Perspektif Teori Struktural Fungsional (1)

Perspektif Teori Struktural Fungsional
Secara generik, dikenal dua teori perkuliahan yaitu teori struktural fungsional
yang dipelopori oleh Emile Durkheim dan teori konflik yang dipelopori oleh
Max Weber. Pada awalnya, kedua teori ini dikembangkan dalam ilmu sosiologi.
Namun pada perkembangannya menjadi dasar teori perkuliahan, karena melihat
kampus sebagai institusi yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang
menjadi pure wilayah kajian sosiologi. Emile Durkheim lahir di Prancis dan
dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Dalam salah satu teorinya
tentang gerakan sosial menyebutkan kesadaran kolektif yang mengikat individuindividu melalui berbagai symbol dan norma sosial. Kesadaran kolektif ini
merupakan unsur mendasar dari terjaganya eksistensi kelompok. Anggota
kelompok ini bisa menciptakan bunuh diri altruistik untuk membela eksistensi
kelompoknya (Novri Susan, 2009; 45). Teori struktural fungsional bertujuan
untuk mencapai keteraturan sosial. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat
adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang
dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masingmasing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut memiliki
ketergantungan antara satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang
tidak berfungsi akan merusak keseimbangan sistem.
Dalam dunia perkuliahan, teori struktural fungsional memandang kampus
sebagai arena mewujudkan keteraturan sosial. Menurut teori ini, kampus
merupakan sebuah kesatuan sistem dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian
yang dibedakan dengan memiliki fungsi dan peran masing-masing. Sebagai

suatu sistem, fungsi dari masing-masing bagian mewujudkan tatanan menjadi
seimbang. Bagian tersebut saling ketergantungan antara satu dengan yang lain
dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi akan merusak
keseimbangan sistem. Di kampus ada dosen, ada mahasisiswa, dan ada interaksi
yang melibatkan dosen dan mahasiswa. Apabila ada salah satu yang tidak

berfungsi secara maskimal, maka kualitas pembelajaran tidak akan maksimal.
Demikian halnya ada lingkungan kampus, lingkungan kelas, ada fasilitas
kampus dan ada civitas akademika. Masing-masing komponen tersebut
mempunyai peran dan ikut mempengaruhi prestasi kampus. Melalui teori
struktural fungsional, kampus mempunyai peran yang signifikan dalam
pembentukan masyarakat menjadi cerdas, berbudaya, memelihara keteraturan,
serta mewujudkan pembangunan. Tanpa kampus, masyarakat akan mengalami
kesulitan dalam berkembang, tidak akan tumbuh menjadi dewasa dan cerdas,
dan tidak akan bermanfaat serta tidak akan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan. Dengan demikian, menurut teori ini kampus menjadi hal yang
niscaya dalam masyarakat, melalui kampus masyarakat dapat berkembang,
dapat berubah, dan dapat menjadi lebih baik.