askep Penyakit Paru Obstruktif Kronik CO

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang progresif, artinya penyakit ini
berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam
perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan
penyakit ini, antara lain faktor resiko yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan
merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca.
Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memungkinkan
adanya reversible. Tahap perjalan penyakit dan penyakit lai di luar paru seperti sinusitis dan faringitis
kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin cepat terjadi. Untuk
melakukan penatalaksanaan PPOK perlu siperhatikan bebrapa faktor tersebut, sehingga
pengobatannya menjadi lebih baik.
2. Rumusan Masalah
a.
b.
c.
d.
e.
f.


Apa yang dimaksud dengan COPD ?
Bagaimana patofisiologi dari COPD?
Apa yang menyebabkan terjadinya COPD?
Bagaimana tanda dan gejala COPD?
Apa sajakah pemeriksaan diagnostic pada COPD?
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita COPD?

3. Tujuan Penulisan
a. Memberi gambaran umum mengenai penyakit COPD itu sendiri.
b. Membantu proses pembelajaran dalam hal penyakit yang berhubungan dengan gangguan
saluran pernafasan,
c. Lebih memudahkan dalam pembuatan Askep saat melakukan praktek klinik.
d. Untuk member pemahaman akan pentingnya menjaga kesehatan dan pola hidup agar dapat
terhindar dari penyakit COPD.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
COPD merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, emfisema paru, dan asma bronkia membentuk kesatuan
yang disebut COPD.
Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum
selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-turut.
Sputum yang terbentuk dapat berupa mukoid atau mukopurulen.
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveolus dan dukus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar.
Emfisema dapat didiagnosis secara tepatdengan menggunakan CT scan resolusi tinggi.
Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan hipersensitivitas cabang trakebronkial
terhadap berbagai jenis ransangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas
secara priodik dan reversible akibat bronkospasme.
Menurut Black.J.M & Matassarin,.E.J.1993: “PPOK merujuk pada sejumlah gangguan yang
memengaruhi pergerakan udara dari dank e luar paru. Gangguan yang penting adalah Bronkitis
obstruktif, Emphysema dan asma Bronkiale.”
Menurut Enggram,B.1996 : Yaitu suatu kondisi di mana aliran udara paru tersumbat secara terus
menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini Bronkitis
obstruktif, Emphysema dan asma Bronkiale dengan suatu penyebab primer yang lain adalah
komplikasi dari penyebab penyakit primer.

2. Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti merokok, polusi, umur, akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkus terminal. Akibat dari kerusakan
akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak yang terjebak di alveolus, sehingga terjadi penumpukan udara (air trapping). Hal
iniah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi
pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan sekspirasi dan menimbulkan fase pemanjangan
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan (Brannon, et al,1993).

3. Etiologi
Factor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) :

a. Lingkungan (polusi)
b. Predisposisi bawaan, defisiensi alfa-1 antitripsin yang merupakan suatu protein. Kerja enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
c. Faktor infeksi, eksaserbasi bronchitis kronik dapat disangka paling sering diawali dengan infeksi virus,
yang kemudian menyebabkan infeksi sekuler oleh bakteri. Bakteri yang paling banyak adalah
Haemophilus influenza dan Streptococcus Pneumonia.

d. Rokok, terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa. Rokok
berhubungan dengan hiperventilasi kelenjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernafasan.
e. Sosial ekonomi, kematian pada penderita lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah.
f. Penyakit-penyakit seperti ; TBC, Bronkolektasis, Bronkitis kronik, dan empisema.
4. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
Maenurut Brunner & Suddarth (2005):
a. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
b. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah sangat banyak.
c. Dispnea.
d. Nafas pendek dan cepat (takipnea).
e. Anoreksia.
f. Penurunan BB dan kelemahan.
g. Takikardi, berkeringat.
h. Hipoksia, sesak dalam dada.
5. Pemeriksaan Diagnostik
- Sinar x dada : dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru ; mendatarnyasw diafragma ; peningkatan
area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda
bronkovaskuler (bronchitis); hasil normal selama periode remisi (asma).
- Tes fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah

fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk
mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
- TLC : peningkatan pada luasnya bronchitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema.
- Kapasitas inspirasi :menurun pada emfisema, bronchitis kronik, dan asma.
- FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan
asma.
- GDA : memperkirakan progresi proses penyakit kronis, missal paling sering PaO 2 menurun, dan
PaCO2 norma atau meningkat (bronchitis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma; pH
normah atau asidotik, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema
sedang atau asma).
- Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi ; kolaps bronchial pada
ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
- JDL dan diferensial :hemoglobin meningkat (emfisema luas) , peningkatan eusinofil (asma).
- Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnose emfisema
primer.
- Sputum : kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen,; pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

