I S I sastra sastra

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anak-anak pada umumnya, dan anak-anak di usia awal senang
dengan sesuatu yang hal menarik, menyenangkan, menghibur, serta
mendidik. Mereka tertarik pada lagu-lagu, gambar, dan cerita. Hal-hal
tersebut merupakan berbagai bentuk sastra anak.
Sastra adalah sesuatu yang menarik, yang memberi hiburan, yang
mampu untuk menanamkan dan memupuk rasa keindahan serta
menggugah hati penikmatnya. Sastra dianggap identik dengan orang
dewasa, padahal sebenarnya sastra dapat dinikmati sejak usia awal.
Di usia yang sangat awal, yaitu sejak anak dilahirkan sampai usia
dibawah dua tahun sastra yang cocok untuk anak adalah sastra lisan yaitu
puisi dan cerita lisan. Untuk usia selanjutnya, sastra tulis mulai
diperkenalkan yang selain bertujuan untuk menghibur, juga bertujuan
untuk mengenalkan pengetahuan pada anak.
2. Rumusan Masalah
a. Sastra bentuk apa yang sesuai untuk anak di usia awal ?
b. Apa saja yang termasuk sastra lisan untuk anak di usia awal ?
c.


Apa saja yang termasuk sastra tulis untuk anak di usia awal ?

3. Tujuan
a. Mengetahui bentuk sastra yang sesuai untuk anak di usia awal
b. Mengetahui sastra lisan untuk anak di usia awal
c. Mengetahui sastra tulis untuk anak di usia awal

1

BAB II
PEMBAHASAN

Sastra tidak harus berwujud sastra tulis dengan buku-buku yang
berhalaman tebal dan sering di konotasikan sulit dipahami. Sastra adalah sesuatu
yang menarik, yang memberi hiburan, yang mampu untuk menanamkan dan
memupuk rasa keindahan, maka sastra haruslah sudah di perkenalkan kepada anak
usia dini.
Sastra anak terdiri dari berbagai genre dan dapat berwujud lisan dan
tulisan. Sastra sudah dapat diperkenalkan kepada anak sejak mereka

dilahirkan,sejak mereka belum tahu apa-apa dan sedang belajar mengenal dunia di
sekelilingnya. Untuk keperluan ini, tentu saja sastra lisan yang tepat diberikan,
dan kita belum perlu berpikir tentang sastra tulis. Sastra lisan dapat diberikan
kepada bayi, misalnya, oleh ibu sambil menggendong , menyusui dan menimangnimangnya.Sastra tulis dapat mulai diberikan setelah anak berusia satu setengah
tahun atau dua tahun. Pada usia ini memang belum tahu apa-apa, bahkan
memegang sesuatu pun belum dapat dilakukannya dengan baik, tetapi perkenalan
buku sudah dapat dilakukan. Perkenalan disini hendaklah dipahami sebagai
melihat aktivitas dan kebiasaan kita memegang dan membaca buku. Dengan
melihat kebiasaan itu di dalam diri anak akan tertanam suatu pengertian bahwa di
dalam buku yang di pegang dewasa itu ada sesuatu. Pada usia selanjutnya , yaitu
2-3 tahun, anak sudah dapat di perkenalkan dengan isi buku, misalnya gambarganbar buku, huruf serta angka.
Berikut ini akan dijelaskan berbagai sastra yang cocok untuk anak di usia
awal.

2

A. Puisi Lagu Dolanan
Pada usia awal anak belum mengenal tulisan, apalagi sastra tulis,
tetapi itu tidak berarti harus menghilangkan hak anak akan kebutuhan
keindahan dan kenikmatan yang diperoleh lewat hiburan yang bernilai

keindahan. Anak memang belum dapat membaca, tetapi sudah dapat
menerima rangsang suara dan gerak, maka lewat media suara dan gerak
itulah nlai keindahan dan kenikmatan diberikan. Sastra yang
diperkenalkan kepada anak usia sangat awal adalah sastra yang
bermediakan suara dan diperkuat dengan gerakan-gerakan anggota badan
yang mendukung.
Sastra lisan yang biasa didengarkan saat meminang, meninabobo,
dan atau menyenang-nyenagkan anak antar lain adalah puisi lagu, tembang
dolanan, baik dalam bahasa indonesia maupun dalam berbagai bahasa
daerah, atau bahkan dalam bahasa asing seperti bahasa inggris, misalnya
yang dikenal dengan sebutan nursery rhymes.
1. Puisi Lagu, Nyanyian Anak
Syair lagu atau tembang tidak lain adalah puisi. Jadi, lagu dan
tembang dapat pula disebut sebagai puisi yang dilagukan, puisi lagu.
Keindahan bahasa puisi lagu, juga lagu-lagu dan tembang-tembang
dolanan, terutama dicapai lewat permainan bahasa yang antara lain
berupa berbagai bentuk yang perulangan, baik perulangan bunyi
maupun kata. Lewat permainan perulangan bunyi pada kata-kata
terpilih akan dapat dibangkitkan aspek persajakan dan irama puisi
yang menyebabkan puisi menjadi indah dan melodis. Kita lihat puisi

