut berakar dalam jiwanya. Itulah sebabnya, mengapa suatu nilai budaya sangat sulit untuk begitu saja digantikan dengan nilai budaya lain.

Koentjaraningrat melihat sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dalam hidup, dan biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi individu dalam bertingkah laku (Koentjaraningrat, 1981).

Nilai anak adalah bagian perwujudan dari nilai budaya suatu masyarakat. Dalam hal ini, nilai anak merupakan suatu penilaian individu atau masyarakat terhadap arti dan fungsi anak dalam keluarga. Umumnya, anak dianggap sebagai salah satu kebutuhan orang-tua, baik sebagai kebutuhan ekonomi sosial maupun psikologis. Hoffman (1973) mengatakan bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi


(25)

anak bagi orang-tua. Nilai-nilai tertentu yang kita konsepsikan, tercermin dalam berbagai kebutuhan psikologis tertentu. Nilai-nilai ini juga terikat pada struktur sosial dan dipengaruhi oleh perbedaan budaya dan perubahan sosial. Maksudnya bahwa nilai yang dianut oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam kehidupan dan kebiasaan mereka sehari-hari . Begitu juga kebutuhan orang-tua akan perhatian anak (kebutuhan psikologis). Kebutuhan tersebut sudah tentu akan dipengaruhi pula oleh aturan/norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Freedman (1986), seperti dikutip dalam Robinson dan Sarah (1983), menyatakan bahwa jumlah anak yang dimiliki oleh pasangan suami istri merupakan masalah yang sangat universal dan penting bagi masyarakat. Maka akan terdapat penyimpangan sosiologis, apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk menyelesaikan masalah ini. Dari segi lain, menurut Easterlin (1977), sebagaimana di kutip dalam Robinson dan Sarah (1983), mengemukakan bahwa permintaan akan anak ditentukan oleh karakteristik latar belakang agama, pendidikan, tempat tinggal, tipe keluarga, serta norma-norma yang mengatur kehidupan pasangan suami istri. Pada masa yang lalu banyak terdapat pandangan masyarakat tentang jumlah anak yang tidak sepenuhnya benar. Pendapat tradisional bahwa "Banyak Anak Banyak Rezeki" dan keluarga besar adalah suatu pelayanan luhur terhadap masyarakat.

Penelitian Singarimbun (1996) mengenai nilai anak pada masyarakat Jawa dan Sunda, menemukan adanya variasi nilai anak berdasarkan pandangan orang-tuanya, baik dari segi ekonomi, sosial maupun psikologis. Nilai tersebut juga


(26)

bervariasi menurut tempat tinggal. Orang-tua yang tinggal di desa mempunyai nilai yang berbeda terhadap anak, bila dibandingkan dengan orang-tua yang tinggal di kota.

Hasil survei mengenai nilai anak di Serpong Jawa Barat oleh Kartoyo dan Munir (1983) memperlihatkan, bahwa penduduk asli di daerah itu (pada umumnya suku Sunda) menganut pandangan "Loba anak loba ganjaran" (banyak anak banyak karunia dari Tuhan Yang Maha Esa), dan anak juga membawa kesejahteraan moral dan meterial bagi orang-tuanya. Tampaknya anak juga mempunyai nilai psiko-sosial bagi orang-tua mereka. Menurut Hasanuddin (1982), menunjukkan bahwa salah satu keuntungan mempunyai anak adalah menghindarkan diri dari kesepian, atau untuk melanjutkan keturunan serta mendapatkan kebahagiaan.

Semua kebudayaan dipengaruhi oleh perubahan 1ingkungan fisik (Hoffman, 1973). Rogers ( 1988) menegaskan, bahwa setiap kebudayaan pasti akan mengalami perubahan, dan perubahan tersebut berlangsung pada struktur dan fungsi sistem sosial.

Pada suku batak khususnya yang menganut paham patrilineal, menganggap nilai anak terutama anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan, karena perannya yang begitu besar dalam meneruskan kelangsungan garis keturunan. Anak laki menjadi amat penting dalam kehidupan keluarga batak. Kehadiran anak

laki-Perubahan masyarakat pun cenderung mempengaruhi bentuk keluarga. Menurut Goode (1970), dalam masyarakat yang telah mengalami industrialisasi dan urbanisasi, bentuk keluarga pun mengalami perubahan dan penyesuaian, dari tipe keluarga besar menjadi tipe keluarga kecil.


(27)

laki ditengah-tengah keluarga selalu sangat diharapkan. Belum dirasakan lengkap dan bahagia bila keluarga belum memiliki anak laki-laki. Dalam setiap keluarga yang menganut sistem patrilineal, kedudukan laki-laki bersifat dominan, karena peranannya yang begitu besar dalam meneruskan kelangsungan garis keturunan. Anak laki-laki menjadi amat penting dalam kehidupan keluarga Batak. Pada masyarakat Angkola, kuatnya nilai dan norma mengenai pentingnya anak laki-laki ini, juga tampak dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi orang Batak, adat memegang peranan penting. J. Sarumpaet-Hutabarat, seperti dikutip Pedersen (1975) menegaskan bahwa "Adat adalah sumber identitas orang Batak, Kami dan adat adalah satu. Begitu dalamnya arti adat dalam hidup Kami". Hal tersebut dapat menjadi salah satu kendala keikutsertaan KB, jika dalam sebuah keluarga belum ada anak laki-laki maka si ibu akan terus melahirkan sampai akhirnya ia mendapatkan anak laki-laki.

Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak masyarakat di Anak merupakan objek perhatian dan kasih sayang setiap orang-tuanya. Manusia akan mengaktualisasikan dirinya melalui anak. Keluarga mempertahankan keturunannya melalui anak, dan setiap individu akan menurunkan warisan sosialnya melalui anak. Demikian pula, kebudayaan dan agama akan mempertahankan tradisi dan nilai-nilainya melalui anak. Karena itu, nilai pokok seorang anak berada dalam kesinambungan kemanusiaan (Arnold, 1975).


(28)

desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rezeki. Dari penelitian Mohamad Koesnoe di daerah Tengger, petani yang mempunyai tanah luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja. Studi lain yang dilakukan oleh proyek VOC (Value Of Children) menemukan bahwa keluarga - keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan rasa aman bagi keluarganya. Nilai anak ini merupakan harapan orang tua terhadap anaknya di masa yang akan datang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak yang meliputi nilai psikologi, nilai ekonomi dan nilai sosial (Hernawati 2002). Berdasarkan hasil penelitian Kartino (2005), tidak ada perbedaan persepsi pada orangtua antara anak laki-laki dan perempuan dalam mempersepsikan nilai anak, baik nilai ekonomi, nilai psikologi, dan nilai sosial.

Target utama pelaksanaan program KB adalah pasangan usia subur (PUS), yang secara alamiah potensial dalam kesehatan reproduksi. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran pasangan usia subur terhadap pentingnya program KB untuk menjamin kesehatan ibu dan anak serta kebahagiaan keluarga. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan program KB pada umumnya kultur masyarakat yang masih memegang erat nilai-nilai budaya setempat dan nilai agama.

