PENENTUAN POHON FILOGENETIK BAKTERI XILANOLITIK SISTEM ABDOMINAL RAYAP TANAH BERDASARKAN 16S rRNA

PENENTUAN POHON FILOGENETIK BAKTERI

  XILANOLITIK SISTEM ABDOMINAL RAYAP TANAH BERDASARKAN 16S rRNA SKRIPSI

SEPTHIA DWI SUKARTININGRUM DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

  i

PENENTUAN POHON FILOGENETIK BAKTERI XILANOLITIK SISTEM ABDOMINAL RAYAP TANAH BERDASARKAN

  16S rRNA SKRIPSI

  Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia pada Fakultas Sains dan

  Teknologi Universitas Airlangga Disetujui Oleh :

  Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si Dr. Ni’matuzahroh

  NIP. 19630615 198701 2 001 NIP. 19680105 199203 2 003

  2 iii

  LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

  Judul : Penentuan Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah berdasarkan 16S rRNA

  Penyusun : Septhia Dwi Sukartiningrum NIM : 080810518 Pembimbing I : Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si Pembimbing II : Dr. Ni’matuzahroh Tanggal seminar : 23 Juli 2012

  Disetujui Oleh : Pembimbing I,

  Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si NIP. 19630615 198701 2 001

  Pembimbing II, Dr. Ni’matuzahroh

   NIP. 19680105 199203 2 003

  Mengetahui, Ketua Program Studi S1 Kimia

  Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

  Universitas Airlangga Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA

  NIP. 19671115 199102 2 001

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan seijin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.

  Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga

  2

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penentuan Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal

  Rayap Tanah berdasarkan 16S rRNA” Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan akademis pendidikan sarjana sains dalam bidang kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

  Airlangga.

  Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I atas bimbingan dan nasehatnya selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini,

  2. Dr. Ni’matuzahroh selaku dosen pembimbing II atas bantuan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis,

  3. Dr. Sri Sumarsih, M.Si selaku penguji I atas nasehat dan sarannya kepada penulis,

  4. Drs. Hamami, M.Si selaku penguji II atas saran dan masukannya kepada penulis,

  5. Dra. Aning Purwaningsih, M.Si selaku dosen wali atas kesabaran, saran, dukungan serta bimbingannya kepada penulis, v

  6. Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA selaku Ketua Departemen Kimia yang telah memberikan fasilitas serta arahan selama penyusun belajar di Departemen Kimia,

  7. Bapak dan ibu dosen Departemen Kimia Universitas Airlangga yang telah senantiasa membagikan ilmu dan nasehat kepada penulis,

  8. Bapak dan ibu selaku orang tua yang memberikan kasih sayang, doa, kepercayaan, dan dukungan baik secara moril maupun materi,

  9. Ibu A.A. Istri Ratna Dewi yang telah menemani dan memberi saran saat penelitian,

  10. Seluruh keluarga besar Departemen Kimia dan FSAINTEK yang telah memberikan banyak ilmu, nasehat, dan dukungan,

  11. Teman-teman satu penelitian (Amaliah dan Previta) yang telah banyak membantu dalam mengerjakan penelitian, memberi saran dan dukungan yang sangat berharga, memberi keceriaan serta hiburan ketika penulis bersedih,

  12. Sahabat-sahabat tercinta (Laudita, Faya, Yudistia, Yudha, Dyah Respati, Mella, Mala) yang telah sabar menampung dan mendengarkan segala keluh kesah dan isak tangis, memberi saran dan dukungan, serta memberikan tempat berteduh ketika penulis lelah,

  13. Teman-teman seperjuangan Biokimia (Resti, Siska, Dita, dan seluruh anggota Biokim BLAST) atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini,

  2 vii

  14. Teman–teman S1 Kimia angkatan 2008 yang senantiasa menemani dalam menuntut ilmu, memberikan banyak dukungan serta semangat selama penulis menjalankan masa pendidikan S1 di Universitas Airlangga,

  15. Kakak-kakak di laboratorium Proteomik, TDC (mbak Nita, mbak One, mbak Laura, mas Ivan, mbak Titin) atas kesabaran dalam membagikan ilmu dan menuntun penulis dari awal sampai akhir penelitian,

  16. Serta pihak–pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang banyak memberikan saran, masukan, dan pengalamannya, Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang besifat membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini sangat diperlukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

  Surabaya, Juli 2012 Penulis, Septhia Dwi S.

  Sukartiningrum, S.D., 2012, Penentuan Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah berdasarkan 16S rRNA. Skripsi ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si., dan Dr. Ni’matuzahroh, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK

  Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan bakteri xilanolitik isolat B dan 7 penghasil endo-β-1,4-xilanase hasil isolasi dari sistem abdominal rayap tanah Macrotermes sp. Identifikasi dilakukan dengan cara mendesain pohon filogenetik berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rRNA. Sekuen gen penyandi

  16S rRNA didapatkan dengan cara mengamplifikasi gen penyandi 16S rRNA menggunakan teknik PCR. Amplifikasi gen penyandi 16S rRNA menggunakan primer forward B27F dan primer reverse U1492R. Dari proses amplifikasi gen penyandi 16S rRNA dengan teknik PCR, didapatkan sekuen gen penyandi 16S

  rRNA milik bakteri xilanolitik isolat B dan isolat 7 sebesar 1460 bp dan 1423 bp.

