STUDI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE DIRECT SLIDE DENGAN METODE KONSENTRASI DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS KECACINGAN

(1)

STUDI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE DIRECT SLIDE DENGAN METODE KONSENTRASI

DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS KECACINGAN

(Skripsi)

Oleh

R.A. SITI MARHANI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

ABSTRACT

STUDY DIAGNOSTIC OF STOOL EXAMINATION WITH DIRECT SLIDE METHOD AND CONCENTRATION METHODE IN THE

DIAGNOSIS OF HELMINTHIASIS

By

R.A. SITI MARHANI

Helminthiasis infection is an infection caused by a helminth intestine nematode class especially transmission through the soil, such as Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, and hookworm (Ancylostoma duodenale and Necator americanus). Soil Transmitted Helminth incident in Indonesia is still relatively high in 2006, amounting to 32.6%. Stool examination by the direct slide method and the method of concentration including tool in the diagnosis helminthiasis. This study aimed to determine the sensitivity of stool examination by the direct slide method and the method of concentrations in diagnosing intestinal helminthiasis. The study design used was cross-sectional with a specialty in diagnostic research. The research sample amounted to 79 samples obtained using the n samples, then conducted a diagnostic study by the method of direct slide stool examination and concentration methods. The results of the study of diagnosis by the method of direct slide stool examination and concentration methods showed that patients diagnosed with definite helminthiasis rate of 12 cases (15.19%), for positive direct slide method of examination and yields a negative concentration method was 1 case helminthiasis (1 , 26%), direct slide methods for the examination negative and positive concentration method there were 29 cases helminthiais (36.75%), while those giving negative results on both tests there were 37 cases (46.8%). The results of the diagnostic analysis of stool examinations using the concentration of the sensitivity 92.3%, specificity 56%, positive predictive value 29.3%, negative predictive value 97.4%, positive likelihood ratio 2.1; negative likelihood ratio of 0.14, and accuracy of 62.02%. From the results obtained it can be concluded that the examination of stool concentration method had a sensitivity of 92.3% so reliable as a diagnostic tool helminthiasis.


(3)

ABSTRAK

STUDI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE DIRECT SLIDE DENGAN METODE KONSENTRASI DALAM

MENEGAKKAN DIAGNOSIS KECACINGAN

Oleh

R.A. SITI MARHANI

Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematoda usus khususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %. Pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi termasuk alat dalam menegakkan diagnosa kecacingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan. Desain penelitian yang digunakan ialah cross sectional dengan kekhususan pada penelitian diagnostik. Sampel penelitian berjumlah 79 sampel yang diperoleh dengan menggunakan metode n sample, kemudian dilakukan studi diagnostik pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi. Hasil penelitian dari studi diagnosis pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi menunjukkan bahwa pasien yang terdiagnosis pasti infeksi kecacingan sebesar 12 kasus (15,19%), untuk pemeriksaan metode direct slide positif kecacingan dan hasil metode konsentrasi negatif kecacingan ada 1 kasus (1,26%), untuk pemeriksaan metode direct slide negatif kecacingan dan metode konsentrasi positif kecacingan ada 29 kasus (36,75%), sedangkan yang memberikan hasil negatif pada kedua pemeriksaan ada 37 kasus (46,8%). Hasil analisis diagnostik pemeriksaan feses menggunakan metode konsentrasi yaitu sensitivitas 92,3%; spesifisitas 56%; nilai duga positif 29,3%; nilai duga negatif 97,4%; rasio kemungkinan positif 2,1; rasio kemungkinan negatif 0,14; dan akurasi 62,02%. Dari hasil yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan feses dengan metode konsentrasi memiliki sensitivitas 92,3% sehingga dapat diandalkan sebagai alat diagnostik kecacingan.


(4)

STUDI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE DIRECT SLIDE DENGAN METODE KONSENTRASI

DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS KECACINGAN

Oleh

R.A. SITI MARHANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

Judul Skripsi : STUDI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE DIRECT SLIDE DENGAN METODE KONSENTRASI DALAM

MENEGAKKAN DIAGNOSIS KECACINGAN

Nama Mahasiswa : R.A. Siti Marhani Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011095 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

2. Dekan Fakultas Kedokteran dr. Betta Kurniawan, M.Kes.

NIP 197810092005011001

dr. Reni Zuraida, M.Si. NIP 197901242005012015

Dr. Sutyarso, M.Biomed. NIP 195704241987031001


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Betta Kurniawan, M.Kes.

Sekretaris : dr. Reni Zuraida, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed.

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 12 Desember 2012 Dr. Sutyarso, M.Biomed.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 31 Maret 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Hi. Ahmad Rusdi, MM dan Ibu Astimala, S.Ag.

Pendidikan Penulis Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Kartini Bandar Lampung1996-1997, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Gotong Royong Bandar Lampung 1997-2002, Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Kautsar Bandar Lampung 2002-2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung 2003-2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 9 Bandar Lampung 2006-2009.

Pada tahun 2009, penulis pernah diterima sebagai mahasiswa Jurusan FISIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponogoro Semarang. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penulis pernah menjabat sebagai Executive Apperentice BEM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2009, Staff Dinas Pendidikan dan Profesi BEM Fakulktas Kedokteran Universitas Lampung 2009, Staff Divisi Dana,Usaha dan Logistik Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) PAKIS RESCUE TEAM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2010, Staff Dinas Pendidikan dan Profesi BEM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung


(8)

2010, Bendahara Umum Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) PAKIS RESCUE TEAM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2011, Sekretaris Dinas Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Organisasi (PSDMO) BEM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2011, Staff Divisi Penanggulangan Bencana Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia (PTBMMKI) 2011. Pada Dies Natalies Fakultas Kedokteran UNILA yang ke-10 penulis mendapatkan penghargaan Mahasiswa Tersupel dalam pemilihan FK UNILA AWARD tahun 2012. Penulis juga terdaftar sebagai pemenang kompetisi pembuatan proposal bisnis Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) tingkat FK Unila tahun 2010. Penulis pada tahun 2011 berwirausaha di Bidang Elektronik dan Kuliner. Penyusunan skripsi merupakan tugas akhir sebelum Penulis memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dan melanjutkan Pendidikan Profesi.


(9)

Bismillahirrohmanirrohim

Kupersembahkan karya ini sebagai

bingkisan kecil

kepada yang tercinta

Umi, Abi, Adik, keluarga besar,

teman-teman dan almamaterku tercinta


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Shalawat beriring salam kepada junjungan kita, Rasulullah SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di hari akhir.