Kota Padangsidimpuan adalah kota yang letaknya di Propinsi Sumatera Utara, mayoritas penduduknya adalah suku Angkola merupakan salah satu daerah dengan kultur masyarakat yang masih memegang erat nilai-nilai budaya setempat dan nilai agama. Dalam hal ini kultur yang masih dipegang oleh masyarakat yaitu kebudayaan


(29)

patrilineal yang menganggap nilai anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan. Pada suku Angkola masih ada anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, dalam keluarga harus ada anak laki-laki, dan nilai agama yang menyatakan bahwa program KB haram. Nilai budaya dan norma agama yang telah lama ada di dalam masyarakat sedikit banyak akan mempengaruhi Keikutsertaan KB ibu pasangan usia subur. Akseptor baru dan Pengaruh Persepsi Nilai Anak di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan sejak tahun 2006-2007 dapat dilihat dari hasil pendapatan Keluarga Sejahtera yang dilaksanakan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil pendataan dua tahun tersebut dapat dilihat bahwa pencapaian akseptor baru sangat rendah, yaitu hanya 14,25% pada tahun 2009 dan 13,43% tahun 2010 dengan pertumbuhan yang sangat rendah pula, yaitu hanya 0,73%. Pencapaian ini masih dibawah target yang telah ditentukan oleh pemerintah dan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah pasangan usia subur yang ada di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara tersebut, yaitu 6,88% (Dinkes Padangsidimpuan, 2010).

Rendahnya pencapaian realisasi persentase akseptor baru ini berhubungan dengan pengaruh persepsi nilai anak terhadap keikutsertaan keluarga berencana. Selain itu, ibu-ibu yang mengikuti program KB khususnya di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara ditinjau dari kultur masyarakat masih memegang erat nilai-nilai budaya yang dikaitkan dengan agama, sehingga program KB tidak mudah diterima oleh masyarakat tersebut. Ditinjau dari segi adat istiadat masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, khususnya dalam masalah program KB sangat sulit untuk disosialisasikan, dimana pada ibu-ibu yang mau program KB


(30)

umumnya ada rasa malu, takut pada suami, dan sebahagian masyarakat menganggap bahwa program KB itu adalah haram hukumnya (membunuh bibit keturunan). Ada juga sebahagiaan masyarakat beranggapan dan berpendapat bahwa banyak anak banyak rejeki, anak laki-laki lebih “berharga” dari anak perempuan, serta ajaran agama yang berpendapat bahwa program KB haram, merupakan beberapa faktor kultural dan agama yang mempengaruhi persepsi pasangan usia subur terhadap program KB.

Selain itu salah satu kunci kesuksesan program keluarga berencana nasional adalah adanya keterlibatan semua pihak, baik dari institusi pemerintah, swasta, masyarakat dan dalam lingkup yang lebih kecil adalah keterlibatan seluruh anggota keluarga itu sendiri. Pelayanan keluarga berencana ditujukan kepada pasangan usia subur, yang berarti harus melibatkan kedua belah pihak yakni istri maupun suami. Namun kenyataannya saat ini hanya perempuan saja yang dituntut untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dapat dilihat dari data akseptor KB di Indonesia yang menunjukkan bahwa lebih banyak wanita daripada pria (Siswosudarmo, dkk, 2007).

Saat ini perlunya peran aktif pria/suami secara tidak langsung harus lebih ditekankan lagi, yaitu dengan cara suami mendukung istri yang sedang mengikuti Program KB, karena peran aktif dan perhatian suami kepada istri yang sedang mengikuti Program KB sangat berpengaruh terhadap keberhasilan Program KB (BKKBN, 2003). Dalam hal ini suami sebagai kepala keluarga memegang peranan penting dalam pengambil keputusan di sebuah keluarga termasuk keputusan


(31)

memberikan izin dan memberikan perhatian kepada istri dalam mengikuti program KB (Isti, 2007). Dampak negatif bila suami tidak mendukung keluarga berencana dan kesehatan reproduksi wanita yaitu bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan antara peran wanita dan pria dalam bidang keluarga berencana. Selain itu perempuan juga cenderung dijadikan sasaran dalam masalah kesehatan reproduksi. Sikap peduli terhadap masalah kesehatan reproduksi perempuan selama masa kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan tidak menjadi tanggung jawab perempuan saja, melainkan menjadi tanggung jawab bersama antara pria dan wanita dalam membina keluarga sejahtera (Aman, dkk, 2004).

Banyak faktor yang berhubungan dengan dukungan suami terhadap kepesertaan istri dalam program keluarga berencana, faktor tersebut adalah: faktor predisposisi (predisposing factors) terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai anak dan keinginan memilikinya, umur, tingkat pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pendapatan, serta sosial budaya terhadap KB, kemudian yang kedua adalah faktor pemungkin (enabling factors) terdiri dari program pembangunan, ketersediaan KB, akses pelayanan KB, dan yang ketiga adalah faktor pendorong (reinforcing factors) terdiri dari peran tokoh masyarakat, serta peran petugas kesehatan (BKKBN, 2008).

Berbagai temuan tersebut menunjukkan gejala tingginya pengaruh nilai anak terhadap keinginan keluarga untuk memiliki anak yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor agama, sosial, ekonomi, psikologis, budaya, perubahan sosial, dan status sosial ekonomi yang akhirnya berpengaruh terhadap perilaku keluarga dalam mengatur jumlah kelahiran anak dengan mengikuti program KB. Berdasarkan


(32)

uraian tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah untuk mengetahui pengaruh nilai anak terhadap keikutsertaan KB di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara.

1.2.Permasalahan

Permasalahan dan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh nilai anak dengan keikutsertaan keluarga berencana pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh nilai anak baik dari aspek budaya, agama, ekonomi, sosial dan aspek psikologi dengan keikutsertaan Keluarga Berencana Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.

1.4.Hipotesis

Nilai anak berpengaruh terhadap keikutsertaan keluarga berencana pasangan Usia subur di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan.


(33)

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi BKKBN Kota Padangsidimpuan khususnya Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling untuk dapat meningkatkan cakupan program KB.

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Padangsidimppuan dalam meningkatkan keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB.

3. Memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan tentang program KB, di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang Nilai Anak

Berry (1999) dalam Kartino (2006) menyatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang dianut oleh masyarakat secara kolektif ataupun individu. Anak mempunyai nilai yang sangat penting dalam kehidupan seseorang atau suatu keluarga melebihi nilai harta kekayaan. Nilai anak bagi orangtua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain adalah dengan adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat orangtua mencurahkan kasih sayang dan sumber kebahagian keluarga. Nilai jika dilihat dari segi sosial merupakan kualitas suatu objek yang menyebabkan objek tersebut diinginkan dan dijunjung tinggi serta dianggap penting atau berharga.

Nilai anak dinilai berhubungan dengan kuatnya nilai budaya yang mengikat dalam kehidupan responden. Sesuai pendapat Koentjaraningrat (2004), nilai adalah gambaran apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dari seseorang yang memiliki nilai tersebut. Pada suku Bonai menyimpulkan nilai anak yang tinggi cenderung tidak mendukung responden untuk mengikuti program KB. BKKBN (2000) menyimpulkan semakin tinggi nilai anak yang di anut dalam keluarga maka semakin sulit untuk memberikan motivasi agar berpartisipasi dalam program KB.