-


EKG : Deviasi aksis kanan, peningkatan gelombang P (asma berat); disaritmia atrial (bronchitis),
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertical QRS (emfisema).
EKG latihan, tes stress : membantu dalam mengkaji derajat fungsi paru, mengevaluasi keefektifan
terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

6. Penatalaksanaan:
Tujuan
1. menghindari zat-zat yang mengiritasi bronkus
2. mencegah atau mengatasi infeksi
3. meringankan bronkospasme
4. mengeluarkan sekresi bronkus.
5. meningkatkan kefektifan pernapasan.
6. mencegah/memperlambat hipertensi
pulmonal dan korpulmonale.
7. meningkatkan toleransi kerja fisik
8. Meningkatkat protease-antiprotease.
9. meningkatkan elastisitas rekoil paru.

Prosedur
Menghentikan merokok

Antibiotik ; vaksin pneumokokus dan influenza.
Obat bronkodilator.
Perkusi dan drainase postural : hidrasi
Latihan pernafasan
Pengobatan dengan oksigen aliran rendah yang
terus menerus.
Program kerja fisik.
Pengobatan pengganti alfa-antitripsin.
Reseksi bedah (kasus-kasus tertentu).

7. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Data Dasar Pengkajian Klien
- Aktifitas/Istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise
Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
Dispnea pada saat istirahat ataua respon terhadap aktifitas atau latihan.
Tanda :
Keletihan

Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
-

Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda:
Peningkatan TD
Peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat, disritmia.
Distensi vena leher (Penyakit berat).
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup.
Warna kulit/membrane mukosa :normal atau abu-abu/sianosis ; kuku tabuh dan sianosis
perifer.
Pucat dapat menunjukkan anemia.

-

Integritas Ego

Gejala :
Peningkatan factor resiko
Perubahan pola hidup.
Tanda:
Ansietas, ketakutan, peka terhadap ransangan.

-

Makanan/Cairan
Gejala :
Mua/muntah
Mapsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
Penurunan BB menetap (emfisema), peningkatan BB menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
Penurunan BB, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).


-

Higine
Gejala :
Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas seharihari.
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan.

-

Pernafasan
Gejala :
Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja ; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma);
rasa dada tertekan, ketidak mampuan untuk bernafas (asma).
“Lapar udara” kronis
Batuk menetap dengan prosuksi sputum tiap hari (terutama pada saat bangun_ selama
minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya dua tahun. Produksi sputum (hijau,
puti, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis).

Episode batuk hilang-timbu, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema).
Riwayat pneumonia berulang, terpapar polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (misalnya rokok) atau debu/asap (misalnya asbes, debu batubara, rami katun,
serbuk gergaji).
Faktor keluarga dan keturunan, misalnya defisiensi α-antitripsin (emfisema).
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

-

-

Tanda :
Biasanya cepat dapat melambat ; fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur. Nafas
bibir (emfisema).
Lebih memilih posisi 3 titik (“tripot”) untuk bernafas khususnya dengan eksaserbasi akut
bronchitis kronis.
Penggunaan otot bantu pernafasan, misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklafikula, melebarkan hidung.
Dada; dapat terlihat hiperfentilasi dengan peninggian AP (bentuk-barrell) gerakan
diafragma minimal.
Bunyi nafas ; mungkin redup dengan bunyi ekspirasi mengi (emfisema) ; menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis) ; ronki, mengi sepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak
adanya bunyi nafas (asma).
Perkusi ; hipersonan pada daerah paru (missal jebakan udara dengan emfisema) bunyi
pekak pada area paru (missal konsolidasi, cairan, mukosa).
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari empat-lima kata sekaligus.
Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah
(bronchitis kronis
Keamanan
Gejala:
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/factor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
Interaksi Sosial:
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kurang system pendukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat.
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda:
Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distress pernafasan.
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga.