Skripsi dengan judul “Studi Diagnostik Pemeriksaan Feses Menggunakan Metode Direct Slide Dengan Metode Konsentrasi Dalam Menegakkan Diagnosis Kecacingan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. Bapak dr. Betta Kurniawan, M.Kes., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Ibu dr. Reni Zuraida, M.Si., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(11)

4. Ibu Dra. Endah Setyaningrum, M. Biomed., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan; 5. Ibu dr. Dewi Nur Fiana selaku Pembimbing Akademik yang sudah

memberikan doa serta motivasi selama penyusunan skripsi;

6. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibunda (Astimala, S.Ag.), atas kiriman doanya setiap saat, kesabarannya, keikhlasannya, kasih sayangnya, dan atas segala sesuatu yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis. Ayahanda (Drs. Hi. Ahmad Rusdi, MM.) yang selalu memberikan pelajaran hidup dan semangat berjuang kepadaku. Adikku tercinta, R.M. Muhammad Syahrul Mubarok yang tak henti-henti selalu memberikan motivasi, dorongan, semangat, doa bagi penulis selama menjalani perkuliahan;

7. Terima kasih kepada nyaik Fatimah dan sidi Alm. Umar Jaya atas bantuan

do’a, motivasi, pelajaran hidup dan semangat yang tak henti-hentinya telah diberikan dengan ikhlas sepenuh hati dan jiwa;

8. Terima kasih kepada biksu Rahma Beti, S.Kom.; bikci Mayana, Amd.; tante Ijah; tante Roswani Umar, S.Pd.; dan semua keluarga besar atas wejangan dan motivasi yang tak henti-hentinya diberikan sampai sekarang, semoga Allah membalas kebaikan kalian;

9. Seluruh staff Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

10. Seluruh pegawai dan karyawan FK Universitas Lampung (Bu Sofi, Mba Yulis, Pak Makmun, Mba Romi, Mas Wawan, Mas Bayu, Mba Mega, Mba Lutfi, Mba Mega HPEQ, Om Azwan, Pak Pangat, Bang Dai) yang turut


(12)

membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya;

11. Terima kasih kepada Bapak Kepala Sekolah beserta staff guru SD Negeri 1 Pinang Jaya atas kesediaannya dalam membantu proses penelitian;

12. Terima kasih kepada Bapak Sekdes Banding Agung, Ibu serta Lekok yang sudah mengirimkan doa dan semangat selama penyusunan skripsi;

13. Terima kasih kepada Keluarga Binaan keluarga besar Ibu Ruth dan Ibu Dini yang tiada bosan mengirimkan doa selalu dalam kelancaran penyusunan skripsi;

14. Terima kasih kepada Kak Zerri Ilham, S.Ked, Kak Heru Sigit, S.Ked dan Kak Ihsanur Ridha, S.Ked yang senantiasa memberikan pengarahan selama proses penyusunan skripsi;

15. Terima kasih kepada teman satu tim skripsi, Shinta Trilusiani dan Nolanda Trikanti, yang sudah banyak membantu mulai dari awal sampai kompre, terima kasih sudah membantu untuk semuanya hingga skripsi ini selesai; 16. Sahabat-sahabat SD Negeri 1 Gotong Royong (Hesti, Wiwit, Ncun, Novita,

Ayu, Risti, Adi, Amet, Ook, Oktaria, Amir, Ipin) yang memberikan motivasi hingga skripsi ini selesai;

17. Sahabat-sahabat SD Al-Kautsar kelas 6d (Anggun, Tiara, Resita, Nevy, Cintia) yang memberikan motivasi dari kecil dalam menggapai cita-cita; 18. Sahabat-sahabat SMP Al-Kautsar kelas 9c (Ayu, Olin, Clara, Afrian, Anggun,

Intan) terima kasih atas nasihat serta semangat yang tak hingga dari kalian; 19. Sahabat-sahabat Science One Syndicate SMA Negeri 9 Bandar Lampung


(13)

serta kebersamaannya sejak di bangku SMA sampai sekarang. Semoga persahabatan ini tetap terjaga selamanya, amin;

20. Terima kasih kepada keluarga besar Paskibra Kota Bandar Lampung (PKBL) dan keluarga besar Paskibra SMA Negeri 9 Bandar Lampung (Bu Raya, Dini, Ade, Lidya, Cicha, Yoga, Arif, Bagas, Novi, Rizka, Zorda, Merina, Yusra, Husnul, Sherly) atas semangatnya yang mendera;

21. Terima kasih kepada teman-teman Raimuna Nasional Pramuka 2008 (Minan, Tika, Ika, Tini, Rinto, Aji, Mba Mia, Mba Lia, Ela, Denny) atas doanya selama penyusunan skripsi;

22. Sahabat-sahabat Ning’s Course (Debbi, Salmani, Ucil, Agnes, Tifa, Stefani, Tiara) terutama untuk Eka yang sudah mengajari terkait statistik. Terima kasih semua atas doa dan semangat dari kalian;

23. Sahabat LIA 307 (Aulina, Aulia, Hana, Sintya, Dayen, Imass, Bina). Terima kasih atas semangat dan kebersamaan dari kalian;

24. Terima kasih yang tak hingga kepada sahabat KKN Desa Banding Agung (Tami, Heny, Mega, Desi, Sevti, Andi, Deni, Imam, Satria, Komang, Rina, Repa, Wuni, Linda) atas motivasi serta doanya selama penyusunan skripsi ini; 25. Terima kasih kepada keluarga BEM FK Unila 2011-2012 serta seluruh EA BEM FK UNILA atas kontribusi dan kenangan yang dulu telah diberikan pada kepengurusan BEM FK 2011-2012;

26. Terima kasih kepada teman-teman keluarga besar PMPATD PAKIS RESCUE TEAM dan Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia (PTMBBKI) atas ketangguhan jiwanya dalam memberi dukungan dan doa. Jayalah PTBMMKI;


(14)

27. Terima kasih kepada teman-teman serta kakak dan adik tingkat yang telah turut andil dalam proses penelitian; (Wida, Jahe, Nabila, Hilman, Giska, Nurul, Nora, Friska, Fahmi, Harly, Widi, Cici, Riska, Intan P.P., Evi, Memen, Annida, Tiffany, Charla, Ghina, Sari, Tya, Tanty, Fatwa, Ika, Resty, Kak Diki) semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT;

28. Sahabat-sahabat kelompok belajar Nurul Hidayah dan Evi Febiani Lubis terima kasih telah memberikan ilmu, doa serta semangat kalian;

29. Sahabat dekat yang selalu memberi semangat, nasihat, dukungan, doa dan kebersamaan (Evi, Riska, Cici dan Intan P.P.) semoga tetap kompak dalam segala hal;

30. Teman-teman anak bimbingan dr. Reni (Muslim, Mba Puput, Desfi) terima kasih atas kebersamaannya dalam berjuang;

31. Teman-teman seperjuangan komdis 2011 (Eca, Evi, Intan.O, Rahmatika, Doko, Rino dan Putu) terima kasih atas kebaikan kalian;

32. Tutor BBQ tercinta Mba Agustya Dwi Ariani, S.Ked serta teman seperjuangan BBQ (Nora, Tiffany, Widi, Ririn, Utari, Sari, Nabila, Friska) terima kasih atas doa, semangat, ilmu serta nasihatnya;

33. Teman-teman kelompok PROPTI DERMA (Mentari, Utari, Riska, Anggi, Giska, Risti, Dm, Angga, Toto, Wayan, Afga, Bian) yang telah mengajarkan banyak hal;

34. Teman-teman kelompok tutorial 2 (Ummi, Agnes, Apel, Ebi, Wayan, Nanang, Bang Didi, Emon) yang telah memberikan motivasi;


(15)

35. Teman-teman angkatan 2009 yang tak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar;

36. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002–2012) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terima kasih.

Bandar Lampung, 12 Desember 2012 Penulis


(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %. Kejadian kecacingan STH yang tertinggi terlihat pada anak-anak, khususnya anak Sekolah Dasar (SD) sebesar 9-90%. Kelompok ekonomi lemah juga mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggalnya (Sudomo, 2008).

STH adalah golongan cacing usus (Nematoda Usus) dalam perkembanganya membutuhkan tanah untuk menjadi bentuk infektif. Golongan STH yang habitatnya pada usus manusia adalah Ascaris lumbricoides, Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale), Strongiloides stercoralis, Trichuris trichiura. Golongan STH yang habitatnya pada usus hewan adalah Toxocara canis, Toxocara Cati, Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma caninum (Widiyono, 2005).

Penyakit kecacingan Soil Transmitted Helminth (STH) jarang menyebabkan kematian, namun pada keadaan kronis dapat menyebabkan kekurangan gizi


(22)

2

yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan akhirnya menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak, khususnya pada anak usia sekolah. Keadaan ini akan berakibat buruk pada kemampuan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah (Soeripto,1990).

Pendeteksian infeksi cacing dapat dilakukan dengan beberapa teknik pemeriksaan, salah satunya adalah teknik pemeriksaan laboratorium. Telur cacing dapat didiagnosa secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop. Metode pemeriksaan telur cacing dengan bahan tinja yaitu metode langsung dan tidak langsung (Laila, 2010).

Berdasarkan penelitian Alvy Nur Laila pada tahun 2010, didapatkan Metode langsung (direct slide) mempunyai kelemahan yaitu jika bahan untuk membuat sediaan secara langsung terlalu banyak, maka preparat menjadi tebal sehingga telur menjadi tertutup oleh unsur lain. Unsur lain ini yang menyebabkan telur sulit ditemukan dan apabila preparat terlalu tipis, preparat cepat kering sehingga telur mengalami kerusakan.

Berdasarkan penelitian Adnan tahun 2011, metode direct slide ini cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Penggunaan eosin pada penelitian ini dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya.


(23)

3

Menurut Maksum pada tahun 2012, teknik konsentrasi mempunyai keuntungan cepat prosedur pemeriksaannya, sehingga baik untuk kerja lapangan khususnya telur-telur Ascaris lumbricoides, Hookworm, Trichuris trichiura, Taenia sp dan Hymenolepis nana. Metode konsentrasi juga menghasilkan persediaan yang bersih dibandingkan metode lain karena kotoran di dasar lambung dan elemen-elemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan larutan.

Pada tahun 2009, Izzah Aulia telah meneliti tentang sensitivitas antara metode direct slide dan metode konsentrasi dalam mendeteksi Entamoeba histolytica dan didapatkan hasil bahwa metode konsentrasi lebih sensitif. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai perbandingan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan.

Hingga saat ini belum ada penelitian tentang perbandingan sensitivitas antara metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan. Pada tahun 2011 telah dilakukan penelitian di SDN 2 Kampung Baru dengan metode direct slide akan tetapi didapatkan data yang kurang valid, maka penulis tertarik melanjutkan penelitian kecacingan pada SDN 1 Pinang Jaya Kecamatan Kemiling Bandar Lampung dengan metode direct slide dan metode konsentrasi untuk melihat metode mana yang lebih sensitif.


(24)

4

B. Rumusan Masalah

Kelebihan metode direct slide yaitu cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya dan menghasilkan persediaan yang kurang bersih. Kekurangan metode konsentrasi yaitu menghasilkan persediaan yang bersih dibandingkan metode lain karena kotoran di dasar lambung dan elemen-elemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan larutan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan suatu permasalahan penelitian yaitu bagaimanakah sensitivitas pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sensitivitas pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan serta untuk ketepatan diagnosis guna memberikan terapi pada pasien penyakit kecacingan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai tata cara penulisan karya ilmiah yang baik, mengetahui sensitivitas pemeriksaan


(25)

5

feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan.

2. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatan pengetahuan masyarakat mengenai kecacingan serta informasi bagaimana sensitivitas pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan.

3. Bagi Ilmu Kedokteran

Dapat menjelaskan sensitivitas pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi untuk membantu para klinisi agar dapat secara tepat mendiagnosis kecacingan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu parasitologi khususnya di bidang helminthologi.

E. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Teori

Cara menegakkan diagnosis penyakit kecacingan adalah dengan melakukan pemeriksaan tinja. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis. Selain itu, diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut atau hidung karena muntah, maupun melalui tinja (Margono, 2000).

Pemeriksaan feses pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan secara kualitatif dan pemeriksaan secara kuantitatif. Pemeriksaan feses secara kualitatif, yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur


(26)

6

pada masing-masing metode pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Pemeriksaan feses secara kuantitatif yaitu pemeriksaan feses yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feses (Margono,2000).

Gambar 1. Kerangka Teori

Pemeriksaan telur cacing Kualitatif

Metode Direct Slide (Langsung)

Metode Apung (Flotation method)

Metode Sedimentasi Formol Ether

Kuantitatif

Metode Kato Katz

Metode Sediaan Tebal

Metode Stoll

Metode Konsentrasi Metode Selotip (Cellotape Method)


(27)

7

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat disusun hipotesis sebagai berikut: Teknik pemeriksaan feses dengan metode konsentrasi lebih sensitif dibandingkan metode direct slide dalam mendiagnosis kecacingan.

Pemeriksaan telur cacing

Pemeriksaan feses dengan metode direct slide

Pemeriksaan feses dengan metode konsentrasi

Dihitung sensitivitas Metode direct slide ini cepat

dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan

sulit ditemukan telur-telurnya (Adnan, 2011).

Metode konsentrasi menghasilkan persediaan yang

bersih dibandingkan metode lain karena kotoran di dasar lambung dan elemen-elemen parasit ditemukan pada lapisan

permukaan larutan (Maksum, 2012).


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kecacingan

Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infestasi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono, 2000).

Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematoda usus khususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Margono, 2000).

Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini


(29)

9

menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi (Margono, 2000).

B. Dampak Infeksi Kecacingan

1. Dampak terhadap Gizi

Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit di dalam perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan diare. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) tidak jarang menyebabkan kematian karena penyumbatan usus dan saluran empedu. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) dapat menyebabkan anemia berat yang mengakibatkan orang menjadi sangat lemah karena kehilangan darah.

Infeksi kecacingan mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan (absorbsi) serta metabolisme makanan sehingga menyebabkan kekurangan gizi. Anak yang menderita kecacingan, nafsu makannya menurun sehingga makanan yang masuk akan berkurang dan jumlah cacing yang banyak dalam usus akan mengganggu pencernaan serta penyerapan makanan. Infeksi kecacingan selain berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi.


(30)

10

2. Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas

Secara umum infeksi kecacingan berpengaruh pada tingkat kecerdasan, mental dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy dkk (1992) menunjukkan bahwa anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Jamaika terinfeksi cacing Trichuris trichiura mengalami penurunan kemampuan berfikir. Hasil studi di Kenya oleh Stephenson tahun 1993 menunjukkan penurunan kesehatan jasmani, pertumbuhan dan selera makan pada anak sekolah yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura.

Di Malaysia ditemukan dampak infeksi kecacingan terhadap penurunan kecerdasan di lingkungan anak sekolah (Che Ghani, 1994). Penyakit ini tidak menyebabkan orang mati mendadak akan tetapi menyebabkan penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahun sehingga menurunkan prestasi kerja.

3. Dampak terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia

Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi sehingga pada pembangunan jangka panjang pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia.

Infeksi kecacingan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas sumber daya manusia, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta produktifitas


(31)

11

kerja. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian kecacingan adalah sanitasi lingkungan yang kurang.

C. Soil Transmitted Helminth (STH)

Berikut ini spesies-spesies Soil Transmitted Helminth (STH) yang paling sering menyebabkan infeksi kecacingan :

1. A. lumbricoides 2. T. trichiura 3. N. americanus 4. A. duodenale

Tabel 1. Taksonomi Soil Transmitted Helminth (STH)

Taksonomi A. lumbricoides T. trichiura Cacing tambang Sub

kingdom

Metazoa Metazoa Metazoa

Phylum Nemathelminthes Nemathelminthes Nemathelminthes

Kelas Nematoda Nematoda Nematoda

Sub kelas Phasmidia Ahasmidia Phasmidia

Ordo Ascaridia Enoplida Rhabtidia

Super famili Ascaridoidea Trichinellidae Rhabtitoidae dan Ancylostomatitidae Famili Ascaridea Trichuridae Ancylostomatitidae

dan Necator

Genus Ascaris Trichuris Ancilostoma dan

Necator Spesies A. lumbricoides T. trichiura A. duodenale dan


(32)

12

1. Ascaris lumbricoides a. Morfologi

Ascaris lumbricoides merupakan cacing terbesar di antara Nematoda lainya. Cacing betina memiliki ukuran besar dan panjang. Ukuran cacing jantan 10-30 cm dengan diameter 2-4 mm, betina 22-35 cm, kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 3-6 mm. A. lumbricoides memiliki 4 macam telur yang dapat dijumpai di feses, yaitu telur fertil (telur yang dibuahi), infertil(telur yang tidak dibuahi), decorticated (telur yang sudah dibuahi tetapi telah kehilangan lapisan albuminnya), dan telur infektif (telur yang mengandung larva) (Prianto, J., dkk., 2006).

Gambar 3(a) Gambar 3(b)

Gambar 3(c) Gambar 3(d) Gambar 3(a): Telur A. lumbricoides fertil, Gambar 3(b): Telur A. Lumbricoides infertildan fertil, Gambar 3(c) : yg paling kanan Telur A. lumbricoides decorticated , Gambar 3(d): Telur A. lumbricoides infektif dengan perbesaran 100x (Prianto, J., dkk., 2006).


(33)

13

b. Siklus Hidup

Cacing dewasa di dalam usus halus memproduksi telur. Cacing betina setelah kawin dapat memproduksi telur tiap harinya kurang lebih 200.000 butir, kemudian dikeluarkan bersamaan feses waktu buang air besar. Telur yang dikeluarkan merupakan telur yang infertil (tidak infeksius) dan telur fertil. Pada tanah yang lembab, berlumpur, dan teduh memudahkan pertumbuhan telur fertil menjadi telur infektif, biasanya butuh waktu kurang lebih 18 hari. Telur yang berisi larva ini infektif. Jika suatu ketika telur tertelan oleh manusia, akan masuk ke lumen usus kemudian dalam usus telur menetas menjadi larva dan larva akan menembus mukosa usus melalui vena porta menuju hepar kemudian melalui arteri hepatika masuk ke sirkulasi sistemik. Dari sirkulasi sistemik melalui vena-vena balik menuju jantung kanan yaitu atrium kanan kemudian ke ventrikel kanan dan masuk ke paru-paru melalui arteri pulmonalis masuk ke kapiler karena ukuran larva lebih besar dari kapiler maka terjadi perdarahan di kapiler (Lung Migration) (Margono, 2008).

Migrasi berlangsung selama 10-15 hari, sehingga larva dapat migrasi ke alveoli menuju bronchus, trachea, larink, pharynx dan akhirnya ikut tertelan masuk ke dalam usus dan tumbuh menjadi bentuk dewasa. Jika cacing dewasa jantan danbetina kawin, betina sudah dapat menghasilkan telur kurang lebih 2 bulan sejakinfeksi pertama (Margono, 2008).


(34)

14

Gambar 4. Siklus hidup A. lumbricoides (Anonim, 2008).

c. Patogenesis

Patogenesis berkaitan dengan jumlah organisme yang menginvasi, sensitifitas individu, bentuk perkembangan cacing, migrasi larva, dan status nutrisi individu. Migrasi larva dapat menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang reaksi alergi. Bentuk dewasa dapat menyebabkan kerusakan pada organ akibat invasinya dan mengakibatkan patogenesis yang lebih berat (Soedarmo, 2010).

d. Manifestasi klinik

Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi A. lumbricoides antara lain rasa tidak enak pada perut (abdominal discomfort), diare, nausea, vomiting, berat badan turun dan malnutrisi. Bolus yang dihasilkan cacing dapat menyebabkan obstruksi intestinal, sedangkan larva yang migrasi dapat menyebabkan pneumonia dan eosinophilia (Soedarmo, 2010).


(35)

15

e. Epidemologi

Infeksi yang disebabkan oleh cacing A. lumbricoides disebut Ascariasis. Di Indonesia kejadian Ascariasis tinggi, frekuensinya antara 60% sampai 90% terutama terjadi pada anak-anak. A. lumbricoides banyak terjadi pada daerah iklim tropis dan subtropis khususnya negara-negara berkembang seperti AmerikaSelatan, Afrika dan Asia (Soedarmo, 2010).

f. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi adanya telur pada feses dan kadang dapat dijumpai cacing dewasa keluar bersama feses, muntahan ataupun melalui pemeriksaan radiologi dengan kontras barium (Soedarmo, 2010).

g. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah yaitu dengan cara cuci bersih sebelum makan, mencuci sayur-sayuran dan buah-buahan dengan baik, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk dan mengobati penderita (Soedarmo, 2010).

2. Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Morfologi

Spesies Hookworm yang paling sering menginfeksi manusia adalah A. duodenale dan N. americanus. Keduanya dibedakan berdasarkan bentuk


(36)

16

dan ukuran cacing dewasa, buccal cavity (rongga mulut), bursa copulatrix pada jantan. A. duodenale mempunyai ukuran lebih besar dan panjang daripada N. Americanus (Prianto, J., dkk., 2006).

N. americanus jantan mempunyai panjang 8-11 mm dengan diameter 0,4- 0,5 mm, sedangkan cacing betina mempunyai panjang 10-13 mm dan diameter 0,6 mm. Pada buccal cavity (rongga mulut) mempunyai 2 pasang “cutting plates” yaitu sepasang di ventral dan sepasang di dorsal. Dalam keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf “S”. A. Duodenale jantan mempunyai panjang 7-9 mm dan diameter 0,3 mm sedang cacing betinanya mempunyai panjang 9-11 mm dan diameter 0.4 mm. Pada buccal cavity (rongga mulut) mempunyai 2 pasang gigi di anterior dan di posterior. Dalam keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf “C” (Prianto, J., dkk., 2006).

Telur Hookworm sulit dibedakan antara spesies. Bentuk oval dengan ukuran 40-60 mikron dengan dinding tipis transparan dan berisi blastomer (Prianto, J., dkk., 2006)

Gambar 5(a) Gambar 5(b)

Gambar 5(a) & (b) : Gambar telur Hookworm sulit dapat dibedakan antara telur N. americanus dan A. Duodenale dengan perbesaran 100x


(37)

17

b. Siklus Hidup

Telur keluar bersama feses yang merupakan telur tidak infektif, biasanya berisi blastomer. Pada tanah yang teduh, gembur, berpasir, dan hangat memudahkan untuk pertumbuhan telur biasanya telur menetas dalam 1-2 hari dalam bentuk rhabditiform larva. Setelah waktu kurang lebih 5-10 hari tubuh menjadi larva filariform yang merupakan bentuk infektif. Bentuk dari larva filariform ini dapat dikenal dari buccal cavity yang menutup. Bila selama periode infektif terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva akan menembus kulit dan masuk ke jaringan kemudian memasuki peredaran darah dan pembuluh limfe, dengan mengikuti peredaran darah vena sampai ke jantung kanan masuk ke paru-paru lewat arteri pulmonalis kemudian masuk ke kapiler karena ukuran larva lebih besar akhirnya kapiler pecah (lung migration) kemudian bermigrasi menuju alveoli, bronchus, larink, pharink, dan akhirnya ikut tertelan masuk ke dalam usus. Setelah di usus halus larva melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mukosa usus, tumbuh sampai menjadi dewasa. Waktu yang dibutuhkan infeksi melalui kulit sampai cacing dewasa betina menghasilkan telur kurang lebih 5 minggu. Infeksi juga bisa melalui mulut apabila manusia tanpa sengaja menelan filariform larva langsung ke usus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung migration (Margono, 2008).


(38)

18

Gambar 6 : Siklus hidup Hook worm (Anonim, 2008). c. Patogenesis

Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematus. Larva di paru-paru menyebabkan perdarahan, eosinophilia dan pneumonia. Kehilangan banyak darah akibat kerusakan intestinal dapat menyebabkan anemia (Soedarmo, 2010).

d. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi Hookworm antara lain pneumonia, batuk terus-menerus, dyspneu dan hemoptysis yang dapat menandai adanya migrasi larva ke paru-paru. Bergantung pada infeksi cacing dewasa, infeksi pencernaan dapat menyebabkan anorexia, panas, diare, berat badan turun dan anemia (Soedarmo, 2010).


(39)

19

e. Epidemiologi

Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang dan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7 liter. Cacing ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23°-33° celcius. Kejadian infeksi cacing ini terjadi pada anak-anak (Ginting, 2003).

Ancylostoma duodenale terbanyak kedua setelah A. lumbricoides, sedangkan N. americanus paling banyak dijumpai di Amerika, Afrika Selatan dan Pusat, Asia Selatan, Indonesia, Australia dan Kepulauan Pasifik (Soedarmo, 2010).

f. Diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur/cacing dewasa pada feses penderita (Margono,dkk., 2008).

g. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup cacing sehingga dapat mencegah perkembangannya menjadi larva infektif, mengobati penderita, memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses dan memakai alas kaki (Soedarmo, 2010).


(40)

20

3. Trichuris trichiura a. Morfologi

Cacing dewasa berbentuk cambuk dengan 2/5 bagian posterior tubuhnya tebal dan 3/5 bagian anterior lebih kecil. Cacing jantan memiliki ukuran lebih pendek (3-4 cm) daripada betina dengan ujung posterior yang melengkung ke ventral. Cacing betina memiliki ukuran 4-5 cm dengan ujung posterior yang membulat. Memiliki bentuk oesophagus yang khas disebut dengan “Schistosoma oesophagus”. Telur berukuran 30–54 x 23 mikron dengan bentukan yang khas lonjong seperti tong (barrel shape) dengan dua mucoid plug pada kedua ujung yang berwarna transparan (Prianto, J., dkk., 2006).

Gambar 7. Telur T. Trichiura dengan perbesaran 100x. (Prianto, J., dkk., 2006).


(41)

21

b. Siklus Hidup

Telur keluar bersama feses penderita biasanya telur yang tidak berembrio. Tanah yang teduh dan lembab merupakan kondisi yang paling sesuai untuk pertumbuhan telur. Pertumbuhan menjadi telur infektif membutuhkan waktu 15- 30 hari, ditemukan telur berisi larva stadium III. Manusia terinfeksi apabila tanpa sengaja menelan telur yang infektif dan masuk ke dalam usus halus. Setelah itu dinding telur akan pecah dan larvanya keluar melalui kripte usus halus kemudian menuju ke caecum. Larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan tinggal di caecum dan kolon dengan cara menancapkan mulutnya ke dinding usus, sebagai habitatnya dalam waktu 10-12 minggu tanpa melalui lung migration. Apabila cacing jantan dan betina kawin, betina akan menghasilkan telur 3000-20.000 perhari (Margono, 2008).


(42)

22

c. Patogenesis

Cacing dewasa lebih banyak ditemukan di caecum tetapi dapat juga berkoloni di dalam usus besar. Cacing ini dapat menyebabkan inflamasi, infiltrasi eosinophilia dan kehilangan darah. Pada infeksi yang parah dapat menyebabkan rectal prolapse dan defisiensi nutrisi (Soedarmo, 2010).

d. Manifestasi Klinik

Gejala kecacingan adalah diare, anemia, penurunan berat badan, nyeri perut, nausea, vomiting, eosinophilia, tenesmus, rectal prolapse dan pertumbuhan lambat (Soedarmo, 2010).

e. Epidemiologi

Infeksi cacing ini disebut Trichuriasis. Trichuriasis paling sering terjadi pada masyarakat yang miskin dengan fasilitas sanitasi yang kurang baik. Kejadian infeksi berhubungan dengan usia, tertinggi adalah anak-anak usia SD. Transmisi dipercepat dengan sanitasi yang jelek dan tanah yang hangat (Soedarmo, 2010).

f. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur di dalam feses (Margono, dkk., 2008).