  Desain pohon filogenetik menunjukkan bahwa bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B mempunyai hubungan kekerabatan terdekat dengan Bacillus anthracis dan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolate 7 mempunyai hubungan kekerabatan terdekat dengan Escherichia

  fergusonii.

  Kata kunci : Endo-β-1,4-xilanase, Rayap tanah, 16S rRNA, Pohon filogenetik

  2

  Sukartiningrum, S.D., 2012, Determination of Phylogenetic Tree of Xylanolitic Bacteria Abdominal System Soil Termite based on 16S rRNA. This script is supervised by Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si., and Dr. Ni’matuzahroh, Department of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT

  The purpose of research is to determine the relationship of isolates B and 7 from endo-β-1,4-xylanase-producing xylanolitic bacteria. Identification was done by designed a phylogenetic tree based on molecular identification of genes encoding

  16S rRNA. Sequences of genes encoding 16S rRNA can be obtained by amplification of genes encoding 16S rRNA using PCR technique. Amplification for 16S rRNA gene encoding using B27F forward primer and U1492R reverse primer. From gene coding for 16S rRNA amplification by PCR technique, it has been found the sequences of gene encoding 16S rRNA sequences belonging xylanolitic isolates B and isolates 7 of 1460 bp and 1423 bp. Design of a phylogenetic tree showed that the xylanolitic bacteria abdominal system soil termite isolate B has a closest relathionship with Bacillus anthracis and the xylanolitic bacteria abdominal system soil termite isolate 7 has a closest relathionship with Escherichia fergusonii.

  Keywords : Endo-β-1,4-xylanase, Termite soil, 16S rRNA, Phylogenetic tree

  ix

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii LEMBAR PENGGUNAAN SKRIPSI ......................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................... v ABSTRAK ..................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................. x DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4

  1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

  1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Keberadaan Mikroorganisme Penghasil Xilanase pada Rayap ....... 6 2.1.1 Protozoa pada rayap.........................................................

  6

  2.1.2 Bakteri pada rayap ............................................................... 6

  2.2 Xilanase........................................................................................ 7

  2.2.1 Endo-β-1,4-xilanase……………………………………….... 7

  2.3 Identifikasi Bakteri ....................................................................... 8

  2.3.1 Ribosom RNA ..................................................................... 9 2.3.1.1 16S rRNA ................................................................. 10

  2.3.1.2 Primer universal 16S rRNA ....................................... 11

  2.4 Pohon Filogenetik ......................................................................... 12

  2.4.1 Struktur pohon filogenetik.................................................... 12

  2.4.2 Program BLAST sebagai penunjang pembuatan pohon filogenetik ...................................................................... … 13

  2.5 Polymerase Chain Reaction (PCR) ................................................ 14

  2.5.1 Komponen PCR ................................................................... 14

  2.5.2 Tahapan PCR ....................................................................... 14

  2.5.3 Aplikasi teknik PCR ............................................................ 16

  2.6 Elektroforesis Gel Agarosa ............................................................ 17

  BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 20

  2

  3.2 Sampel dan Bahan Penelitian ........................................................ 20

  3.2.1 Sampel penelitian ................................................................. 20

  3.2.2 Bahan penelitian .................................................................. 20

  3.3 Alat Penelitian .............................................................................. 21

  3.4 Diagram Alir Penelitian ................................................................ 22

  3.5 Prosedur Penelitian ....................................................................... 23 3.5.1 Pembuatan larutan.................................................................

  3.5.1.1 Pembuatan 50 mM bufer TE ...................................... 23

  3.5.1.2 Pembuatan 3 M Na-asetat .......................................... 23

  3.5.1.3 Pembuatan bufer Loading Dye ................................... 24

  3.5.1.4 Pembuatan bufer TAE ............................................... 24

  3.5.2 Pembuatan media Luria-Bertani padat dan cair .................... 24

  3.5.3 Peremajaan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7.............................................................. 25

  3.5.4 Perbanyakan sel dan isolasi DNA kromosom bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 ....... 25

  3.5.5 Penentuan konsentrasi DNA kromosom ............................... 26

  3.5.6 Elektroforesis gel agarosa .................................................... 27

  3.5.7 Proses amplifikasi gen penyandi 16S rRNA dengan teknik PCR ..................................................................................... 27

  3.5.8 Sekuensing gen penyandi 16S rRNA ................................... 28

  3.5.9 Desain pohon filogenetik ..................................................... 28

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1 Isolasi DNA Kromosom Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Isolat B dan Isolat 7 ................................................ 30

