Analisis Penokohan Wanita dalam Drama Je

Analisis Penokohan Wanita dalam Drama Jepang
Sebelum dan Sesudah Perang Dunia ke-2
Ai Sumirah Setiawati, M. Pd.
Dyah Prasetyani, S. S., M. Pd
Abstrak
Masalah jender telah megalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Hal ini tergambar dalam karya-karya budaya seperti drama. Oleh karena itu,
penulis merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana perbandingan penokohan
wanita dalam drama sebelum dan sesudah Perang Dunia ke-2.
Berdasarkan hasil analisa, baik dalam drama yang berlatar sebelum
maupun sesudah Perang Dunia ke-2, karakter wanita Jepang digambarkan
sebagai wanita yang tipikal pekerja, giat, gigih, dan pantang menyerah.
Namun, sebelum Perang Dunia ke-2 wanita digambarkan meski bekerja
mereka masih harus mengutamakan keluarga. Sebaliknya sesudah Perang
Dunia ke-2 wanita lebih bebas berekspresi dan berkarir.
Kemudian, sebelum Perang Dunia ke-2 wanita yang menikah
cenderung digambarkan dalam posisi di bawah keluarga pihak laki-laki.
Kondisi ini berbeda dengan posisi wanita yang menikah yang digambarkan
sesudah Perang Dunia ke-2. Mereka cenderung lebih bebas. Perbedaan yang
terakhir yaitu dalam pencapaian hak mendapatkan pendidikan di mana pada
jaman sesudah Perang Dunia ke-2 permpuan memiliki hak yang sama dengan

laki-laki. Sedangkan pada sebelum Perang Dunia ke-2 hanya wanita dari
golongan kaya saja yang bisa mengenyam pendidikan.
Kata Kunci: penokohan, wanita, Perang Dunia ke-2
Pendahuluan
Masalah jender berubah sesuai perkembangan jaman. Hal ini berpengaruh
pada perkembangan posisi wanita di dalam masyarakat. Demikian halnya dengan
wanita dalam masyarakat Jepang. Seiring perubahan jaman posisi dan peranan
wanita juga mengalami perubahan ke arah kebaikan. Misalnya, nasib wanita pada
jaman Meiji berbeda dengan nasib wanita pada jaman Showa, dan Heisei.
Setelah Perang Dunia ke-2, posisi hukum wanita dikaji ulang. Wanita
mempunyai hak yang sama dalam Konstitusi 1947 dan direvisi Sipil Kode 1948.
Hak-hak individu diutamakan daripada kewajiban untuk keluarga. Wanita maupun

1

laki-laki dijamin hak untuk memilih pasangan dan pekerjaan, untuk mewarisi
properti sendiri dengan nama mereka sendiri, untuk memulai perceraian, dan
untuk mempertahankan hak asuh anak-anak mereka. Perubahan-perubahan status
dan nasib wanita ini tergambar dalam karya-karya budaya seperti drama.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan bagaimanakah penokohan

wanita dalam drama Jepang sebelum dan sesudah Perang Dunia ke-2?
Sesuai dengan permasalahannya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana penokohan wanita dalam drama Jepang sebelum dan sesudah Perang
Dunia ke-2.
Kajian Pustaka
1. Seni Drama Jepang
Dalam kebudayaan Jepang dikenal drama yang terbagi atas 4 yaitu:
Noh, Kyogen, Kabuki dan Bunraku. Noh adalah perpaduan antara sarukagu
dengan musik dan tarian. Kyogen digunakan sebagai selingan dalam
pertunjukkan Noh, biasanya menggunakan karakter-karakter yang lucu. Kabuki
muncul pada awal era Edo dari persembahan tarian Izumo no Okuni di Kyoto.
Dikarenakan kasus prostitusi oleh pemain kabuki wanita, maka pada tahun
1600 an kabuki dilarang, dan karakter wanita dalam pertunjukkan kabuki
dimainkan oleh pria (onnagata). Bunraku atau pertunjukkan teater boneka
adalah pertunjukkan yang menggunakan media boneka untuk menjabarkan
jalan cerita kepada penonton.
Selain itu, dikenal juga seni drama modern seperti teater modern dan
shogekijo (teater kecil atau amatir).
2. Wanita dan Masyarakat Jepang
Catatan mengenai wanita Jepang baru diketahui sejak zaman Nara (710794) dan Heian (794-1185). Sejak zaman ini bisa diketahui mengenai

