laporan praktikum fisiologi ternak Bogor

BAB I PENDAHULUAN

Ilmu Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tata kerja dari berbagai sistem dan peran dari fungsi tubuh keseluruhannya. Fisiologi dari beberapa ternak, dalam hal ini secara khusus yang dipelajari yaitu sapi, ayam, kambing, domba, kelinci, dan jenis burung melalui percobaan status fa’ali, thermoregulasi, saccus pneumaticus, sel darah merah, sistem digesti, pembekuan darah, kadar haemoglobin dalam darah, tekanan darah, dan waktu pendarahan pada manusia.

Praktikum status faali bertujuan untuk mengetahui data-data fisiologi yaitu temperatur rektal, pulsus, dan frekuensi respirasi pada sapi, kambing, domba, kelinci, dan ayam. Praktikum status faali dapat diketahui kondisi kesehatan ternak tersebut. Hal tersebut dapat menguntungkan karena semakin dini diketahui kelainan pada seekor ternak maka penanggulangannya akan semakin mudah untuk diatasi.

Praktikum sel darah merah dapat diketahui kondisi kesehatan ternak selain melalui status faali, yaitu berdasarkan jumlah sel darah merah dengan melihat atau mengamati dan mengukur jumlah sel darah merah dan membandingkannya dengan kisaran normal dari jenis ternak tertentu.

Praktikum Fisiologi Ternak juga mempelajari dan mengetahui fungsi-fungsi dari suatu organ tubuh ternak yang penting untuk diketahui. Praktikum tersebut adalah sistem digesti yaitu mempelajari organ-organ tubuh ternak yang penting dan kelenjar pencernakan ruminansia dan non ruminansia yang berfungsi dalam sistem pencernaannya.

BAB II ACARA STATUS FAALI

Tinjauan Pustaka

Status faali yang meliputi respirasi, pulsus, dan temperatur rektal merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan kesehatan suatu ternak yang dapat dilakukan dengan percobaan langsung. Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak terhadap lingkungannya. Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya, apabila lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan stress (cekaman) karena sistem pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya menjadi tidak seimbang. Ternak domba termasuk hewan homoitherm yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil, sehingga terjadi keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang dikeluarkan kesekelilingnya (Schmidt, 1997).

Respirasi

Respirasi adalah proses kimia dan fisika dalam organisme menyangkut pertukaran gas dengan lingkungannya. Gas yang dikeluarkan prinsipnya antara oksigen dari udara dan karbon dioksida dari tubuh ke udara sekitarnya. Oksigen dari udara dibutuhkan oleh tubuh untuk metabolisme oksidatif, sedangkan karbondioksida merupakan produk akhir yang harus dikeluarkan. Bertahan hidup individu hanya terjadi bila dalam jaringan tubuh konsentrasi kedua gas tersebut ada dalam konsentrasi dan keseimbangan yang tepat (Andriyani et al., 2010).

Sistem respirasi memiliki fungsi untuk memasok O 2 kedalam tubuh serta membuang CO 2 dari dalam tubuh. Respirasi dibedakan menjadi dua yaitu respirasi internal dan eksternal. Respirasi internal adalah proses pengeluaran O 2 oleh sel tubuh dan pembuangan zat sisa metabolisme berupa CO 2 . Respirasi eksternal sama dengan benafas (Isnaeni, 2006).

Kendali persyaratan pada pernapasan ada dua mekanisme yaitu pernapasan volunter dan pernapasan otomatis (Ganong, 2003).

Faktor yang mempengaruhi pernapasan yaitu aktivitas tubuh, emosi, rasa sakit dan takut, impuls aferen dan pengendalian secara sadar (Gabriel, 1996). Kisaran normal respirasi beberapa hewan ternak dapat diamati pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Kisaran respirasi normal pada ternak Spesies

Kisaran Respirasi (kali per menit) Sapi

24-42 Kambing

26-54 Domba

26-32 Kelinci

25-37 Ayam

18-23 (Frandson, 1996).

Pulsus

Sistem sirkulasi atau sistem kardiovaskuler, pada hakikatnya mempelajari bagaimana darah didistribusikan dan organ-organ yang berperan. Sistem sirkulatori atau dikenal dengan sistem kardiovaskuler terdiri atas jantung, arteri, vena, dan pembuluh darah kapiler. Pembuluh darah kapiler ialah arteriol dan venula yang semuanya merupakan sistem pembuluh tertutup (Adriani et al., 2010).

Jantung adalah organ pemompa darah keseluruh tubuh yang memiliki gugus sel untuk menunjukkan laju dan waktu ketika semua otot sel berkontraksi (Campbell et al., 2011). Bagian-bagian jantung secara normal berdenyut dengan urutan teratur yaitu kontraksi atrium (sistolik turun) diikuti oleh kontraksi ventrikel (sistolik ventrikel), dan selama diastolik semua empat rongga jantungdalam keadaan relaksasi. Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan juga menhyebar melalui sistem ini kesemua bagian miokardium (Ganong, 2003). Kisaran normal pulsus beberapa hewan ternak dapat diamati pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Kisaran normal pulsus ternak Spesies

Kisaran pulsus (kali per menit) Kuda

23-70 Kelinci

123-304 Kambing

70-135 Sapi

60-70 Domba

60-120 (Andriani, 2010).

Temperatur Rektal

Temperatur rektal merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan pelepas panas tubuh. Cara mengukur temperatur rektal adalah dengan memasukkan termometer rektal ke dalam rektum. Faktor yang mempengaruhi temperatur rektal adalah bangsa ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan dan kondisi lingkungan ternak (Frandson, 1996).

Tingginya intensitas matahari diwilayah Indonesia menyebabkan suhu udara meningkat, akubatnya hewan ternak yang dipelihara akan terkena cekaman panas. Cekaman panas ditandai dengan meningkatnya denyut jantung yang akan berpengaruh negatif terhadap proses faali (Utomo, 2009).

Thermoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan sehingga tubuh tidak mengalami perubahan suhu yang terlalu besar. Mekanisme thermoregulasi yang dilakukan hewan ialah mengatur keseimbangan antar perolehan dan kehilangan panas. Suhu tubuh yang konstan diperlukan karena perubahan suhu dapat mempengaruhi konformasi protein dan aktivitas enzim yang menyebabkan aktivitas sel pun akan terganggu (Isnaeni, 2006). Kisaran normal temperatur rektal beberapa hewan ternak dapat diamati pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Kisaran normal temperatur rektal ternak

Spesies o Kisaran Temperatur rektal ( C) Kelinci

38-40,1 Kambing

38,5-40 Sapi perah

38-39 Sapi potong

36,7-39,1 Ayam

40,6-43 (Frandson, 1996).

Materi dan Metode Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum status faaliini adalah thermometer rektal, thermometer batang, stetoskop, counter, dan arloji. Bahan. bahan yang digunakan dalam praktikum status faali ini adalah ternak sebagai probandus, diantaranya ialah ayam jantan, ayam betina, kelinci jantan, kelinci betina, domba jantan, domba betina, dan sapi jantan.

Metode

Respirasi. Respirasi pada sapi betina, domba betina, dan domba jantan dilakukan dengan cara medekatkan punggung tangan ke hidung ternak, sehingga akan terasa hembusan nafasnya. Ayam betina dan ayam jantan dilakukan dengan cara mengamati kembang kempisnya perut. Kelinci betina dan kelinci jantan dilakukan dengan cara mengamati kembang kempisnya hidung. Semua percobaan dilakukan selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian dihitung rata-ratanya.

Pulsus. Pulsus pada sapi betina dilakukan dengan cara meraba bagian pangkal ekor sehingga terasa denyutan arteri caudalis-nya. Pulsus pada kambing betina dan kambing jantan dilakukan dengan cara meraba pada pangkal pahanya sehingga terasa denyutan arteri femuralis-nya. Pulsus pada ayam betina, ayam jantan, kelinci betina, dan kelinci jantan dilakukan dengan cara menempelkan stetoskop pada bagian dada sehingga terdengar detak jantungnya. Semua percobaan dilakukan selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian dihitung rata-ratanya.

Temperatur rektal. Temperatur rektal dilakukan dengan cara skala termometer dinolkan dengan cara dikibas-kibaskan dengan hati-hati. Termometer dimasukkan kedalam rektum probandus (1/3 bagian). Percobaan dilakukan selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian dihitung rata-ratanya.

Hasil dan Pembahasan

Praktikum status faali merupakan praktikum untuk mengetahui bagaimana kondisi fisiologis berupa respirasi, temperatur rektal dan pulsus.

Respirasi

Respirasi adalah proses kimia dan fisika dalam organisme menyangkut pertukaran gas dengan lingkungannya. Gas yang dikeluarkan prinsipnya antara oksigen dari udara dan karbon dioksida dari tubuh ke udara sekitarnya. Oksigen dari udara dibutuhkan oleh tubuh untuk metabolisme oksidatif, sedangkan karbondioksida merupakan produk akhir yang harus dikeluarkan. Bertahan hidup individu hanya terjadi bila dalam jaringan tubuh konsentrasi kedua gas tersebut ada dalam konsentrasi dan keseimbangan yang tepat (Andriyani et al., 2010).

Sistem respirasi memiliki fungsi untuk memasok O 2 ke dalam tubuh serta membuang CO 2 dari dalam tubuh , sistem respirasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis kelamin, kesehatan tubuh, kegiatan, dll. Berdasarkan praktikum maka didapatkan data respirasi probandus beberapa hewan ternak, yang dapat diamati pada tabel I.4 dibawah ini

Tabel 4.Hasil pengukuran respirasi

Pengukuran (kali per menit) Probandus

Rata-rata Sapi betina

I II III

27 22 23 24 Domba jantan

50 90 85 75 Domba betina

81 88 90 86,3 Kelinci jantan

249 209 Kelinci betina

234 223 Ayam jantan

50 40 60 50 Ayam betina

Respirasi ayam betina setelah dirata-rata adalah berkisar pada 82 kali permenit, sedangkan respirasi ayam jantan hanya 50 kali permenit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak sesuai teori, yang mana menurut Frandson (1996), kisaran normal respirasi pada ayam adalah 18 sampai 23 kali per menit. Perbedaan hasil praktikum dengan literatur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mana Yuwanta (2004) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi respirasi pada unggas yaitu umur ayam, semakin tua maka makin tinggi respirasinya, jenis ayam, ayam tipe berat lebih tinggi respirasinya dibanding ayam tipe ringan dan tipe petelur lebih cepat respirasinya dibanding ayam pedaging, aktivitas, makin tingi aktivitas maka makin tinggi respirasinya, temperatur

lingkungan, zona nyaman ayam yaitu 10 sampai 20 o

C, sirkulasi udara

dan kepadatan kandang. Kemungkinan lain yaitu saat pengambilan data ternak merasa takut dan stress dan merasa tidak nyaman sehingga respirasinya berlnagsung cepat.

Rata-rata respirasi pada sapi betina yaitu 24 kali permenit. Jika dibandingkan dengan literatur maka sapi dalam kondisi normal, menurut Frandson (1996), kisaran normal respirasi pada sapi adalah 24 sampai 42 kali permenit. Respirasi dipengaruhi oleh diantaranya spesies, suhu lingkungan, penggunaan obat-obatan, berat tubuh dan aktivitasnya (Campbell et all., 2002).

Rata-rata respirasi pada domba betina yaitu 86 kali permenit, sedangkan pada domba jantan yaitu 75 kali permenit. Frandson (1996), Rata-rata respirasi pada domba betina yaitu 86 kali permenit, sedangkan pada domba jantan yaitu 75 kali permenit. Frandson (1996),

Respirasi kelinci betina setelah dirata-rata adalah berkisar pada 223 kali permenit, sedangkan respirasi kelinci jantan 209 kali permenit. menurut Frandson (1996), kisaran normal respirasi pada ayam adalah 25 sampai 27 kali per menit. Apabila dibandingkan dengan literatur respirasi pad kelinci jantan dan betina jauh berada diatas kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi berbedanya data saat praktikum dengan literatur yaitu faktor stress yang dialami kelinci saat pengukuran, sehingga respirasi berlangsung lebih cepat. Faktor lain yang mempengaruhi respirasi adalah aktivitas, suhu lingkungan, berat badan, ketersediaan oksigen, jenis dan umur hewan (Isnaeni, 2006).