(43)

23

g. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah dengan cara cuci bersih sebelum makan, mencuci dan memasak sayur-sayuran dengan baik, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk, dan mengobati penderita (Soedarmo, 2010).

D. Teknik Pemeriksaan Tinja (Feses)

Untuk mengetahui spesies-spesies dalam intestinal dilakukan pemeriksaan tinja (feses) yang terdiri dari:

1. Pemeriksaan Kualitatif

Pemeriksaan kualitatif terdiri dari :

a. Pemeriksaan secara natif (direct slide)

Metode ini digunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampurkan feses menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2% yang kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Penggunaan eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran di sekitarnya (Tierney, 2002).


(44)

24

b. Pemeriksaan dengan metode apung (flotation methode)

Metode ini menggunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BJ (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur akan terapung di permukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil (Tierney, 2002).. c. Modifikasi metode merthiolat iodine formaldehyde (mif)

d. Metode selotip (cellotape methode)

Metode ini digunakan untuk identifikasi cacing E. Vermikularis. Pemeriksaan dilakukan pada pagi hari sebelum anak kontak dengan air dengan menggunakan plester plastik yang bening dan tipis, dipotong dengan ukuran 2 x 1,5 cm. Plester plastik kemudian ditempelkan pada lubang anus dan ditekan dengan ujung jari. Hasil di plester kemudian ditempelkan ke objek glass dan dilihat di bawah mikroskop untuk melihat apakah ada telur cacing tersebut atau tidak (Tierney, 2002).. e. Metode konsentrasi

Metode ini praktis dan sederhana untuk pemeriksaan telur pada tinja, dengan cara sebagai berikut :


(45)

25

1) Lebih kurang 1 gr tinja dimasukkan kedalam tabung reaksi, diberi akuadest diaduk sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi dan disentrifusi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit.

2) Larutan dibuang, sedimennya diambil dengan pipet Pasteur, diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dengan cover glass dan lihat di bawah mikroskop.

3) Kalau ingin mendapat hasil yang baik, setelah disentrifusi sedimennya ditambah lagi akuadest, disaring disentrifusi lagi. Hal ini dapat dilakukan 2 sampai 3 kali.

Gambar 9. Metode Konsentrasi (Anonim, 2008)

f. Teknik sediaan tebal (teknik Kato)

Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Dalam pelaksanaannya, teknik ini dapat menemukan lebih banyak telur cacing karena menggunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk pemeriksaan secara massal


(46)

26

karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa (Tierney, 2002).

g. Metode sedimentasi formol ether (ritchie)

Metode formol ether (ritchie) cocok untuk pemeriksaan pada tinja yang telah diambil beberapa hari sebelumnya, misalnya kiriman dari daerah yang jauh yang tidak memiliki sarana laboratorium yang memadai (Tierney, 2002).

2. Pemeriksaan Kuantitatif

Pemeriksaan kuantitatif terdiri dari : a. Metode stoll

Pemeriksaan ini menggunakan NaOH 0,1 N sebagai pelarut tinja. Cara ini sangat baik dipergunakan untuk pemeriksaaan infeksi berat dan sedang, akan tetapi untuk infeksi ringan kurang baik.

b. Modifikasi stoll menurut nazir c. Metode kato katz

Pemeriksaan dilakukan dengan menghitung jumlah telur cacing yang terdapat dalam feses yang dikeluarkan seseorang dalam sehari. Pemeriksaan ini cocok untuk cacing Soil Transmitted Helminth (STH). Jumlah telur yang didapat kemudian dicocokkan dengan skala pembagian berat ringannya penyakit kecacingan yang diderita (Tierney, 2002).


(47)

3127

III.METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopis dengan metode direct slide dan metode konsentrasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji diagnostik untuk menilai sensitivitas.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dan data penelitian dilakukan di SD Negeri 1 Pinang Jaya Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, sedangkan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Keseluruhan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2012.


(48)

28

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independent variabel) adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pasien kecacingan, yaitu pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi.

2. Variabel terikat (dependent variable) adalah hasil interprestasi pemeriksaan yang dilakukan pada pasien kecacingan.

D. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi operasional

No. Variabel Definisi Skala Ukur Interpretasi

1. Kecacingan (dependent variabel) Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing.

Nominal 1 : Ditemukan minimal satu telur cacing dalam seluruh lapang pandang 0 : Jika tidak ditemukan

telur cacing dalam seluruh lapang pandang 1. Hasil

Pemeriksaan feses dengan metode direct slide (independent variabel) Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi yang berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaan eosin 2%

dimaksudkan untuk lebih jelas

membedakan telur-telur cacing dengan

Nominal 1 : Ditemukan minimal satu telur cacing dalam seluruh lapang pandang 0 : Jika tidak ditemukan

telur cacing dalam seluruh lapang pandang


(49)

29

kotoran-kotoran di sekitarnya.

2. Hasil

Pemeriksaan feses dengan metode konsentrasi (independent variabel)

Metode ini praktis dan sederhana untuk pemeriksaan telur pada tinja, dengan cara, kira-kira 1 gr tinja dimasukkan kedalam tabung reaksi, diberi akuadest diaduk sampai homogen, kemudian

dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi dan disentrifusi

dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. Larutan dibuang, sedimennya diambil dengan pipet Pasteur, diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dengan cover glass dan lihat di bawah mikroskop.

Nominal 1 : Ditemukan minimal satu telur cacing dalam seluruh lapang pandang 0 : Jika tidak ditemukan

telur cacing dalam seluruh lapang pandang


(50)

30

Pengolahan data E. Prosedur Penelitian

Memberikan botol tempat sampel tinja Mengambil 79 sampel tinja

Melakukan persiapan pemeriksaan tinja dengan metode direct slide dan metode konsentrasi

Pencatatan hasil

Melakukan pemeriksaan feses dengan metode direct slide dengan 79 sampel.

Langkah pemeriksaan feses dengan metode direct slide :

1. Pada gelas objek yang bersih diteteskan 1-2 tetes NaCl fisiologis atau eosin 2%.

2. Dengan sebuah lidi, diambil sedikit tinja dan ditaruh pada larutan tersebut.

3. Dengan lidi tadi, kita

ratakan/larutkan, kemudiaan ditutup dengan gelas benda/cover glass dan lihat di bawah mikroskop spesies yang ditemukan. Spesies yang sering menyebabkan infeksi kecacingan adalah Ascaris lumbrocoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan A.duodenale. Melakukan pemeriksaan feses dengan

metode konsentrasi dengan 79 sampel. Langkah pemeriksaan feses dengan metode konsentrasi :

1. Kira-kira 1 gr tinja dimasukkan kedalam tabung reaksi, diberi akuadest diaduk sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi dan disentrifusi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit.

