Laporan Kasus PEMERIKSAAN IMUNOFLUORESENSI LANGSUNG UNTUK PENEGAKKAN DIAGNOSIS PEMFIGOID BULOSA JUVENILIS

  MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015; 157 - 162

Laporan Kasus

  

PEMERIKSAAN IMUNOFLUORESENSI LANGSUNG

UNTUK PENEGAKKAN DIAGNOSIS

PEMFIGOID BULOSA JUVENILIS

Mira Rahmanita Rachman, Nisa Mayasari, Diah Ayu Mira Oktarina*, Suci Widhiati, Indah Julianto

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

  

FK Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr.Moewardi Surakarta, Solo

  • *FK Universitas Gadjahmada, RSUP Dr.Sardjito, Yogyakarta

  ABSTRAK Pemfigoid bulosa merupakan penyakit berlepuh autoimun yang umumnya terjadi pada orang tua dan sangat jarang terjadi pada anak. Pemfigoid bulosa juvenilis merupakan penyakit yang jarang terjadi. Seorang anak usia 6 tahun datang dengan keluhan muncul lepuh di seluruh tubuh, sebagian sudah pecah dan terasa gatal, tidak ada riwayat demam, alergi, dan nyeri sebelumnya. Pada hampir seluruh tubuh tampak bula multipel, diskret, berdinding tegang, sebagian besar pecah membentuk erosi. Dilakukan pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan minan eosinofil dan neutrofil. Selain itu dilakukan pemeriksaan imunofluoresensi langsung dan didapatkan gambaran deposit IgG dan C3 pada zona membran basalis. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan eritromisin dan secara klinis mengalami perbaikan. Diagnosis sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan pemeriksaan fisis dan anamnesis sehingga dilakukan pemeriksaan penunjang lain, yaitu imunofluoresensi langsung dan pemeriksaan histopatologik untuk menyingkirkan penyakit berlepuh lain pada anak.

  Kata Kunci : imunofluoresensi langsung, pemfigoid bulosa juvenilis ABSTRACT

  Bullous pemphigoid is an autoimmune vesicobullous disease generally occurs in older people and is rare in children. Juvenile bullous pemphigoid is a rare disease. A 6 year old child complained itchy blisters appear all over the body, some have ruptuned, no history of fever, allergies, and pain before. Her body showed multiple tense bullae, most of them became erosions. Histopathologic examination with hematoxylin eosin staining obtained sub-epidermal cleft with predominant eosinophils and neutrophils. Direct immunofluorescence examination obtained deposit of IgG and C3 in the basal membarane zone. This patients received methylprednisolone and erythromycin with clinical improvemen. Juvenile bullous pemphigoid is difficult to diagnose if only based on physical examination and anamnesis. Therefore, other investigations carried out in the form of direct immunofluorescence and histopathology was needed to rule out other vesicobullous diseases in children.

  Key Words : direct immunofluorescence, juvenile bullous pemphigoid Korespondensi: Gedung Radiopoetro Lantai 3 Jl. Farmako, Sekip, Yogyakarta 55281 Telp/Fax: 0274-560700 Email: danarti@ugm.ac.id

  

Mira Rahmanita R Pemeriksaan imunofluoresensi langsung untuk penegakan diagnosis pemfigoid bulosa juvenilis

PENDAHULUAN

  Bullous

  pemphigoid (BP/Pemfigoid bulosa) adalah penyakit berlepuh autoimun kronik yang sering muncul pada orang lanjut usia dan jarang mengenai anak. 1 Penyakit tersebut biasanya muncul pada usia lebih dari 60 tahun dengan insidensi terbanyak pada usia

  70 tahun. 2 Tidak ditemukan perbedaan predileksi ras atau etnis. 2 Telah dilaporkan beberapa kasus BP pada bayi dan anak-anak walaupun sangat jarang. Pemfigoid bulosa yang mengenai anak usia kurang dari 18 tahun disebut juvenile bullous pemphigoid (JBP/pemfigoid bulosa juvenilis). 3,4 Penyakit ini sangat jarang ditemui.

  Sampai saat ini telah dilaporkan 81 kasus juvenile

  bullous pemphigoid (JBP) yang telah dipublikasikan. 1 Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sejak tahun Januari 2010 hingga Januari 2013 belum pernah dilaporkan

  kasus JBP.

  Penegakan diagnosis JBP berdasarkan pemeriksaan klinis, histopatologis, serta pemeriksaan

  direct immunofluorescence

  (DIF/imunofluoresensi langsung). 3,5 Penegakan diagnosis penyakit bulosa berdasarkan presentasi klinis dan pola histologis mempunyai keterbatasan karena adanya polimorfisme pada kelainan tersebut. 1 Pemeriksaan DIF hingga saat ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk penegakan diagnosis penyakit berlepuh autoimun. 5-8

  Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai DIF untuk membantu penegakan diagnosa JBP.