bagaimana wanita Jepang sejak sebelum zaman Nara hingga zaman modern
sesudah Perang Dunia ke-2 (zaman Showa dan Heisei).
Pada awalnya wanita dan laki-laki di Jepang tidak dibeda-bedakan.
Pada saat itu Jepang menganut faham matrialis yang tercewrmin dalam agama

2

Shinta dengan dewa Amaterasunya. Namun, semenjak masuknya pengaruh
Budha terjadilah diskriminasi terhadap wanita. Meskipun demikian, pada
zaman Heian banyak kaum wanita yang eksistensinya bisa dibanggakan
dengan munculnya karya-karya terkenal berupa Nikki (buku harian yang
berisikan catatan kehidupan dan pemikiran-pemikiran seseorang). Nikki yang
terkenal pada saat itu misalnya Sarashina Nikki, Izumi Shikibu nikki, dan
Murasaki Shikibu nikki.
Setelah Perang Dunia ke-2, MacArthur dari Amerika pada tahun 1946
berbicara tentang "kesamaan-kesamaan penting" sehubungan dengan jenis
kelamin. Misalnya, wanita memiliki hak pilih, dan semua ketidaksetaraan
dalam hukum itu berakhir. Banyak wanita yang memiliki pendidikan hingga
sekolah tinggi. Kemudian, sebuah UU Standar Ketenagakerjaan disahkan pada
tahun 1947. Undang-undang tersebut mencakup peraturan upah yang sama,

jam kerja, cuti hamil, cuti haid (2 hari dalam sebulan), dan liburan.
Ketika dunia pun berputar dan peran wanita menjadi bergeser, mereka
mulai mengalami pendidikan lanjutan dan kesempatan kerja baru yang
mengubah kehidupan mereka.
3. Perang Dunia ke-2
Perang Dunia ke-2 adalah konflik militer global yang terjadi mulai 1
September 1939 sampai 2 September 1945 yang melibatkan sebagian besar
negara di dunia, termasuk semua kekuatan-kekuatan besar yang dibagi menjadi
dua aliansi militer yang salah satunya adalah sekutu.
4. Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan. Tokoh bisa terdiri dari tokoh sentral dan tokoh
bawahan. Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.

3

5. Drama Oshin, Boss, dan Otousan.
Drama Oshin yaitu drama sepanjang 283 episod yang menceritakan

penderitan dan perjuangan Oshin. Oshin yang merupakan anak petani
penggarap yang miskin dengan kegigihan dan perjuangannya akhirnya bisa
menjadi seorang kaya raya yang memiliki beberapa departement store besar di
Jepang.
Drama Boss yaitu drama yang mengisahkan seorang wanita bernama
Osawa Eriko didikan Amerika yang menjadi seorang detektif. Osawa sering
diremehkan kemampuannya dan dianggap bukan wanita yang menarik. Tetapi
dia bukan tipe wanita cengeng, dia bisa membuktikan bahwa dia mampu
memecahkan semua kasus yang dia tangani.
Drama Otousan, adalah drama yang mengisahkan seorang duda
bernama Shindo Shiro yang memiliki 4 anak wanita dengan berbagai karakter
dan permasalahan. Shindo Shiro bertemu dengan seorang wanita bernama
Anzai Tamako dan berniat menikahinya. Namun niat pernikahan itu ditentang
oleh semua anaknya. Pada akhir cerita, semua permasalahan yang dihadapi
anak-anak Shindo Shiro dapat diselesaikan berkat pengertian, kebaikan, dan
kesabaran Anzai Tamako. Akhirnya anak-anak Shindo Shiro menyetujui
pernikahan ayah mereka.
Metode Penelitian
Penelitian


ini

menggunakan

pendekatan

deskriptif

kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah drama Jepang berjudul
Oshin, Boss, dan Otousan. Objek data pada penelitian ini adalah penokohan
wanita Jepang yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sentral baik protagonis
maupun antagonis, dan tokoh bawahannya.
Hasil dan Pembahasan
1.

Penokohan Wanita Jepang Sebelum Perang Dunia ke-2

4

Tokoh wanita yang diperoleh dari hasil pengumpulan data terdiri dari

tokoh drama sebelum Perang Dunia ke-2 adalah Oshin, Fuji, Yashiro Kayo,
dan Harada Taka.
 Oshin adalah tokoh wanita yang memiliki karakter punya daya juang,
gigih, pantang menyerah, dan mandiri. Selain itu juga merupakan wanita
yang sopan, berpendidikan, dan bersahaja karena pendidikan yang dia
dapatkan dari majikannya yang baik terhadapnya. Sejak kecil Oshin hadir
sebagai seorang sosok yang disukai di mana pun dia berada. Meskipun
pada awalnya kehadirannya dibenci tapi Oshin bisa meluluhkan hati
orang-orang di sekitarnya.
 Fuji adalah sosok ibu yang selalu bekerja keras. Ia memiliki 6 orang anak
dan salah satunya adalah Oshin. Dia seorang istri petani penggarap yang
miskin, tetapi sangat berbakti pada mertuanya. Ia tak pernah mengeluh
walaupun kehidupannya buruk.
 Kayo adalah putri pedagang beras dan berpendidikan. Sejak kecil Kayo
dibesarkan bersama dengan Oshin dan bersahabat dengannya hingga
dewasa. Namun tidak seperti anak orang kaya pada jamannya, Kayo
berkeinginan untuk hidup mandiri menjadi pelukis, dan lepas dari
keluarganya. Namun demikian, Kayo merupakan sosok contoh wanita
yang tidak bisa menentukan nasibnya sendiri. Dia tidak bisa meraih citacita sebagai pelukis. Sebaliknya dia dipaksa oleh aturan keluarganya untuk
menikah dengan laki-laki yang tidak dia sukai dan melanjutkan usaha

keluarga. Kayo mati dalam kehidupannya yang menyedihkan sebagai
seorang pelacur.
 Seorang wanita yang mandiri di usianya yang cukup berumur. Wanita yang
cukup bijaksana, dapat menjalankan bisnis penata rambutnya dengan
cukup baik, walaupun bisnisnya mulai menurun ketika permintaan menata

5

rambut ala Jepang berkurang. Ia tidak berkeluarga dan mempunyai bisnis
salon dan penata rambut yang terkenal pada zamannya. Sangat pintar
dalam berbisnis, sehingga Oshin sering mendapatkan nasehat bisnis
2.

darinya.
Penokohan Wanita Jepang Sesudah Perang Dunia ke-2
Tokoh dalam drama sesudah Perang Dunia ke-2 yaitu Osawa Eriko,
Mami Kimoto, Shindo Akira, Shindo Makoto, Shindo Kei, dan Masuda Yu.
 Osawa Eriko adalah wanita berpendidikan, mandiri, kuat, dan cerdik
sebagai seorang detektif. Dalam drama Boss dia digambarkan sebagai
wanita yang diremehkan kemampuannya dan dianggap sebagai wanita