Nilai anak merupakan fungsi anak dalam melayani atau mememenuhi kebutuhan orang tua (Hoffman & Hoffman 1973) diacu dalam (Trommsdorff &


(35)

Nauck 2005). Menurut Hoffman dan Hoffman (1973), diacu dalam Santrock (2007), nilai anak adalah harapan orang tua terhadap anak yang terdiri dari nilai psikologi (anak sebagai sumber kepuasan), nilai sosial (anak sebagai pencegah perceraian dan meningkatkan status sosial keluarga), dan anak sebagai nilai ekonomi yaitu sebagai investasi jangka panjang untuk meningkatkan ekonomi keluarga dimasa yang akan datang. Presepsi dan harapan orang tua pada anak berbeda di berbagai budaya. Anak merupakan sumberdaya yang utama dan berharga, anak merupakan representasi orang tua di masa depan. Secara alami orang tua menganggap anak merupakan nilai investasi yang paling efisien pada masa yang akan datang yang meliputi nilai psikologis dan nilai materi. Investasi yang ditanamkan orang tua pada anak diwujudkan dalam proses pengasuhan yang baik, perawatan, pendidikan di sekolah, dan pemenuhan gizi seimbang yang terdapat dalam menu makanan sehari-hari demi perkembangan anak yang maksimal (Becker & Murphy 1995).

Nilai anak bagi orang tua juga sekaligus menentukan pilihan, apakah ia harus memiliki anak atau tidak. Bila ingin memiliki anak berapa jumlah yang diinginkan? Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. Ekonomi kependudukan mikro, yaitu dari sudut pandangan orang tua atau dari satuan keluarga telah menganggap anak sebagai


(36)

barang konsumsi tahan lama seperti mobil, rumah, televisi dan sebagainya, yang dapat memberikan kepuasan dalam waktu yang lama. Setiap orang (dalam hal ini orang tua), telah memiliki sumber-sumber yang terbatas dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kepuasan dengan memilih antara berbagai barang, termasuk pilihan jumlah anak yang diinginkan. Dengan pendekatan ini sulit diterangkan mengapa meningkatnya penghasilan justru menyebabkan turunnya fertilitas. Salah satu jawabannya adalah bahwa dengan meningkatnya penghasilan, orang tua ingin agar anaknya bependidikan lebih tinggi, sehingga mereka lebih memilih kualitas dari pada kuantitas anak (Jones dalam Lucas, 1990).

Nilai memiliki karakterisik yang berbeda-beda berdasarkan ciri-ciri tertentu. Dilihat dari segi kestabilan nilai, nilai dibedakan menjadi :1) nilai absolut, 2) nilai normatif, 3) nilai relatif. Nilai absolut merupakan nilai yang tertanam kuat dalam diri seseorang yang memiliki kecenderungan tidak dapat berubah karena faktor lingkungan. Nilai normatif merupakan acuan-acuan tertentu yang digunakan oleh kelompok sosial tertentu. Nilai relatif merupakan nilai yang dianut oleh seseorang dan berbeda bagi individu maupun kelompok tergantung dari keadaan dan lingkungan tempat tinggal (Deacon & Firebaugh 1988).

Menurut Joshi dan Mac Clean (1997) dalam Putri (2006), nilai anak merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak berdasarkan potensi yang dimiliki oleh anak. Hal ini terkait dengan persepsi nilai anak oleh orangtua merupakan respon dalam memahami akan adanya anak yang berwujud pendapat-pendapat sebagai pilihan untuk berorientasi pada suatu hal (Siregar 2003).


(37)

Becker (1955) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa anak dipandang sebagai sumberdaya yang sangat berharga dan tahan lama. Anak secara alami memiliki nilai psikis dan materi. Oleh karena itu, orangtua beranggapan bahwa anak merupakan nilai investasi di masa depan. Dalam hal ini, orangtua beranggapan bahwa anak dapat memberikan kebahagiaan dan merupakan jaminan di hari tua serta membantu perekonomian keluarga. Penilaian orangtua diwujudkan dengan pengasuhan yang baik, perawatan, sekolah dan pemenuhan makan anak. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana orangtua memperlakukan anak. Cara orangtua memperlakukan anak akan mempengaruhi penilaian anak terhadap orangtua. Pada intinya bahwa hubungan orangtua dengan anak akan bergantung pada penilaian orangtua (Hurlock 1977). Menurut Hartoyo (2004) investasi pada anak merupakan usaha atau alokasi keluarga untuk meningkatkan kualitas anak sehingga pada saat dewasa menjadi produktif.

Beberapa batasan mengenai nilai yang dikemukakan oleh Nicholas Roscher dalam Srisoeprapto (1998) sebagai berikut : (1) Suatu benda atau barang yang memiliki nilai atau bernilai, apabila orang menginginkannya kemudian berusaha atau menambah keinginan untuk memilikinya, (2) Nilai adalah sesuatu yang mampu menimbulkan penghargaan, (3) Nilai adalah dorongan untuk memperhatikan objek, kualitas atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan, (4) Nilai merupakan suatu objek dari setiap keinginan, (5) Nilai adalah harapan atau setiap keinginan atau dipilih oleh seseorang, kadang-kadang dalam praktek apa yang diinginkan oleh seseorang, dan (6) Nilai adalah konsep, eksplisit atau implisit, yang berbeda dari setiap orang


(38)

atau kelompok, keinginan mengadakan pilihan tentang arti perbuatan dan tujuan perbuatan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu konsep yang di dalamnya terdapat ide, gagasan yang mengandung kebenaran yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dihargai dan dipelihara. Dengan demikian, nilai mengandung harapan atau keinginan yang dijadikan oleh manusia sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Mengenai nilai anak bagi orang tua juga sekaligus menentukan pilihan, apakah ia harus memiliki anak atau tidak. Bila ingin memiliki anak berapa jumlah yang diinginkan?

Dasar pemikiran yang utama dari teori transisi demografi adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial ekonomi, maka keinginan mempunyai anak lebih merupakan suatu proses ekonomis daripada proses biologi (Robinson dalam Lucas dkk, 1990). Teori ekonomi fertilitas yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang diinginkan perkeluarga di antaranya adalah berapa banyak kelahiran yang dapat dipertahankan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang diinginkannya. Perhitungan-perhitungan demikian itu tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran seorang anak, baik berupa keuangan maupun psikis (Caldwell, 1983). Menurut Robinson (1983) ada tiga macam tipe kegunaan anak yakni :


(39)

1. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu barang konsumsi, misalnya sebagai sumber hiburan.

2. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang menambah pendapatan keluarga.

3. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya

Sementara itu jika dilihat dari segi ekonomi, nilai dijadikan sebagai nilai tukar (harga) dan nilai guna (utilitas). Pembentukan nilai pada anak paling efektif dan intensif terjadi dalam keluarga. Artinya bahwa nilai merupakan faktor keturunan yang dibawa sejak lahir dan dibentuk oleh lingkungan (Deacon & Firebaugh 1988).

Menurut pendekatan lain yang lebih sesuai dengan keadaan di negara berkembang, anak dianggap sebagai barang investasi atau aktiva ekonomi. Orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keuangan orang tua (Lucas dkk, 1990). Sesuai dengan keadaan di negara berkembang, anak dianggap sebagai barang investasi atau aktiva ekonomi. Orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak (Lucas dkk, 1990).