-

Seksualitas
Gejala :
Penurunan Libido

-

Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
Penggunaan/penyalahgunaan obat pernafasan
Kesulitan menghentikan merokok
Penggunaan alcohol secara teratur
Kegagalan untuk membaik.

b. Prioritas Keperawatan
- Mempertahankan potensi jalan nafas.
- Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
- Meningkatkan masukan nutrisi.
- Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi.
- Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan.
c. Tujuan
- Ventilasi/ oksigenasi adekuat untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Masukan nutrisi memenuhi kebutuhan kalori.
- Bebas infeksi.
- Proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.
d. Diagnosa Keperawatan:
1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
Bronkospasme.
Peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental.
Penurunan energy/kelemahan.
Kemungkinan diakibatkan oleh:
Pernyataan kesulitan bernafas.
Perubahan kedalaman/kercepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori.
Bunyi nafas tak normal, missal mengi, ronki, krekels.
Batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, missal batuk efektif dan
mengeluarkan sekret.
Tindakan/intervensi
Mandiri:

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi
nafas, missal mengi,ronki, krekels

Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Catat
rasio inspirasi/ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, missal

Rasional
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi
jalan
napas
dan
dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius,
missal penyebaran, krekels basah (bronchitis) ;
bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema); atau tak adanya bunyi nafas (asma
berat).
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan atau setelah
stress/adanya infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
disbanding inspirasi.
Disfungsi pernafasan adalah variable yang

keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot
bantu.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misal
peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
Pertahankan posisi lingkungan minimum,
misal; debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
Dorongan/bantu latihan nafas abdomen
atau bibir.
Observasi karakteristik batuk, misal;
menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan
upaya batuk.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000
ml/hari
sesuai
toleransi
jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan
masukan cairan antara, sebagai pengganti
makanan.

tergantung pada tahap proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan perawatan di RS, misal
reaksi alergi, infeksi.
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernafasan dengan grafitasi. Namun, pasien
dengan distress berat akan mencari posisi yang
paling mudah untuk bernafas. Sokongan
tangan/kaki dengan meja bantal,dll dapat
membantu menurunkan kelemahan otot dan
dapat sebagai alat ekspansi dada.
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat
mentriger episode akut.
Memberikan pasien beberapa cara untuk
mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
khusunya bila pasien lansia, sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk
tinggi, atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan
sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan
cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus.
Cairan
selama
makan
dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada
diafragma.

Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi:
Bronkodilator, misal β-agonis ; epinefrin,
albuterol, terbutalin, isoetarin

Xantin, misal ; aminofilin, oxtrifilin,
teofilin.

Kromoin, flunisolida
Steroid
oral,
IV,dan
inhalasi;
metilprednisolon,
deksametason,
antihistamin
seperti
beklometason,
triamsinolon.
Antimicrobial

Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti
local, menurunkan spasme jalan nafas, mengi,
dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin
peroral, injeksi, atau inhalasi.
Menurunkan edema mukosa dan spasme otot
polos dengan peningkatan langsung siklus AMP.
Dapat
juga
menurunkan
kelemahan
otot/kegagalan pernafasan dengan meningkatkan
kontraktilitas diafragma.
Menurunkan inflamasi jalan napas lokaldan
edema dengan menghambat efek histamine dan
mediator lain.
Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi
alergi/menghambat pengeluaran histamine,
menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan
nafas, inflamasi pernafasan dan dispnea.
Banyak antimicrobial dapat diindikasikan untuk

Analgesic, penekan batuk/antitusif misal;
kodein, produk dextrometorfan.
Berikan humidifikasi tambahan, misal
nebulizer ultranik, hudifier aerosol
ruangan.
Bantu pengobatan pernafasan, misal
IPPB, fisioterapi dada.
Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri,
foto dada

mengontrol infeksi pernafasan/pneumonia.
Catatan: meskipun tak ada pneumonia tetapi
dapat meningkatkan aliran udara dan
memperbaiki hasil.
Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan
untuk menghemat energy dan memungkinkan
pasien istirahat.
Kelembaban menurunkan kekentalan sekret
mempermudah pengeluaran dan membantu
menurunkan/mencegah pembentukan mukosa
teba pada bronkus.
Drainase postural dan perkusi bagian penting
untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan
memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
Catatan: dapat meningkatkan spasme bronkus
pada asma.
Membuat
dasar
untuk
pengawasan
kemajuan/kemunduran proses penyakit dan
komplikasi.