lagu “ Keplok Ame-ame” dibawah ini.
KEPLOK AME AME
Keplok ame-ame belalang kupu-kupu
Siang makan nasi kalau malam minum susu

3

Kedua lirik lagu puisi diatas terbelah menjadi dua kesatuan bunyi,
mirip dengan pantun, karena larik-larik itu panjangnya kurang lebih
sama dan berima.
2. Puisi Tembang Dolanan
Puisi-puisi tembang dolanan pada masyarakat (jawa)
tradisional,sesuai dengan namanya, banyak yang biasa dinyanyikan
anak-anak sambil bermain-main dengan kawan-kawannya. Puisi lagu
tersebut pada umumnya tidak dapat diketahui secara pasti kapan
penciptaannya dan mewaris secara turun temurun secara lisan.
Dilihat dari segi syair yang mendukung, lagu dolanan termasuk
dalam puisi, yang dalam bahasa jawa disebut sebagai geguritan, yaitu
geguritan tradisional. Sebagai suatu bentuk kaya seni sastra, geguritan
tradisional juga menawarkan keindahan tersendiri, terutama yang

berwujud permaainan atau pengolahan bahasa. Permainan bahasa yang
dimaksud terutama berupa pemilihan kata dan struktur kalimat ang
mampu memberikan efek sebagaimana yang diharapkan agar dapat
menyentuh hati pendengar.
Lewat syair-syairnya yang jenaka dan lirik lagunya yang menarik,
puisi-puisi lagu dolanan itu mampu memberikan fungsi rekreatif.
Dibawah ini dicontohkan puisi lagu dolanan yang berjudul “Menthokmenthok” .
Menthok-menthok, tak kanandani
Mung lakumu angisin isini
Mbok yo ojo ngetok ono khandhang wae
Enak-enak ngorok ora nyambut gawe
Menthok-menthok mung lakumu
Megal megol gawe guyu

4

3. Nursery Rhymes
Pada masyarakat yang berlatar belakang Bahasa Inggris, juga
dikenal puisi-puisi lagu dolanan itu, yaitu dikenal sebagai nursery
rhymes atau nursery songs. Jadi, mirip dengan seorang ibu Jawa

bernyanyi atau bersenandung lagu “Gambang Suling” untuk
meninabobokan anak kesayangan, di masyarakat Barat si ibu juga
bernyanyi atau bersenandung puisi-puisi lagu anak-anak. Sebagai
sebuah puisi nursery rhymes mengeksploitasi keindahan lewat
permaianan bahasa, dan yang paling dominan adalah berbagai macam
bentuk pengulangan.
Berikut ini contoh nursery rhymes:
GOOSEY, GOOSEY, GANDER
Goosey, goosey, gander,
Where shall I wander?
Upstairs, downstair,
In my lady’s chamber.
There I met an old man
Who would not say his prayers.
I took him by the left leg
And threw him down the stairs.
Puisi-puisi itu hadir untuk mengemban fungsi untuk memberikan
hiburan dan atau memperoleh kesenangan, misalnya jika puisi tersebut
dinyanyikan sambil meninabobo atau menimang anak. Secara umum puisi
nursery rhymes berkaitan dengan binatang, binatang dengan anak, berbagai

aktivitas tertentu.