Bila anak dianggap sebagai barang konsumsi yang tahan lama atau barang investasi, maka perlu dipikirkan berapa nilainya. Ada dua macam beban ekonomi anak menurut Robinson dan Horlacher dalamLucas dkk (1990) yaitu :


(40)

1. Beban finansial atau biaya pemeliharaan langsung, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan oleh orang tua untuk makanan, pakaian, rumah, pendidikan dan perawatan kesehatan anak.

2. Biaya alternatif (opportunity cost) atau biaya tidak langsung yaitu biaya yang dikeluarkan atau penghasilan yang hilang karena mengasuh anak.

3. Apabila seorang isteri melepaskan pekerjaannya ketika anak-anak masih kecil, maka orang tua akan kehilangan gaji yang seharusnya diterima jika istri bekerja. Bila seorang istri terus bekerja, ia harus membayar biaya pengasuhan anak dan ini juga merupakan biaya alternatif.

Karena fertilitas tidak dapat hanya diterangkan dengan menggunakan ukuran ekonomi, keuntungan dan kerugian ‘bukan ekonomi’, kiranya juga perlu dihitung. Nilai anak dapat diartikan sebagai ‘koleksi benda-benda bagus’ yang diperoleh orang tua karena mempunyai anak (Espenshade dalam Lucas dkk, 1990). Hoffman dan Hoffman dalam Lucas dkk (1990) menghasilkan suatu sistem nilai yang meliputi Sembilan kategori, yakni delapan nilai bukan ekonomi (misalnya status kedewasaan, imortalitas, kebahagiaan, kreativitas) dan satu nilai yang menyangkut manfaat ekonomi. Di antara berbagai pendekatan terhadap nilai anak, adalah pendekatan mikro ekonomi dan pendekatan psikologi sosial yang dikembangkan dari kerangka kerja Hoffman (Fawcett, 1983). Pendekatan ini menekankan adanya kebutuhan masing-masing orang yang terpenuhi dengan mempunyai anak, cara lain untuk memenuhi kebutuhan ini, dan interaksi antara nilai emosional, sosial dan ekonomi, serta “beban” karena mempunyai anak (Fawcett, 1984).


(41)

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, umumnya anak laki-laki mempunyai arti khusus sehingga anak lelaki paling banyak dipilih. Orang tua dari golongan menengah lebih memilih anak perempuan yang dapat menjadi kawan bagi ibu. Perbedaan tanggapan yang relatif kecil antara suami dan istri ada hubungannya dengan peranan mereka dan pembagian tugas dalam keluarga. Misalnya, wanita yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengasuh anak, mempunyai lingkungan kehidupan sosial yang lebih sempit, menitikberatkan anak sebagai teman dan kebutuhan emosional serta fisik dari pengasuhan anak. Di lain pihak, agaknya para suami lebih mementingkan kebutuhan akan keturunan untuk melanjutkan garis keluarga dan lebih prihatin terhadap biaya anak (Oppong, 1983).

Menurut Bouge dalam Lucas (1990) mengemukakan bahwa pendidikan menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap fertilitas daripada variabel lain. Seorang dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi tentu saja dapat mempertimbangkan berapa keuntungan financial yang diperoleh seorang anak dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membesarkannya.

Hubungan antara pendidikan dan nilai anak juga terlihat pada diri wanita. Semakin tinggi tingkat pendidikan wanita, bukan saja semakin rasional, akan tetapi semakin besar peluangnya untuk memasuki pasar kerja. Sementara itu waktu bagi seorang wanita yang bekerja sangat sedikit, dengan demikian untuk mengasuh dan membesarkan anak semakin berkurang. Itulah sebabnya nilai anak baginya mungkin berbeda dengan wanita kebanyakan, terutama yang tidak berpeluang untuk bekerja di


(42)

luar rumah (peran publik), terutama yang tidak berpeluang untuk bekerja di luar rumah (peran publik) (Lucas, 1990).

Menurut Bellante dan Jackson (1990) anak-anak memberikan utilitas dan jasa pelayanan yang produktif bagi orang tua mereka. Dalam masyarakat yang berpenghasilan rendah (terutama pada daerah pertanian dan pesisir), anak-anak dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber pendapatan yang penting bagi keluarga. Selain itu, anak dinilai sebagai investasi hari tua atau sebagai komoditas ekonomi yang dapat disimpan di kemudian hari. Hal tersebut merupakan hubungan positif antara penghasilan dengan nilai anak. Berkorelasi negatif apabila penghasilan yang tinggi akan menilai anak bukan sebagai potensi, modal atau rezeki. Mereka menilai anak sebagai beban dalam keluarga. Sehingga semakin tinggi penghasilan maka persepsi nilai anak akan berkurang sehingga fertilitas akan menurun.

Selanjutnya terdapat perbedaan pula antara usia, usia kawin pertama dan kondisi pemukiman terhadap persepsi nilai anak. Hasil Survai Prevalensi Indonesia 1987 menunjukkan bahwa berdasarkan perbedaan umur dan daerah, terdapat range yang cukup besar dalam jumlah anak yang diinginkan. Apabila diambil kelompok umur 25-29 tahun sebagai pedoman kasar, yakni kelompok umur yang relatif muda, golongan muda ini masih mempunyai jumlah anak ideal (anak yang diinginkan) yang cukup tinggi, yakni 3,1 di Jawa, di luar Jawa dan Bali malah sebesar 3,6. Selanjutnya, penduduk perkotaan mempunyai jumlah anak ideal lebih rendah daripada penduduk pedesaan dan pesisir (Singarimbun, 1996).


(43)

Orang tua di desa lebih menitik beratkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari tua) dari anak malah sebesar 3,6. Selanjutnya, penduduk perkotaan mempunyai jumlah anak ideal lebih rendah daripada penduduk pedesaan dan pesisir (Singarimbun, 1996). Orang tua di desa lebih menitikberatkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari tua) dari anakanak, sedangkan orang tua di kota (terutama yang berpendidikan tinggi) menekankan aspek emosional dan psikologisnya (Bongaarts, 1983).

2.1.1 Kategori Nilai Anak

Hoffman (1973) mengatakan bahwa anak memiliki nilai psikologis, ekonomi dan sosial. Secara psikologis, dengan adanya anak dalam keluarga, muncul seseorang yang dapat disayangi dan dilindungi. Ada rasa bahagia dari orang tua melihat anak tumbuh dan berkembang. Dan secara sosial, anak merupakan penerusan nama keluarga dan peningkat reputasi.

Operasionalisasi konsep nilai anak didasarkan pada rumusan yang diajukan oleh Arnold dan Fawcett dalam Lucas (1990). Menurut kedua ahli ini, dengan memiliki anak, orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Apa yang diperoleh tersebut dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok nilai, yakni nilai positif, nilai negatif, nilai keluarga besar, dan nilai keluarga kecil. Keempat kategori nilai anak tersebut meliputi sebagai berikut :


(44)

A. Nilai Positif Umum (Manfaat) 1. Manfaat Emosional

Anak membawa kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam hidup orang tuanya. Anak adalah sasaran cinta kasih, dan sahabat bagi orang tuanya.

2. Manfaat Ekonomi dan Ketenangan

Anak dapat membantu ekonomi orang tuanya dengan bekerja di sawah atau di perusahaan keluarga lainnya, atau dengan menyumbangkan upah yang mereka dapat di tempat lain. Mereka dapat mengerjakan banyak tugas di rumah (sehingga ibu mereka dapat melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang) 3. Pengembangan Diri

Memelihara anak adalah suatu ”pengalaman belajar” bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih bertanggung jawab. Tanpa anak, orang yang telah menikah tidak selalu dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya.

4. Mengenali Anak

Orang tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan dari mengawasi anak-anak mereka tumbuh dan mengajari mereka hal- hal baru. Mereka bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

5. Kerukunan dan Penerus Keluarga

Anak membantu memperkuat ikatan perkawinan antara suami istri dan mengisi kebutuhan suatu perkawinan. Mereka meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga.


(45)

B. Nilai Negatif Umum (Biaya) 1. Biaya Emosional

Orang tua sangat mengkhawatirkan anak-anaknya, terutama tentang perilaku anak-anaknya, keamanan dan kesehatan mereka. Dengan adanya anak-anak, rumah akan ramai dan kurang rapi. Kadang-kadang anak-anak itu menjengkelkan.

2. Biaya Ekonomi

Ongkos yang harus dikeluarkan untuk memberi makan dan pakaian anak-anak dapat besar.

3. Keterbatasan dan Biaya Alternatif

Setelah mempunyai anak, kebebasan orang tua berkurang. 4. Kebutuhan Fisik

Begitu banyak pekerjaan rumah tambahan yang diperlukan untuk mengasuh anak. Orang tua mungkin lebih lelah.

5. Pengorbanan Kehidupan Pribadi Suami Istri

Waktu untuk dinikmati oleh orang tua sendiri berkurang dan orang tua berdebat tentang pengasuhan anak.

C. Nilai Keluarga Besar (alasan mempunyai keluarga “Besar”) 1. Hubungan Sanak Saudara

Anak membutuhkan kakak dan adik (sebaliknya anak tunggal dimanjakan dan kesepian).


(46)

2. Pilihan Jenis Kelamin

Mungkin orang tua mempunyai keinginan khusus untuk seorang anak lelaki atau anak perempuan, atau suatu kombinasi tertentu. Orang tua ingin paling tidak mempunyai satu anak dari masing-masing jenis kelamin atau jumlah yang sama dari kedua jenis kelamin.

3. Kelangsungan Hidup Anak

Orang tua membutuhkan banyak anak untuk menjamin agar beberapa akan hidup terus sampai dewasa dan membantu mereka pada masa tua.

D. Nilai Keluarga Kecil (alasan mempunyai keluarga “Kecil”) 1. Kesehatan Ibu

Terlalu sering hamil tidak baik untuk kesehatan ibu. 2. Beban Masyarakat

3. Dunia ini menjadi terlalu padat. Terlalu banyak anak sudah merupakan beban bagi masyarakat. Sebagai barang ekonomi, anak-anak mengandung suatu arus keuntungan atau utilitas bagi orang tua mereka. Orang tua juga mengeluarkan biaya dalam memiliki dan membesarkan anak-anak mereka. Dalam memutuskan untuk memiliki seorang anak, berapa jumlah anak yang diinginkan, orang tua diasumsikan mempertimbangkan keuntungan-keuntungan yang diharapkan dari memiliki anak-anak dibandingkan secara relatif dengan biaya-biaya yang diperkirakan akan dikeluarkan. Terutama sekali, keuntungan yang diberikan anak-anak telah menurun sedangkan biayanya telah meningkat.


(47)

Pengambilan keputusan mengenai jumlah anak mencakup dan mempertimbangkan dua nilai anak positif dan negatif, walaupun anak merupakan buah kasih sayang dari dua orang (laki-laki dan perempuan) yang terkait dalam perkawinan yang sah. Robinson dan Hrbinson (1983) yang dikutip oleh Hajar (1992) mengaktegorikan nilai anak yaitu :

(1) Nilai psikologis : anak sebagai sumber hiburan bagi orang tua

(2) Nilai ekonomis : anak sebagai tenaga kerja atau sarana produksi untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

(3) Nilai sosial : anak sebagai sumber ketentraman, baik di hari tua dan sebaliknya.

1. Nilai psikologis

Keluarga akan mempunyai kebahagiaan tersendiri jika telah mempunyai anak. Seorang suami akan lebih pantas disebut bapak atau ayah apabila sudah mempunyai anak dan seorang istri juga akan sempurna sebagai stri jika telah mempunyai anak. Kehadiran anak dalam keluarga juga memberi kesempatan kepada siami-istri untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya mulai dari bayi hingga dewasa kelak nantinya. Kehadiran anak juga sering kali mempertimbangkan jumlah dan kelengkapan jenis kelamin. Pada masyarakat dengan sistim kekerabatan patrilineal maka kehadiran anak laki-laki merupakan kebahagiaan yang “lebih” dibandingkan dengan anak perempuan. Sebaliknya pada masyarakat dengan sistim kekerabatan matrilineal maka kehadiran anak perempuanlah yang dinilai “lebih”.


(48)

Kehadiran anak pada dua jenis sistim kekerabatan di atas dapat menyebabkan seseorang dinilai lebih terhormat atau dihargai oleh masyarakatnya. Hali ini tentu saja berkaitan dengan masyarakat tradisional. Hasil penelitian Astiti (1994) mengemukakan orang tua di Bali kelihatannya tidak begitu khawatr apabila anaknya tidak memberikan jaminan di hari tuanya. Orang tua lebih merasa khawatir, apabila mereka tidak mempunyai anak yang akan meneruskan keturunannya, karena anak (keturunan) mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan orang tua, baik dunia maupun akhirat.

2. Nilai Ekonomi

Di daerah Jawa anak sudah dapat membantu orang tua pada usia yang sangat muda yaitu umur 7 sampai 9 tahun, bahkan juga pada usia 5 sampai 6 tahun. Anak laki-laki biasanya mengumpulkan rumput dan mengambil air (White, 1982 dikutip Ihromi, 1999). Semakin besar usia mereka semakin berat pekerjaan yang harus mereka lakukan. Hal ini sejalan dengan sosialisasi kerja yang dilakukan oleh orang tua mereka. Dalam kasus ini orang tua mengharapkan anak membantu pekerjaan ayah dan keuangan keluarga. Bahkan White dan Tjandraningsih (1991) anak-anak di daerah Jawa Barat tidak saja dilibatkan untuk membantu orang tua, maka mereka kerja upahan baik dalam pertanian maupun industri skala besar dan kecil juga tampak menjadi lazim.