2. Diagnosa Keperawatan : Pertukaran gas, kerusakan.
Berhubungan dengan :
Gangguan suplai Oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara).
Kerusakan alveoli.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
Dispnea
Bingung, gelisah
Ketidakmampuan membuang sekret.
Nilai GDA tak normal (hipoksia, dan hiperkapnia).
Perubahan TTV.
Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Hasil yang diharapkan:
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
Tindakan / intervensi:
Mandiri:
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat
penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan berbicara/ berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien
untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas. Dorong napas dalam perlahan atau
napas bibir sesuai kabutuhan/ toleransi

Rasional:
Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan
kerja napas.

individu.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna
membrane mukosa
Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan
bila diindikasikan.

Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan
aliran udara dan/atau bunyi tambahan.

Palpasi fremitus.
Awasi tingkat kesadaran/status
selidiki adanya perubahan.

mental,

Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan
lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktifitas
pasien atau dorongan tenang dan kalem.
Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk
tidur/istirahatdikursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktifitas
secara bertahap dan tingkatkan sesuai
toleransi individu.
Awasi tanda vital dan irama jantung.

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kulit)
atau sentral (terliht sekitar bibir, atau daun
telinga), keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengidentifikasikan beratnya hipoksemia.
Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Bunyi napas mungkin redup karena penurunan
aliran udara atau area konsilidasi. Adanya
mengi mangidentifikasikan spasme bronkus/
tertahannya sekret.krekels basar menyebar
menunjukkan
cairan
pada
interstisial/
dekompensasi jantung.
Penurunan getaran vibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
pada hipoksia. GDA memburuk disertai
bingung/samnolen menunjukkan disfungsi
serebral yang berhubungan dengan hipoksemia
Selama distress pernafasan berat/akut/
refraktori pasien sehari-hari karena hipoksemia
dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas
perawatan masih penting dari program
pengobatan. Namun, program latihan ditujukan
untuk meningkatkan tahanan dan kekuatan
tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningktkan rasa sehat.
Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.

Kolaborasi :
Awasi/gambarkan
oksimetri

seri

GDA

dan

nadi

Berikan oksigen tambahan yang sesuai
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
Berikan penekanan SSP (misal antisietas,
sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventiasi
mekanik, dan pindahkan ke UPI sesuai
instruksi untuk pasien.

PaCO2 biasanya
meningkat
(bronchitis,
emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih
kecil atau lebih besar.
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya
hipoksia.
Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah
yang
meningkatkan
komsumsi
oksigen/kebutuhan,
eksaserbasi
dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas
Terjadinya kegagalan nafas yang akan dating
memerlukan upaya tindakan penyelamatan
hidup.

3. Diagnosa Keperawatan : Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh.
Berhubungan dengan:
Dispnea
Kelemahan
Efek samping obat
Produksi sputum
Anoreksia, mual/muntah.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
Penurunan BB
Kehilangan massa otot, tonus otot buruk.
Kelemahan
Mengeluh gangguan sensasi pengecap
Keenggangan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
Hasil yang diharapkan:
Menunjukkan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat
yang tepat.

Tindakan/intervensi
Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.
Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi BB dan
ukuran tubuh.

Auskultasi bunyi usus.

Berikan perawatan oral sering, buang sekret,
berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan
tisu.
Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum
dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil
tapi sering.

Rasional
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia
karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
Selain itu, banyak pasien COPD mempunyai
kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan
pernafasan membuat status hipermetabolik
dengan peningkatan kabutuhan kalori. Sebagai
akibat pasien sering masuk RS dengan beberapa
derajat malnutrisi. Orang yang mengalami
emfisema sering kurus dengan perototan yang
kurang.
Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan
penurunan motilitas gaster dan konstipasi
(komplikasi umum) yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan
buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
Rasa tak enak, baud an penampilan adalah
pencegah utama terhadap napsu makan dan
dapat membuat mual dan muntahdengan
peningkatan kesulitan nafas.
Membantu menurunkan kelemahan selama
waktu makan dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.

Hindari makanan penghasil gas dan minuman
karbonat.
Hindari makanan yang sangat panas atau dingin.
Timbang BB sesuai kondisi.
Kolaborasi:
Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk
memberikan makanan yang mudah cernah,
secara nutrisi seimbang, misal nutrisi tambahan
oral/selang, nutrisi parenteral.
Kaji pemeriksaan lab.
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai
indikasi.