yang tidak menarik. Meskipun kemampuannya diremehkan dia mampu
memecahkan semua kasus yang dia tangani.
 Mami Kimoto adalah contoh wanita Jepang masa kini yang manja,
pemalas, tetapi memiliki kemampuan analisa yang lumayan baik
sehubungan dengan pekerjaannya sebagai ahli forensik.
 Shindo Akira Adalah tokoh bawahan dalam dalam drama Otousan. Dia
merupakan anak kedua Shindo Shiro yang secara tidak sadar melakukan
semua pekerjaan rumah yang dulu dilakukan oleh mendiang ibunya. Dia
merupakan anak yang paling peduli dengan saudari-saudari dan ayahnya.
Dia mengira dapat hidup bahagia dengan menikahi kekeasihnya. Dia
bermimpi bersama suaminya memajukan teater. Namun, ternyata
suaminya hanya memandang dia sebagai istri yang harus melayani
keperluan suaminya. Akhirnya Akira sadar dengan apa yang sebenarnya
menjadi tujuan hidupnya yaitu menjadi pembuat soba.
 Shindo kei merupakan tokoh bawahan lain, yang berperan sebagai anak
keempat Shindo Shiro. Kei adalah mahsiswa yang mendalami musik
piano. Dia merupakan anak yang manja, selalu merasa dirinya benar,
mudah terpuruk ketika menghadapi sandungan dalam hidup.

6


 Shindo Makoto adalah tokoh bawahan yang berperan sebagai anak ketiga
Shindo Shiro. Dia berprofesi sebagai seorang perawat yang mempunyai
kekasih pemuda berandalan yang kerjanya hanya memeras dan
menipunya. Tetapi Makoto tidak pernah bisa melawan kekasihnya tersebut
atau meninggalknanya. Dia mudah memaafkan kekasihnya asal dikatakan
bahwa dia berarti dalam hidup pemuda itu. Makoto merasa bahwa dengan
kekasihnya itu dia menjadi berarti. Hal ini dikarenakan pandangan dia
terhadap dirinya sendiri yang tidak punya rasa percaya diri dan sangat
ingin disukai oleh orang lain. Dia takut dengan pendapat orang lain tentang
dirinya.
 Masuda Yu adalah tokoh bawahan yang berperan sebagai anak pertama
dari Shindo Shiro. Dia menikah dengan keluarga anak Masuda ketika dia
masih sangat muda karena terlanjur berbadan dua. Dia tidak pernah akur
dengan ibu mertuanya. Karakter dasar dari Yu adalah selalu ceria, tetapi
sangat tergantung pada orang lain. Paling tidak bertanggungjawab
dibandingkan saudarinya yang lain. Namun, pada akhirnya dia bisa
menjadi seorang ibu yang bertanggung jawab.
 Anzai Tamako yang sering dipanggil Tama chan oleh Shindo Shiro adalah
tokoh bawahan yang berperan sebagai kekasih Shiro. Dia berkepribadian

lembut, sopan, keibuan, dan pengertian. Dia tidak pernah sakit hati dengan
anak-anak Shiro meskipun ditentang secara terang-terangan. Hal ini dia
buktikan dengan menjadi penolong, penasehat, dan orang yang
menyadarkan anak-anak Shiro ketika mereka menghadapi konflik mereka
masing-masing. Di balik kesopanan, kelembutan, dan kesabarannya Anzai
bisa berubah menjadi wanita yang galak dan mampu berucap kata-kata
kasar ketika dia sedang mabuk.

7

3.