Masyarakat mempunyai keyakinan tentang anak. Konsep “banyak anak, banyak rejeki” dan “anak mempunyai dan membawa rejeki sendiri-sendiri” memotivasi orang tua dalam pengambilan keputusan untuk mempunyai anak dalam


(49)

jumlah banyak. Jumlah anak yang banyak ini dapat dijadikan sebagai modal kerja untuk mengelola lahan pertanian mengingat peralatan dan teknologi pertanian yang digunakan masih relatif maju sehingga kehadiran anak mempunyai arti penting. (Tjandraningsih, 1991)

Arti penting nilai anak tersebut dalam menunjang ekonomi keluarga berkaitan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan orang tua dalam membesarkan, mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya. Anak-anak menjadi harapan utama untuk mengingkatkan pendapatan terutama bag masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah. Berbeda dengan kalangan ekonomi menengah ke atas yang relatif lebih mampu untuk membesarkan, mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya tanpa menuntut lebih jauh nilai positif anak-anaknya. Namun sepenuhnya tergantung kemauan anak-anaknya (Tjandraningsih, 1991).

3. Nilai sosial

Orang tua mempunyai makna dan tujuan hidup melalui kehadiran anak. Kehadiran anak dalam keluarga dapat meningkatkan status sosial seseorang. Seperti hasil penelitian Sihaloho (2000) pada masyarakat Batak Toba, seseorang akan lebih dihargai apabila telah mempunyai keturunan laki-laki maupun perempuan. Juga kekayaan dan kehormatan.

Orang tua akan memiliki kebahagiaan tersendiri jika mereka mempunyai anak yang akan menggantikan generasi mereka. Akan bahagia lagi apabila anak-anaknya mempunyai keturunan, sehingga mereka mempunyai cucu-cucu. Kehadiran cucu pada seseorang dapat meningkatkan status sosialnya sehingga ia lebih dihargai dalam


(50)

kehidupan masyarakat. Terlebih jika dihari tuanya mendapat perlindungan dan rasa aman dalam hidupnya (Sihaloho, 2000).

Kehadiran anak dalam sebuah keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orang tua dari segi psikologis, ekonomis dan sosial (Horowirz (1985), Suparalan (1998), Zinn dan Eitzen (1990) dikutip Ihromi 1999). Faktor yang menguntungkan tersebut adalah :

(a) Anak dapat lebih mengikat tali perkawinan

(b) Orang tua merasa lebih muda dengan membayangkan masa muda mereka melalui kegiatan anak mereka

(c) Anak merupakan simbol yang menghubungkan masa depan dan masa lalu. (d) Orang tua memiliki makna dan tujuan hidup dengan anaknya

(e) Anak merupakan sumber kasih sayang dan perhatian (f) Anak dapat meningkatkan status seseorang

(g) Anak merupakan penerus keturunan (h) Anak merupakan pewaris harta pusaka

(i) Anak mempunyai nilai ekonomis yang penting.

3.2.Tinjauan Tentang Permintaan Anak

Gerakan Keluarga Berencana yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak Pelita I merupakan program yang secara langsung diarahkan untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk di Indonesia. Gerakan Keluarga Berencana bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan Norma Keluarga


(51)

Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran. Nilai dan jumlah anak sangat mempengaruhi dalam mencapai terwujudnya NKKBS dimana salah satu Norma dalam NKKBS adalah norma tentang jumlah anak yang sebaiknya dimiliki yaitu 2 anak cukup, dan laki-laki atau perempuan sama saja. Hambatan dalam pelaksanaan program pembudayaan NKKBS dimasyarakat adalah adanya pandangan orang tua terhadap anak dalam keluarga, dimana anak selain merupakan kebanggaan orangtua juga sebagai tenaga kerja yang membantu meningkatkan ekonomi keluarga. Selain itu adanya kebiasaan dari suatu kelompok masyarakat yang memberi nilai lebih pada satu jenis kelamin tertentu (Siregar, 2003).

Tidak dapat dipungkiri bahwa anak mempunyai nilai tertentu bagi orang tua. Anak yang diibaratkan sebagai titipan Tuhan bagi orang tua memiliki nilai tertentu serta mentutut dipenuhinya beberapa konsekuensi atas kehadirannya. Latar belakang sosial yang berbeda tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suatu kelompok sosial serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan, menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak (Siregar, 2003).

Konsep nilai anak berkaitan erat dengan jumlah anak bagi orang tua, tau kebutuhan-kebutuhan orang tua yang dipenuhi oleh anak. Demikian juga Mulyaningsih (1998), mengemukakan mengemukakan bahwa nilai anak merupakan gagasan yang mendorong tingkahlaku individu dalam memberikan makna terhadap kehadiran seorang anak, selanjutnya akan menentukan jumlah anak yang diinginkan dalam keluarga.


(52)

Nilai anak akan dapat mempengaruhi jumlah anak yang diinginkan atau dimiliki. Sebagian orang berpendapat bahwa jumlah anak banyak dapat merupakan asset keluarga yang menguntungkan karena dapat diharapkan untuk membantu keluarga, khususnya di bidang ekonomi. Akan tetapi sebagian orang lain berpendapat sebaliknya, yaitu anak banyak hanyalah merupakan beban ekonomi keluarga yang tidak ringan. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyaknya jumlah anak akan menyebabkan juga banyaknya waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan sebagai kewajiban dan rasa tanggung jawab orang tua (Fawcet, 1984).

Pada masa yang lalu banyak terdapat pandangan masyarakat tentang jumlah anak yang tidak sepenuhnya benar. Pendapat tradisional bahwa "Banyak Anak Banyak Rezeki" dan keluarga besar adalah suatu pelayanan luhur terhadap masyarakat telah diganti dengan pendapat bahwa banyak anak banyak susah dan melahirkan banyak anak adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap anak dan masyarakat. Perubahan telmologi, perubahan ekonomi dan perubahan nilai, semuanya terlibat dalam perubahan besarnya jumlah anggota keluarga. Anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosio kultural dan lain-lain. Yang dimaksud dengan persepsi nilai anak oleh orang tua adalah merupakan tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Pandangan orang tua mengenai nilai anak dan jumlah anak dalam keluarga dapat merupakan hambatan bagi keberhasilan program KB (Siregar, 2003).


(53)

Fertilitas merupakan proses pengambilan keputusan oleh individu-individu atau pasangan-pasangan suami-istri untuk mempunyai anak. Dalam proses pengambilan keputusan ini ada dua ciri yaitu : pertama keputusan aktual dalam masalah fertilitas tidak selalu diambil secara sadar dan tidak selalu merupakan tindakan yang diambil dalam waktu singkat saja, ciri kedua dalam proses pengambilan keputusan ini adalah bahwa keputusan untuk mempunyai anak jarang hanya dibuat sekali saja, akibat paling akhir adalah proses yang panjang atau suatu seni keputusan-keputusan yang lebih kecil (Kemmeyer, 1981 dikutip Subagio, 1991).

Teori fertilitas mengasumsikan bahwa permintaan untuk mendapatkan sejumlah anak ditentukan oleh preferensi keluarga itu sendiri atas jumlah anak yang dianggap ideal (biasanya yang lebih mereka inginkan adalah anak laki-laki). Anak, bagi masyarakat miskin, dipandang sebagai investasi ekonomi yang nantinya diharapkan akan mendatangkan suatu “hasil” baik dalam bentuk tambahan tenaga kerja maupun sebagai sampiran finansial orang tua di masa usia lanjut.