Dapat menghasilkan distensi abdomen yang
mengganggu nafas abdomen dan dapat
meningkatkan dispnea.
Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan
spasme batuk.
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,
menyusun tujuan BB, dan evaluasi adekuat
rencana nutrisi.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan
pada
situasi/kebutuhan
individu
untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya
minimal pasien/penggunaan energi.
Mengevaluasi/mengatasi
kekurangan
dan
mengawasi keefektifan terapi nutrisi
Menurunkan dispnea dan meningkatkan enrgi
untuk makan meningkatkan masukan.

4. Diagnosa Keperawatan : Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap
Faktor resiko meliputi :
Tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret).
Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan).
Proses penyakit kronis.
Malnutrisi.
Kemungkinan dibuktikan oleh: (tidak dapat diterapkan: adanya tanda-tanda dan gejala-gejala
membuat diagnose aktual).
Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu.
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan.
Tindakan/intervensi
Mandiri
Awasi suhu
Kaji pentingnya latihan nafas,batuk efektif,
perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.
Observasi warna,bau, dan karakter sputum.
Tunjukkan
dan
bantu
pasien
tentang
pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci
tangan yang benar, dan panggunaan sarung
tangan bila memegang atau membuang tisu,
wadah sputum.

Rasional
Deman dapat terjadi karena infeksi dan/ atau
dehidrasi.
Aktivitas ini meningkatkan mobilitas dan
pengeluaran sekret untuk menurunkan terjadinya
infeksi paru-paru.
Sekret
berbau
kuning
atau
kehijauan
menunjukkan adanya infeksi paru-paru.
Mencegah penyebaran patugen melalui cairan.

Awasi pengunjung berikan masker sesuai indikasi.
Dorong keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Kolaborasi:
Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau
pengisapan untuk pewarnaan kuman Gram,
kultur/sensitivitas.
Berikan antimicrobial sesuai indikasi.

Menurunkan potensial terpajan pada penyakit
infeksi (misal ISK).
Menurunkan
komsumsi/kebutuhan
keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan
pasien
terhadap
infeksi,
meningkatkan penyembuhan.
Malnutrisi dapat memngaruhi kesehatan umum
dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
Dilakukan untuk mengidentifikasi organism
penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti
microbial.
Dapat diberikan untuk organism khusus yang
teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau
diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

5. Diagnosa Keperawatan: Kurang Pengetahuan (kebutuhan Belajar) mengenai Kondisi, Tindakan
Berhubungan dengan :
Kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Salah mengert tentang informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
Pertanyaan tentang informasi.
Pernyataan masalah atau kesehatan konsep
Tidak akurat mengikuti instruksi.
Terjadinya komlikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan:
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dari tindakan.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan
faktor penyebab.
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Tindakan/intervensi
Mandiri:
Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit
indivisu. Dorong pasien/orang terdekat untuk
menanyakan pertanyaan.
Instruksikan atau kuatkan rasional untuk latihan
bernapas, batuk efektif, dan latihan kondisi
umum.

Diskusikan obat pernafasan, efek samping, dan
reaksi yang tak diinginkan.

Rasional
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan
perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Nafas bibir dan nafas abdominal/diafragmatik
menguatkan otot pernafasan, membantu
meminimalkan kolaps jalan napas kecil, dan
memberikan indivisu arti untuk mengontrol
dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan
toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat.
Pasien ini sering mendapat obat pernapasan yang
banyak sekaligus yang mempunyai efek samping

Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler,
seperti
bagaimana
memegang,
interval
semprotan 2-5 menit, bersihkan inhaler.
System alat untuk mencatat obat intermiten/
penggunaan inhaler.
Anjurkan untuk menghinadri agen sedative
antiansietas kecuali diresepkan diberikan oleh
dokter mengobati kondisi pernapasan.
Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan
gigi.
Diskusikan mengenai pentingnya menghindari
seseorang dengan infeksi pernafasan aktif.
Tekankan perlunya vaksinasi influenza/pnemokal
rutin.
Diskusikan faktor indivisu yang meningkatkan
kondisi, misal udara terlalu kering, angin,
lingkungan, dengan suhu ekstrem, serbuk, asap
tembakau, seprei, aerosol, polusi udara. Dorong
pasien/orang terdekat untuk mencari cara
mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.
Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan
menghentikan rokok pada pasien dan/atau orang
terdekat.
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas
dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat
untuk mencegah kelemahan; cara menghemat
energy selama aktivitas (misal menarik dan
mendorong, duduk dan berdiri selama
melaukukan tugas), menggunakan nafas bibir,
posisi berbaring dan kemungkinan perlu oksigen
tambahn selama aktivitas seksual.
Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan
medic, foto dada periodic, dan kultur sputum.
Kaji kebutuhan/dosis oksigen untuk pasien yang
pulang dengan oksigen tambahan.
Anjurkan
pasien/orang
terdekat
dalam
penggunaan oksigen aman dan merujuk ke