  4.2 Amplifikasi Gen Penyandi 16S rRNA dengan Teknik PCR .......... 31

  4.3 Desain Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Isolat B dan Isolat 7 ................................................ 35

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1 Kesimpulan .................................................................................. 45

  5.2 Saran ............................................................................................ 45

  DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 46 LAMPIRAN

  xi

  DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman

  2.1 Komposisi ribosom pada prokaryot dan eukaryot..................... 9

  2.2 Primer universal untuk amplifikasi 16S rRNA.......................... 12

  2.3 Macam-macam bufer elektroforesis........................................ .. 18

  4.1 Hasil BLAST bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B………………………………………………………….. 38

  4.2 Hasil BLAST bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7………………………………………………………….. 39

  2

  DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman 2.1 Sistem enzimatis dan aspek metabolisme rayap…...……….

  7

  2.2 Enzim xilanolitik pada xilan tumbuhan ……………………

  8 2.3 Struktur 16S rRNA…………………………………...........

  11 2.4 Struktur pohon filogenetik …………………………...…….

  13 2.5 (a) Reaksi PCR, (b) Alat PCR ………….………………..…

  16 2.6 (a) Gel agarosa, (b) Alat elektroforesis …...………………..

  19

  4.1 Elektroforesis hasil isolasi DNA kromosom (A) isolat A, (B) isolat B, (7) isolat 7 ...................................................

  30

  4.2 Elektroforesis hasil amplifikasi gen penyandi 16S rRNA bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah dengan primer B27F dan U1492R suhu 53

  C. Lajur 1 adalah pita DNA gen penyandi 16S rRNA isolat B; 2 adalah

  TM

  GeneRuler 1 kb DNA ladder; 3 adalah pita DNA gen penyandi 16S rRNA isolat 7………......................................

  34

  4.3 Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B…………………….……….

  40

  4.4 Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7……………………..……….

  40

  4.5 Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7……………………………………………………………..

  41 xiii

  DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul

  1 Perhitungan Pembuatan Media Luria-Bertani Padat dan Cair

  2 Perhitungan Pembuatan Larutan untuk Isolasi DNA Kromosom

  3 Perhitungan Pembuatan Larutan dan Bahan untuk Elektroforesis

  4 Perhitungan Larutan Kerja untuk Reaksi PCR

  5 Proses Alignment Sekuen Gen Penyandi 16S rRNA Bakteri Xilanolitik Menggunakan Program Clone Manager

  6 Proses Pelacakan Sekuen Gen Penyandi 16S rRNA Bakteri Xilanolitik dengan Sekuen Gen Penyandi 16S rRNA Bakteri Lain di Genbank

  7 Proses Multiple Sequence Alignmet dari Data BLAST yang Diperoleh dengan Menggunakan Program ClustalW dan MEGA5

  8 Proses Pendesainan Pohon Filognetik Menggunakan Program MEGA5

  2

  DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul

  1 Perhitungan Pembuatan Media Luria-Bertani Padat dan Cair

  2 Perhitungan Pembuatan Larutan untuk Isolasi DNA Kromosom

  3 Perhitungan Pembuatan Larutan dan Bahan untuk Elektroforesis

  4 Perhitungan Larutan Kerja untuk Reaksi PCR

  5 Proses Alignment Sekuen Gen Penyandi 16S rRNA Bakteri Xilanolitik Menggunakan Program Clone Manager

  6 Proses Pelacakan Sekuen Gen Penyandi 16S rRNA Bakteri Xilanolitik dengan Sekuen Gen Penyandi 16S rRNA Bakteri Lain di Genbank

  7 Proses Multiple Sequence Alignmet dari Data BLAST yang Diperoleh dengan Menggunakan Program ClustalW dan MEGA5

  8 Proses Pendesainan Pohon Filognetik Menggunakan Program MEGA5

  2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keberadaan Mikroorganisme Penghasil Xilanase pada Rayap

  Rayap termasuk serangga perusak kayu yang sangat potensial karena rayap dapat mencerna material-material yang terkandung di dalam kayu. Material- material tersebut berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Adanya kemampuan pencernaan khusus tersebut dikarenakan di dalam sistem pencernaan rayap terdapat suatu mikroorganisme khusus yang membantu mencerna dan merombak material-material tersebut (Setford, 2005) (Gambar 2.1). Mikroorganisme tersebut antara lain metazoa, protozoa atau protista, bakteri, dan fungi (Purwadaria dkk., 2004). Enzim yang berfungsi untuk mencerna dan merombak hemiselulosa adalah enzim xilanolitik. Mikroorganisme penghasil enzim xilanolitik tersebut dapat juga ditemukan di dalam sistem pencernaan rayap.

  2.1.1 Protozoa pada rayap

  Protozoa dapat ditemukan di dalam sistem pencernaan rayap jenis

  Mastotermitidae, Kalotermitidae, dan Rhinotermitidae. Protozoa tersebut

  berperan dalam melumatkan selulosa sehingga dapat dicerna dan diserap oleh rayap.