  KASUS

  Seorang pasien perempuan anak usia 6 tahun datang pertama kali ke IGD RSUD dr. Moewardi pada tanggal 14 Agustus 2013. Keluhan utama pasien ini adalah timbul lenting dan lepuh di seluruh tubuh.

  Sejak 3 bulan sebelum datang ke rumah sakit pasien mengeluh muncul lenting berair di badan pasien yang terasa gatal, tidak ada batuk dan pilek sebelumnya. Pasien berobat ke dokter umum dan mendapat obat sirup amoksisilin dan sirup lain yang lupa namanya, sebagian lepuh berkurang. Sembilan hari sebelum masuk RS pasien mengeluh lepuh bertambah banyak, sebagian berisi darah, tidak ada mata belekan, semakin gatal, timbul sariawan, tidak demam, tidak batuk dan tidak pilek. Pasien dibawa ke RSUD Sragen, didiagnosa sebagai sindrom Steven-Johnson dan diberi terapi injeksi sefotaksim 500mg/12 jam dan somerole® 5mg/8jam, namun 3 hari sebelum masuk RS lepuh bertambah dan gatal. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD dr.Moewardi Surakarta.

  Orang tua pasien mengeluhkan pasien pada usia 4 tahun pernah mengalami lenting berair yang gatal disertai demam dan sariawan, kemudian pasien dibawa berobat ke puskesmas dan dikatakan sakit cacar air; pasien diberi obat (tidak tahu namanya) dan pasien sembuh. Riwayat alergi obat dan atopi pada pasien disangkal. Riwayat sakit serupa pada keluarga disangkal.

  Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, tanda vital dalam batas normal, berat badan 14 kg dan pain score 4. Status dermatologis, tampak vesikel dan bula berdinding tegang dengan dasar eritematosa multipel, diskret, sebagian pecah meninggalkan erosi, tersebar generalisata. Pemeriksaan tanda Nikolsky negatif. Pada mukosa mulut tampak erosi multipel. (gambar 1)

  Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap

MDVI Vol. 42 No. 3 Tahun 2015;136 -141

  Gambar 1. A. Tampak makula hipopigmentasi dan eritematosa multipel di wajah, B. Tampak erosi di bibir dan mukosa mulut, C.D. Tampak bula berdinding tegang dengan dasar eritematosa multipel, sebagian erosi di dada dan punggung, E.F. Tampak bula dinding tegang dengan dasar eritematosa multipel dan sebagian erosi.

  Diagnosis banding pada kasus ini adalah JBP, hematoksilin eosin, didapatkan gambaran celah

  chronic bullous disease of childhood

  dan subepidermal, dengan sebukan radang dominan

  (CBDC/penyakit bulosa kronis pada anak). Pada eosinofil diikuti neutrofil (gambar 2). Selain itu, pemeriksaan darah rutin didapatkan peningkatan dilakukan pula pemeriksaan DIF yang menunjukkan trombosit dan eritrosit, sedangkan fungsi hepar, ginjal adanya deposit IgG (gambar 3) dan C3 pada membran dan gula darah dalam batas normal. Dilakukan basalis (gambar 4). pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan

  Mira Rahmanita R Pemeriksaan imunofluoresensi langsung untuk penegakan diagnosis pemfigoid bulosa juvenilis

  Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap

MDVI Vol. 42 No. 3 Tahun 2015;136 -141

PEMBAHASAN

  Penegakan diagnosis penyakit bulosa berdasarkan presentasi klinis dan pola histologis mempunyai keterbatasan karena adanya polimorfisme pada kelainan tersebut. 2 Pemfigoid bulosa secara histopatologis ditandai adanya autoantibodi imunoglobulin G (IgG) spesifik pada hemidesmosom yang berikatan dengan antigen BP 230 (BPAg1) dan BP 180 (BPAg2). Pemfigoid bulosa merupakan penyakit yang jarang terjadi. PB umumnya terjadi pada usia 60- 80 tahun dan sangat jarang terjadi pada anak. PB pada anak biasanya memiliki prognosis yang baik. Kelainan kulit pada JBP menyerupai pemfigoid bulosa pada orang dewasa. 9,10 Pada JBP sering muncul lesi pada mukosa oral, hal tersebut sedikit berbeda dari BP pada dewasa. 11,12

  Pada pasien didapatkan bula berdinding tegang, multipel, dengan dasar eritematosa dan sebagian erosi. Pada pasien BP didapatkan bula berdinding tegang yang terlokalisir atau generalisata, sedangkan pada CBDC lesi berupa papul, vesikel dan bula yang sangat gatal dan tersusun anular atau berkelompok, simetris dengan predileksi di ekstensor termasuk bokong, siku dan lutut. 13 Pemeriksaan DIF merupakan pemeriksaan yang sangat penting dan menjadi baku emas pada JBP. 14-16

  Hal tersebut penting terutama untuk menyingkirkan penyakit berlepuh lain pada anak.