5

B. Tradisi Cerita Lisan
Cerita-cerita dikisahkan kepada anak setelah mereka mulai dapat
memahami pembicaraan orang dewasa sekitar usia dua setengah atau tiga
tahun.
Lewat berbagai cerita yang dikisahkan itu anak tidak saja menikmati cerita
yang mampu membawa emosinya berbunga-bunga, melainkan juga secara
secara tidak langsung belajar tentang kehidupan.
Dalam sastra anak, yang dalam hal ini cerita dilisankan, tujuan
memberikan pendidikan moral tampaknya merupakan sesuatu yang mesti
dilkukan, misalya tentang baik buruk yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan, bagaimana mesti bersikap kepada orang lain, dan lain-lain yang
kesemuanya itu besar artinya dalam usaha pembentukan kepribadian anak.
Adapun bentuk-bentuk cerita lisan bisa berupa legenda, fabel, fiksi serta
cerita kehidupan sehari-hari.
C. Bacaan Awal Literasi
Pada usia awal anak belum dapat mengenali huruf dan belum dapat

membaca, tetapi anak sudah dapat memahami bahwa ada buku yang berisi
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Hal itu terjadi karena anak biasa
melihat aktivitas dewasa yang sering memegang buku dan membaca serta
membacakan isi buku itu kepadanya. Jadi, aktivitas orang tua dan dewasa di
sekeliling anak dengan buku tersebut dapat menanamkan kesadaran pada diri
anak tentang “budaya” buku bacaan. Pengenalan literasi pada anak dapat
dipahami sebagai memperkenalkan anak pada huruf-huruf tulisan dengan
tujuan akhir agar anak menjadi melek huruf, dapat membca tulisan dan dapat
menulis.
Kemampuan literasi tidak akan dicapai tanpa usaha secara sadar dan
terencana. Untuk itu, agar anak dapat dengan cepat mengenal huruf-huruf,
membedakan antara huruf satu dengan yang lain, dan akhirnya benar-benar
dapat membaca, pengenalan literasi haruslah dilakukan dengan perencanaan

6

yang baik, benar, dan terus-menerus. Namun, lebih dari itu, contoh yang
dilakukan orang tua dengan kebiasaan membaca buku, sekali lagi, juga
berperan penting karena anak akan memahami bahwa kebiasaan itu
merupakan tingkah laku budaya yang seharusnya dilakukan. Kebiasaan orang

tua membacakan cerita-cerita, menunjukan gambar-gambar dan membaca
tulisan-tulisan yang menyertainya, menyanyikan puisi-puisi lagu yang
ditemukan dalam bacaan, dan lain-lain termasuk permainan finger rhymes,
akan membuat anak menjadi senang, puas, dan terinovasi untuk menirukanya
dikemudian.
Buku-buku bacaan yang diberikan kepada anak untuk “dibaca” haruslah
buku-buku yang sengaja dirancang untuk anak-anak usia prasekolah, dan
buku-buku yang umum dipergunakan adalah buku-buku bergambar dengan
sedikit tulisan. Gambar dan tulisan itu haruslah yang mempunyai kaitan dan
dengan kerangka pola yang pasti dan konsisten sehingga memudahkan anak
untuk mengenalinya. Misalnya, buku-buku gambar penamaan( naming books),
seperti gambar buah dan tulisan nama buah itu, nama binatang dan tulisan
nama binatang tersebut, dan lain-lain. Huruf-huruf tulisan yang dipakai untuk
menamai gambar-gambar tersebut harus cukup besar dan jelas.
Adapun jenis-jenis buku untuk pengenalan literasi awal adalah sebagai
berikut :
1. Buku Alfabet
Buku alfabet adalah buku yang dipergunakan untuk memperkenalkan,
mengajarkan, dan atau mengidentifikasi huruf-huruf secara sendiri-sendiri
khususnya setelah anak mulai belajar membaca dan menulis (Huck dkk,

1987:163).
Tujuan Buku Alfabet
Stewig (1980:76) mengemukakan bahwa buku alfabet dimaksudkan
untuk membantu anak membelajarkan huruf, urutan huruf, bentuk huruf,
dan korespondensi antara bunyi dan simbol.

7

Huruf-huruf dalam sebuah alfabet merupakan lambang bunyi
karena hakikat bahasa adalah sistem bunyi. Untuk itu, pengenalan hurufhuruf dalam rangka literasi, pengenalan hubungan huruf dengan bunyi
yang dilambangkan menjadi tidak kalah pentingnya. Demikian juga
perpaduan antara huruf untuk menghasilkan bunyi-bunyi tertentu yang
berwujud kosakata bermakna juga sama pentingnya. Dalam kegiatan baca
tulis yang sesungguhnya dan alamiah pengenalan dan identifikasi
hubungan tersebut –yaitu hubungan bentuk huruf, bunyi, dan maknasudah terjadi secara mekanistis-logis. Proses literasi yang terlihat
kompleks tersebut kemudian diterapkan pada anak-anak lewat sesuatu
yang menyenangkan sehingga tidak terkesan sebagai semata-mata belajar
berliterasi.
Untuk menghafal urutan huruf abjad misalnya, biasa dilakukan
dengan nyanyian (misalnya nyanyian untuk menghafal huruf Hijaiyah,