  2.1.2 Bakteri pada rayap

  Pada rayap famili Termitidae (Macrotermes, Odontotermes, dan

  Microtermes), mikroorganisme yang berperan untuk melakukan perombakan

  selulosa dan xilanase adalah bakteri (Tarumingkeng, 2001). Beberapa bakteri

  2 yang berperan sebagai penghasil enzim xilanolitik, yaitu Bacillus sp. (Shimizu et al., 1998) dan Bacillus pumilus (Purwadaria dkk., 2004).

  Perut bagian utama Perut bagian tengah (endoglukanase, Hidrogenosom metanogenik Bakteri Bakteri sellobiase) pereduksi CO 2 Asetat asetogenik CO , H , 2 2 asetil

  Asetat As. Org. asetat Ko-A Lingkungan Piruvat anaerobik Pakan Selulase

  Glukosa prectodeal

  Bakteri Mono-,di-, & fermentatif oligosakarida fakultatif & Bakteri Selulosa Kelenjar saliva Bakteri fiksasi N obligat native (endoglukanase, 2 sellobiase) Asam amino heterotrofik anaerob

  Flagellata anaerob Selulosa

Gambar 2.1 Sistem enzimatis dan aspek metabolisme rayap (Radek, 1999)

2.2 Xilanase

  Xilan merupakan komponen utama penyusun hemiselulosa. Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang menghidrolisis polisakarida β-1,4-xilan yang merupakan komponen utama hemiselulosa pada tumbuhan. Berdasarkan substrat yang dihidrolisis, xilanase dapat diklasifikasikan sebagai β-1,4-xilosidase, eksoxilanase, dan endo-β-1,4-xilanase (endoxilanase) (Richana, 2002). Gambar 2.2 menunjukkan sisi pemotongan rantai xilan dari enzim-enzim xilanolitik.

2.2.1 Endo-β-1,4-xilanase

  Endo-β-1,4-xilanase merupakan salah satu kelompok xilanase yang mampu menguraikan rantai utama xilan menjadi xilooligosakarida rantai pendek dan xilosa dan juga mampu memutus ikatan β-1,4 pada bagian dalam rantai xilan xxi secara teratur (Bravman et al, 2001). Ikatan yang diputus ditentukan berdasarkan panjang rantai substrat, derajat percabangan, ada tidaknya gugus substitusi, dan pola pemutusan dari enzim hidrolase (Richana, 2002).

Gambar 2.2 Enzim xilanolitik pada xilan tumbuhan (Collins et al., 2005)

2.3 Identifikasi Bakteri Proses identifikasi bakteri mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.

  Pada awal perkembangannya, pengklasifikasian bakteri hanya didasarkan pada morfologinya. Dari identifikasi morfologi inilah muncul nama-nama bakteri seperti Bacillus, Coccus, Streptococcus, dan lain-lain. Pada tahap perkembangan selanjutnya, pengklasifikasian bakteri menggunakan metode pendekatan fisiologi.

  Sistem penamaan bakteri yang didasarkan pada penggabungan sifat morfologi dan fisiologi menjadi semakin sulit dan kompleks, sehingga dilakukan perkembangan pengklasifikasian lebih lanjut.

  Pada tahun 1940-an muncul metode pengklasifikasian bakteri secara molekular dengan pendekatan genetik. Pendekatan genetik digunakan untuk mengukur kedekatan dan kekerabatan antara isolat-isolat bakteri. Proses pengklasifikasian tersebut terus dikembangkan sampai akhirnya ditemukan metode baru, yaitu metode analisis urutan DNA yang menyandi gen 16S rRNA

  2

  (Murray and Holt in Boone et al., 2001). Metode ini digunakan untuk menentukan kebaharuan isolat bakteri yang ditemukan dari alam.

2.3.1 Ribosom RNA

  Ribosom merupakan organel kecil dan padat dalam sel yang terdiri atas protein dan molekul RNA (ribonucleic acid). Ribosom berfungsi dalam proses translasi (sintesis protein). Suatu sel dapat mengandung sampai 10.000 ribosom sehingga massa selnya dapat mencapai 40% dari massa total sel bakteri (Yuwono, 2007). Ribosom RNA merupakan molekul yang sempurna karena mempunyai fungsi yang konstan pada tiap organisme, tersebar secara universal, dan mempunyai urutan sekuen yang terkonservasi dengan baik diantara anggota filogenetik yang luas (Madigan et al., 2000).

  Ribosom disusun oleh molekul-molekul RNA dan beberapa macam protein. Ribosom tersusun atas dua subunit, yaitu subunit kecil dan subunit besar.