  Diagnosis banding pada kasus ini adalah JBP dan CBDC. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan HE serta pemeriksaan DIF.

  Pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop cahaya dapat membantu menegakkan diagnosis, namun bukan merupakan baku emas untuk penegakan diagnosa JBP. Pada kasus ini didapatkan gambaran hiperkeratotik dengan gambaran basket wave, celah subepidermal, infiltrat sel radang dengan dominasi eosinofil dan neutrofil pada celah dan dermis bagian atas. Pada pemeriksaan histopatologis pasien JBP dan CBDC dapat ditemukan celah subepdermal serta sebukan sel radang. Pada BP terdapat sebukan sel radang dengan dominasi eosinofil dan terkadang neutrofil. 17,18 Untuk menyingkirkan diagnosis banding maka perlu dilakukan pemeriksaan DIF.

  Penyakit CBDC merupakan penyakit kulit berlepuh autoimun yang jarang terjadi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa prevalensi pada wanita sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Pasien dapat menunjukkan gambaran kombinasi papul, vesikel dan bula yang tersusun anular atau berkelompok. Gambaran yang khas adalah lesi ditemukan simetris pada permukaan ekstensor, termasuk siku, lutut dan bokong. Lesi sering terasa sangat gatal, yang mengakibatkan terbentuknya banyak papul berkrusta. Lesi oral dapat ditemukan pada 70% pasien. Pemeriksaan histopatologik rutin pada lesi awal menunjukkan bula subepidermal dengan kumpulan neutrofil sepanjang membran basal, sering berakumulasi pada papillary tips. Tampak adanya sedikit infiltrat limfosit pada sekitar pembuluh darah tanpa adanya vaskulitis neutrofilik. Kadang dapat ditemukan atas infiltrat peradangan terdiri atas eosinofil, tetapi lebih sering neutrofil sebagai komponen utama di sub- epidermal. 19,20

  Dilakukan pemeriksaan DIF pada kasus ini didapatkan adanya deposit IgG dan C3 pada membran basalis, dan tidak ditemukan deposit IgA. Berdasarkan hasil pemeriksaan DIF diagnosis pasien ini adalah JBP. Hasil pemeriksaan DIF yang diharapkan pada JBP adalah ditemukannya deposit C3 dan IgG linear pada membran basalis. Aoki dkk pada tahun 2010 menunjukkan deposit C3 di membran basalis dan menemukan pada 100% pasien BP sedangkan deposit IgG pada 90% pasien. Pada CBDC biasanya terdapat deposit IgA yang linear atau homogen pada membran basalis. Hal tersebut ditemukan pada 80 – 90 % pasien, serta deposit C3 dan IgG pada membran basalis dapat ditemukan meskipun jarang. 21,22

  Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan

  indirect immunofluorescence

  (IIF/imunofluoresensi tidak langsung), karena DIF cukup untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini.

  Penyakit JBP dapat remisi dengan sendirinya. Sebuah penelitian di Serbia pada tahun 2008 menguraikan bahwa remisi paling lama pada JBP adalah 23 tahun dan yang paling cepat 6 bulan. 1 Terapi dengan kortikosteroid sistemik merupakan terapi pilihan pertama. Tujuan utama dari terapi JBP ini adalah untuk mengontrol penyakit, tidak sepenuhnya menghilangkan lepuh, plakat urtika dan gatal. Penyakit ini bersifat swasirna, sehingga pasien sebaiknya tidak diobati berlebihan.

  PENUTUP

  Dilaporkan satu kasus JBP pada seorang anak permpuan usia 6 tahun dengan keluhan lepuh gatal di seluruh tubuh. Dari pemeriksaan fisis didapatkan vesikel, bula berdinding tebal, multipel, dengan dasar eritematosa, sebagian pecah. Pemeriksaan tanda Nikolsky negatif. Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan celah subepidermal dengan sebukan sel radang eosinofil dan neutrofil. Pada DIF didapatkan deposit IgG dan C3 pada membran basalis.