2. Larutan dibuang, sedimennya diambil dengan pipet Pasteur,

diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dengan cover glass dan lihat di bawah mikroskop spesies yang

ditemukan. Spesies yang sering menyebabkan infeksi kecacingan adalah Ascaris lumbrocoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan A.duodenale

Dihitung jumlah sampel yang positif dan negatif kecacingan.

Dihitung jumlah sampel yang positif dan negatif kecacingan.


(51)

31

F. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi yang bersekolah di SD Negeri 1 Pinang Jaya Kecamatan Kemiling Bandar Lampung sebanyak 97 orang.

Sampel yang dibutuhkan ditentukan menurut persamaan Taro Yamane yaitu: N

n = (Dahlan, 2009)

1 + N (d2) Keterangan:

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Nilai presisi atau tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah:

99 n =

1 + 99 (0,05)2 99 =

1,2475 = 79,358

Jumlah sampel yang dibutuhkan dibulatkan menjadi 79 orang

Sedangkan untuk pemilihan sampel adalah pada siswa kelas IV, V dan VI. Kelas I, II dan III belum terpilih menjadi sampel dikarenakan belum


(52)

32

komunikatifnya siswa pada usia tersebut. Tidak komunikatif dalam melakukan pengumpulan feses. Untuk menentukan jumlah sampel dari masing-masing kelas digunakan cara proportional random sampling (Notoatmodjo, 2005).

Tabel 3. Jumlah Sampel Pada Tiap Kelas Berdasarkan Proporsi Kemudian dicari sampel berstrata dengan rumus ni = (Ni : N).n

No. Kelas Jumlah Siswa Jumlah Sampel

1 IV 34 : 99 x 79 27

2 V 34 : 99 x 79 27

3 VI 31 : 99 x 79 25

Jumlah 99 79

G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Sampel yang diambil memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Siswa dan siswi yang bersekolah di SD Negeri 1 Pinang Jaya Kecamatan Kemiling Bandar Lampung kelas IV, V dan VI

2. Sampel bersedia menjadi subjek penelitian dan mengikuti semua proses penelitian.

3. Pada sampel terdapat pengawasan khusus orang tua terhadap kebersihan pribadi anak.

4. Tidak mengkonsumsi obat cacing selama 6 bulan terakhir sejak pengambilan sampel.

Sampel yang telah diambil dapat dikeluarkan jika data sampel yang telah diambil memiliki data yang tidak lengkap atau peserta mengundurkan diri.


(53)

33

H. Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan pengambilan sampel tinja (feses) siswa dan siswi SD Negeri 1 Pinang Jaya Kecamatan Kemiling Bandar Lampung pada bulan Oktober 2012.

I. Pengolahan Data

Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian khusus, yaitu penelitian diagnostik. Keluaran yang dihasilkan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, serta bisa dinilai juga akurasi dari metode diagnostik yang diuji (Dahlan, 2009). Pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan melakukan perhitungan diagnostik pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan.


(54)

34

J. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan meliputi : 1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif variabel-variabel yang diteliti, baik variabel-variabel bebas maupun variabel-variabel terikat. Variabel yang diteliti meliputi kecacingan STH, hasil pemeriksaan dengan metode direct slide dan hasil pemeriksaan dengan metode konsentrasi.

2. Analisis Diagnostik

Menurut Dahlan (2009), analisis ini digunakan untuk menjelaskan penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya. Studi diagnostik yang dilakukan antara pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan. Studi ini dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut :

a) Penghitungan validitas diagnostik dilakukan dengan tabel kontingensi 2 x 2

b) Kemudian dilakukan penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya.

c) Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) yaitu kurva yang dihasilkan dari tarik ulur antara sensitivitas dan spesifisitas pada berbagai titik potong. Dari prosedur ROC ini kita akan mendapatkan nilai Area Under Curve (AUC).


(55)

35

Tabel 4. Tabel perhitungan ketepatan diagnostik (Dahlan, 2009) Metode direct slide

Jumlah Positif (+) Negatif (-) Metode Konsentrasi Positif (+)

(a) (b) a+b

Negatif (c) (d) c+d

(-)

a+c b+d

Keterangan :

a = Hasil pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi positif kecacingan.

b = Hasil pemeriksaan metode direct slide positif kecacingan dan hasil metode konsentrasi negatif kecacingan.

c = Hasil pemeriksaan metode direct slide negatif kecacingan dan metode konsentrasi positif kecacingan.

d = Hasil pemeriksaan metode direct slide dan hasil metode konsentrasi negatif kecacingan.

N = Jumlah sampel yang ditetapkan pada desain uji diagnostik.

1. Sensitivitas dihitung dengan rumus : c

a a

 x 100%

2. Spesitivitas dihitung dengan rumus : d

b d

 x 100%


(56)

36

b a

a

 x 100%

4. Nilai duga negatif dihitung dengan rumus : c

d d

 x 100%

5. Rasio kemungkinan positif dihitung dengan rumus :

spesifitas

as Sensitivit

1

6. Rasio kemungkinan negatif dihitung dengan rumus :

spesifitas as sensitivit  1

7. Akurasi diagnostik dihitung dengan rumus : N

d a

x 100%

Interpretasi AUC dilakukan dengan pendekatann secara statistik, yaitu dengan mengklasifikasikan kekuatan nilai diagnostik menjadi sangat lemah, lemah, sedang, baik, dan sangat baik (dapat dilihat pada Tabel 5).

Tabel 5. Interpretasi Nilai Area Under the Curve (AUC)

(Dahlan, 2009) Nilai AUC Interpretasi

>50-60% Sangat Lemah >60-70% Lemah >70-80% Sedang >80-90% Baik >90-100% Sangat Baik


(57)

56

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, I. 2009. Peningkatan Sensitivitas Pemeriksaan Mikroskopis Entamoeba Histolytica dengan Metode Konsentrasi. (Skripsi). Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Adnan, P. 2011. Hubungan Higiene Pribadi dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa SDN Keburuhan Kecamatan Ngrombol Kabupaten Purworejo Tahun 2011. (Skripsi). Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

Dahlan, S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, S. 2009. Penelitian Diagnostik. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, S. 2004. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

DepKes RI. 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi. Jakarta.

_________. 2001. Pedoman Modul dan Materi Pelatihan “Dokter kecil”. Jakarta. Ginting, S. A. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera Utara. (Skripsi). Medan: USU digital library.

Haque R, Ali IM, Petri WA Jr. 1999. Prevalence and immune response to Entamoeba histolytica infection in preschool children in Bangladesh. Am J Trop Med Hyg.

Ilham, Z. 2011. Hubungan Aspek Perilaku dengan Prevalensi Kecacingan pada Siswa-Siswi SDN 2 Kampung Baru Bandar Lampung. (Skripsi). Lampung: Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.