Tabel 2.1 Komposisi ribosom pada prokaryot dan eukaryot (Yuwono, 2007)

  Subunit RNA Protein

  16S

  30S 21 macam Prokaryot

  5S

  50S 31 macam

  23S

  18S

  40S

  5S 33 macam Eukaryot

  60S 5,8S 49 macam

  28S Molekul 16S rRNA mempunyai ukuran sekuen 1541 bp (Gambar 2.3), molekul 23S rRNA mempunyai ukuran sekuen 2904 bp, dan molekul 5S rRNA mempunyai ukuran sekuen 120 bp. xxiii Carl Woese (1967) menampilkan tiga domain dari “theory of life” berdasarkan gen yang mengkode ribosom RNA, meliputi eubacteria, archaea, dan eukariot. Gen yang mengkode ribosom RNA bersifat conserved (dipertahankan) oleh suatu spesies dan tersebar di seluruh organisme. Urutan DNA pengkode

  rRNA, yaitu rDNA, digunakan untuk merekonstruksi filogenetik,

  mengidentifikasi golongan taksonomi suatu organisme, memperkirakan hubungan suatu golongan dengan golongan lainnya, serta mengestimasi tingkat perbedaan suatu spesies dengan spesies lainnya. Ribosom DNA (rDNA) ini penting dalam pembuatan pohon filogenetik yang berkaitan dengan evolusi.

  2.3.1.1 16S rRNA

  16S RNA ribosom atau adalah komponen dari subunit kecil

   Sekuen basa tersebut digunakan untuk merekonstruksi filogeni. 16S rRNA mempunyai fungsi, antara lain menerjemahkan posisi protein dari ribosom, berinteraksi dengan 23S dan membantu dalam pengikatan dua subunit ribosom yaitu unit 50S dan 30S, serta menstabilkan pasangan kodon-antikodon melalui pembentukan ikatan hidrogen antara atom N1 dari adenine dengan 'OH pada mRNA.

  Gen 16S rRNA digunakan untuk mempelajari dari bakteri maupun archaea karena kedua mikroorganisme tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat (Weisburg et al., 1991; Coenye et al., 2003).

  2

Gambar 2.3 Struktur 16S rRNA (Serianni, 2011)

2.3.1.2 Primer universal 16S rRNA

  Analisis 16S rRNA dilakukan dengan bantuan primer universal. Primer

  universal menargetkan dan memperkuat wilayah lestari gen 16S rRNA agar dapat

  mengamplifikasi seluruh urutan 16S rRNA secara lengkap. Primer universal terdiri dari primer forward (mengamplifikasi bagian awal) dan primer reverse (mengamplifikasi bagian akhir) (Huber et al., 2002). Pasangan primer universal yang umum digunakan adalah B27F dan U1492R (Tabel 2), yang dirancang oleh Weisburg et al (1991). xxv

Tabel 2.2 Primer universal untuk amplifikasi 16S rRNA (Weidner et al., 1996) Nama Primer Urutan (5'  3')

  B27F AGA GTT TGA TCC TGG CTC AG U1492R GGT TAC CTT GTT ACG ACT T 928F TAA AAC TYA AAK GAA TTG ACG GG 336R ACT GCT GCS YCC CGT AGG AGT CT 1100F YAA CGA GCG CAA CCC 1100R GGG TCG TTG LKP TTG 337F GAC TAC TCC GGG AGG CWG CAG 907R CCG TCA ATT CCT TTR AGT TT 785F GGA TTA GAT ACC CTG GTA 805R GAC TAC CAG GGT ATC TAA TC 533F GTG CCA GCM GCC GCG GTA A 518R GTA TTA CCG CGG CTG CTG G

2.4 Pohon Filogenetik

  Dalam ilmu filogeni atau filogenesis adalah kajian mengenai hubungan antara kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan dengan proses Filogenetik merupakan ilmu yang mempelajari hubungan evolusi beberapa kelompok organisme yang berbeda (contohnya spesies atau populasi).

  Dalam studi filogenetik, cara yang paling tepat untuk menghubungkan beberapa kelompok organisme adalah dengan membuat atau mendesain pohon filogenetik.

  Pohon filogenetik digunakan untuk membatasi taksa masing-masing kelompok individu yang saling terhubung.

2.4.1 Struktur pohon filogenetik

  Sebuah pohon filogenetik terdiri dari node dan cabang. Masing-masing

  node mewakili unit taksonomi berupa individu, spesies, dan populasi. Masing-

  masing cabang mendifinisikan hubungan antar unit taksonomi. Satu cabang pada

  2 pohon filogenetik dapat menghubungkan dua node yang mempunyai kekerabatan. Pola percabangan pohon ini disebut topologi.

Gambar 2.4 Struktur pohon filogenetik (Theobald, 2004)

  Struktur pohon filogenetik pada Gambar 2.4 di atas terdiri dari root,

  branch, node, branch length, dan clade. Root merupakan nenek moyang semua

  taksa. Branch mendefinisikan hubungan antara taksa. Node mewakili unit taksonomi dan dapat berupa suatu spesies yang telah ada. Branch Length mewakili jumlah perubahan yang telah terjadi. Clade berupa kelompok dua taksa atau lebih.