Pulsus

Pulsus merupakan detak jantung yang dikeluarkan oleh jantung dan akibat aliran darah melalui jantung. Detak jantung dapat diketahui dengan jelas menggunakan stetoskop yang berfungsi memberikan informasi penting tentang kondisi jantung. Hasil pengukuran pulsus disajikan pada tabel 5 dibawah ini

Tabel 5.Hasil pengukuran pulsus

Pengukuran (kali per menit) Probandus

Rata-rata Sapi betina

I II III

60 80 85 75 Domba jantan

98 103.6 Domba betina

142.6 Kelinci jantan

218.3 Kelinci betina

216.7 Ayam jantan

247.3 Ayam betina

Pulsus pada ayam betina berdasarkan hasil praktikum adalah 218 permenit, sedangkan pada ayam jantan 247 permenit. Frandson (1996) menjelaskan bahwa pulsus ayam kisaran normal sekitar 200 sampai 350. Hasil yang diperoleh saat praktikum sesuai dengan literatur. Ganong (2003) menjelasan bahwa faktor yang mempengaruhi pulsus adalah aktivitas, pakan dan temperatur.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran rata-rata pulsus sapi betina adalah 75 kali permenit. Frandson (1996), dalam bukunya menyatakan, Kisaran normal pulsus sapi jantan dan betina adalah 60 sampai 70 kali permenit. Hasil pengamatan tidak sesuai dengan kisaran normal mungkin dikarenakan sapi dalam kondisi yang kurang sehat atau melakukan aktivitas yang lebih berat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pulsus pada sapi yaitu keadaan temperatur lingkungan, kelembaban, ataupun tinggi tempat yang tidak sesuai dengan keadaan sapi (Frandson, 2006).

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran rata-rata pulsus domba betina adalah 142 kali permenit dan pada domba jantan adalah 103 kali permenit. Menurut Frandson (2006), kisaran normal pulsus pada domba adalah 60 sampai 120 kali permenit. Apabila dibandingkan dengan literatur, pulsus pada domba jantan dibawah kisaran normal dan domba betina berada di atas kisaran normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi pulsus adalah perangsangan atau stimulus, temperatur lingkungan dan latihan (Frandson, 1996).

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran rata-rata pulsus kelinci jantan adalah 218 kali permenit dan pada kelinci betina adalah 216 kali permenit. Menurut Frandson (2006), kisaran normal pulsus pada kelinci adalah 123 sampai 304 kali permenit. Apabila dibandingkan dengan literatur, pulsus pada kelinci jantan dan betina berada pada kisaran normal.

Temperatur Rektal

Temperatur rektal dapat digunakan untuk mengetahui keadaan atau kondisi kesehatan yang dilihat dari suhu tubuh probandus. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengukuran temperatur rektal yang dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Hasil pengukuran temperatur rektal Pengukuran (kali per menit)

Probandus

Rata-rata Sapi betina

I II III

38.5 38.3 38.4 38.4 Domba jantan

38.7 39.4 39 39 Domba betina

38.1 39.2 38.8 38.8 Kelinci jantan

38.7 38.8 38.5 38.5 Kelinci betina

40 38.4 39.47 39.47 Ayam jantan

39 38 38.3 38.3 Ayam betina

37 40 38.7 38.7 Temperatur rektal ayam betina adalah 38,7 o

C, sedangkan pada ayam jantan adalah 38,3 o

C. Yuwanta (2004) menjelaskan bahwa temperatur tubuh unggas berkisar antara 39 sampai 40 o

C. Berdasarkan praktikum dengan literatur terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa hasil praktikum hanya sedikit melenceng dari teori. Temperatur ayam dipengaruhi oleh jenis kelamin, ayam jantan memiliki temperatur lebih rendah dibanding ayam betina. Hasil yang diperoleh ayam betina memiliki temperatur lebih tinggi dari jantan. Hal ini kemungkinan disebabkan ayam betina lebih kawatir saat dilakukan uji sehingga mempengaruhi suhu tubuhnya.

Berdasarkan praktikum diperoleh rata-rata temperatur rektal sapi betina adalah 38,4 o

C. Menurut Swenson (1997) menjelaskan bahwa kisaran normal temperatur tubuh pada sapi berkisar antara 36,7 sampai

39,1 o

C. Apabila dibandingkan dengan literatur, temperatur rektal sapi betina berada dalam kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi temperatur rektal sapi adalah keadaan lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan penyakit (Frandson,1996)

Berdasarkan praktikum diperoleh rata-rata temperatur rektal domba

jantan adalah 39,03 o C dan pada domba betina adalah 38,8

C. Menurut

Swenson (1997) menjelaskan bahwa kisaran normal temperatur tubuh pada domba berkisar antara 38,3 sampai 39, o

C. Apabila dibandingkan dengan literatur, temperatur rektal domba betrina berada dalam kisaran normal, namun temperatur pada domba jantan lebih tinggi sedikit dari teori. Menurut Siregar dalam Ilma (2007), domba termasuk golongan hewan homoitherm, sehingga selalu berusaha untuk memepertahankan temperatur tubuhnya dalam batas-batas yang optimal bagi status faalinya. Frandson (1996) dalam bukunya menyatakan, faktor yang mempengaruhi temperatur rektal domba adalah keadaan lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan penyakit.

Berdasarkan praktikum diperoleh rata-rata temperatur rektal kelinci

jantan adalah 38,5 o C dan pada kelinci betina adalah 39,47

C. Menurut Swenson (1997) menjelaskan bahwa kisaran normal temperatur tubuh

pada kelinci berkisar antara 38,6 sampai 40,1, o

C. Apabila dibandingkan dengan literatur, temperatur rektal kelinci betina berada dalam kisaran normal, namun temperatur rektal kelinci jantan mendekati kisaran normal. Faktor yang mempengaruhi temperatur rektal pada kelinci adalah kondisi yang kurang sehat, stres, keadaan lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan penyakit (Frandson,1996).