  

Mira Rahmanita R Pemeriksaan imunofluoresensi langsung untuk penegakan diagnosis pemfigoid bulosa juvenilis

  Farrant P, Darley C, Charmicael A. Is eritromycin an effective treatment for chronic bullous disease of childhood? A national survey of member of the British 1. Gajic-Veljic M, Nicolic M, Medenica L. Juvenile Society for Pediatric Dermatology. Pediatric bullous pemphigoid: The presentation and follow-up Dermatol. 2008; 25: 479

  • – 82 on six cases. JEADV. 2010; 24: 69 – 72 17.

  Odel ID, Cook D. Immunofluorescence tehnicques.

  2. Stanley R. Bullous pemphigoid. Dalam: Wolf K, JID. 2013; 133: 1

  • – 4 Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, 18.

  Florea F, Sitaru C. Relevance of immunofluorescence Leffel DJ . Fitzpatrick’s Dermatology in General methods in clinical dermatology. CML Dermatology.

  Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008.

  2010; 15: 29 – 45

  h. 475

  • – 80 19.

  Caroline LR, Russel PH. Linear immunoglobulin A 3. Marcus KA, Halbertsma FJJ, Van Steensel MAM. A dermatosis and chronic bullous disease of childhood. case of juvenile bullous pemphigoid-successdul Dalam: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest treatment with diaminodiphenylsulfone and prednison.

  BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s Dermatology Pediatric Dermatol. 2009; 26: 55

  • – 8 in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw 4.

  Aakhus AE, McIntee TJ, Stratman EJ. Trauma- Hill; 2008.h. 485 – 9 associates juvenile bullous pemphigoid in teenager 20.

  Horvard B, Niedermier A, Podstawa E, Muller R, with crohn’s disease. Pediatric Dermatol. 2012; 29: Hunzelmann N, Karpati S, dkk. IgA autoantibodies in 625

  • – 8 the pemphigoid and linear IgA bullous dermatosis.

  5. Saenz AM, Gonzalez F, Cirocco A, Tacaronte IM, Exper Dermatol. 2010; 19: 648 – 53 Fajardo JE, Calebotta A. Childhood bullous 21.

  Haragi F, Varszegi D, Schneider G, Zombai E. pemphigoid: A case report adn 10-year follow up. IJD.

  Complete recovery from juvenile bullous pemphigoid. 2007; 46: 508 - 10 Pedriatic Dermatol. 2001; 18: 51

  • – 3 6.

  Pablo MI, Enscnat MA, Viccntc A, Gilaberct M, 22.

  Kalil C, Fachinello FZ, Cignanchi S, Ramos-e-Silva Mascaro JM. Childhood bullous pemphigoid clinical M. Bullous dermatosis in childhood: Part II. Dermatol and immunological finding in a series of 4 cases. Arch for clinician. 2007; 3: 128 – 34 Dermatol. 2007; 143: 215

  • – 20 7.

  Aoki V, Fukumori LMI, Freitas EL, Sousa Jr JX, Perigo AM, Oliveira ZNP. Direct and indirect immunofluorescence. An Bras Dermatol. 2010; 85: 490 - 500

  8. Lara-Corrales I, Pope E. Autoimmune blistering disease in children. Semin Cutan Med Surg. 2010; 29: 85 – 91 9. Das D, Bandyopadhyay D. Juvenile pemphigoid nodularis: Report of a rare case. Indian Dermatol J.

  2014; 5: 189

  • – 92 10.

  Belhadjali H, Youssef M, Njim L, Chaabane S, Sriha

  B, Chakroun M, Zakhama A, Zili J. Childhood vesicular pemphigoid mimicking severe atopic dermatitis: A case report. Pediatric Dermatol. 2008; 83: 182 – 4

  11. Tambe S, Haflinger S, Borradori L. Clinical challenges and recent advances in the diagnosis of bullous pemphigoid. Expert Rev Dermatol. 2013; 8: 407 – 16

  12. Amos B, Deng JS, Flynn K, Suarez S. Bullous pemphigoid in infancy: Case report and literature review. Pediatric Dermatol. 1998; 15: 108 13. – 11 Bickle KM, Roark TM, Hsu S. Autoimmune bullous dermatosis. AFP. 2002; 65: 1861 14. – 70. Fishler RE, Saeb M, Liang MG, Howard RM, McKee PH. Childhood bullous pemphigoid a clinicopathologic study and review af the literature. 15. Am J Dermatopathol. 2003; 25: 183 – 9 W, Tahtubtiang P. Clinical

  Prachyapruit manifestation of bullous pemphigoid, its varian and treatment (Part II). 2004: 67 - 78