2.4.2 Program BLAST sebagai penunjang pembuatan pohon filogenetik

  Program BLAST dapat digunakan untuk membandingkan urutan terpenting dari semua urutan yang tersimpan dalam GenBank maupun NCBI. Jika nama ilmiah atau hubungan kekerabatan suatu organisme tidak diketahui, NCBI menyediakan link langsung ke beberapa organisme yang umum digunakan dalam proyek penelitian molekular. xxvii

  Polymerase Chain Reaction 2.5 (PCR)

  Polymerase chain reaction atau reaksi rantai polimerase adalah

   pada 1983 (Bartlett et al., 2003). Reaksi PCR merupakan reaksi replikasi DNA yang terjadi di luar tubuh makhluk hidup.

  2.5.1 Komponen PCR Reaksi polymerase chain reaction membutuhkan beberapa komponen.

  Komponen-komponen tersebut meliputi primer, dNTP, bufer, kation divalen, DNA cetakan, dan DNA polimerase.

  Primer adalah sepasang DNA untai tunggal atau oligonukleotida rantai pendek yang menginisiasi gen DNA target. dNTP alias building blocks berfungsi sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP. Bufer berfungsi untuk mengkondisikan reaksi dan menyediakan lingkungan kimia yang cocok agar PCR berjalan optimum dan menstabilkan DNA polimerase. Kation

  2+ divalen yang umum digunakan dalam reaksi PCR adalah (Mg ).

  Kation divalen berfungsi sebagai kofaktor DNA polimerase. DNA cetakan merupakan sumber gen DNA target.berfungsi sebagai enzim.

  DNA polimerase mempunyai suhu optimal sekitar 70 C (Sambrook et al., 2001).

  2.5.2 Tahapan PCR

  Reaksi PCR dilakukan dalam sebuah alat pengendali suhu yang dapat memanaskan dan mendinginkan tabung reaksi dalam waktu singkat (Gambar

  2

  2.5(b)). Reaksi PCR mempunyai siklus optimal antara 20 - 40 siklus, dimana masing-masing siklus terdiri dari 2 - 3 suhu berbeda (Rychlik et al., 1990). Reaksi PCR mempunyai beberapa tahapan, antara lain inisiasi, denaturasi, annealing, extension, dan elongasi akhir (Gambar 2.5(a)).

  Tahap inisiasi dilakukan pada suhu 94 - 96 C selama untuk 1 - 9 menit. Tahap denaturasi dilakukan pada suhu 94 - 98 C selama 30 - 60 detik. Pada suhu ini, DNA untai ganda akan memisah menjadi DNA untai tunggal. Tahap

  merupakan tahap yang memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA cetakan di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.

  Suhu reaksi yang dipakai pada saat annealing berkisar antara 50 - 65 C selama 20

  • 40 detik. Biasanya suhu annealing diturunkan tiga sampai lima derajad celcius di bawah Tm dari primer yang digunakan. Perpanjangan atau extension adalah tahapan dimana DNA polimerase akan mensintesis untai DNA baru untuk melengkapi untai DNA cetakan (DNA template) dengan menambahkan dNTP dalam arah 5' ke 3'. Suhu yang umum dipakai pada tahap extension adlah 72 C.

  Elongasi akhir merupakan tahap paling akhir dalam reaksi PCR. Tahap ini terjadi

  setelah semua siklus PCR terpenuhi. Tahap elongasi akhir berfungsi untuk memastikan bahwa setiap DNA untai tunggal yang tersisa telah diperpanjang seluruhnya. Suhu yang umum digunakan pada tahap ini berkisar antara 70 - 74 C selama 5 - 15 menit (Sharkey et al., 1994). xxix a b

Gambar 2.5 (a) Reaksi PCR (Yepyhardi, 2011), (b) Alat PCR

2.5.3 Aplikasi teknik PCR

  Teknik PCR telah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain:

  1. Isolasi Gen DNA berfungsi sebagai penyandi genetik, yaitu panduan sel dalam memproduksi protein dan sebagai transkrip DNA untuk menghasilkan RNA

  (Yuwono, 2007). Selanjutnya, RNA diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino atau protein.

  Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA yang dikenal dengan nama ‘probe’. DNA probe memiliki urutan basa nukleotida yang sama dengan gen target yang akan diisolasi. Probe dibuat dengan teknik PCR dengan menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.

  2. Sekuensing DNA Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik sekuensing DNA.

  Metode sekuensing DNA yang umum digunakan adalah metode Sanger (chain

  2

  termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy

  terminator, dimana pada proses awal reaksi PCR hanya menggunakan satu primer dan tambahan dideoxynucleotide yang diberi label fluorescent. Warna fluorescent setiap basa berbeda. Perbedaan warna tersebut digunakan untuk membedakan dan menentukan urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui.

2.6 Elektroforesis Gel Agarosa

  Menurut Yuwono (2007), elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul sel berdasarkan massa dan bentuk molekulnya dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Elektroforesis memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, yaitu DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari kutub positif ke kutub negatif, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif.

  Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk menganalisis DNA, RNA, maupun protein. Elektroforesis DNA digunakan untuk menganalisis fragmen- fragmen DNA hasil pemotongan enzim restriksi, hasil isolasi DNA kromosom, produk PCR, dan lain sebagainya. Elektroforesis DNA memerlukan gel agarosa (Gambar 2.6(a)). Agarosa merupakan suatu bahan semi-padat berupa polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut.

  Gel agarosa dibuat dengan melarutkan serbuk agarosa dalam suatu bufer dan dibantu pemanasan. Jenis bufer yang digunakan untuk melarutkan agarosa ada xxxi beberapa macam. Macam-macam bufer yang digunakan untuk elektroforesis dan melarutkan agarosa dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Macam-macam bufer elektroforesis (Sambrook, 2001)

  

Buffer Working solution Concentrated stok solution (per

liter)

  Tris-acetate 1x : 0.04 M Tris-acetate 50x : 242 g Tris base (TAE) 0.001 M EDTA 57.1 mL glacial acetic acid 100 mL 0.5 M EDTA (pH

  8.0) Tris- 1x : 0.09 M Tris-phospate 10x : 108 g Tris base phosphate 0.002 M EDTA 15.5 mL 85% phosphoric acid (TPE)

  (1.679 g/mL) 40 mL 0.5 M EDTA (pH 8.0) Tris-borate 0.5x : 0.045 M Tris-borate 5x : 54 g Tris base (TBE) 0.001 M EDTA 27.5 g boric acid 20 mL 0.5 M EDTA (pH 8.0) Alkaline 1x : 50 mN NaOH 1x : 5 mL 10 N NaOH 1 mM EDTA 2 mL 0.5 M EDTA (pH 8.0) Tris-glycine 1x : 25 mM Tris 5x : 15.1 g Tris base 250 mM glycine 94 g glycine (electrophoresis

  0.1% SDS grade) (pH 8.3) 50 mL 10% SDS (electrophoresis grade)

  2 b a

Gambar 2.6 (a) Gel agarosa, (b) Alat elektroforesis (Pradhika, 2011).

  xxxiii

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Proteomik, ITD, Universitas Airlangga.

  3.2 Sampel dan Bahan Penelitian

  3.2.1 Sampel penelitian

  Sampel penelitian ini adalah isolat bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah (isolat A, isolat B, dan isolat 7) yang merupakan koleksi bakteri xilanolitik milik Ratnadewi dkk (2007).

  3.2.2 Bahan penelitian

  Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah HCl, EDTA,

  4 Na-asetat, asam asetat glasial, sukrosa, NaCl, MgSO , NaOH, Sodium Dodecyl Sulfat (SDS), Bacto Agar, Tryptone, Yeast Extract, agarosa, etanol absolut, etanol

  2

  2

  

3

  19

  10

  4

  5

  70%, fenol, tris-base (H NC(CH OH) ), Bromophenol Blue (C H Br O S, BPB), lisosim, proteinase K, Taq polymerase, bufer Taq 10x, dNTP, MGSO

  4 , primer B27F, primer U1492R, dan GeneRuler™ 1 Kb Ladder (Intron).

  2

3.3 Alat Penelitian

  Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf (TOMY

  High-Pressure Steam Strelizer ES-315), laminair air flow cabinet (Kottermann

  8580), sentrifuga Hermle (tipe Z 400 K), timbangan analitik (Ohaus Gold Series), pH meter (Metro-ohm 744), oven (Memmert, Jerman), lemari pendingin -20 C (Samsung Sansio SCF-240), pipet mikro (Eppendorf), waterbath (Gemmyco YCW-010), thermoshake (Gerhardt), alat PCR Thermal Cycler (Bioneer MyGenie96 Thermal Block), Nanodrop (Spectrophotometer ND-1000), seperangkat alat elektroforesis (Life Technologies model 250) dengan power

  supply, UV transluminator, peralatan gelas yang lazim digunakan di laboratorium,

  kamera digital, dan Notebook A*Note Centurion C-9462 dengan spesifikasi Intel Celeron M Processor 900 2,2 GHz dengan RAM 1 Gb. xxxv

3.4 Diagram Alir Penelitian

  Peremajaan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat A, B, dan 7 Isolasi DNA kromosom bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat A, B, dan 7

  Penentuan konsentrasi dan kemurnian DNA kromosom Amplifikasi gen 16S rRNA dengan teknik PCR

  Elektroforesis gel agarosa Sequensing produk PCR

  Desain pohon filogenetik

  2

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan larutan

  Pembuatan larutan meliputi pembuatan 0,05 M bufer TE (bufer Tris-Cl, EDTA), 3 M Na-asetat, bufer Loading Dye, bufer TAE (Tris-asetat EDTA).

  3.5.1.1 Pembuatan 50 mM bufer TE

  0,05 M bufer TE dibuat dari larutan stok 0,5 M tris-Cl pH 8 dan 0,5 M EDTA pH 8.