hamper sama dan potensial interaksi obat.
Penting bagi pasien memahami perbedaan
antara efek samping mengganggu (obat
dilanjutkan) dan efek samping meruikan (obat
mungkin dihentikan)
Pemberian obat yang tepat meningkatkan
penggunaan dan keefektifan.
Menurunkan
resiko
penggunaan
tak
tepat/kelebihan dosis dari obat kalo perlu,
khususnya selama eksaserbasi akut, bila kognitif
terganggu.
Meskipun pasien mungkin gugup dan merasa
perlu sedative, ini dapat menekan pernafasan
dan melindungi mekanismme batuk.
Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut,
di mana dapat menimbulkan infeksi pada saluran
nafas atas.
Menurunkan
pemajanan
dan
insiden
mendapatkan infeksi saluran napas atas.
Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan/iritasi
brokinal menimbulkan peningkatan produksi
sekret dan hambatan jalan nafas.

Penghentian merokok dapat
memperlambat kemajuan COPD.

menghambat/

Mempunyai
pengetahuan
ini
dapat
memampukan pasien untuk mebuat pilihan atau
keputusan informasi untuk menurunkan dispnea,
memaksimalkan tingkat aktifitas, melakukan
aktifitas yang diinginkan, dan mencegah
komplikasi.
Pengawasan proses penyakit untuk membuat
program terapi untuk memenuhi perubahan
kebutuhan dan dapat dapat membantu
mencegah komlikasi.
Menurunkan resiko kesalahan penggunaan
(terlalu kecil/banyak) dan komplikasi lanjut.
Pasien ini dan orang terdekatnya dapat
mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain

perusahaan penghasil sesuai indikasi.

Rujuk untuk evaluasi perawatan di rumah bila
diindikasikan. Berikan rencana perawatan detail
dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan di
rumah sesuai kebutuhan pulang dari perawatan
akut.

sesuai dengan penerimaan dengan penyakit
kronis yang mempunyai dampak pada pola hidup
mereka. Kelompok pendukung dan/kunjungan
rumah mungkin diperlukan/diinginkan untuk
memberikan bantuan, dukungan emosi, dan
perawatan.
Memberikan kelanjutan perawatan. Dapat
membantu menurunkan frekuensi perawatan di
RS.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah panyakit paru yang progresif, artinya penyakit ini
berlangsung seumur hidup dan semakin lama semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun.
COPD merujuk pada sebuah gangguan yang memngaruhi pergerakan udara dari dank e luar paru,
gangguan ini berupa asma, bronchitis obstruktif, emfisema.
Faktor yang dapat ,menimbulkan COPD adalah kebiasaan merokok, polusi udara, paparan zat
kimiawi, riwayat infeksi saluran nafas, dan genetika yaitu defisiensi alfa-1 atitripsin.
Tanda dan gejal dari penyakit COPD adalah batuk produktif, kronis yang membentuk sputum,
terjadi dispnea, nafas pendek dan cepat, anoreksia, penurunan BB, takikardi, berkeringat, hipoksia,
sesak dalam dada.
Komplikasi penyakit yang dapat terjadi pada COPD adalah Hypoxemia, Asidosisrespiratori,
infeksi saluran nafs, gagal jantung, cardiac aritmia, dan status asmatikus.
Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan terapi disertai pemberian antibiotic,
fisioterapi dada sedangkan untuk jangka panjang berupa rehailitasi, pemberian mukolitik dan
spektoran, serta latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
2. Saran
Semoga dari makalah ini kita sebagai calon tenaga medis yang nantinya turun berkecimpung
dalam dunia medis dapat memiliki pemahaman mengenai apa itu penyakit COPD dan bagaimana cara
menghadapinya, dan timbul niat dalam diri kita untuk senantiasa membiasakan pola hidup sehat seperti
tidak merokok dan selalu menjaga kebersihan sehingga resiko terpapar COPD dapat diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E.Doenges, dkk. 2000. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sylvia A.Price, dkk. 2003. PATOFISIOLOGI (konsep Klinis Proses-proses Penyaki).Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.