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode status faali dapat digunakan untuk mengetahui respirasi, pulsus serta temperatur rektal. Probandus mempunyai kisaran respirasi, pulsus serta temperatur rektal yang berbeda-beda. Probandus yang memiliki hasil respirasi, pulsus serta temperatur rektal yang dibawah normal atau diatas normal maka dikatakan dalam keaadaan kurang sehat. Respirasi, pulsus serta temperatur rektal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ukuran tubuh, suhu lingkungan, umur, aktivitas, rangsangan, jenis kelamin dan kesehatan.

Daftar Pustaka

Andriani, L., E. Hernawan, K.A. Kamil, dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjadjaran. Bandung.

Campbell, N. A., and J.B Reece. 2002. Biologi Edisi Delapan. Pearson Education, Inc. Benjamin cumming.USA

Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. EGC. Jakarta Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 20.

Terjemahan dari : Review of Medical Physiologi. 20th. Oleh : Djauhari Widjajakusumah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Ilma, Meta Oktarika. Kustono. Widyantoro. 2007. Status Faali dan Profil Darah Domba Lokal Jantan Yang Diberi Pakan Substitusi Tepung Limbah Udang Fermentasi. Vol 31(4) : 3

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan Kanisius. Yogyakarta Schmidt, K. and Nielsen. 1997. Animal Physiology 5th edition. Cambridge

University Press. Cambridge Siregar, S. B. 1982. Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Penggunaan

Makanan , Status Faali dan Pertumbuhan Kambing dan Domba Lokal, Tesis Pascasarjana Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Utomo, B. D.P Miranti . G.C. Intan. 2009. Kajian Termoregulasi Sapi Perah

Periode Laktasi Dengan Peningkatan Kualitas Pakan. Vol 1(1): 2 Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

BAB III ACARA Saccus pneumaticus

Tinjauan Pustaka

Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta membuang CO 2 dari dalam tubuh, menjaga keseimbangan pH, dan keseimbangan elektrik dalam darah. Sistem pernapasan pada burung dibantu oleh kantong udara yang berperan penting dalam memberikan daya apung pada hewan tersebut. Setiap

organ respirasi harus memenuhi syarat yaitu tipis, permeabel terhadap O 2 dan CO 2 , dan memiliki vaskularisasi yang bagus. Difusi gas antara organ respirasindengan lingkungannya belangsung karena adanya perbedaan tekanan gas (Isnaeni, 2006).

Volume pernafasan unggas dan mamalia sangatlah berbeda. Unggas memiliki ukuran sekitar satu setengah dari milik mamalia jika dalam ukuran yang sama (Bicudo et al., 2010). Unggas memiliki paru paru yang tidak berkembang, namun unggas memiliki kantong udara yang berjumlah 9. Kesembilan kantong udara terdiri atas 4 buah kantong udara berpasangan dan 1 buah kantong udara tunggal. Kantong udara tersebut antara lain adalah Abdominalis yang terletak pada bagian perut, Thoracalis anterior pada bagian rongga dada depan, Thoracalis posterior pada rongga dada bagian belakang, Servicalis yang terletak diantara Abdominalis dan Thoracalis posterior (Yuwanta, 2004).

Unggas yang dapat terbang dengan jarak jauh seperti merpati memiliki beberapa perbedaan morfologi tubuh dengan unggas yang dapat terbang dalam jarak pendek seperti ayam atau unggas yang sama sekali tidak dapat terbang seperti kalkun. Perbedaan tersebut diantaranya terdapat pada mekanisme respirasi, morfologi bulu, otot, dan tulang dari unggas tersebut (Nasution et al., 2013).

Kantong udara memiliki struktur membrane yang tipis dan terhubung pada bronkus melalui ostia dan mereka menyediakan sebagian Kantong udara memiliki struktur membrane yang tipis dan terhubung pada bronkus melalui ostia dan mereka menyediakan sebagian

Materi dan Metode Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum Saccus pneumaticus adalah penjepit, selang, dan spuit.

Bahan. Bahan yang digunakan adalah preparat Columba livia.

Metode

Metode pada praktikum Saccus pneumaticus yaitu bagian dari Saccus pneumaticus, kemudian diamati bagian-bagiannya secara langsung, kemudian dipahami sistem kerja Saccus pneumaticus.

Hasil dan Pembahasan

Praktikum Saccus pneumaticus yang telah dilaksanakan menjelaskan bahwa sistem respirasi pada aves terdiri dari Nares anteriores, Nares pasteriores (lubang pada palatum), glottis, larynx, trakhea, pulmo, dan syrinx. Yuwanta (2014) menyatakan bahwa pulmo pada aves dihubungkan dengan kantong-kantong udara atau pundi-pundi udara (Saccus pneumaticus), ada enam bagian kantong udara atau Saccus pneumaticus yang terdiri atas, Saccus cervicalis yang terdapat pada pangkal leher, Saccus interclavicularis yang hanya ada satu dan terletak diantara tulang coracoid, Saccus axilaris yang terletak pada ketiak , Saccus thoracalis anterior yang terdapat pada bagian dada depan, Saccus thoracalis posterior yang terletak pada bagian dada belakang; dan, Saccus abdominalis pada rongga perut.

Pernafasan pada burung memiliki mekanisme yang dibedakan atas pernafasan pada waktu istirahat dan pernafasan pada waktu terbang. Burung yang sedang istirahat lebih mengoptimalkan kerja paru-parunya, Pernafasan pada burung memiliki mekanisme yang dibedakan atas pernafasan pada waktu istirahat dan pernafasan pada waktu terbang. Burung yang sedang istirahat lebih mengoptimalkan kerja paru-parunya,

Pernafasan pada waktu istirahat terdiri dari fase inspiratio dan expiratio, pada fase inspiratio, costac bergerak ke arah carnio ventral cavum sehingga thoracalis membesar, pulmo mengembang dan udara masuk ke dalam pulmo. Pernafasan pada waktu terbang dipengaruhi oleh fungsi Saccus pneumaticus yang berupa Saccus interclavicularis dan Saccus axillaris. Inspirasi dan ekspirasi dilakukan bergantian oleh kantung udara di antara tulang coracoid (Saccus interclavicularis) dan kantung udara di bawah tulang ketiak (Saccus axillaris), saat mengepakan sayap (sayap diangkat ke atas), kantong udara di antara tulang coracoid terjepit sehingga udara kaya oksigen pada bagian itu masuk ke paru-paru (inspirasi), saat sayap terkepak turun, kantung udara di bawah ketiak terjepit sementara kantung udara di antara tulang coracoid mengembang, sehingga udara masuk ke kantung udara di antara coracoid (ekspirasi) ( Campbell et al., 1999).