Menurut Kuznets bahwa penduduk di negara-negara berkembang mudah sekali beranak pinak karena kondisi sosial dan ekonomi (Todaro, 2000). Selain faktor sosial ekonomi, antara lain pendidikan dan penghasilan, dijumpai pula faktor penentu yang bersifat kultural dan psikologis yang sangat mempengaruhi keputusan keluarga dalam menentukan jumlah anak sehingga dua atau tiga anak yang pertama harus dianggap sebagai “barang konsumsi” yang tingkat permintaannya tidaklah begitu responsif. Atau, dengan kata lain dua atau tiga orang anak harus dipunyai oleh setiap keluarga, terlepas dari berapa pun harga relatifnya.


(54)

Keinginan seseorang untuk mempunyai sejumlah anak dan memilih sejumlah jenis kelamin anak tertentu, berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan. Pada tahap pembentukan keluarga, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tekanan budaya umum untuk mempunyai anak pada tahap-tahap berikutnya, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan khusus, dan akhirnya faktor-faktor keadaan khusus inilah yang menentukan besarnya keluarga akhir bagi pasangan suami-istri (Kemmeyer, 1981 dikutip Subagio, 1991)

Robinson dan Harbinson (1983), menyimpulakn bahwa pembuatan keputusan tentang fertilitas dalam hal ini jumlah anak adalah dorongan ekonomi, dorongan non-ekonomi serta dorongan kegunaan anak. Kekuatan non-ekonomi, budaya sosial, dan psikologis semuanya berinteraksi menentukan pengambilan keputusan fertilitas oleh pasangan-pasangan suami-istri.

Menurut Easterlin dalam Robinson (1983) bahwa permintaan akan anak sebagiannya ditentukan oleh karakteristik latar belakang seperti agama, kondisi pemukiman, pendidikan, umur dan tipe keluarga. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap-sikap fertilitas yang berdasarkan atas karakteristik tersebut di atas. Demikian juga dengan pendapatan, pendapatan yang lebih besar cenderung menghasilkan fertilitas yang lebih tinggi. Pendapatan tertinggi oleh kebanyakan keluarga dikonsepsikan berdasarkan atas perbandingan dengan tingkat pendapatan orang tua atau pendapatan keluarga sekitarnya (pergaulan). Suatu variasi lain yang dikemukakan oleh Turchi. Ia berpendapat bahwa pendapatan mempunyai pengaruh negatif terhadap fertilitas.


(55)

Menurut Hull (1995), ada lima konsep dasar untuk studi-studi tentang ukuran jumlah anak adalah :

(a) Harga seorang anak : mengarah pada apa yang harus dibayar orang tua pada standart yang berbeda

(b) Biaya seorang anak : mengarah pada apa yang sebenarnya dibayar

(c) Masukan orang tua : mengarah pada aliran sumberdaya dari pembayaran pembuatan biaya

(d) Keuntungan seorang anak : bagian dari seluruh pendapatan orang tua sebagai hasil dari usaha atau kualitas anak.

(e) Nilai seorang anak : keuntungan bersih setelah dikurangi biaya.

Menurut Ehlirch (1981) beberapa dari organisasi KB dan perserikatan untuk pemandulan dan sukarela mendesak ide dua anak sebagai cita-cita dan mengambil tindakan yang lebih tegas dari pada sebelumnya. Sejalan dengan hal di atas, keinginan memiliki anak sedikit sebagai jumlah anak ideal dapat diartikan sebagai penerimaan norma dua anak sebagai norma keluarga dan hal ini berpengaruh dalam terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (Tampubolon, 1995).

Dalam pernyataan Easterlin baru-baru ini mengenai “kerangka ekonomi dalam analisa fertilitas”, mengungkapkan bahwa pembentukan kemampuan potensial dari anak tergantung pada fertilitas alami dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa. Fertilitas alami tergantung pada antara lain pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, serta praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka akan terjadi perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan


(56)

faktor-faktor biologis lainnya. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai akan anak dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai anak mempunyai pengaruh dengan fertilitas. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari pengaruh nilai anak dalam menentukan keinginan memiliki anak mengenai jumlah anak dan kelengkapan jenis kelamin

2.3 Program Keluarga Berencana 2.3.1 Pengertian Keluarga Berencana

Menurut UU NO 52 tahun 2009 Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi.

Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisikmateril guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk


(1)

Berthrand, 1980, Audience Research for Improving Family Planning Communication. Laboratory Community & Family Studi Centre, University of Chicago.

Berry, 1999. Discovering The Soul of Service, The Nine Drivers of Suistanable Business Success. New York : The Free Press.

BKKBN, 1994. Informasi Gerakan KB Nasional, Sasaran Pembangunan Jangka Panjang I, Jakarta

_________, 1999. Sumber Pendidikan KB, Jakarta.

_________. 2003. Peningkatan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta.

_________, 2007. Rubrik KB- Kesehatan Reproduksi. Jakarta.

_________. 2008. KB Nasional dan Peran Pria dalam ber-KB. Jakarta:

_________, 2011. Program KB Nasional. Jakarta.

_________, 2011. Keluarga Berencana (UU No.52 Tahun 2009). Jakarta.

Bongaarts, John and Menken, Jane. 1983. The Supply of Children: A Critical Essay. Academic Press, New York/London

Caldwell, John C. 1983. Direct Economic Costs and Benefits of Children. Academic Press, New York/London

Deacon RE & Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management Principles and Applications. 2nd Edition. United State of America. Allyn and Bacon, Inc. [Depdiknas]

Depkes RI, 1982. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

Diapari L. 1987. Perkembangan Adat Istiadat Masyarakat Batak Tapanuli Selatan. Jakarta. (Tidak diterbitkan).

Dinkes Kota Padangsidimpuan. Profil Kesehatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2010, Sumatera Utara

________, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta


(2)

Dinkes Banyuwangi, 2012. Kesehatan Reproduksi Mengikuti Keluarga Berencana,

Ediastuti, Endang dan Faturochman. 1995. Fertilitas dan Aktivitas Wanita di Pedesaan. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ehlirch, P.R. 1981. Ledakan Penduduk. Raja Grmedia, Jakarta

Fawcett, James T. 1983. Perceptions of the Value of Children : Satisfactions and costs. Academic Press, New York/London

---. 1986. The Value and Cost of Children : Converging Theory and Research. Sage Publications, New Delhi/Beverly Hills/London.

Fitrah Y. 2008. Warna Lokal Batak Angkola dalam Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi.

______________. 1984. Psikologi dan Kependudukan. CV Rajawali, Jakarta.

Freedman, Ronald. 1986. Theories of Fertility Decline. Sage Publications, New Delhi/Beverly Hills/London.

Gibson, JL., Ivancevich, JM., & Donnelly, JH. 1985. Organization’s Behavior Structure, & Processes. New York: McGraw Hill

Goode W.J 1970. World Revolution and Family Patterns. New York

Hajar, S. 1992. Pengaruh Kerja Nafkah Wanita terhadap Fertilitas. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB Bogor.

Hasanuddin 1982. Nilai dan Tanggungjawab Orangtua pada Anak sebagai Penentu terhadap Penerimaan KB. Thesis IKIP-Bandung

Harianto; Rina Mutiara dan Hery Surachmat, 2005. Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi Terhadap Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di Perjan RS DR. Cipto Mangunkusumo. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol II, No. 1, April 2005, 84-99.