Perbandingan karakteristik tokoh wanita dalam drama Jepang sebelum
dan sesudah Perang Dunia ke-2
Baik dalam drama yang berlatar sebelum maupun sesudah Perang
Dunia ke-2, Karakter wanita Jepang digambarkan sebagai wanita yang tipikal
pekerja, giat, gigih, dan pantang menyerah.
Namun

meskipun

memiliki

kesamaan

dalam

penggambaran

penokohan wanita dalam drama yang berlatar sebelum dan sesudah Perang
Dunia ke-2, ada beberapa perbedaan yang dapat disimpulkan seperti berikut
ini.
1) Dalam drama sebelum Perang Dunia ke-2, meskipun wanita digambarkan
mempunyai kemandirian untuk bekerja dan lainnya tetapi mereka masih
harus mengutamakan keluarga. Ada batasan-batasan baik dalam hal
pekerjaan yang masih belum sederajat dengan kaum laki-laki. Sedangkan
dalam drama sesudah Perang Dunia ke-2, wanita lebih bebas berekspresi
dan berkarir. Posisi wanita yang harus patuh pada keluarga tidak terlihat
lagi. Mereka lebih mandiri dalam banyak hal.
2) Sebelum Perang Dunia ke-2, wanita yang berstatus menantu tunduk dan
patuh pada pihak keluarga laki-laki. Sedangkan sesudah Perang Dunia ke2, menantu wanita boleh mengambil jalannya sendiri, tidak lagi
diposisikan di bawah pihak keluarga laki-laki.
3) Pada jaman sebelum Perang Dunia ke-2 wanita sudah mulai mendapatkan
porsi hak dalam hal kesempatan mendapatkan pendidikan. Namun hal ini
masih terbatas pada wanita yang berasal dari keluarga mampu saja. Lain
halnya dengan sesudah Perang Dunia ke-2. Semua warga di Jepang
termasuk wanita mempunyai kesetaraan dalam mengenyam pendidikan.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa baik dalam drama
yang berlatar sebelum maupun sesudah Perang Dunia ke-2, wanita Jepang

8

digambarkan sebagai wanita yang tipikal pekerja, giat, gigih, dan pantang
menyerah. Namun, pada masa sebelum Perang Dunia ke-2 hak wanita untuk
berkarya, berkarir dan sebagainya masih dibatasi oleh adat istiadat yang berlaku
pada masyarakat Jepang. Lain halnya dengan wanita setelah Perang Dunia ke-2
yang lebih memiliki kesamaan hak sederajat dengan laki-laki. Sehingga wanita
pada masa ini bisa lebih bebas menentukan nasibnya sendiri, berkarir, dan
berkeluarga.
Saran
Setelah meneliti tentang perbandingan penokohan wanita sebelum dan
sesudah Perang Dunia ke-2, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan.
Yaitu:
1) Ada baiknya kita mempelajari sejarah perkembangan peran dan posisi wanita
di Jepang sebagai contoh bagi wanita-wanita di negara berkembang. Hal ini
bisa dilakukan dengan meneliti lewat drama, film, novel, dan sebagainya.
2) Bagi peneliti masalah jender yang ingin meneliti masalah perbandingan peran
atau posisi wanita dalam masyarakat Jepang, selain meneliti lewat produkproduk budaya masyarakat Jepang, bisa juga mencari data riil dengan melihat
catatan-catatan administrasi yang berhubungan dengan wanita.

Daftar Rujukan
Annisa, Rifka. 2003. Ketidakadilan Jender, Kesetaraan Jender, dan
Pengarusutamaan Jender. Tersedia [online]
http://situs.kesrepro.info/gendevaw/feb/2003/gendervaw03.htm [17 Juli
2008].
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya

9

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Giele, JZ, & AC Smock (1977). Women: Roles and Status in Eight Countries.
New York, NY: John Wiley & Sons, Inc.
Iwao, S. (1993). The Japanese women: Traditional Image and Changing Reality.
New York, NY: The Free Press.
Morley, P. (1999). The Mountain is Moving: Japanese Women's Lives. Vancouver,
BC: UBC Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Wood, Julia T. 2003. Communiation Mossaics, ISBN 0-534-51867-2, Belmont,
CA 94002, 1997, hal. 112.
http://www.wsu.edu/~dee/ANCJAPAN/WOMWN.HTM [online] 15 Maret 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_II

10

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15