(Yuwanta, 2004).

Gambar 1. Letak Saccus pneumaticus

Mekanisme respirasi pada aves dibagi menjadi dua, yaitu inhalasi dan ekshalasi. Proses inhalasi dimulai melalui hidung, kemudian masuk ke trakhea, menuju kantong udara posterior dan berakhir di paru-paru. Proses ekshalasi dimulai dari paru-paru menuju kantong udara anterior (Saccus thoracalis anterior) masuk ke trakea menuju lubang hidung (Campbell et al., 2002).

Hasil praktikum yang telah dilaksanakan menjelaskan bahwa proses inhalasi 1 berawal dari oksigen yang masuk akan melewati trakhea lalu ke paru-paru (pulmo) lalu masuk ke Saccus thoracalis posterior dan terjadi proses Ekshalasi 1. Proses ekshalasi 1 yaitu oksigen dari Saccus

thoracalis posterior masuk ke pulmo. Difusi O 2 dan CO 2 terjadi di pulmo. Proses inhalasi kedua yaitu CO 2 dari pulmo akan memasuki Saccus thoracalis anterior. Proses ekshalasi kedua, setelah memasuki Saccus thoracalis anterior CO 2 akan melewati trakhea dan keluar dari dalam tubuh. Semua saccus terisi oleh udara pada waktu inspirasi. Saccus thoracalis posterior terisi udara yang banyak mengandung oksigen yang datang.

(Campbell et al., 2004)

Gambar 2. mekanisme respirasi aves

Burung yang sedang terbang akan mengoptimalkan kerja Saccus pneumaticus. Fungsi Saccus pneumaticus adalah membantu paru-paru untuk pernapasan, membantu meringankan tubuh saat terbang. Saccus pneumaticus yang bronkus primarius atau secundari bronkus terhubung Burung yang sedang terbang akan mengoptimalkan kerja Saccus pneumaticus. Fungsi Saccus pneumaticus adalah membantu paru-paru untuk pernapasan, membantu meringankan tubuh saat terbang. Saccus pneumaticus yang bronkus primarius atau secundari bronkus terhubung

Respirasi pada burung dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, kadar oksigen, ketinggian terbang, umur dan rangsangan mekanik. Temperatur berpengaruh terhadap frekuensi pernapasan yang terjadi. Kadar oksigen berpengaruh pada mekanisme terjadinya pernapasan. Ketinggian terbang berpengaruh terhadap banyaknya ketersediaan oksigen untuk melakukan respirasi. Umur berpengaruh terhadap kecepatan respirasi yang terjadi, sedangkan rangsangan mekanik akan mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigen saat respirasi (Dukes, 1995).

Kesimpulan

Praktikum Saccus pneumaticus dapat disimpulkan bahwa ketika burung terbang Saccus pneumaticus yang berbentuk kantong akan bekerja membantu pernapasan. Macam Saccus pneumaticus ada Saccus cervicalis pada pangkal leher, Saccus interclavicularis, ada diantara tulang coracoid, Saccus axilaris pada ketiak, Saccus thoracalis anterior pada bagian dada depan, Saccus thoracalis posterior pada bagian dada belakang, dan Saccus abdominalis pada rongga perut. Mekanisme kerja saccus untuk proses pernapasan ada proses inhalasi 1, ekshalasi 1, kemudian inhalasi 2, lalu ekshalasi 2.

Daftar Pustaka

Bicudo, J. Eduardo P.W., William A. Buttemer, Mark A. Chappel, James T. Pearson, and Claush Bech. 2010. Ecological and Enviromental Physiology of Birds. Oxford University Press. New York.

Campbell, N.A., J.B. Reece, and L.G. Mitchell. 1999. Biologi Edisi V Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Campbell, N.A., J.B. Reece, and L.G. Mitchell. 2002. Biologi Edisi V Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Campbell, N.A., J.B. Reece, and L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi V Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Dukes, H.N. 1995. Physiology of Domestic Animal. Comstook Publishing. New York.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan.Kanisius.Yogyakarta. Nasution, I., Shinta Mutia R.M, dan Hamny. 2013. Rasio ketebalan

dinding terhadap diameter tulang humerus ayam kampung (Gallus domesticus) dan burung merpati (Columba domestica). Jurnal Medika Veterinaria. 7(1):1-3.

Onuk, Burcu., R. Merih Haziroglu., and Murat Kabak. 2009. Gross anatomy of the respiratory system in goose (Anser anser domesticus): Bronchi and sacci pneumatic. Ankara Univ Vet Fak Derg. 1(56):165-170.

Whittow, Causey G. 1998. Sturkie’s Avian Physiology. Academic Press. New York.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta. Kanisius.

BAB IV ACARA DARAH

Tinjauan Pustaka

Darah beredar dalam suatu sistem pembuluh yang hakekatnya tertutup. Darah terdiri atas unsur-unsur padat yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit yang tersuspensi dalam media cair yang disebut plasma (Murray et al., 1999). Volume darah total yang beredar dalam keadaan normal sekitar 8% dari berat badan dan 55% dari volume tersebut adalah plasma (Ganong, 2003).

Waktu pendarahan adalah waktu mulai keluarnya tetesan darah pertama sampai tidak ada lagi noda di kertas saring. Faktor yang mempengaruhi waktu pendarahan yaitu kecilnya luka, suhu, status kesehatan, umur, besarnya tubuh, aktifitas, kadar hemoglobin dalam

plasma dan kadar globulin dalam darah (Sonjaya, 2013). Kondisi darah pada saat membeku yaitu mengkerut, beberapa protein plasma yang besar terperangkap dalam bekuan darah, cairan yang tertinggal disebut serum darah (Bloom dan Fawcett, 2002).