Hartini, Y. 1999. Komitmen Organisasi Ditinjau Berdasarkan Iklim Organisasi dan Motivasi Berprestasi. Phronesis. Vol. 5. No. 9. h. 21-31


(3)

Hartoyo. 1998. Investing Children Study of Rural Families in Indonesia. (Disertasi) Virginia Tech Blacksburg, VA.

Hartoyo & Hastuti D. 2004. Perilaku Investasi pada Anak Keluarga Nelayan dan Implikasinya terhadap Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hastuti Sri. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan KB Ibu PUS Wali Murid SD Islam Terpadu “IQRO” Kecamatan Pondok Gede Bekasi Jawa Barat. Tesis FKM UI. Depok

Hernawati N. 2002. Nilai Anak dan Pengasuhan Berdasarkan Gender pada Anak Usia 2-3 Tahun di Kota Bogor. Skripsi Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hoffman LW. 1973. A Psychological Perspective On The Value Of Children to Parents. Concept and Measures dalam J Fawcet (ed) Psychological Perspective on Population

Horton P.B dan Hunt C.L 1989. Sosiologi Jilid 2

Hull, TH. 1995. The Value of Children at the Advent of Fertility Declne in Java. Journal of Population, Vol. 1. No.2

Hurlock EB. 1977. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga

Ihroni, TO. (ed). 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Ispriyanti Dwi, Dkk, 1999. Laporan Kegiatan Analisis PATH dan Penggunaannya dalam Fertilitas di kabupaten Semarang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro. Semarang

Isti, H. 2007. Studi Deskiptif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Suami dalam Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang. Skripsi Keperawatan FKM UNDIP. Semarang.

Jones, dkk, 2004. Setiap Wanita, Delapratasa Publishing, Jakarta.

Kartino T. 2005. Nilai Anak dan Kualitas Pengasuhan Anak Usia Prasekolah pada Keluarga Nelayan di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Skripsi Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor


(4)

Koentjaraningrat, 1981. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Penertbit Djambatan Jakarta

______________, 1983. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. PT. Gramedia Jakarta

Kartoyo dan Munir, 1983. Survey Nilai Anak, Serpong Tahun 1983. Kerjasama Antara Lembaga- Demografi FE-UI dengan The Ford Foundation di Jakarta

Lemeshow, S dkk, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Terjemahan Dibyo Pramono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Lucas, D., McDonald, P., Young, E., Young, C. 1990. Pengantar Kependudukan (Terjemahan). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

---, Meyer, Paul. 1990. Ekonomi Kependudukan dan Nilai Anak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mar’at, 1981, Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta : Ghalia.

Mulyaningsih, A. 1998. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Anak dalam Hubunganna dengan Kesejahteraan Keluarga. Studi Pustaka, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. IPB Bogor.

Myers Robert G, 1992. The Twelve Who Survive : Strengthening Programmes of Early Chilhood Development in The Third World. Routledge.

Nuraidah. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MKET dan Non MKET pada Akseptor KB di Kelurahan Pasir Putih dan Bungo Timur Kecamatan Muara Bungo Kabupaten Bungo Jambi Periode 1999/2000. Tesis Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Reproduksi Universitas Indonesia, Jakarta

Nursid Sumaatmadja. 2005. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. CV Alfabeta, Bandung

Oppong, Christine. 1983. Women’s Roles, Opportunity Costs, and Fertility. Academic Press, New York/London

Pedersen P. 1975. Darah Batak dan Jiwa Protestan, Terjemahan K. Th. Sidjabat dan W. E. Sidjabat, BPK. Gunung Mulia. Jakarta.


(5)

Putri SS. 2006. Hubungan Antara Nilai Anak, Pola Asuh dan Aktivitas Anak Sibuk Skripsi Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Riduwan, 2007. Rumus dan Data dalam Analis Statistik. Alfabeta. Cetakan ke-2. Bandung

Robinson, Warren C. dan Sarah F.H. 1983. Menuju Fertilitas Terpadu (Terjemahan). Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, Yogyakarta

Robbins, S.1998. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Alih Bahasa : Hadyana Pujaatmaka. PT Prenhallindo. Jakarta

__________.2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Rogers E 1988 Modernization Among Peasants : The Impact Of Communication. New York : Holt Rinehart & Winston

Saleh M. 2001. Pengaruh Sosial Ekonomi dan Budaya terhadap Efektiftas Program KB dan Tingkat Fertilitas. Tesis FKM UNDIP. Semarang

Santrock, JW. 2007. Children. McGraw-Hill Higher. Dallas, Georgia.

Saptari, Ratna dan Holzner, Brigitte. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Sarwono, S.W. 1997. Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka

Sihaloho, M. 2000. Nilai Anak dan Fertilitas Pada Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus di Kampung Desa Lumban Batu, Desa Aeksiansimun Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara). Skripsi, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB Bogor. Sihite, R.Rampengan. 1995. Pola Kegiatan Wanita di Sektor Informal (Khususnya

Pedagang Sayur di Pasar). Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Singarimbun, Masri. 1996. Penduduk dan Perubahan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Siregar, Fazidah A. 2003. Pengaruh Nilai dan Jumlah Anak Pada Keluarga terhadap

Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan


(6)

Siswosudarmo, dkk, 2007. Teknologi Kontrasepsi. Medika fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta:

Sobur Alex. (2009). Psikologi Umum. CV Pustaka Setia : Bandung

Subagio. 1991. Asosiasi Sosio Budaya antara Kemiskinan dan Fertilitas. Tesis, Pasca Sarjana. IPB Bogor.

Sujarwa. 1999. Manusia dan Fenomena Budaya, Menuju Perspektif Moralitas Agama. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Srisoeprapto. 1998. Landasan Axiologi Ilmu Pengetahuan. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sukmana, O. 2003. Dasar-dasar Psikologi Lingkungan. Bayu media dan UMM Press. Malang

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Penerbit Erlangga. Jakarta

Suratun, dkk, 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi, Cetakan Pertama, Trans Info Media. Jakarta.

Syafruddin, dkk. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Mahasiswa Kebidanan. TIM, Jakarta

Tampubolon, AJ. 1995. Tingkat Pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera pada Keluarga Nelayan. Skripsi, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Thoha, M. 1980. Perilaku Organisasi. Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali, Jakarta

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Ed.VII). Erlangga, Jakarta.

Walgito, B. 2002. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Penerbit Andi Yogyakarta.

Winardi, J. 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

White, B. Dan Tjandraningsih. 1991. Pekerja Anak dan Remaja di Pedesaan Jawa. Makalah Disampaikan pada Lokakarta Masalah Pekerja Anak dan Remaja Hasil Penelitian di Jawa Barat, Bogor, 18 Juni 1991.

Yusrizal. 2008. Pengaruh Faktor Ekonomi dan Budaya Masyarakat terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Tesis USU. Medan.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

2 56 117

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PUS MENGIKUTI KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 2 16

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PUS MENGIKUTI KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH Analisis Faktor Yang Mempengaruhi PUS Mengikuti Keluarga Berencana (KB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen.

0 1 19

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 3

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 45

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keikutsertaan Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 14

Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan tentang Nilai Anak - Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

0 0 43

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012

0 0 14

PENGARUH NILAI ANAK TERHADAP KEIKUTSERTAAN KELUARGA BERENCANA PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

0 0 17