(58)

57

Laila, N. A. 2010. Efisiensi dan Efektifitas „periplaswab‟ untuk pendeteksian infeksi cacing kremi. (Skripsi). Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah.

Legesse M, Erko B. 2004. Prevalence of intestinal parasites among school children in a rural area close to the southeast of Lake Langano. Ethiopia. Ethiop J Health.

Maksum. 2012. Pemeriksaan Tinja dengan Indirect Pengendapan. Jakarta : Kenanga. Margono, S. 2008. Soil Transmitted Helminths Parasitologi Kedokteran. Jakarta:

Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Prianto, L. A , Tjahaga P. A, Darwanto. 1994. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Salazar NP, Pasay CJ, Avenido AO, Macapasir SR, Lena MJ, Manguinsay VM, et. al. 1990. Detection of Entamoeba histolytica in routine stool examination. J Microbiol Infect Dis.

Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Jakarta: Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Soedarmo, SSP. 2010. Buku Ajar Infeksi & dan Pediatric Tropis Edisi Kedua.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Soemanto, D. 2010. Faktor Resiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. (Jurnal). Semarang : Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponogoro.

Soeripto. 1990. Infeksi Cacing Usus Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada.

Tierney, L. M., S. J. McPhee, M. A. Papadakis. 2002. Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Mc Graw Hill Company.

Widiyono. 2005. Soil Transmitted Helminth Pada Manusia. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponogoro.


(59)

58

Wordemann M, Polman K, Heredia LT, Diaz RJ, Collado AM, et. al. 2006. Prevalence and risk factors of intestinal parasites in Cuban children. Trop Med & Int Health.


(1)

1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif variabel-variabel yang diteliti, baik variabel-variabel bebas maupun variabel-variabel terikat. Variabel yang diteliti meliputi kecacingan STH, hasil pemeriksaan dengan metode

direct slide dan hasil pemeriksaan dengan metode konsentrasi.

2. Analisis Diagnostik

Menurut Dahlan (2009), analisis ini digunakan untuk menjelaskan penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya. Studi diagnostik yang dilakukan antara pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi dalam menegakkan diagnosis kecacingan. Studi ini dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut :

a) Penghitungan validitas diagnostik dilakukan dengan tabel kontingensi 2 x 2

b) Kemudian dilakukan penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya.

c) Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) yaitu kurva yang dihasilkan dari tarik ulur antara sensitivitas dan spesifisitas pada berbagai titik potong. Dari prosedur ROC ini kita akan mendapatkan nilai Area Under Curve (AUC).


(2)

Tabel 4. Tabel perhitungan ketepatan diagnostik (Dahlan, 2009) Metode direct slide

Jumlah Positif

(+)

Negatif (-) Metode

Konsentrasi

Positif (+)

(a) (b) a+b

Negatif (c) (d) c+d

(-)

a+c b+d

Keterangan :

a = Hasil pemeriksaan feses dengan metode direct slide dan metode konsentrasi positif kecacingan.

b = Hasil pemeriksaan metode direct slide positif kecacingan dan hasil metode konsentrasi negatif kecacingan.

c = Hasil pemeriksaan metode direct slide negatif kecacingan dan metode konsentrasi positif kecacingan.

d = Hasil pemeriksaan metode direct slide dan hasil metode konsentrasi negatif kecacingan.

N = Jumlah sampel yang ditetapkan pada desain uji diagnostik.

1. Sensitivitas dihitung dengan rumus :

c a

a

 x 100%

2. Spesitivitas dihitung dengan rumus :

d b

d

 x 100%


(3)

4. Nilai duga negatif dihitung dengan rumus :

c d

d

 x 100%

5. Rasio kemungkinan positif dihitung dengan rumus :

spesifitas

as Sensitivit

1

6. Rasio kemungkinan negatif dihitung dengan rumus :

spesifitas as sensitivit

 1

7. Akurasi diagnostik dihitung dengan rumus :

N d a

x 100%

Interpretasi AUC dilakukan dengan pendekatann secara statistik, yaitu dengan mengklasifikasikan kekuatan nilai diagnostik menjadi sangat lemah, lemah, sedang, baik, dan sangat baik (dapat dilihat pada Tabel 5).

Tabel 5. Interpretasi Nilai Area Under the Curve (AUC)

(Dahlan, 2009)

Nilai AUC Interpretasi

>50-60% Sangat Lemah >60-70% Lemah >70-80% Sedang >80-90% Baik >90-100% Sangat Baik


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, I. 2009. Peningkatan Sensitivitas Pemeriksaan Mikroskopis Entamoeba Histolytica dengan Metode Konsentrasi. (Skripsi). Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Adnan, P. 2011. Hubungan Higiene Pribadi dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa SDN Keburuhan Kecamatan Ngrombol Kabupaten Purworejo Tahun 2011. (Skripsi). Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

Dahlan, S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, S. 2009. Penelitian Diagnostik. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, S. 2004. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

DepKes RI. 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi. Jakarta.

_________. 2001. Pedoman Modul dan Materi Pelatihan “Dokter kecil”. Jakarta. Ginting, S. A. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera Utara. (Skripsi). Medan: USU digital library.

Haque R, Ali IM, Petri WA Jr. 1999. Prevalence and immune response to Entamoeba histolytica infection in preschool children in Bangladesh. Am J Trop Med Hyg.

Ilham, Z. 2011. Hubungan Aspek Perilaku dengan Prevalensi Kecacingan pada Siswa-Siswi SDN 2 Kampung Baru Bandar Lampung. (Skripsi). Lampung: Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.


(5)

Muhammadiyah.

Legesse M, Erko B. 2004. Prevalence of intestinal parasites among school children in a rural area close to the southeast of Lake Langano. Ethiopia. Ethiop J Health.

Maksum. 2012. Pemeriksaan Tinja dengan Indirect Pengendapan. Jakarta : Kenanga. Margono, S. 2008. Soil Transmitted Helminths Parasitologi Kedokteran. Jakarta:

Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Prianto, L. A , Tjahaga P. A, Darwanto. 1994. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Salazar NP, Pasay CJ, Avenido AO, Macapasir SR, Lena MJ, Manguinsay VM, et. al. 1990. Detection of Entamoeba histolytica in routine stool examination. J Microbiol Infect Dis.

Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Jakarta: Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Soedarmo, SSP. 2010. Buku Ajar Infeksi & dan Pediatric Tropis Edisi Kedua.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Soemanto, D. 2010. Faktor Resiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. (Jurnal). Semarang : Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponogoro.

Soeripto. 1990. Infeksi Cacing Usus Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada.

Tierney, L. M., S. J. McPhee, M. A. Papadakis. 2002. Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Mc Graw Hill Company.

Widiyono. 2005. Soil Transmitted Helminth Pada Manusia. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponogoro.


(6)

Wordemann M, Polman K, Heredia LT, Diaz RJ, Collado AM, et. al. 2006.

Prevalence and risk factors of intestinal parasites in Cuban children. Trop Med & Int Health.