Tekanan darah adalah tekanan yang timbul pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut sistolik.Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 mmHg sampai 140/90 mmHg. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg (Smeltzer dan Bare, 2001).

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan darah secara rutin yaitu secara langsung atau tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan darah secara rutin yaitu secara langsung atau tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga

Materi dan Metode

Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam percobaan waktu beku darah

adalah kapas, lanset, stopwatch dan kertas filter, manset Spygnomanometer, dan stetoskop, tabung sahli, pipet sahli, aspiorator, dan hemoglobinometer, kapas, lanset, gelas arloji, jarum pentul, dan stopwatch

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum darah adalah alkohol dan sampel darah, HCl 0.1 N, alkohol, sampel darah, alkohol dan probandus.

Metode

Waktu Pendarahan

Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah Metode Duke. Percobaan diawali dengan jari dibersihkan, jari dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Gunakan lanset steril untuk menusuk jari. Waktu dicatat pada saat darah keluar. Tempelkan kertas filter tiap 30 detik pada darah yang keluar dari pembuluh darah, kertas filter jangan sampai mengenai luka. Catat waktu jika pendarahan telah berhenti. Waktu pendarahan ditentukan dari saat darah keluar samapi darah berhenti.

Pembekuan darah (koagulasi darah)

Metode yang digunakan pada percobaan ini diawali dengan jari yang digunakan untuk pengambilan darah dibersihkan dengan kapas beralkohol. Lanset yang steril digunakan untuk menusuk jari, catat waktu saat darah keluar. Satu sampai dua tetes darah dipindahkan dengan cepat ke dalam gelas arloji. Kepala jarum pentul digunakan untuk menusuk ke dalam darah dan angkatlah. Hal tersebut dilakukan hingga 30 detik sampai ada benang fibrin yang terlihat, catat waktunya. Waktu beku darah Metode yang digunakan pada percobaan ini diawali dengan jari yang digunakan untuk pengambilan darah dibersihkan dengan kapas beralkohol. Lanset yang steril digunakan untuk menusuk jari, catat waktu saat darah keluar. Satu sampai dua tetes darah dipindahkan dengan cepat ke dalam gelas arloji. Kepala jarum pentul digunakan untuk menusuk ke dalam darah dan angkatlah. Hal tersebut dilakukan hingga 30 detik sampai ada benang fibrin yang terlihat, catat waktunya. Waktu beku darah

Kadar Hemoglobin menurut Metode Sahli

Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah Metode Sahli. Percobaan diawali dengan tabung sahli diisi dengan HCl 0,1 N sampai angka 10. Disiapkan sampel dan dihisap darah secara perlahan-lahan dengan pipet sahli dengan aspioratornya sampai batas 0,02 ml. Ujung pipet dibersihkan dan segera dimasukkan di dalam tabung sahli. Tabung sahli diletakkan antara kedua bagian standar warna. Dibiarkan selama 3 menit sampai dibentuk asam hematin. Pipet tetes digunakan untuk menambahkan aquadestilata di dalam tabung tetes demi tetes sambil diaduk hingga warna sama dengan warna standar. Baca tinggi permukaan cairan pada tabung sahli dengan dilihat skala jalur 95% yang berarti banyak hemoglobin dalam gram per 100 ml darah. Jalur skala lainnya pada tabung sahli, kalau ada penunjukkan hemoglobin terhadap nilai hemoglobin normal 15,6% atau nilai normal lainnya yang tertera pada alat Hemoglobinometer.

Pengukuran Tekanan Darah secara Tidak Langsung

Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah metode pengukuran tidak langsung. Percobaan dilakukan dengan dililitkan manset Spygnomanometer pada lengan atas subyek, di atas persendian siku. Manset dipasang lebih kurang setinggi jantung. Lengan subyek yang diperiksa harus diletakkan dengan baik dengan siku hampir lurus. Penompakkan udara di dalam manset sampai kira-kira 180 mmHg. Tekanan diturunkan perlahan-lahan, darah yang mengalirdari pembuluh yang dijepit dan dindingnya hampir ditutup itu akan timbul getaran-getaran pada dinding pembuluh, ini dapat didengar melalui stetoskop yang dipasang pada arteri abrasialis didaerah fosantekubital. Desiran-desiran mula-mula akan didengar jika tekanan udara kantong manset mulai lebih rendah dari tekanan systole (desirankorotkoff). Pada waktu aliran sudah menjadi kontinu, maka desiran didengar dengan jelas dan sama sekali Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah metode pengukuran tidak langsung. Percobaan dilakukan dengan dililitkan manset Spygnomanometer pada lengan atas subyek, di atas persendian siku. Manset dipasang lebih kurang setinggi jantung. Lengan subyek yang diperiksa harus diletakkan dengan baik dengan siku hampir lurus. Penompakkan udara di dalam manset sampai kira-kira 180 mmHg. Tekanan diturunkan perlahan-lahan, darah yang mengalirdari pembuluh yang dijepit dan dindingnya hampir ditutup itu akan timbul getaran-getaran pada dinding pembuluh, ini dapat didengar melalui stetoskop yang dipasang pada arteri abrasialis didaerah fosantekubital. Desiran-desiran mula-mula akan didengar jika tekanan udara kantong manset mulai lebih rendah dari tekanan systole (desirankorotkoff). Pada waktu aliran sudah menjadi kontinu, maka desiran didengar dengan jelas dan sama sekali

Hasil dan Pembahasan

Waktu Pendarahan

Percobaan yang telah dilakukan menghasilkan hasil sebagai berikut.