Arab, dan abjad Latin dalam bahasa Inggris) yang menarik.
Jenis Buku Alfabet
1) Gambar dan huruf-kata.
Buku-buku tersebut biasanya dalam satu halaman berisi satu gambar
dengan satu kata, satu huruf, atau satu kata dan satu huruf awal dengan
penekanan.
2) Belajar huruf dan mewarnai gambar.
Buku ini terdiri dari huruf dan gambar. Gambar yang diberikan untuk
satu objek terdiri dari dua macam, yaitu satu gambar berwarna dan satu
gambar dengan garis-garis hitam. Selain mengenal huruf, anak juga diajak
untuk mewarnai gambar-gambar tersebut sesuai dengan contoh gambar
yang berwarna.
3) Gambar dan huruf-kata dua bahasa.
Kata-kata identifikasi untuk sebuah gambar itu ditulis dalam dua
bahasa: Indonesia dan Inggris, atau sebaliknya Inggris dan ndonesia.
Bahkan, dalam buku Knowing ABC, mengenal huruf sambil mewarnai
juga dituliskan cara membaca atau ucapan bahasa inggrisnya (ejaan

8

fonetik) yang diletakkan di dalam kurung dibelakang kata-kata Inggris
yang bersangkutan.
4) Gambar dan kata konsep.
Lewat gambar-gambar, buku alfabet juga dapat dimanfaatkan untuk
mengenalkan kata yang mengandung konsep tertentu.. Untuk maksud itu,
gambar yang ditampilkan mesti dua macam dengan masing-masing
mengandung konsep yang dimaksud, dan diatas atau disamping tiap
gambar itu diberi tulisan.
5) Percocokan gambar dan kata.
Kegiatan ini akan meningkatkan daya kritis anak untuk mengamati
gambar dan membaca kata. Cara ini justru juga dimaksudkan untuk
memperlancar kemampuan membaca anak.
6) Pecocokan huruf dengan huruf.
Kegiatan ini merupakan variasi pencocokan gambar dengan kata
diatas, tetapi tanpa disertai gambar. Permainan yang dituntut kepada anakanak adalah berupa pencocokan huruf yang sama yang sengaja disajikan ke
dalam dua lajur, yaitu kiri dan kanan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
mengenal secara lebih baik dan kritis pada huruf-huruf yang sama.
2. Buku Berhitung
Buku berhitung adalah buku lain yang juga biasa dipergunakan
untuk literasi awal pada anak usia prasekolah atau sekolah di kelas awal,
yaitu mulai usia sekitar tiga tahun. Buku berhitung mirip dengan buku
alfabet, yaitu sama-sama mengenal dan membelajarkan sesuatu lewat
gambar-gambar yang menarik.
Tujuan Buku Berhitung
Jika buku alfabet dimanfaatkan untuk mengenalkan huruf, buku
berhitung digunakan untuk mengenalkan angka kepada anak di usia
awal(Mitchell, 2003:75).

9

Jenis Buku Berhitung
Buku berhitung juga membentang dari yang sederhana ke yang
lebih kompleks sesuai dengan usia anak yang menjadi sasaran
pembacanya. Jenis-jenis buku berhitung adalah sebagai berikut :
1) Gambar dan angka
Buku berhitung jenis ini menampilkan gambar dan diikuti
dengan tulisan angka serta huruf angka tersebut. Hubungan antara
gambar dan angka adalah satu lawan satu, sederhana, dan mudah
dipahami. Artinya, satu jenis gambar dengan jumlah tertentu untuk
mengenalkan angka dan dengan gambar yang familiar dan menarik.
2) Gambar dan mewarnai jumlah gambar
Buku jenis ini menawarkan dua jenis kegiatan yaitu
menghitung jumlah gambar dan mewarnai gambar lain sebanyak
hitungan angka gambar. Gambar yang dihitung dengan gambar yang
diwarnai terletak bersebelahan, kiri dan kanan. Misalnya di sebelah kiri
disediakan lima gambar apel sedangkan di sebelah kanan disediakan
sepuluh buah nanas tanpa warna. Lalu anak diminta mewarnai buah
nanas sebanyak hitungan buah apel. Cara ini mengasyikkan juga
menanamkan konsep jumlah hitungan yang sama untuk gambar yang
berbeda.
3) Gambar dan penjumlahan angka
Ini merupakan salah satu pengenalan konsep matematika
sederhana yang berwujud penjumlahan. Singkatnya, lewat gambargambar ini anak dikenalkan pada konsep penjumlahan.
4) Gambar, angka, dan gambar cerita
Buku ini menampilkan tulisan angka dan gambar juga dilengkapi
dengan cerita yang sesuai dengan angka tersebut.

10

3. Buku Konsep
Buku konsep adalah buku yang dipergunakan untuk
mendeskripsikan berbagai dimensi dan jenis objek atau berbagai konsep
pada anak.
Tujuan Buku Konsep
Tujuan utama pembuatan buku konsep adalah untuk memperkenalkan
anak tentang dunia. Namun, buku konsep juga akan dapat menstimulasi
anak untuk mengembangkan kosakata dan memperluas pengalaman
tentang dunia.
Jenis Buku Konsep
Buku konsep bermacam jenisnya, mulai dari yang sederhana untuk
mengenalkan konsep tunggal dan konkret, sampai ke yang abstrak yang
dipakai untuk mengenalkan konsep-konsep abstrak.
1) Konsep tunggal dan konkret
Buku ini menyajikan gambar-gambar untuk mengenal dan
membelajarkan konsep-konsep tunggal kepada anak di usia awal.
Artinya, dalam satu gambar hanya dimaksudkan mengandung satu
konsep.
2) Konsep kompleks dan abstrak
Dilihat dari kompleksitas gambar, dalam sebuah gambar yang berisi
berbagai objek dengan warna-warna yang berbeda, sudah boleh
dikatakan sebagai gambar yang kompleks.artinya, sebuah gambar itu
dapat dipergunakan untuk mengenal dan membelajarkan berbagai
konsep.
4. Buku Cerita Bergambar
Buku bergambar adalah buku bacaan cerita anak yang di dalamnya
terdapat gambar-gambarnya. Menutut Mitchell (2003:7) buku cerita
bergambar adalah buku yang menampilkan gambar dan teks dan keduanya
saling berhubungan erat. Pembacaan terhadap buku bacaan cerita tersebut

11

akan terasa lebih lengkap dan konkret jika dilakukan dengan melihat
gambar dan membaca teks narasinya.
Isi Buku Bergambar
Tema dan persoalan yang dikisahkan dalam buku cerita bergambar
dapat berupa tema kehidupan keluarga, hubungan anak dan orang tua,
hubungan dengan teman sebaya, tema olahraga , seni bahkan fantasi.
Fungsi Buku Cerita Bergambar
a. Menambah pengetahuan anak tentang dunia.
b. Membelajarkan anak untuk bersikap dan bertingkahlaku yang baik.
c. Sebagai sarana hiburan untuk anak.
d. Menstimulasi imajinasi anak.
5. Buku Gambar Tanpa Kata
Buku gambar tanpa kata adalah buku-buku gambar cerita yang alur
ceritanya disajikan lewat gambar-gambar ( Huck dkk, 1987:176), atau
gambar-gambar itu sendiri menghadirkan cerita.
Karakteristik Buku Gambar Tanpa Kata
a. Kaya dengan gambar dan penuh detil .
b. Mempergunakan gambar aksi untuk mengembangkan karakter
c. Menampilkan tema yang menarik untuk membangkitkan rasa ingin
tahu pembaca.
d. Memberikan dampak imajinatif bagi pembaca.
Tujuan Buku Gambar Tanpa Kata
Sesuai dengan namanya, buku gambar tanpa katya sengaja dibuat
(hampir tanpa kata). Tujuannya adalah membiarkan dan memberanikan
anak untuk mengkreasikan kata sendiri dengan bimbingan yang
membacakannya.

12

Di usia awal, fantasi anak dapat dibawa kemana pun untuk berkembang.
Buku-buku jenis ini menghadirkan cerita dalam gambar yang dapat
membawa anak untuk berpetualang secara fantastik yang penting untuk
mengembangkan pengalaman dan memotivasi untuk mengembangkan
imajinasi.

13

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a. Sastra dapat dikenalkan pada anak sejak dini.
b. Sastra yang cocok untuk anak usia di bawah dua tahun adalah
sastra lisan.
c. Sastra dikenalkan pada anak di usia awal semenarik mungkin
untuk memperkenalkan huruf, angka, dan konsep kehidupan.
Saran
a. Pengenalan sastra pada anak hendaknya dikemas semenarik
mungkin agar si anak menikmatinya.
b. Untuk anak di usia awal, sebaiknya menggunakan buku yang kaya
gambar .

14