  Larutan stok 0,5 M tris-Cl pH 8 dibuat sebanyak 50 mL. Ditimbang 3,0285 gr tris-base kemudian dilarutkan dalam 25 mL akuades. Selanjutnya ditambahkan HCl 1 M dan diukur pH-nya sampai mencapai pH 8. Lalu ditambahkan akuades hingga mencapai volume 50 mL.

  Larutan stok 0,5 M EDTA dibuat sebanyak 50 mL. Ditimbang 9,306 EDTA kemudian dilarutkan dalam 50 mL akuades. Lalu ditambahkan NaOH 1 N sampai mencapai pH 8.

  0,05 M bufer TE dibuat sebanyak 50 mL. Dicampur 5 mL 0,5 M tris-Cl pH 8 dan 5 mL 0,5 M EDTA pH 8, kemudian diencerkan dengan akuades hingga mencapai volume 50 mL.

  Ketiga larutan di atas disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit.

  3.5.1.2 Pembuatan 3 M Na-asetat

  Ditimbang 2,4606 gr Na-asetat, kemudian dilarutkan dalam 10 mL akuades. Selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. xxxvii

3.5.1.3 Pembuatan bufer Loading Dye

  Bufer Loading Dye dibuat dari campuran 0,25% Bromophenol Blue dan 40% sukrosa. Ditimbang 0,0125 gr Bromophenol Blue dan 2 gr sukrosa, kemudian dilarutkan dalam 5 mL akuades. Bufer Loading Dye disimpan di dalam lemari pendingin -20 C.

  3.5.1.4 Pembuatan bufer TAE Bufer TAE dibuat dari campuran tris-base, asam asetat glasial, dan EDTA pH 8. Ditimbang 48,4 gr tris-base, 11,42 gr asam asetat glasial, dan 20 mL 0,5 M

  EDTA pH 8, kemudian dilarutkan dalam 200 mL akuades.

3.5.2 Pembuatan media Luria-Bertani padat dan cair

  Media Luria-Bertani padat dibuat dari campuran 1% Tryptone, 1% NaCl, 2% Bacto Agar, dan 0,5% Yeast Exstract. Ditimbang 0,5 gr Tryptone, 0,5 gr NaCl, 0,25 gr Yeast Exstract, dan 1 gr Bacto Agar. Semua bahan dilarutkan dalam 50 mL akuades. Selanjutnya media tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media steril yang masih hangat-hangat kuku dihomogenkan kemudian dituang ke dalam cawan Petri steril. Media yang telah memadat disimpan dalam lemari pendingin

  4 C.

  Media Luria-Bertani cair dibuat dari campuran 1% Tryptone, 1% NaCl, dan 0,5% Yeast Exstract. Ditimbang 0,6 gr Tryptone, 0,6 gr NaCl, dan 0,3 gr

  Yeast Exstract. Semua bahan dilarutkan dalam 60 mL akuades, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit.

  2

  3.5.3 Peremajaan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7

  Proses peremajaan bakteri dimulai dari mengambil biakan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 dari kultur sebelumnya dengan menggunakan kawat ose. Kawat yang mengandung biakan bakteri digoreskan pada media Luria-Bertani padat menggunakan metode streak.

  Selanjutnya biakan diinkubasi pada oven dengan suhu 37 C selama 18 jam.

  3.5.4 Perbanyakan sel dan isolasi DNA kromosom bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7

  Proses perbanyakan sel bakteri xilanolitik dilakukan dengan menumbuhkan bakteri pada media Luria-Bertani cair. Kultur bakteri di-shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 18 jam pada suhu 37 C.

  Diambil 10 mL kultur bakteri lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit pada suhu 4 C. Pelet yang terbentuk disuspensikan dengan 500 µL bufer TE dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu -20

  C. Kemudian ditambahkan 500 µL larutan lisosim 10 mg/mL pada sel beku. Sel diinkubasi kembali selama 45 menit di dalam es, kemudian ditambahkan 100 µL larutan STEP (SDS 0,5%, 50 mM tris-Cl pH 7,5, 0,4 M EDTA, proteinase K) pada suspensi sel. Suspensi sel ini kemudian diinkubasikan di waterbath selama 1 jam pada suhu 50

  C. Setelah langkah inkubasi, ditambahkan 600 µL fenol jenuh dan dicampur sampai terbentuk emulsi. Emulsi yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4

  C. Fasa paling atas hasil sentifugasi dipindahkan pada tabung Eppendorf baru. Kemudian ditambahkan 3 M Na-asetat sebanyak 0,1x volume total, etanol absolut dingin sebanyak 2x xxxix volume total campuran, kemudian dicampur secara perlahan, dan diinkubasi selama 12 jam pada suhu -20 C. Setelah diinkubasi, campuran disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit suhu 4

  C. Supernatan yang terbentuk dibuang, pelet yang ada di dasar tabung dicuci dengan 500 µL etanol 70%, lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit suhu 4 C. Supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk dikeringkan selama beberapa menit

  2 pada temperatur ruang. Pelet yang telah kering dilarutkan dalam 30 µL ddH O.