Tabel 7. Waktu Pendarahan

Nama probandus Umur Jenis kelamin Waktu pendarahan

Denis 18 Permpuan 34

Sangaji 19 Laki-laki 30

Hasil yang diperoleh pada percobaan waktu pendarahan yaitu probandus perempuan (Denis) 34 detik, sedangkan pada probandus laki- laki (Aji) 30 detik. Waktu normal untuk manusia adalah 15 detik. Pendarahan adalah interval waktu antara timbulnya tetes pertama darah hingga darah berhenti mengalir (Sukandar et al.,2008). Hasil percobaan yang dilakukan dibandingkan dengan literatur menghasilkan kesimpulan bahwa, kedua waktu pendarahan dari probandus berada di atas kisaran

normal. Luka terbuka dengan lanset dengan ukuran yang sama sehingga besar kecilnya luka dalam hal ini bukan merupakan faktor waktu pendarahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah status kesehatan, umur, besarnya tubuh dan aktivitas, kadar hemoglobin dalam plasma dan kadar globulin dalam darah (Syafar dan Mansur, 2013).

Penyakit yang berhubungan dengan pendarahan salah satunya adalah Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP). ITP adalah penyakit kelainan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini . Kondsi ini ditandai dengan mudah mengalami memar dan pendarahan yang berlebihan karena tingkat trombosit yang rendah (Anonim, 2012).

Pembekuan Darah

Percobaan yang telah dilakukan mendapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 8. Waktu pembekuan darah

Nama probandus

Waktu beku darah Bella

Umur

Jenis kelamin

7 menit 30 detik Bakti

19 Permpuan

19 Laki-laki

5 menit 31 detik

Hasil yang didapatkan pada percobaan yang telah dilakukan yaitu, probandus perempuan didapat hasil waktu pembekuan darah yaitu 7 menit 30 detik, sedangkan pada probandus laki-laki didapat hasil waktu pembekuan darah yaitu 5 menit 31 detik. Faktor yang membantu dalam mencgah terjadinya pembekuan darah meliputi lapisan endotel halus pembuluh darah, aliaran darah cepat melalui suatu area, protein muatan negatif pada permukaan endotel, dan substansi antikoagulan dalam darah (Tambayong, 2000).

Nilai pembekuan darah normal yaitu meliputi massa pembekuan atau koagulasi nilai normal tube kaca 6-7 menit dan nilai tube silokon yaitu 19-69 menit, massa protrombin yaitu 10-14 detik, massa tromboplastin parsial (PTT) 30-45 detik, masa tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yaitu 16-23 detik. Jumbalh trombosit yaitu 150.000-300.000/µL, masa perdarahan yaitu 2,5-9 menit metode Evy sedangkan pada metode Duke yaitu 8 menit, dan retratasi bekuan yaitu mulai 30-60 menit dan selesainya 12-24 jam ( Dawn et al., 2000).

Hasil yang didapatkan pada percobaan yang telah dilakukan yaitu pada probandus perempuan didapat hasil waktu pembekuan darah yaitu 7 menit 30 detik, sedangkan pada probandus laki-laki didapat hasil waktu pembekuan darah yaitu 5 menit 31 detik. Jadi dapat disimpulkan dari hasil yang didapat waktu pembekuan darah pada kedua probandus itu masih dalam kisaran normal sesuai dengan teori.

Pembekuan darah adalah pemaparan protein yang menarik platelet (trombosit) oleh pembuluh darah sehingga memicu koagulasi

(Campbell et al., 2011,). Mekanisme pembekuan darah terjadi karna adanya interaksi dari faktor-faktor penyebab pembentukan pembekuan padat, yang menjamin pencegahan kehilanga darah dalam kasus robekan vascular. Reaksi dasar dari proses pembekuan darah yaitu activator protrombin dibentuk oleh cara intrinsik dan ekstrinsik dalam respon perusakan jaringan atau endotel, aktivator protrombin mengkatalis perubahan protrombin menjadi trombin, trombin mengkatalis perubahan fibrinogen yang dapat larut menjadi benang-benang polimer fibrin padat. Benang-benang fibrin ini membentuk jaring-jaring dimna plasma, sel-sel darah, dan trombosit menempel unuik membuat bekuan.Antikoagulan terhadap darah normal dapat menghambat pembekuan dan penting dalam mempertahankan cairan darah.

Antikoagulan yang paling kuat dalam darah adalah yang membuang kelebihan trombin yang di bentuk selam pembekuan. Antikoagulan ini adalah benang-benang fibrin dan antitrombin III. Selama terjadi pembekuan, 85% sampai 90% trombin teradsorpsi menjadi benang- benang fibrin. Adsorpsi ini secara efektif menghentikan kerja trombin pada fibrinogen. Kelebihan trombin yang tidak teradsorpsi dengan protein plasma antitrombin III, yang menghambat efek trombin pada fibrinogen dan menghentikan aktivitas trombin (Tambayong, 2000).

(Tambayong, 2000)

Gambar 3. Pembekuan Darah

Jalur intrinsik menjadi aktif apabila protein plasma bereaksi dengan subendotel yang terjadi akibat kerusakan pembuluh darah. Trombosit dan protein yang di sebut faktor von Willebrand berikatan denga subendotel yang terjadi, dan trombosit kemudian mengikat fibrinogen. Jalur ektrinsik diaktifkan oleh faktor jaringan (TF atua faktor III) yang merupakan suatu protein terkat-membran yang terjadi pada permukaan sel setelah trauma. Trauma juga juga mengaktifkan perubahan faktor VII menjadi VIIa, dan faktor jaringan serta faktor VIIa membentuk suatu kompleks yang memutuskan faktor X menjadi Xa. Faktor XII, XI, IX, VII, X, dan thrombin adalah protease serin. Trombin menjadi fibrin dan terbentuk bekuan “lunak” awal. Faktor XIIIa adalah suatu transglutaminidase. Faktor VIII dan

V adalah kofaktor yang membentuk kompleks dengan permukaan endotel dan faktor IXa dan Xa reaksi yang di beri tanda “PL, Ca” berlangsung

melalui kofaktor yang terikat ke fosfolipid (PL) di permukan sel dalam

suatu kompleks koordinasi-Ca ( Dawn et al., 2000). Hemofilia adalah istilah defisiensi beberapa faktor pembekuan

terhadap perbedaan herediter yang di turunkan melalui gen secara sex- linked. Hemofilia muncul pada pria sedangkan pada wanita hanya berupa

“carrier”. Ini diebut hemofilia A dan di tandai dengan perdarahan subkutan dan intramuskular, spontan atau karna trauma.(Tambayong, 2000).

Vitamin K penyebabnya pada neonatus karna hati yang kurang sempurna. Tidak ada bakteri usus yang penting untuk membuat vitamin K. Penyebabnya akan timbul penyakit hati obstruktif dan gangguan absorpsi (Tambayong, 2000).

DIC (disseminated intravascular coagulation) menyangkut perdarahan dan pembekuan terjadi sebagai komplikasi berbagai kondisi klinik, yaitu dalam pembuluh-pembuluh kecil, pembekuan luas yang terjadi

“menghabiskan” faktor pembekuan, seperti trombosit dan fibrin yang menyebabkan

pada seseorang (Tambayong, 2000).

terjadi

perdarahan-perdarahan

Kadar Hemoglobin dalam Darah (Metode Sahli)

Kadar hemoglobin di dalam darah dapat dilaksanakan dengan metode sahli dan cyanomethemoglobin. Praktikum yang telah dilaksanakan menggunakan metode sahli, karena metode ini dinilai lebih aman. Metode cyanomethemoglobin terdapat kalsium sianida yang bersifat karsinogenik. Metode sahli dapat digunakan untuk skala kecil, dan dinilai lebih murah dari metode cyanomethemoglobin.

Sampel darah manusia dengan menggunakan pipet sahli dihisap perlahan sampai batas 0,02 ml kemudian darah dimasukkan ke tabung sahli yang sudah diberi HCl 0,1 N. Tabung sahli diletakkan di antara kedua bagian standar warna dalam Hemoglobinometer, biarkan 3 menit maka akan terbentuk asam hematin sebagai efek dari bercampurnya HCl 0,1 N dan darah. Aquadestilata ditambahkan ke dalam tabung sambil disamakan warnanya. Tinggi permukaan cairan pada tabung sahli dibaca menunjukkan angka 15,9 sehingga dapat dihitung Absolute Hb consentration didapat 15,89 g/dl dan perhitungan kadar Hb 107,4 g/100 ml.

Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi dalam sel darah merah yang berikatan dengan oksigen secara dapat balik. Sel darah

merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen (O 2 ) ke dalam jaringan dan mengambil gas (CO 2 ) dari jaringan ke paru-paru. Jika dalam tubuh

kekurangan hemoglobin maka dapat berakibat fatal, seperti sesak nafas. Kadar hemoglobin dalam tubuh bisa dinaikkan dengan mengkonsumsi sayuran yang mengandung banyak zat besi. (Campbell et al., 2011)

Konsentrasi normal Hb dalam tubuh wanita dewasa berada di antara 11,7 g/dl sampai 15,7 g/dl. Laki-laki dewasa memiliki konsentrasi normal diantara 13,3 g/dl sampai 17,7 g/dl. Kosentrasi hb pada wanita sebesar 10 g/dl sampai 12 g/dl dan pada laki-laki sebesar 10 g/dl sampai

13 g/dl akan mengalami anemia (Nowrousian, 2002).

Praktikum kadar Hb dengan sampel darah wanita umur 19 tahun Praktikum kadar Hb dengan sampel darah wanita umur 19 tahun

Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah umur, spesies, jenis kelamin, serta kualitas dan kuantitas makanan. Semakin berkualitas makanan yang dikonsumsi, nutrisi yang dapat digunakan pun tercukupi sehingga darah mengandung kadar hemoglobin standar. Wanita akan memiliki kadar Hb lebih rendah dari pria, lalu seseorang yang sudah dewasa akan memiliki kadar Hb lebih banyak dari anak-anak. Laki-laki memiliki rata-rata sekitar 20g/L lebih tinggi dariwanita. Perbedaan jenis kelamin terkait tersebut berkurang secara bertahap dengan bertambahnya usia (Gibson, 2005).

Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin yang lebih rendah dari normal. Anemia bisa juga berarti suatu kondisi ketika terdapat defisiensi ukuran atau jumlah eritrosit atau kandungan hemoglobin. Anemia yang paling umum ditemukan di masyarakat adalah anemia gizi besi. Terjadinya anemia gizi besi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kandungan zat besi dalam makanan sehari- hari atau penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah (Gibson, 2005).

Pengukuran Tekanan Darah Secara Tidak Langsung

Berdasarkan percobaan tekanan darah terhadap 2 probandus, dapat dilihat pada tabel berkut.

Tabel 9. Pengukuran Tekanan Darah

Nama probandus umur Jenis kelamin Systole Diastole

(mm/hg) (mm/hg)

Bella 19 Permpuan 100 90

Bakti 19 Laki-laki 130 100

Probandus laki laki memiliki tekanan systole 130 mm/hg dan tekanan diastole 100 mm/hg. Probandus perempuan memiliki tekanan systole 100 mm/hg dan tekanan diastole 90 mm/Hg.

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut

Sistole merupakan hasil tekanan darah yang biasanya digambarkan pada angka pertama .Sistole adalah tekanan darah seseorang yang terjadi pada saat jantung bekerja. Sedangkan angka kedua disebut dengan diastole yang menunjukkan tekanan darah seseorang saat posisi jantung sedang beristirahat. Bila hasil pemeriksaan darah Anda adalah 110/70 mmHg, maka angka 110 merupakan sistole dan angka 70 merupakan diastole.

Berdasar perbandingan hasil dengan literatur dapat diamati bahwa pengukuran tekanan darah secara tidak langsung pada kedua probandus, masih berada dikisaran yang normal, namun hasil pengukuran terhadap kedua probandus menunjukkan hasil yang berbeda-beda, probandus pertama, bella lebih rendah pengukuran tekanan darahnya dibanding probandus kedua, bakti . Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu yang pertama aktivitas fisik yang dilakukan kedua probandus tidaklah sama, aktivitas yang semakin beratakan menaikkan tekanan darah. Lalu factor yang kedua yaitu pola makan, ada beberapa makanan yang dapat menaikkan maupun menurunkan tekanan darah.

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001). Bahaya yang dapat ditimbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena tertekuknya kateter, perdarahan ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop.