Makalah Ekologi Hewan Tentang Hewan and
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi
adalah
ilmu
yang
mempelajari
interaksi
antara
organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya.Berasal dari
kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu").Ekologi diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup
maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.Istilah
ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 1914).Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan
atau sistem dengan lingkungannya.
Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotic dan abiotik
yang ada di sekitarnya dandapat mempengaruhinya. Dalam konsep
rantai
makanan,
hewan
ditempatkan
sedangkan tumbuhan sebagai
sebagai
produsen.Hewan
konsumen,
disebut
sebagai
makhluk hidup yang heterotrof.
Setiap organisme di muka bumi menempati habitatnya masingmasing.Dalam suatuhabitat terdapat lebih dari satu jenis organisme
dan semuanya berada dalam satu komunitas.Komunitas menyatu
dengan lingkungan abiotik dan membentuk suatu ekosistem.
Dalamekosistem hewan berinteraksi dengan lingkungan biotic ,
yaitu hewan lain, tumbuhan serta mikroorganisme lainnya. Interaksi
tersebut dapat terjadi antar individu, antar populasi danantar
komunitas.
Setiap
organisme
harus
mampu
beradaptasi
untuk
menghadapi kondisi faktor lingkungan abiotik.Hewan tidak mungkin
hidup pada kisaran faktor abiotik yang seluas-luasnya.Pada prinsipnya
1
masing-masing
hewan
memiliki
kisaran
toleransi
tertentu
terhadapsemua semua faktor lingkungan.
1.2 Tujuan
1)Untuk
mengetahui pengertian lingkungan bagi hewan sebagai
kondisi dan sumberdaya
2)Untuk mengetahui hewan sebagai organisme heterotrof
3)Untuk mengetahui hewan ektotermi dan endotermi serta konsep
waktu
a. ektotermi dan poikilotermi
b. konsep waktu-suhu
c. endodermi atau homeotermi
4)Untuk mengetahui kisaran toleransi dan faktor pembatas
5)Untuk mengetahui aspek terapan kisaran toleransi dan factor
pembatas
a. pengendalian hama
b. indicator ekologi
6)Untuk mengetahui gambaran umum faktor-faktor lingkungan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian lingkungan bagi hewan sebagai kondisi dan
sumberdaya
Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotik dan
abiotik yang ada disekitar hewan dan dapat mempengaruhinya.
Setiap hewan hanya dapat lulus hidup, tumbuh dan berkembang
biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok
baginya dan sumberdaya yang diperlukannya, serta terhindar dari
faktor-faktor
abiotik
maupun
biotik
lingkungan
yang
membahayakan kelulusan hidupnya.
Lingkungan abiotik hewan meliputi faktor-faktor medium atau
substratum (tanah, perairan) tempat hidup, serta faktor-faktorcuaca
dan iklim. Lingkungan biotik hewan meliputi hewan lain sesama
spesies, yang berlainan spesies, tumbuh-tumbuhan dan mikroba.
Hubungan antara hewan dan lingkungannya bersifat timbal
balik seperti sudah dinyatakan diatas, keberhasilan hidup hewan
sangat ditentukan oleh kondisi dan sumberdaya yang terdapat di
lingkungan itu pun dapat berubah oleh kehadiran dan dampak
aktifitas hewan hidup. Sebagai contoh, kehadiran rusa di suatu
3
padang rumput atau hutan
menunjuk ketersediaan sumberdaya
makanan yang cukup dan kondisi
lingkungan yang sesuai bagi
kehidupan rusa . Demikian sebaliknya ,kehadiran rusa di habitat
tersebut , sebagai herbivor yang melakukan perumputan (grazing) ,
sebagai organisme yang menukarkan gas-gas pernafasan, sebagai
hewan yang membuang kotoran organiknya ke tanah, akan
menentukan corak dan kondisi lingkungan padang rumput atau
hutan tersebut.
Faktor-faktor lingkungan hewan , baik yang bersifat abiotik
maupun biotik,dapat ditinjau sebagai dua aspek
fungsional yang
berbeda . meskipun dalam hal-hal tertentu perbedaan kedua aspek
itu tidak begitu tegas . kedua aspek itu ialah lingkungan sebagai
kondisi dan sebagai sumberdaya.
Istilah kondisi lingkungan terutama digunakan untuk menunjukan
suatu besaran , kadar ataupun intensitas faktor-faktor abiotik
lingkungan itu . faktor abiotik sebagai kondisi ketersediaannya tidak
berkurang karena kehadiran individu atau spesies lain. Sebagai
contoh, suhu lingkungan dan cahya bagi hewan
Kehadiran
suatu
jenis
hewan
dilingkungan
tidak
memakan dan mengurangi suhu di lingkungan tersebut.
akan
Istilah
sumber daya digunakan untuk menunjukan sesuatu faktor biotik
dan
abiotik
yang
diperlukan
oleh
hewan
.
yang
kuantitas
ketersediaannya dilingkungan akan menjadi berkurang apabila
telah dimanfaatkan oleh hewan itu. Sebagai contoh rerumputan
disuatu padang rumput yang dihuni oleh populasi rusa yang
beranggotakan seratus ekor
jika suatu saat ditambah lima puluh
ekor rusa lagi, maka kehadiran rusa baru tersebut akan mengurangi
jumlah rumput sebagai sumberdaya makanan rusa .
4
Sepanjang
ontogeninya suatu hewan akan terdedah pada
kondis sumberdaya lingkungan yang tidak konstan yang bervariasi
menurut ruang dan waktu. Lingkungan yang relatif konstan
mungkin hanya dijumpai di bagian dalam samudra, didalam tanah
dan di gua-gua . oleh karena itu setiap hewan harus berusaha untuk
selalu dapat mengadaptasikan diri terhadap perubahan lingkungan
tersebut. Hanya hewan-hewan yang dapat menyesuaikan diri yang
akan dapat meneruskan kehidupannya di lingkungan tersebut ,
sementara yang tidak mampu beradaptasi akan mati dan pada
gilirannya akan punah jenisnya.
Perubahan lingkungan terhadap waktu secara garis besarnya
terdiri dari tiga macam , yaitu perubahan yang besarnya terdiri dari
tiga macam, yaitu :
1. Perubahan siklik adalah perubahan yang terjadinya berulangulang secara berirama, seperti malam dan siang, laut pasang dan
surut , musim kemarau dan musim penghujan,
dan lain
sebagainya .perubahan siklik dapat berskala harian, bulanan,
tahunan/musiman
2. Perubahan terarah merupakan suatu perubahan yang terjadinya
berangsur-angsur, secara terus-menerus danprogresif menuju ke
suatu arah tertentu .proses perubahan tersebut berlangsungnya
lama, melebihi panjang umur individu
hewan yang hidup
dilingkungan itu. Contoh perubahan yang demikian antara lain
terjadinya erosi progresif garis pantai atau pengendapan lumpur
disuatu estuaria.
3. Perubahan eratik adalah suatu perubahan yang tak berpola dan
tidak menunjukan konsistensi mengenai arah perubahannya.
5
Misalnya terjadinya pengendapan jatuhan debu dari letusan
gunung berapi, serta terjadinya banjir ataupun kebakaran hutan.
Ketersediaan sumberdaya bagi hewan sangat bervariasi
kuantitas dan kualitas keberadaanya. Beberapa sumber
daya
mungkin hanya dapat diperoleh disuatu tempat pada suatu waktu
tertentu
saja.
Hewan
yang
memerlukan
sumberdaya
yang
ketersediaannya demikian harus memiliki strategi tertentu yang
efisien untuk mendapatkannya atau dapat memperoleh secara
kombinasi .ada jenis sumberdaya yang ketersediaannya hanya
dalam suatu periode tertentu yang singkat .namun meliputi area
yang luas . jenis sumberdaya lainnya ialah ketersediaanya hanya
disuatu tempat tertentu, namun meliputi periode yang cukup lama,
dan paling ideal adalah apabila sumberdaya tersebut berada kapan
saja dan dimana saja. Namun keberadaan sumberdaya seperti yang
disebut terakhir ini sangat jarang dijumpai. Gambaran skematis dari
ketiga macam keberadaan sumber daya di atas adalah sebagai
berikut, modifikasi dari ibkar-kramadibrata (1992)
6
Gambar 2.1 : Ketersediaan sumberdaya merupakan fungsi
dari ruang dan waktu (Ibkar-Kramadibrata, 1992)
Karena ketersediaan sumberdaya merupakan fungsi dari
ruang dan waktu yang berbeda-beda coraknya maka hewan yang
memerlukan suatu sumberdaya tertentu memerlukan strategi
tertentu pula untuk mendapatkan sumberdaya itu.Strategi hewan
dalam mendapatkan sumberdaya yang dibutuhkan merupakan hasil
dari adaptasi dan evolusi hewan yang telah berlangsung lama dan
terus
menerus,
baik
adaptasi
morfologi,
fisiologi
maupun
perilaku.Salah satu sumberdaya yang penting bagi hewan adalah
tersedianya makanan.
2.2 hewan sebagai organisme heterotrof
Dalam konsep rantai makanan, hewan ditempatkan sebagai
konsumen, sedangkan tumbuhan sebagai produsen. Hal ini karena
hewan tidak dapat mensintesis makanannya sendiri dari bahan
anorganik dilingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhannya akan
bahan-bahan organik berenergi tinggi, guna menyediakan energi
untuk
aktifitas
hidup
dan
menyediakan
bahan-bahan
untuk
membangun tubuhnya ,hewan mengambil bahan organik dari
mahkluk hidup lain, baik tumbuhan maupun hewan lain . karena
itulah hewan disebut mahkluk hidup heterotrof, sebagai lawan dari
tumbuhan yang bersifat autotrof . jadi kehidupan hewan secara
langsung atau tak langsung sangat tergantung pada tumbuhtumbuhan.
Dalam dunia hewan dapat dibedakan tiga macam nutrisi
heterotrof yaitu tipe nutrisi holozoik, saprozoik, dan parasitik. Tipe
7
nutrisi heterotrof ini sangat ditentukan oleh jenis hewan dan ukuran
relatifnya terhadap makanan/mangsa .tipe yang umum terdapat
dalam dunia hewan yaitu nutrisi holozoik. Dalam tipe ini makanan,
baik yang berupa tumbuhan atau jenis hewan lain , pertama-tama
harus dicari dan didapatkan dahulu , baru kemudian dimakan serta
selanjutnya dicerna sebelum dapat diabsorsi dan dimanfaatkan oleh
sel-sel tubuh hewan itu. Untuk mencari dan mendapatkan mkanan
diperlukan struktur indera, saraf serta mekanisme otot.Selanjutnya
untuk mengubah substansi makanan itu kedalam bentuk yang
dapat
di
absorbsi,
diperlukan
juga
mekanisme
dari
sistem
pencernaan.
Tipe nutrisi saproik dijumpai pada berbagai hewan protozoa,
yang memperoleh nutrien-nutrien organik yang diperlukanya dari
organisme –organisme yang telah mati ,membusuk dan mengurai.
Nutrien-nutrien tersebut diabsorbsi melalui membran sel dalam
bentuk molekul-molekul terlarut.
Seperti
dinyatakan
oleh
namanya,
tipe
nutrisi
parasitik
dijumpai pada hewan-hewan parasit.Hewan-hewan ini memakan
dan
mencerna
partikel-partikel
padat
dari
tubuh
organisme
inangnya atau secara langsung mengabsorbsi molekul-molekul
organik dari cairan atau jaringan tubuh inangnya.Berbagai hewan
parasit
merusak
mengganggu
kehidupan
sel-sel,merampas
organisme
nutrien-nutrien
inangnya
atau
dengan
dengan
menghasilkan produk sampingan yang berupa zat toksin, sehingga
dapat mematikan hewan inangnya sebagai hasil proses evolusi
maka suatu hewan endoparasit, yaitu yang hidup didalam tubuh
organisme inangnya, menjadi teradaptasi dengan kondisi-kondisi
suhu, Ph, kadar garam,vitamin, nutrien dan lain sebagainya, yang
8
sekarang menjadi lingkungannya, sehingga tidak lagi dapat hidup
bebas ditempat hidup lain.Sebagai contoh dari fenomena ini adalah
berbagai
jenis
cacing
parasit
pada
tubuh
hewan
atau
manusia,misalnya cacing hatididalam hati,cacing pita dan cacing
perut didalam usus.
Dengan
menentukan
menjadi
dasar
cara
yang
lain,
yakni
makannya,hewan
menjadi
ukuran
heterotrof
hewan
dikelompokkan
makrokonsumen
mikrokonsumen.Makrokonsumen
disebut
yang
juga
dan
sebagai
fogotrof,yakni kelompok hewan yang mengambil bahan organik dari
makhluk lain dengan cara memakan.misalnya kuda, kambing,
harimau, ikan, dsb.Mikrokonsumen adalah kelompok hewan yang
mengambil makanannya dengan cara menguraikan jaringan dan
pengurai atau osmotrof,termasuk juga parasit.Sebagai contoh
adalah cacing parasit dan serangga pengurai ditanah.
2.3 Hewan Ektotermi dan Endotermi, serta Konsep WaktuSuhu
Posisi poros bumi yang tidak tegak terhadap lintasan edarnya
atau condong,menyababkan posisi jatuhnya sinar matahari dimuka
bumi
berubah-ubah
dan
tidak
sama
waktunya
disetiap
tempat.Sebagai gambaran, pada tanggal 22 Juni, dibelahan bumi
bagian utara mulai musim panas(siang yang panjang) , Sedang
dibagian selatan musim dingin (siang yang pendek), pada tanggl 22
Desember,kebalikan dari tanggl 22 Juni, pada tanggl 21 Maret, juga
23 September, dibelahan bumi Utara dimulainya musim semi,
sedang dibelahan bumi selatan musim gugur. Sebagai perkecualian
9
disemua garis lintang ,panjang siang hari relatif tetap sama lebih
kurang 12 jam.
Sebagai gambaran tentang perubahan panjang penyinaran
yang berubah-ubah sepanjang tahun yang diakibatkan oleh posisi
poros
bumi
yang
tidak
tegak
lurus
terhadap
bidang
edar
bumi,berikut ini digambarkan hubungan panjang siang dengan
bulan-bulan selama setahunpada daerah sekitar katulistiwa (0 ° ),
daerah sekitar garis lintang utara 30 ° ,60 ° , dan 90 ° . Disekitar derajat
garis lintang yang sama pada belahan bumi selatan kondisi panjang
hari berkebalikan dengan belahan bumi bagian utara. Artinya,jika
pada bulan Juni-Juli didaerah sekitar lintang utara 60 ° sedang
mengalami panjang siang 18 jam.maka didaerah lintang selatan 60 °
mengalami panjang siang 6 jam atau mengalami malam 18 jam.
Gambar 2.2: Gambar hubungan panjang siang hari (lama
penyinaran) di daerah
katulistiwa (0 ° ), daerah sekitar
garis lintang utara (30 °), (60 ° ),dan (90 ° ) dengan bulan-bulan
disepanjang tahun (lbkar-Kramadibrata, 1992)
10
Gambar 2.2 diatas memperlihatkan hubungan antara variasi
latitudinal dengan terjadinya musim yang berbeda-beda.Terjadinya
perubahan dari musim yang satu kemusim yang lain sepanjang
tahun akan mempunyai malam dan siang yang hampir sama
panjangnya, yaitu masing-masing sekitar 12 jam. Karena itu
organisme-organisme
masalah
didaerah
tropika
fotoperiodisme.Tidak
tidak
demikian
terdedah
halnya
pada
organisme-
organisme didaerah temperata (iklim sedang) dan artika (iklim
dingin).Masalah
fotoperiodisme
yang
dihadapi
organisme-
organisme didaerah ini disebabkan karena perubahan panjang
siang dan panjang malam.
Berdasarkan gambaran panjang penyinaran setiap hari yang
berbeda maka hewan disetiapbagian belahan bumi mendapatkan
radiasi cahaya yang akan menimbulkan panas yang tidak sama.
Sementara
setiap
hewan
juga
memiliki
pengaturan
dalam
penerimaan dan pelepasan panas dari dan ke lingkungan yang
berbeda. Perpindahan panas dari satu benda ke benda yang lain,
baik benda hidup maupun benda mati,secara umum berlaku hukum
fisika. Bergantung pada mana yang lebih panas,maka organisme
pun dapat memperoleh panas dari lingkungan atau mengeluarka
panas
ke
lingkungannya.
Panas
yang
dihasilkan
organisme
merupakan salah satu produk proses-proses metabolisme dalam
tubuhnya, dan panas inilah yang merupakan sumber kemampuan
organisme untuk mengatur suhu tubuhnya.Sebagai ilustrasi tentang
perpindahan
panas
dialam
antara
makhluk
hidup
dan
lingkungannya digambarkan seperti pada gambar 2.4.Selanjutnya,
berdasarkan pola pengaturan panas atau suhu tubuhnya hewan
dibedakan menjadi hewan ektotermi dan hewan endotermi.
11
Gambar 2.3: Pertukaran energi panas dan air antara katak dan
lingkungannya
(Tracy dalam McNaughton dan Wolf, 1979 ).
2.3.1 Ektotermi atau poikilotermi
Hewan ektotermi adalah hewan yang untuk menaikkan suhu
tubuhnya memperoleh panas yang berasal dari lingkungan. Dalam
kaitannya dengan hal yang sama, hewan yang suhu tubuhnya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu lingkungan disebut
sebagai hewan poikilotermi (poikilotherm, poikilothermic), yang
dalam istilah lain disebut hewan berdarah dingin. Dikatakan hewan
berdarah dingin karena rata-rata suhu tubuh lebih rendah dari suhu
tubuh
hewan
homeotermi.
Hampir
semua
hewan
tergolong
kelompok poikilotermi, yaitu mulai golongan protozoa sampai
reptil,aves dan mamalia merupakan hewan-hewan homeotermi. Ini
berarti bahwa hewan-hewan tersebut panas tubuhnya sangat
bergantung pada sumber panas dan lingkungannya. Kemampuan
mengatur suhu tubuh pada hewan-hewan ektoterm sangat terbatas
12
sehingga suhu tubuh bervariasi mengikuti suhu lingkungannya atau
disebut juga sebagai penyelaras (konformer).
Pada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah dibawah
batas ambang toleransinya, hewan ektoterm mati.Hal ini karena
praktis enzim tidak aktif bekerja, sehingga metabolisme terhenti.
Pada suhu yang masih ditolelir,yang lebih rendah dari suhu
optimumnya, laju metabolisme tubuhnya dan segala aktifitasnya
pun rendah. Akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat
lamban,sehingga akan mudah bagi predator untuk menangkapnya.
Sebenarnya hewan-hewan ektotermi berkemampuan juga
untuk mengatur suhu tubuhnya,namun daya mengaturnya sangat
terbatas dan tidak fisiologis sifatnya melainkan secara prilaku.
Apabila suhu lingkungan terlalu panas, hewan ektotermi akan
berlindung ditempat-tempat teduh, bila suhu lingkungan turun
hewan tersebut akan berjemur dipanas matahai atau berdiam diri
ditempat-tempat yang memberikan kehangatan baginya .Sebagai
contohnya yang gampang terlihat adalah golongan ular atau
kadal.Pada tengah hari yang terik, banyak kita jumpai ular yang
berteduh masuk kerumah penduduk, yang oleh manusia sering
disalah artikan bahwa ular tersebut sedang mencari mangsa
manusia dan akhirnya malah dimatikan.
Di antara suhu kritis yang terlalu rendah dan terlalu tinggi ,
laju metabolisme hewan ektoterm akan meningkat dengan makin
naiknya suhu secara eksponensial. Hal ini seringkali
dinyatakan
dalam fifiologis hewan sebagai “ koefesien suhu’(Q110), yang agag
bervariasi
pada berbagai jenis hewan ektotermi. Pada sejenis
kumbang, misalnya didapatkan Q110=2,5, yang berarti bahwa untuk
13
setiap kenaikan suhu sebesar 10°C. maka laju reaksi-reaksi
metabolismenya didalam tubuh meningkat sebesar 2,5 kali .
2.3.2 Konsep-waktu-suhu
Suhu
lingkungan
poikilotermi.
Bahkan
menentukan
suhu
suhu
menjadi
tubuh
factor
bagi
pembatas
hewan
bagi
kebanyakan mahluk hidup. Suhu tubuh menentukan kerja enzimenzim yang membantu metabolisme didalam tubuh. Karena itu dari
sudut pandang ekologi, kepentingan suhu lingkungan bagi hewanhewan ektoterm tidak hanya berkaitan dengan aktifitasnya saja
tetapi
juga
mengenai
pengaruhnya
terhadap
laju
perkembangannya. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju
perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier.
Konsekuensinya adalah bahwa untuk hewan-hewan ektoterm lama
waktu perkembangan akan berbeda-beda pada suhu lingkungan
yang berbeda, dengan perkataan lain, pernyataan berapa lamanya
waktu perkembangan selalu perlu disertai dengan pernyataan pada
suhu beberapa berlangsungnya proses perkembangan itu. Karena
pada
hewan-hewan
ektoterm
waktu(
berlangsungnya
proses
perkembangan ) merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka
suhu kombinasi waktu suhu yang seringkali dinamakan waktu
fisiologis itu mempunyai arti penting.
Apabila diketahui, misalnya bahwa suhu ambang terjadinya
perkembangan pada sejenis belalang adalah 16°c ,dan pada suhu
20°c (yaitu 4°c diatas suhu ambang) lamanya waktu yang
diperlukan untukperkembangan telur hingga menetas adalah 17,5
hari, maka pada suhu 30°c(yaitu 14°c diatas suhu ambang)lama
waktu yang diperlukan untuk menetas hanya 5 hari. Dalam contoh
14
tersebut
diatas,
lamanya
waktu
yang
diperlukan
untuk
perkembangan telur dari jenis belalang itu untuk menetas adalah
70 hari-derajat diatas suhu ambang.Berapa lamakah waktu yang
diperlukan telur belalang tersebut untuk menetas jika suhu
lingkungannya 25°c?
Konsep waktu suhu ini penting artinya untuk memahami
masalah perwaktuan dari kejadian-kejadian serta dinamika populasi
hewan-hewan ektoterm. Di suatu tempat, misalnya, sering timbul
jenis serangga dalam jumlah besar yang terjadinya mungkin saja
tiap tahun pada tanggal atau waktu yang berbeda-beda, meskipun
demikian bila di telaah lebih lanjut akan terlihat bahwa terjadinya
peledakan populasi itu berdasarkan pada jumlah hari derajat yang
sama diatas suhu ambang perkembangan jenis serangga tersebut.
Dengan menggunakan konsep waktu suhu, yang diwujudkan
dlam bentuk jumlah hari derajat seperti contoh diatas, maka suhu
fenomelna akibat proses perkembangan seperti peledakan populasi
misalnya dapat diramalkan kapan akana terjadinya. Dalam bidang
pertanian dan perkebunan, peramalan mengenai akan nilai guna
yang sangat penting, sebab dengan diketahuinya jumlah hari
derajat perkembangan suatu jenis serangga hama, maka akan
dapat ditentukan lebih tepat, kapan waktu dan tehnik pemberantas
telur atau pupa berbeda dengan memberantas hewan dewasanya.
2.3.3 Endotermi atau homeotermi
Hewan
mengatur
endotemi
produksi
mengkonstantkan
adalah
panas
atau
kelompok
dari
menaikan
dalam
suhu
hewan
yang
tubuhnya
tubuhnya,
dapat
untuk
misalnya
golongan aves dan mamalia, termasuk manusia atau disebut
15
homeotermi adalah hewan-hewan yang dapat mengatur suhu
tubuhnya sehingga selalu kostant berada pada kisaran suhu
optimumnya.
Hewan-hewan homeoterm, dalam kondisi suhu lingkungan
yang berubah-ubah, suhu tubuhnya constant,. Hal ini karena
hewan-hewan itu mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mengatur suhu tubuhnya melalui perubahan produksi panas(laju
metabolisme)
mengatur
dalam
tubuhnya
sendiri.
Kemampuan
untuk
produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme
metabolism ini dikarenakan hewan-hewan homoeterm memiliki
organ
sebagai
pusat
pengaturnya,
yakni
otak
khususnya
hypothalamus sebagai thermostat atau pusat pengatr suhu tubuh.
Suhu konstan untuk hewan-hewan endotermi biasanya terdapat
diantara 35-40°c.karena kemampuannya mengatur suhu tubuh
sehingga selalu konstan, maka kelompok ini disebut hewan
regulator.
Pusat
pengendali
suhu
tubuh
terdapat
dibagian
hipotalamus dari otak .
Sebagai ilustrasi hubungan suhu lingkungan dengan suhu
tubuh antara hewan poikililoterm dan homeoterm, dibawah ini
16
Gambar 2.4:
Diagram hubungan suhu tubuh dan suhu lingkungan padahewan
poikilo-termi dan homeotermi.
Terjaganya
mengakibatkan
kekonstanan
hewan-hewan
suhu
tubuh
endoterm
tersebut
mampu
diatas
menunjukan
kinerja yang konstan pula. Daya atau kemampuan mengatur suhu
tubuh itu memerlukan (biaya) yang relative tinggi dan sehubungan
dengan itu maka persyaratan masukan sumber dasar energinya
pun, yaitu makanan, relative tinggi pula,. Secara umum tampk
bahwa bahwa dibandingkan dengan sutau hewan ektoterm yang
sebanding ukuran tubuhnya, suatu hewan endoterm memerlukan
masukan energy makanan yang lebih tinggi, hal ini juga berlaku
untuk suhu lingkungan dalam kisaran termonetral.
Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa dalam meenghadapi
kondisi suhu lingkungannya, hewan-hewan endoterm mempunyai
strategi biaya tinggi, yang memberikan keuntungtan yang relative
tinggi.Tidak demikian halnya pada hewan-hewan endoterm dalam
17
menghadapi kondisi suhu lingkungannya itu hewan-hewan ektoterm
menggunakan
strategi
biaya
rendah,
yang
kadang-kadang
memberikan keuntungan yang rendah pula.
Gambar 2.5:
Hubungan antara produksi panas ( melalui perubahan laju metabolisme)
dengan suhu lingkungan pada hewan endotermi.
Pada zona termonetral (b-c) laju metabolisme ( produksi panas)
adalah minimal. Pada kisaran suhu tersebut, suhu tubuh diatur
kekonstanannya oleh pengubahan daya hantar panas permukaan
tubuh
(
vasodilatasi
dari
vaokons-triksi)
yang
praktis
tidak
memerlukan upaya-upaya metabolism pada suhu diatas maupun
dibawah kisaran suhu termonetral, produksi panas meningkat untuk
menjaga kekonstanan suhu tubuh.
Sebagai salah satu factor lingkungan yang utama, suhu
memberika efek yang berbeda-beda pada organisme-organism
dibumi .variasi suhu lingkungan alami mempunyai efek dan
18
peranan potensial dalam menentukan terjadinya proses kehidupan ,
penyebaran serta kelimpahan organism-organisme itu.
Variasi suhu lingkungan alami dapat dtinjau dari berbagaisegi
misalnya dari sifat sikliknya (harian, musiman) atau ketinggian
diatas permukaan laut dan kedalam (perairan tawar, lautan, tanah).
Disamping itu dikeanal juga variasi suhu alami dalam sifat kaitan
yang lebih akrab dengan orgnisme ( mikroklimatik).
2.4 Kisaran Toleransi Dan Factor Pembatas
Setiap
mahluk
hidup
terdedah
pada
berbagai
factor
lingkungan abiotik yang selalu dinamis atau berubah-ubah baik
dalam skala ruang maupun skala waktu (berfuktasi). Oleh karena
itu setiap mahluk hidup harus mampu mengadaptasikan dirinya
untuk menghadapi kondisi
factor
lingkungan abiotik tersebut .
namun, demikian mahluk hidup, khususnya dalm hal ini hewan,
tidak mungkin hidup pada kisaran
factor abiotik yang seluas
luasnya , pada prinsipnya , bahwa masing-masing hewan memiliki
kisaran toleransi tertentu terhadap semua factor lingkungan .
prinsip yang sama dinyatakan sebagai hokum toleransi shelford,
yang bunyinya” bahwa setaip organism mempunyai suatu minimum
dan maksimum akologis, yang merupaakan batas atas dari kisaran
toleransi organism itu terhadap kondisi factor lingkungannya”.
Apabila
organisme
terdedah
pada
suatu
kondisi
factor
lingkungannya yang mendakati batas kisaran toleransinya, maka
organismenya
mengalami
keadaan
cekaman(sters)
fisiologis,
dengan kata lain organisme berada dalam kondisi kritis yang yang
menentukan lulus hidup tidaknya, sebgai contoh hewan yang
didedahkan pada suhu ekstrim rendah akan menunjukan kondisi
19
kritis berupa
hipotermia, sedang pada suhu ekstrim tinggi akan
menyebabkan gejala hipertemia. Apabila kondisi suhu lingkungan
suhu yang mendekati
batas-batas kisaran toleransi hewan itu
berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka
hewan itu akan mati, setiap kondisi factor lingkungan yang
besarannya atau intensitasnya mendekati batas kisaran toleransi
organism. Akan beroprasi sebagai factor pembatas yang berperan
sangat
menentukan kelulusan
hidup organism. Pada gamar 2.7
diberikan diagram hubungan antara aktifitas suatu hewan dengan
suatu konndisi lingkungan.
Tidak
mudah
untuk
menentukan
batas-batas
kisaran
toleransi suatu hewan terhadap suatu factor lingkungan .terlebihlebih lagi dalam lingkungan alami.
Setiap organism terdedah
sekaligus pada sejumlah factor lingkungan dan oleh adanya suatu
factor interaksi factor maka sesuatu factor lingkungan dapat saja
merubah factor lingkungan lain. Misalnya , suatu individu hewan
akan
merusak
kelembaban
efek
suhu
tinggi
yang
lebih
keras
apabila
udara yang relative rendah . dengan perkataan lain
hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila udara kering
dibandingkan dengan pada kondisi udara yang lembab.
20
Pada gambar di atas; dalam kisaran optimum (a) kinerja
hewan maksimal, b-c = batas-batas kondisi sekitar kisaran optimum
yang diperlukan untuk berkembang biak, d-e = batas-batas kondisi
untuk pertumbuhan, f-g = batas kelulusan hidupan. Dari gambar
tersebut dapat disimpulkan bahwa persyaratan kondisi lingkungan
untuk terjadinya perkembangbiakan harus lebih baik dari pada
untuk pertumbuhan, dan persyaratan kondisi untuk pertumbuhan
masih lebih baik dari pada untuk kelulus-hidupan semata.
Dalam laboratorium pun batas-batas kisaran toleransi hewan
terhadap
sesuatu
menentukannya.Salah
faktor
satu
lingkungan
penyebabnya
tidak
ialah
sulit
mudah
untuk
menentukan secara tepat kapan hewan mati.Cara yang biasa
dilakukan ialah dengan memperhitungkan adanya variasi individual
batas-batas kisaran toleransi itu ditentukan atas dasar terjadinya
kematian pada 50% dari jumlah individu setelah didedahkan pada
suatu kondisi faktor lingkungan selama rentang waktu tertentu.
Untuk sesuatu kondisi suhu, misalnya, ditentukan LT50 – 24 jam atau
21
LT50 – 48 jam (LT = Lethal Temperature). Untuk konsentrasi suatu
zat dalam lingkungan bisanya ditentukan dengan LC50 – X jam (LC =
Lethal Concentration); X dapat 24, 48, 72 atau 96 jam) dan untuk
sesuatu dosis ditentukan LD50 – X jam.
Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu
pada berjenis-jenis hewan yang berbeda dapat berbeda pula. Jenis
hewan yang satu mungkin lebar kisaran toleransinya (e u r i-), jenis
hewan lain mungkin sempit (s t e n o-). Ikan mujair misalnya
mempunyai kisaran toleransi yang relatif lebar terhadap salinitas (=
eurihalin), sedang berjenis-jenis ikan laut yang memiliki kisaran
toleransi terhadap kadar garam yang sempit (stenohalin). Sempit
dalam pengertian hanya dapat hidup pada kadar garam rendah
(oligohalin) atau hanya dapat hidup pada kadar yang tinggi
(polihalin).
Demikian pula halnya suatu jenis hewan tertentu dapat
berbeda-beda
kisaran
toleransinya
terhadap
berbagai
faktor
lingkungan yang berbeda.Misalnya hewan itu bersifat stenohidris
dan
oligohidris
(kisaran
toleransi
terhadap
rentangan
suhu
lebar).Jenis-jenis hewan yang kisaran toleransinya untuk banyak
faktor-faktor lebar, biasanya mempunyai daerah penyebaran yang
relatif luas.
22
Seperti sudah disinggung terdahulu, kondisi faktor lingkungan
yang optimum atau paling disukai hewan atau preferendum, akan
menghasilkan kinerja biologis yang paling tinggi. Preferendum
untuk
suatu
faktor
lingkungan
laboratorium.
Tidak
demikian
relatif
halnya
mudah
di
ditentukan
lingkungan
di
alami.
Terkonsentrasinya dalam jumlah banyak dari individu-individu suatu
spesies hewan di suatu tempat dalam jumlah banyak dari individuindividu suatu spesies hewan di suatu tempat dalam habitat
alaminya, belum tentu menunjukkan bahwa kondisi dari satu atau
beberapa faktor lingkungan di tempat itu merupakan preferendum
sebenarnya.Kehadiran pesaing atau predator dapat menyebabkan
terhalangnya populasi hewan untu mendiami tempat dengan
kondisi
faktor-faktor
lingkungan
penting
di
kisaran-kisaran
optimumnya.
Bergerombolnya sejumlah rusa di suatu pojok atau bagian
savana mungkin bukan menggambarkan ketersediaan makanan
yang banyak atau kondisi lingkungan lainnya yang optimum, tetapi
mungkin juga disebabkan oleh kehadiran pesaing atau predatornya
di bagian yang lain.
23
Hewan yang berada dalam stadia muda hasil berbiak (telur,
larva, anak) pada umumnya mempunyai kisaran toleransi yang
sempit untuk sejumlah faktor lingkungan.Hal ini karena ketahanan
tubuhnya terhadap tekanan kondisi faktor lingkungan yang ektrim
tidak sekuat pada hewan dewasa.Demikian halnya dengan hewan
yang sedang dalam masa berbiak, kisaran toleransinya lebih sempit
bila dibandingkan dengan yang tak bebiak, kisaran toleransinya
lebih sempit bila dibandingkan dengan yang tak berbiak.Hewan
yang berbiak membutuhkan kondisi lingkungan berada di sekitar
kondisi
preferendumnya
atau
kondisi
optimum
yang
paling
disukainya.Karena relatif sempitnya kisaran-kisaran toleransi stadia
muda hewan dan hewan yang sedang berbiak terhadap berbagai
faktor lingkungan, maka perubahan kondisi faktor-faktor lingkungan
itu relatif tinggi peluangnya untuk beroperasi sebagai faktor
pembatas.Karena
itu
maka
musim
perkembangbiakan
hewan
seringkali dianggap sebagai perioda kritis.
Kisaran
toleransi
ditentukan
secara
herediter,
namun
demikian dapat mengalami perubahan oleh terjadinya proses
aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi
adalah usaha dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan
terhadap
kondisi
baru.Aklimasi
faktor
adalah
lingkungan
usaha
yang
di
habitat
dilakukan
buatan
manusia
yang
untuk
menyesuaikan hewan terhadap kondisi satu faktor lingkungan
tertentu dalam laboratorium sebagai contoh, untuk penelitian
tentang pengaruh suatu bahan terhadap kehidupan ikan, maka
peneliti harus mengaklimatisasikan ikan-ikan sampel tersebut di
kolam buatan yang baru di laboratorium untuk beberapa waktu,
sampai ikan-ikan tersebut telah terbiasa dengan kondisi barunya.
24
Dalam hal ini, faktor-faktor lingkungan yang harus dihadapi oleh
ikan mungkin berupa, luasnya area kolam, jenis dan kondisi air,
pencahayaan, suhu lingkungan, jenis dan makanan, keasaman air,
kadar mineral atau salinitas. Jika tidak dilakukan aklimatisasi
terlebih dahulu pada ikan-ikan sampel, maka kematian hewan atau
pengaruh yang ditimbulkan oleh bahan dedahan tersebut, bisa
berarti tidak semata-mata karena pengaruh bahan tersebut, tetapi
juga karena ikan belum terbiasa dan stres menghadapi kondisi
lingkungan barunya.Jika aklimatisasi ini hanya dilakukan untuk satu
faktor tertentu, misalnya suhu lingkungan, maka lebih tepat disebut
aklimasi.
2.5 Aspek Terapan Kisaran Toleransi dan Faktor Pembatas
konsep
kisaran
toleransi,
faktor
pembatas
maupun
preferendum sudah sering diterapkan di bidang-bidang pertanian,
peternakan, konservasi dan lain sebagainya. Pada dasarnya, untuk
jenis-jenis hewan yang berguna yang produksinya diupayakan agar
sebanyak mungkin, lingkungan hidupnya oleh si pemelihara akan
dibuat sedemikian rupa agar kondisi berbagai faktor lingkungan
hewan itu mendekati preferendumnya. Hal ini dilakukan dengan
harapan kinerja biologi hewan, pertumbuhan dan reproduksi, dapat
maksimum. Untuk jenis-jenis hewan yang merugikan kondisi
lingkungan biasanya dibuat agar sebaliknya.
2.5.1 Pengendalian hama
Penerapan konsep kisaran toleransi dan faktor pembatas di
bidang pertanian dan perkebunan, salah satu di antaranya ialah
dalam hal pengendalian hama serangga. Untuk jenis hewan
25
demikian upaya yang dilakukan ialah misalnya dengan membuat
kondisi lingkungan di luar batas atas ataupun bawah kisaran
toleransinya.Berikut ini adalah sebuah contohnya.
Larva serangga Limonius (Elateriadea, Coleoptera) dikenal
sebagai pengganggu tanaman bit gula di daerah pantai barat
Amerika Serikat. Pengembangan lapangan menunjukkan bahwa
kelembaban tanah merupakan faktor pembatas utama serangga
itu.Penelitian-penelitian yang dilakukan di laboratorium selanjutnya
menunjukkan bahwa kisaran toleransi terhadap kelembaban dari
stadia larva dan prapupa adalah relatif paling sempit dibandingkan
dengan stadia telur ataupun hewan dewasanya. Dari hasil kedua
pendekatan
itu
didapatkan
dua
alternatif
cara
pengontrolan
serangga itu. Cara pertama, yaitu yang praktis dilakukan di daerah
perkebunan yang teringasi ialah dengan jalan mengairi lahan.
Dengan perkataan lain, cara ini ialah membuat kondisi lingkungan
melampaui batas maksimum toleransinya. Cara kedua ialah dengan
membuat
kondisi
melampaui
batas
bawah
kisaran
toleransinya.Cara yang praktis dilakukan di lahan-lahan yang tidak
teririgasi ialah dengan menanam tumbuhan yang mengeringkan
tanah seperti alfafa (Medicago sativa, Leguminosae) atau gandum.
2.5.2 Indikator ekologi
Seperti dijelaskan di depan bahwa kondisi faktor-faktor
lingkungan bersifat dinamis, baik dalam skala ruang maupun skala
waktu. Dalam skala ruang, faktor-faktor lingkungan di dapat
berbeda-beda.Karena setiap hewan memiliki kisaran toleransi yang
bervariasi,
maka
kehadiran
ditentukan
oleh
kondisi
hewan
dan
di
faktor
suatu
habitat
lingkungan
di
sangat
tempat
tersebut.Analogi kebalikannya dapat diartikan bahwa kehadiran dan
26
kinerja
populasi hewan di
suatu tempat dapat memberikan
gambaran tentang kondisi fakor-faktor lingkungan di tempat
tersebut. Hal yang biasa diamati orang dalam kehidupan seharihari, jika di meja makan banyak semut berkumpul pasti di tempat
tersebut ada tumpahan air gula atau bahan yang mengandung
gula.Jika di suatu lapangan rumput terdapat segerombolan rumput
yang jauh lebih subur dari bagian lain di lapangan tersebut, maka
kita dapat menduga bahwa ditempat tersebut ada bekas kotoran
ternak sapi atau kambing atau jenis tanahnya yang lebih subur.
Contoh lain yang sering mudah dibuktikan adalah jika di suatu
habitat ditemukan
hewan
Mollusca
yang bercangkang
tebal,
menunjukkan bahwa tanah di daerah tersebut kadar mineral
kapurnya tinggi, sebaiknya jika cangkangnya tipis berarti kadar
kapurnya rendah.
Berdasarkan alasan atau analogi seperti di atas lahirlah apa
yang disebut spesies indikator ekologi, baik pada kajian ekologi
hewan maupun ekologi tumbuhan. Spesies indikator ekologi, adalah
suatu
spesies
organisme
yang
kehadirannya
ataupun
kelimpahannya dapat memberikan petunjuk mengenai bagaimana
kondisi faktor-faktor fisika-kimia lingkungan disuatu tempat.
Beberapa spesies hewan telah disepakati sebagai spesies
indikator.Namun informasi mengenai spesies hewan indikator, yang
pada umumnya bersifat mobil, masih kurang.Untuk lingkungan
perairan laut dengan dasar berlumpur dikenal Capitella capitata
(termasuk Polychaeta), sebagai spesies indikator untuk oencemaran
bahan organik.Untuk lingkungan perairan tawar, spesies indikator
untuk pencemaran bahan organik.Untuk lingkungan perairan tawar,
spesies indikator untuk pencemaran bahan organik adalah cacing
27
Tubifex (Olygochaeta) dan larva Chironomus
(Diptera).Karena
kedua jenis hewan ini sangat toleran terhadap kandungan oksigen
terlarut yang rendah. Bahan-bahan organik yang masuk ke
lingkungan perairan akan di dekomposisi oleh mikroba air dan
banyak mengandung oksigen. Pada proses seperti akan terjadi
pergurangan kadar oksigen dalam perairan dan dikatakan nilai BOD
perairan Yang tercemar bahan organik
tersebut sangat tinggi.
Cobalah invertarisasikan jenis hewan lain yang berfungsi sebagai
spesies indicator ekologi.
Untuk menentukan sesuatu spesies sebagai indikator ekologi
diperlukan bukti-bukti lapangan yang banyak.Selain itu diperlukan
pula bukti-bukti eksperimental untuk menentukan beroperasinya
factor pembatas dan untuk mengetahui kemampuan organisme itu
menyesuaikan diri.
Suatu spesies yang baik digunakan sebagai indikator biasanya
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Kisaran toleransinya sempit untuk satu atau beberapa faktor
lingkungan.
2) Berukuran tubuh cukup besar sehingga mudah terdeteksi dan
memiliki laju balikan yang rendah
3) Kelimpahannya tinggi sehingga mudah didapatkan dan mudah
dijadikan sample
4) Mudah diidentifikasi
5) Mempunyai distribusi yang kosmopolit
6) Mudah mengakumulasikan zat-zat polutan
7) Mudah dipelihara di laboratorium
8) Mempunyai keragaman jenis atau genetik dan relung yang
sempit (Ibkar Kramadibrata, 1992; Tresna, 1991)
28
Penggunaan spesies hewan sebagi spesies indikator dapat
didasarkan pada ;
1) Kehadiran spesies indicator,
2) Ketidak-hadiran spesies lain yang biasanya ada,
3) Hubungan numerical populasi dalam komunitas,
4) Indeks keanekaragaman spesies, atau yang lainnya.
Sebagai contoh penggunaan nilai indeks keanekaragaman
spesies dari komunitas bentos sebagai patokan dalam penentuan
kualitas perairan tawar.
Indeks diversitas/
Derajat pencemaran perairan
Keanekaragaman
>2,0
Tidak tercemar
1,6-2,0
Tercemar ringan
1,0-1,6
Tercemar sedang
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi
adalah
ilmu
yang
mempelajari
interaksi
antara
organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya.Berasal dari
kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu").Ekologi diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup
maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.Istilah
ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 1914).Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan
atau sistem dengan lingkungannya.
Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotic dan abiotik
yang ada di sekitarnya dandapat mempengaruhinya. Dalam konsep
rantai
makanan,
hewan
ditempatkan
sedangkan tumbuhan sebagai
sebagai
produsen.Hewan
konsumen,
disebut
sebagai
makhluk hidup yang heterotrof.
Setiap organisme di muka bumi menempati habitatnya masingmasing.Dalam suatuhabitat terdapat lebih dari satu jenis organisme
dan semuanya berada dalam satu komunitas.Komunitas menyatu
dengan lingkungan abiotik dan membentuk suatu ekosistem.
Dalamekosistem hewan berinteraksi dengan lingkungan biotic ,
yaitu hewan lain, tumbuhan serta mikroorganisme lainnya. Interaksi
tersebut dapat terjadi antar individu, antar populasi danantar
komunitas.
Setiap
organisme
harus
mampu
beradaptasi
untuk
menghadapi kondisi faktor lingkungan abiotik.Hewan tidak mungkin
hidup pada kisaran faktor abiotik yang seluas-luasnya.Pada prinsipnya
1
masing-masing
hewan
memiliki
kisaran
toleransi
tertentu
terhadapsemua semua faktor lingkungan.
1.2 Tujuan
1)Untuk
mengetahui pengertian lingkungan bagi hewan sebagai
kondisi dan sumberdaya
2)Untuk mengetahui hewan sebagai organisme heterotrof
3)Untuk mengetahui hewan ektotermi dan endotermi serta konsep
waktu
a. ektotermi dan poikilotermi
b. konsep waktu-suhu
c. endodermi atau homeotermi
4)Untuk mengetahui kisaran toleransi dan faktor pembatas
5)Untuk mengetahui aspek terapan kisaran toleransi dan factor
pembatas
a. pengendalian hama
b. indicator ekologi
6)Untuk mengetahui gambaran umum faktor-faktor lingkungan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian lingkungan bagi hewan sebagai kondisi dan
sumberdaya
Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotik dan
abiotik yang ada disekitar hewan dan dapat mempengaruhinya.
Setiap hewan hanya dapat lulus hidup, tumbuh dan berkembang
biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok
baginya dan sumberdaya yang diperlukannya, serta terhindar dari
faktor-faktor
abiotik
maupun
biotik
lingkungan
yang
membahayakan kelulusan hidupnya.
Lingkungan abiotik hewan meliputi faktor-faktor medium atau
substratum (tanah, perairan) tempat hidup, serta faktor-faktorcuaca
dan iklim. Lingkungan biotik hewan meliputi hewan lain sesama
spesies, yang berlainan spesies, tumbuh-tumbuhan dan mikroba.
Hubungan antara hewan dan lingkungannya bersifat timbal
balik seperti sudah dinyatakan diatas, keberhasilan hidup hewan
sangat ditentukan oleh kondisi dan sumberdaya yang terdapat di
lingkungan itu pun dapat berubah oleh kehadiran dan dampak
aktifitas hewan hidup. Sebagai contoh, kehadiran rusa di suatu
3
padang rumput atau hutan
menunjuk ketersediaan sumberdaya
makanan yang cukup dan kondisi
lingkungan yang sesuai bagi
kehidupan rusa . Demikian sebaliknya ,kehadiran rusa di habitat
tersebut , sebagai herbivor yang melakukan perumputan (grazing) ,
sebagai organisme yang menukarkan gas-gas pernafasan, sebagai
hewan yang membuang kotoran organiknya ke tanah, akan
menentukan corak dan kondisi lingkungan padang rumput atau
hutan tersebut.
Faktor-faktor lingkungan hewan , baik yang bersifat abiotik
maupun biotik,dapat ditinjau sebagai dua aspek
fungsional yang
berbeda . meskipun dalam hal-hal tertentu perbedaan kedua aspek
itu tidak begitu tegas . kedua aspek itu ialah lingkungan sebagai
kondisi dan sebagai sumberdaya.
Istilah kondisi lingkungan terutama digunakan untuk menunjukan
suatu besaran , kadar ataupun intensitas faktor-faktor abiotik
lingkungan itu . faktor abiotik sebagai kondisi ketersediaannya tidak
berkurang karena kehadiran individu atau spesies lain. Sebagai
contoh, suhu lingkungan dan cahya bagi hewan
Kehadiran
suatu
jenis
hewan
dilingkungan
tidak
memakan dan mengurangi suhu di lingkungan tersebut.
akan
Istilah
sumber daya digunakan untuk menunjukan sesuatu faktor biotik
dan
abiotik
yang
diperlukan
oleh
hewan
.
yang
kuantitas
ketersediaannya dilingkungan akan menjadi berkurang apabila
telah dimanfaatkan oleh hewan itu. Sebagai contoh rerumputan
disuatu padang rumput yang dihuni oleh populasi rusa yang
beranggotakan seratus ekor
jika suatu saat ditambah lima puluh
ekor rusa lagi, maka kehadiran rusa baru tersebut akan mengurangi
jumlah rumput sebagai sumberdaya makanan rusa .
4
Sepanjang
ontogeninya suatu hewan akan terdedah pada
kondis sumberdaya lingkungan yang tidak konstan yang bervariasi
menurut ruang dan waktu. Lingkungan yang relatif konstan
mungkin hanya dijumpai di bagian dalam samudra, didalam tanah
dan di gua-gua . oleh karena itu setiap hewan harus berusaha untuk
selalu dapat mengadaptasikan diri terhadap perubahan lingkungan
tersebut. Hanya hewan-hewan yang dapat menyesuaikan diri yang
akan dapat meneruskan kehidupannya di lingkungan tersebut ,
sementara yang tidak mampu beradaptasi akan mati dan pada
gilirannya akan punah jenisnya.
Perubahan lingkungan terhadap waktu secara garis besarnya
terdiri dari tiga macam , yaitu perubahan yang besarnya terdiri dari
tiga macam, yaitu :
1. Perubahan siklik adalah perubahan yang terjadinya berulangulang secara berirama, seperti malam dan siang, laut pasang dan
surut , musim kemarau dan musim penghujan,
dan lain
sebagainya .perubahan siklik dapat berskala harian, bulanan,
tahunan/musiman
2. Perubahan terarah merupakan suatu perubahan yang terjadinya
berangsur-angsur, secara terus-menerus danprogresif menuju ke
suatu arah tertentu .proses perubahan tersebut berlangsungnya
lama, melebihi panjang umur individu
hewan yang hidup
dilingkungan itu. Contoh perubahan yang demikian antara lain
terjadinya erosi progresif garis pantai atau pengendapan lumpur
disuatu estuaria.
3. Perubahan eratik adalah suatu perubahan yang tak berpola dan
tidak menunjukan konsistensi mengenai arah perubahannya.
5
Misalnya terjadinya pengendapan jatuhan debu dari letusan
gunung berapi, serta terjadinya banjir ataupun kebakaran hutan.
Ketersediaan sumberdaya bagi hewan sangat bervariasi
kuantitas dan kualitas keberadaanya. Beberapa sumber
daya
mungkin hanya dapat diperoleh disuatu tempat pada suatu waktu
tertentu
saja.
Hewan
yang
memerlukan
sumberdaya
yang
ketersediaannya demikian harus memiliki strategi tertentu yang
efisien untuk mendapatkannya atau dapat memperoleh secara
kombinasi .ada jenis sumberdaya yang ketersediaannya hanya
dalam suatu periode tertentu yang singkat .namun meliputi area
yang luas . jenis sumberdaya lainnya ialah ketersediaanya hanya
disuatu tempat tertentu, namun meliputi periode yang cukup lama,
dan paling ideal adalah apabila sumberdaya tersebut berada kapan
saja dan dimana saja. Namun keberadaan sumberdaya seperti yang
disebut terakhir ini sangat jarang dijumpai. Gambaran skematis dari
ketiga macam keberadaan sumber daya di atas adalah sebagai
berikut, modifikasi dari ibkar-kramadibrata (1992)
6
Gambar 2.1 : Ketersediaan sumberdaya merupakan fungsi
dari ruang dan waktu (Ibkar-Kramadibrata, 1992)
Karena ketersediaan sumberdaya merupakan fungsi dari
ruang dan waktu yang berbeda-beda coraknya maka hewan yang
memerlukan suatu sumberdaya tertentu memerlukan strategi
tertentu pula untuk mendapatkan sumberdaya itu.Strategi hewan
dalam mendapatkan sumberdaya yang dibutuhkan merupakan hasil
dari adaptasi dan evolusi hewan yang telah berlangsung lama dan
terus
menerus,
baik
adaptasi
morfologi,
fisiologi
maupun
perilaku.Salah satu sumberdaya yang penting bagi hewan adalah
tersedianya makanan.
2.2 hewan sebagai organisme heterotrof
Dalam konsep rantai makanan, hewan ditempatkan sebagai
konsumen, sedangkan tumbuhan sebagai produsen. Hal ini karena
hewan tidak dapat mensintesis makanannya sendiri dari bahan
anorganik dilingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhannya akan
bahan-bahan organik berenergi tinggi, guna menyediakan energi
untuk
aktifitas
hidup
dan
menyediakan
bahan-bahan
untuk
membangun tubuhnya ,hewan mengambil bahan organik dari
mahkluk hidup lain, baik tumbuhan maupun hewan lain . karena
itulah hewan disebut mahkluk hidup heterotrof, sebagai lawan dari
tumbuhan yang bersifat autotrof . jadi kehidupan hewan secara
langsung atau tak langsung sangat tergantung pada tumbuhtumbuhan.
Dalam dunia hewan dapat dibedakan tiga macam nutrisi
heterotrof yaitu tipe nutrisi holozoik, saprozoik, dan parasitik. Tipe
7
nutrisi heterotrof ini sangat ditentukan oleh jenis hewan dan ukuran
relatifnya terhadap makanan/mangsa .tipe yang umum terdapat
dalam dunia hewan yaitu nutrisi holozoik. Dalam tipe ini makanan,
baik yang berupa tumbuhan atau jenis hewan lain , pertama-tama
harus dicari dan didapatkan dahulu , baru kemudian dimakan serta
selanjutnya dicerna sebelum dapat diabsorsi dan dimanfaatkan oleh
sel-sel tubuh hewan itu. Untuk mencari dan mendapatkan mkanan
diperlukan struktur indera, saraf serta mekanisme otot.Selanjutnya
untuk mengubah substansi makanan itu kedalam bentuk yang
dapat
di
absorbsi,
diperlukan
juga
mekanisme
dari
sistem
pencernaan.
Tipe nutrisi saproik dijumpai pada berbagai hewan protozoa,
yang memperoleh nutrien-nutrien organik yang diperlukanya dari
organisme –organisme yang telah mati ,membusuk dan mengurai.
Nutrien-nutrien tersebut diabsorbsi melalui membran sel dalam
bentuk molekul-molekul terlarut.
Seperti
dinyatakan
oleh
namanya,
tipe
nutrisi
parasitik
dijumpai pada hewan-hewan parasit.Hewan-hewan ini memakan
dan
mencerna
partikel-partikel
padat
dari
tubuh
organisme
inangnya atau secara langsung mengabsorbsi molekul-molekul
organik dari cairan atau jaringan tubuh inangnya.Berbagai hewan
parasit
merusak
mengganggu
kehidupan
sel-sel,merampas
organisme
nutrien-nutrien
inangnya
atau
dengan
dengan
menghasilkan produk sampingan yang berupa zat toksin, sehingga
dapat mematikan hewan inangnya sebagai hasil proses evolusi
maka suatu hewan endoparasit, yaitu yang hidup didalam tubuh
organisme inangnya, menjadi teradaptasi dengan kondisi-kondisi
suhu, Ph, kadar garam,vitamin, nutrien dan lain sebagainya, yang
8
sekarang menjadi lingkungannya, sehingga tidak lagi dapat hidup
bebas ditempat hidup lain.Sebagai contoh dari fenomena ini adalah
berbagai
jenis
cacing
parasit
pada
tubuh
hewan
atau
manusia,misalnya cacing hatididalam hati,cacing pita dan cacing
perut didalam usus.
Dengan
menentukan
menjadi
dasar
cara
yang
lain,
yakni
makannya,hewan
menjadi
ukuran
heterotrof
hewan
dikelompokkan
makrokonsumen
mikrokonsumen.Makrokonsumen
disebut
yang
juga
dan
sebagai
fogotrof,yakni kelompok hewan yang mengambil bahan organik dari
makhluk lain dengan cara memakan.misalnya kuda, kambing,
harimau, ikan, dsb.Mikrokonsumen adalah kelompok hewan yang
mengambil makanannya dengan cara menguraikan jaringan dan
pengurai atau osmotrof,termasuk juga parasit.Sebagai contoh
adalah cacing parasit dan serangga pengurai ditanah.
2.3 Hewan Ektotermi dan Endotermi, serta Konsep WaktuSuhu
Posisi poros bumi yang tidak tegak terhadap lintasan edarnya
atau condong,menyababkan posisi jatuhnya sinar matahari dimuka
bumi
berubah-ubah
dan
tidak
sama
waktunya
disetiap
tempat.Sebagai gambaran, pada tanggal 22 Juni, dibelahan bumi
bagian utara mulai musim panas(siang yang panjang) , Sedang
dibagian selatan musim dingin (siang yang pendek), pada tanggl 22
Desember,kebalikan dari tanggl 22 Juni, pada tanggl 21 Maret, juga
23 September, dibelahan bumi Utara dimulainya musim semi,
sedang dibelahan bumi selatan musim gugur. Sebagai perkecualian
9
disemua garis lintang ,panjang siang hari relatif tetap sama lebih
kurang 12 jam.
Sebagai gambaran tentang perubahan panjang penyinaran
yang berubah-ubah sepanjang tahun yang diakibatkan oleh posisi
poros
bumi
yang
tidak
tegak
lurus
terhadap
bidang
edar
bumi,berikut ini digambarkan hubungan panjang siang dengan
bulan-bulan selama setahunpada daerah sekitar katulistiwa (0 ° ),
daerah sekitar garis lintang utara 30 ° ,60 ° , dan 90 ° . Disekitar derajat
garis lintang yang sama pada belahan bumi selatan kondisi panjang
hari berkebalikan dengan belahan bumi bagian utara. Artinya,jika
pada bulan Juni-Juli didaerah sekitar lintang utara 60 ° sedang
mengalami panjang siang 18 jam.maka didaerah lintang selatan 60 °
mengalami panjang siang 6 jam atau mengalami malam 18 jam.
Gambar 2.2: Gambar hubungan panjang siang hari (lama
penyinaran) di daerah
katulistiwa (0 ° ), daerah sekitar
garis lintang utara (30 °), (60 ° ),dan (90 ° ) dengan bulan-bulan
disepanjang tahun (lbkar-Kramadibrata, 1992)
10
Gambar 2.2 diatas memperlihatkan hubungan antara variasi
latitudinal dengan terjadinya musim yang berbeda-beda.Terjadinya
perubahan dari musim yang satu kemusim yang lain sepanjang
tahun akan mempunyai malam dan siang yang hampir sama
panjangnya, yaitu masing-masing sekitar 12 jam. Karena itu
organisme-organisme
masalah
didaerah
tropika
fotoperiodisme.Tidak
tidak
demikian
terdedah
halnya
pada
organisme-
organisme didaerah temperata (iklim sedang) dan artika (iklim
dingin).Masalah
fotoperiodisme
yang
dihadapi
organisme-
organisme didaerah ini disebabkan karena perubahan panjang
siang dan panjang malam.
Berdasarkan gambaran panjang penyinaran setiap hari yang
berbeda maka hewan disetiapbagian belahan bumi mendapatkan
radiasi cahaya yang akan menimbulkan panas yang tidak sama.
Sementara
setiap
hewan
juga
memiliki
pengaturan
dalam
penerimaan dan pelepasan panas dari dan ke lingkungan yang
berbeda. Perpindahan panas dari satu benda ke benda yang lain,
baik benda hidup maupun benda mati,secara umum berlaku hukum
fisika. Bergantung pada mana yang lebih panas,maka organisme
pun dapat memperoleh panas dari lingkungan atau mengeluarka
panas
ke
lingkungannya.
Panas
yang
dihasilkan
organisme
merupakan salah satu produk proses-proses metabolisme dalam
tubuhnya, dan panas inilah yang merupakan sumber kemampuan
organisme untuk mengatur suhu tubuhnya.Sebagai ilustrasi tentang
perpindahan
panas
dialam
antara
makhluk
hidup
dan
lingkungannya digambarkan seperti pada gambar 2.4.Selanjutnya,
berdasarkan pola pengaturan panas atau suhu tubuhnya hewan
dibedakan menjadi hewan ektotermi dan hewan endotermi.
11
Gambar 2.3: Pertukaran energi panas dan air antara katak dan
lingkungannya
(Tracy dalam McNaughton dan Wolf, 1979 ).
2.3.1 Ektotermi atau poikilotermi
Hewan ektotermi adalah hewan yang untuk menaikkan suhu
tubuhnya memperoleh panas yang berasal dari lingkungan. Dalam
kaitannya dengan hal yang sama, hewan yang suhu tubuhnya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu lingkungan disebut
sebagai hewan poikilotermi (poikilotherm, poikilothermic), yang
dalam istilah lain disebut hewan berdarah dingin. Dikatakan hewan
berdarah dingin karena rata-rata suhu tubuh lebih rendah dari suhu
tubuh
hewan
homeotermi.
Hampir
semua
hewan
tergolong
kelompok poikilotermi, yaitu mulai golongan protozoa sampai
reptil,aves dan mamalia merupakan hewan-hewan homeotermi. Ini
berarti bahwa hewan-hewan tersebut panas tubuhnya sangat
bergantung pada sumber panas dan lingkungannya. Kemampuan
mengatur suhu tubuh pada hewan-hewan ektoterm sangat terbatas
12
sehingga suhu tubuh bervariasi mengikuti suhu lingkungannya atau
disebut juga sebagai penyelaras (konformer).
Pada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah dibawah
batas ambang toleransinya, hewan ektoterm mati.Hal ini karena
praktis enzim tidak aktif bekerja, sehingga metabolisme terhenti.
Pada suhu yang masih ditolelir,yang lebih rendah dari suhu
optimumnya, laju metabolisme tubuhnya dan segala aktifitasnya
pun rendah. Akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat
lamban,sehingga akan mudah bagi predator untuk menangkapnya.
Sebenarnya hewan-hewan ektotermi berkemampuan juga
untuk mengatur suhu tubuhnya,namun daya mengaturnya sangat
terbatas dan tidak fisiologis sifatnya melainkan secara prilaku.
Apabila suhu lingkungan terlalu panas, hewan ektotermi akan
berlindung ditempat-tempat teduh, bila suhu lingkungan turun
hewan tersebut akan berjemur dipanas matahai atau berdiam diri
ditempat-tempat yang memberikan kehangatan baginya .Sebagai
contohnya yang gampang terlihat adalah golongan ular atau
kadal.Pada tengah hari yang terik, banyak kita jumpai ular yang
berteduh masuk kerumah penduduk, yang oleh manusia sering
disalah artikan bahwa ular tersebut sedang mencari mangsa
manusia dan akhirnya malah dimatikan.
Di antara suhu kritis yang terlalu rendah dan terlalu tinggi ,
laju metabolisme hewan ektoterm akan meningkat dengan makin
naiknya suhu secara eksponensial. Hal ini seringkali
dinyatakan
dalam fifiologis hewan sebagai “ koefesien suhu’(Q110), yang agag
bervariasi
pada berbagai jenis hewan ektotermi. Pada sejenis
kumbang, misalnya didapatkan Q110=2,5, yang berarti bahwa untuk
13
setiap kenaikan suhu sebesar 10°C. maka laju reaksi-reaksi
metabolismenya didalam tubuh meningkat sebesar 2,5 kali .
2.3.2 Konsep-waktu-suhu
Suhu
lingkungan
poikilotermi.
Bahkan
menentukan
suhu
suhu
menjadi
tubuh
factor
bagi
pembatas
hewan
bagi
kebanyakan mahluk hidup. Suhu tubuh menentukan kerja enzimenzim yang membantu metabolisme didalam tubuh. Karena itu dari
sudut pandang ekologi, kepentingan suhu lingkungan bagi hewanhewan ektoterm tidak hanya berkaitan dengan aktifitasnya saja
tetapi
juga
mengenai
pengaruhnya
terhadap
laju
perkembangannya. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju
perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier.
Konsekuensinya adalah bahwa untuk hewan-hewan ektoterm lama
waktu perkembangan akan berbeda-beda pada suhu lingkungan
yang berbeda, dengan perkataan lain, pernyataan berapa lamanya
waktu perkembangan selalu perlu disertai dengan pernyataan pada
suhu beberapa berlangsungnya proses perkembangan itu. Karena
pada
hewan-hewan
ektoterm
waktu(
berlangsungnya
proses
perkembangan ) merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka
suhu kombinasi waktu suhu yang seringkali dinamakan waktu
fisiologis itu mempunyai arti penting.
Apabila diketahui, misalnya bahwa suhu ambang terjadinya
perkembangan pada sejenis belalang adalah 16°c ,dan pada suhu
20°c (yaitu 4°c diatas suhu ambang) lamanya waktu yang
diperlukan untukperkembangan telur hingga menetas adalah 17,5
hari, maka pada suhu 30°c(yaitu 14°c diatas suhu ambang)lama
waktu yang diperlukan untuk menetas hanya 5 hari. Dalam contoh
14
tersebut
diatas,
lamanya
waktu
yang
diperlukan
untuk
perkembangan telur dari jenis belalang itu untuk menetas adalah
70 hari-derajat diatas suhu ambang.Berapa lamakah waktu yang
diperlukan telur belalang tersebut untuk menetas jika suhu
lingkungannya 25°c?
Konsep waktu suhu ini penting artinya untuk memahami
masalah perwaktuan dari kejadian-kejadian serta dinamika populasi
hewan-hewan ektoterm. Di suatu tempat, misalnya, sering timbul
jenis serangga dalam jumlah besar yang terjadinya mungkin saja
tiap tahun pada tanggal atau waktu yang berbeda-beda, meskipun
demikian bila di telaah lebih lanjut akan terlihat bahwa terjadinya
peledakan populasi itu berdasarkan pada jumlah hari derajat yang
sama diatas suhu ambang perkembangan jenis serangga tersebut.
Dengan menggunakan konsep waktu suhu, yang diwujudkan
dlam bentuk jumlah hari derajat seperti contoh diatas, maka suhu
fenomelna akibat proses perkembangan seperti peledakan populasi
misalnya dapat diramalkan kapan akana terjadinya. Dalam bidang
pertanian dan perkebunan, peramalan mengenai akan nilai guna
yang sangat penting, sebab dengan diketahuinya jumlah hari
derajat perkembangan suatu jenis serangga hama, maka akan
dapat ditentukan lebih tepat, kapan waktu dan tehnik pemberantas
telur atau pupa berbeda dengan memberantas hewan dewasanya.
2.3.3 Endotermi atau homeotermi
Hewan
mengatur
endotemi
produksi
mengkonstantkan
adalah
panas
atau
kelompok
dari
menaikan
dalam
suhu
hewan
yang
tubuhnya
tubuhnya,
dapat
untuk
misalnya
golongan aves dan mamalia, termasuk manusia atau disebut
15
homeotermi adalah hewan-hewan yang dapat mengatur suhu
tubuhnya sehingga selalu kostant berada pada kisaran suhu
optimumnya.
Hewan-hewan homeoterm, dalam kondisi suhu lingkungan
yang berubah-ubah, suhu tubuhnya constant,. Hal ini karena
hewan-hewan itu mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mengatur suhu tubuhnya melalui perubahan produksi panas(laju
metabolisme)
mengatur
dalam
tubuhnya
sendiri.
Kemampuan
untuk
produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme
metabolism ini dikarenakan hewan-hewan homoeterm memiliki
organ
sebagai
pusat
pengaturnya,
yakni
otak
khususnya
hypothalamus sebagai thermostat atau pusat pengatr suhu tubuh.
Suhu konstan untuk hewan-hewan endotermi biasanya terdapat
diantara 35-40°c.karena kemampuannya mengatur suhu tubuh
sehingga selalu konstan, maka kelompok ini disebut hewan
regulator.
Pusat
pengendali
suhu
tubuh
terdapat
dibagian
hipotalamus dari otak .
Sebagai ilustrasi hubungan suhu lingkungan dengan suhu
tubuh antara hewan poikililoterm dan homeoterm, dibawah ini
16
Gambar 2.4:
Diagram hubungan suhu tubuh dan suhu lingkungan padahewan
poikilo-termi dan homeotermi.
Terjaganya
mengakibatkan
kekonstanan
hewan-hewan
suhu
tubuh
endoterm
tersebut
mampu
diatas
menunjukan
kinerja yang konstan pula. Daya atau kemampuan mengatur suhu
tubuh itu memerlukan (biaya) yang relative tinggi dan sehubungan
dengan itu maka persyaratan masukan sumber dasar energinya
pun, yaitu makanan, relative tinggi pula,. Secara umum tampk
bahwa bahwa dibandingkan dengan sutau hewan ektoterm yang
sebanding ukuran tubuhnya, suatu hewan endoterm memerlukan
masukan energy makanan yang lebih tinggi, hal ini juga berlaku
untuk suhu lingkungan dalam kisaran termonetral.
Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa dalam meenghadapi
kondisi suhu lingkungannya, hewan-hewan endoterm mempunyai
strategi biaya tinggi, yang memberikan keuntungtan yang relative
tinggi.Tidak demikian halnya pada hewan-hewan endoterm dalam
17
menghadapi kondisi suhu lingkungannya itu hewan-hewan ektoterm
menggunakan
strategi
biaya
rendah,
yang
kadang-kadang
memberikan keuntungan yang rendah pula.
Gambar 2.5:
Hubungan antara produksi panas ( melalui perubahan laju metabolisme)
dengan suhu lingkungan pada hewan endotermi.
Pada zona termonetral (b-c) laju metabolisme ( produksi panas)
adalah minimal. Pada kisaran suhu tersebut, suhu tubuh diatur
kekonstanannya oleh pengubahan daya hantar panas permukaan
tubuh
(
vasodilatasi
dari
vaokons-triksi)
yang
praktis
tidak
memerlukan upaya-upaya metabolism pada suhu diatas maupun
dibawah kisaran suhu termonetral, produksi panas meningkat untuk
menjaga kekonstanan suhu tubuh.
Sebagai salah satu factor lingkungan yang utama, suhu
memberika efek yang berbeda-beda pada organisme-organism
dibumi .variasi suhu lingkungan alami mempunyai efek dan
18
peranan potensial dalam menentukan terjadinya proses kehidupan ,
penyebaran serta kelimpahan organism-organisme itu.
Variasi suhu lingkungan alami dapat dtinjau dari berbagaisegi
misalnya dari sifat sikliknya (harian, musiman) atau ketinggian
diatas permukaan laut dan kedalam (perairan tawar, lautan, tanah).
Disamping itu dikeanal juga variasi suhu alami dalam sifat kaitan
yang lebih akrab dengan orgnisme ( mikroklimatik).
2.4 Kisaran Toleransi Dan Factor Pembatas
Setiap
mahluk
hidup
terdedah
pada
berbagai
factor
lingkungan abiotik yang selalu dinamis atau berubah-ubah baik
dalam skala ruang maupun skala waktu (berfuktasi). Oleh karena
itu setiap mahluk hidup harus mampu mengadaptasikan dirinya
untuk menghadapi kondisi
factor
lingkungan abiotik tersebut .
namun, demikian mahluk hidup, khususnya dalm hal ini hewan,
tidak mungkin hidup pada kisaran
factor abiotik yang seluas
luasnya , pada prinsipnya , bahwa masing-masing hewan memiliki
kisaran toleransi tertentu terhadap semua factor lingkungan .
prinsip yang sama dinyatakan sebagai hokum toleransi shelford,
yang bunyinya” bahwa setaip organism mempunyai suatu minimum
dan maksimum akologis, yang merupaakan batas atas dari kisaran
toleransi organism itu terhadap kondisi factor lingkungannya”.
Apabila
organisme
terdedah
pada
suatu
kondisi
factor
lingkungannya yang mendakati batas kisaran toleransinya, maka
organismenya
mengalami
keadaan
cekaman(sters)
fisiologis,
dengan kata lain organisme berada dalam kondisi kritis yang yang
menentukan lulus hidup tidaknya, sebgai contoh hewan yang
didedahkan pada suhu ekstrim rendah akan menunjukan kondisi
19
kritis berupa
hipotermia, sedang pada suhu ekstrim tinggi akan
menyebabkan gejala hipertemia. Apabila kondisi suhu lingkungan
suhu yang mendekati
batas-batas kisaran toleransi hewan itu
berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka
hewan itu akan mati, setiap kondisi factor lingkungan yang
besarannya atau intensitasnya mendekati batas kisaran toleransi
organism. Akan beroprasi sebagai factor pembatas yang berperan
sangat
menentukan kelulusan
hidup organism. Pada gamar 2.7
diberikan diagram hubungan antara aktifitas suatu hewan dengan
suatu konndisi lingkungan.
Tidak
mudah
untuk
menentukan
batas-batas
kisaran
toleransi suatu hewan terhadap suatu factor lingkungan .terlebihlebih lagi dalam lingkungan alami.
Setiap organism terdedah
sekaligus pada sejumlah factor lingkungan dan oleh adanya suatu
factor interaksi factor maka sesuatu factor lingkungan dapat saja
merubah factor lingkungan lain. Misalnya , suatu individu hewan
akan
merusak
kelembaban
efek
suhu
tinggi
yang
lebih
keras
apabila
udara yang relative rendah . dengan perkataan lain
hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila udara kering
dibandingkan dengan pada kondisi udara yang lembab.
20
Pada gambar di atas; dalam kisaran optimum (a) kinerja
hewan maksimal, b-c = batas-batas kondisi sekitar kisaran optimum
yang diperlukan untuk berkembang biak, d-e = batas-batas kondisi
untuk pertumbuhan, f-g = batas kelulusan hidupan. Dari gambar
tersebut dapat disimpulkan bahwa persyaratan kondisi lingkungan
untuk terjadinya perkembangbiakan harus lebih baik dari pada
untuk pertumbuhan, dan persyaratan kondisi untuk pertumbuhan
masih lebih baik dari pada untuk kelulus-hidupan semata.
Dalam laboratorium pun batas-batas kisaran toleransi hewan
terhadap
sesuatu
menentukannya.Salah
faktor
satu
lingkungan
penyebabnya
tidak
ialah
sulit
mudah
untuk
menentukan secara tepat kapan hewan mati.Cara yang biasa
dilakukan ialah dengan memperhitungkan adanya variasi individual
batas-batas kisaran toleransi itu ditentukan atas dasar terjadinya
kematian pada 50% dari jumlah individu setelah didedahkan pada
suatu kondisi faktor lingkungan selama rentang waktu tertentu.
Untuk sesuatu kondisi suhu, misalnya, ditentukan LT50 – 24 jam atau
21
LT50 – 48 jam (LT = Lethal Temperature). Untuk konsentrasi suatu
zat dalam lingkungan bisanya ditentukan dengan LC50 – X jam (LC =
Lethal Concentration); X dapat 24, 48, 72 atau 96 jam) dan untuk
sesuatu dosis ditentukan LD50 – X jam.
Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu
pada berjenis-jenis hewan yang berbeda dapat berbeda pula. Jenis
hewan yang satu mungkin lebar kisaran toleransinya (e u r i-), jenis
hewan lain mungkin sempit (s t e n o-). Ikan mujair misalnya
mempunyai kisaran toleransi yang relatif lebar terhadap salinitas (=
eurihalin), sedang berjenis-jenis ikan laut yang memiliki kisaran
toleransi terhadap kadar garam yang sempit (stenohalin). Sempit
dalam pengertian hanya dapat hidup pada kadar garam rendah
(oligohalin) atau hanya dapat hidup pada kadar yang tinggi
(polihalin).
Demikian pula halnya suatu jenis hewan tertentu dapat
berbeda-beda
kisaran
toleransinya
terhadap
berbagai
faktor
lingkungan yang berbeda.Misalnya hewan itu bersifat stenohidris
dan
oligohidris
(kisaran
toleransi
terhadap
rentangan
suhu
lebar).Jenis-jenis hewan yang kisaran toleransinya untuk banyak
faktor-faktor lebar, biasanya mempunyai daerah penyebaran yang
relatif luas.
22
Seperti sudah disinggung terdahulu, kondisi faktor lingkungan
yang optimum atau paling disukai hewan atau preferendum, akan
menghasilkan kinerja biologis yang paling tinggi. Preferendum
untuk
suatu
faktor
lingkungan
laboratorium.
Tidak
demikian
relatif
halnya
mudah
di
ditentukan
lingkungan
di
alami.
Terkonsentrasinya dalam jumlah banyak dari individu-individu suatu
spesies hewan di suatu tempat dalam jumlah banyak dari individuindividu suatu spesies hewan di suatu tempat dalam habitat
alaminya, belum tentu menunjukkan bahwa kondisi dari satu atau
beberapa faktor lingkungan di tempat itu merupakan preferendum
sebenarnya.Kehadiran pesaing atau predator dapat menyebabkan
terhalangnya populasi hewan untu mendiami tempat dengan
kondisi
faktor-faktor
lingkungan
penting
di
kisaran-kisaran
optimumnya.
Bergerombolnya sejumlah rusa di suatu pojok atau bagian
savana mungkin bukan menggambarkan ketersediaan makanan
yang banyak atau kondisi lingkungan lainnya yang optimum, tetapi
mungkin juga disebabkan oleh kehadiran pesaing atau predatornya
di bagian yang lain.
23
Hewan yang berada dalam stadia muda hasil berbiak (telur,
larva, anak) pada umumnya mempunyai kisaran toleransi yang
sempit untuk sejumlah faktor lingkungan.Hal ini karena ketahanan
tubuhnya terhadap tekanan kondisi faktor lingkungan yang ektrim
tidak sekuat pada hewan dewasa.Demikian halnya dengan hewan
yang sedang dalam masa berbiak, kisaran toleransinya lebih sempit
bila dibandingkan dengan yang tak bebiak, kisaran toleransinya
lebih sempit bila dibandingkan dengan yang tak berbiak.Hewan
yang berbiak membutuhkan kondisi lingkungan berada di sekitar
kondisi
preferendumnya
atau
kondisi
optimum
yang
paling
disukainya.Karena relatif sempitnya kisaran-kisaran toleransi stadia
muda hewan dan hewan yang sedang berbiak terhadap berbagai
faktor lingkungan, maka perubahan kondisi faktor-faktor lingkungan
itu relatif tinggi peluangnya untuk beroperasi sebagai faktor
pembatas.Karena
itu
maka
musim
perkembangbiakan
hewan
seringkali dianggap sebagai perioda kritis.
Kisaran
toleransi
ditentukan
secara
herediter,
namun
demikian dapat mengalami perubahan oleh terjadinya proses
aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi
adalah usaha dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan
terhadap
kondisi
baru.Aklimasi
faktor
adalah
lingkungan
usaha
yang
di
habitat
dilakukan
buatan
manusia
yang
untuk
menyesuaikan hewan terhadap kondisi satu faktor lingkungan
tertentu dalam laboratorium sebagai contoh, untuk penelitian
tentang pengaruh suatu bahan terhadap kehidupan ikan, maka
peneliti harus mengaklimatisasikan ikan-ikan sampel tersebut di
kolam buatan yang baru di laboratorium untuk beberapa waktu,
sampai ikan-ikan tersebut telah terbiasa dengan kondisi barunya.
24
Dalam hal ini, faktor-faktor lingkungan yang harus dihadapi oleh
ikan mungkin berupa, luasnya area kolam, jenis dan kondisi air,
pencahayaan, suhu lingkungan, jenis dan makanan, keasaman air,
kadar mineral atau salinitas. Jika tidak dilakukan aklimatisasi
terlebih dahulu pada ikan-ikan sampel, maka kematian hewan atau
pengaruh yang ditimbulkan oleh bahan dedahan tersebut, bisa
berarti tidak semata-mata karena pengaruh bahan tersebut, tetapi
juga karena ikan belum terbiasa dan stres menghadapi kondisi
lingkungan barunya.Jika aklimatisasi ini hanya dilakukan untuk satu
faktor tertentu, misalnya suhu lingkungan, maka lebih tepat disebut
aklimasi.
2.5 Aspek Terapan Kisaran Toleransi dan Faktor Pembatas
konsep
kisaran
toleransi,
faktor
pembatas
maupun
preferendum sudah sering diterapkan di bidang-bidang pertanian,
peternakan, konservasi dan lain sebagainya. Pada dasarnya, untuk
jenis-jenis hewan yang berguna yang produksinya diupayakan agar
sebanyak mungkin, lingkungan hidupnya oleh si pemelihara akan
dibuat sedemikian rupa agar kondisi berbagai faktor lingkungan
hewan itu mendekati preferendumnya. Hal ini dilakukan dengan
harapan kinerja biologi hewan, pertumbuhan dan reproduksi, dapat
maksimum. Untuk jenis-jenis hewan yang merugikan kondisi
lingkungan biasanya dibuat agar sebaliknya.
2.5.1 Pengendalian hama
Penerapan konsep kisaran toleransi dan faktor pembatas di
bidang pertanian dan perkebunan, salah satu di antaranya ialah
dalam hal pengendalian hama serangga. Untuk jenis hewan
25
demikian upaya yang dilakukan ialah misalnya dengan membuat
kondisi lingkungan di luar batas atas ataupun bawah kisaran
toleransinya.Berikut ini adalah sebuah contohnya.
Larva serangga Limonius (Elateriadea, Coleoptera) dikenal
sebagai pengganggu tanaman bit gula di daerah pantai barat
Amerika Serikat. Pengembangan lapangan menunjukkan bahwa
kelembaban tanah merupakan faktor pembatas utama serangga
itu.Penelitian-penelitian yang dilakukan di laboratorium selanjutnya
menunjukkan bahwa kisaran toleransi terhadap kelembaban dari
stadia larva dan prapupa adalah relatif paling sempit dibandingkan
dengan stadia telur ataupun hewan dewasanya. Dari hasil kedua
pendekatan
itu
didapatkan
dua
alternatif
cara
pengontrolan
serangga itu. Cara pertama, yaitu yang praktis dilakukan di daerah
perkebunan yang teringasi ialah dengan jalan mengairi lahan.
Dengan perkataan lain, cara ini ialah membuat kondisi lingkungan
melampaui batas maksimum toleransinya. Cara kedua ialah dengan
membuat
kondisi
melampaui
batas
bawah
kisaran
toleransinya.Cara yang praktis dilakukan di lahan-lahan yang tidak
teririgasi ialah dengan menanam tumbuhan yang mengeringkan
tanah seperti alfafa (Medicago sativa, Leguminosae) atau gandum.
2.5.2 Indikator ekologi
Seperti dijelaskan di depan bahwa kondisi faktor-faktor
lingkungan bersifat dinamis, baik dalam skala ruang maupun skala
waktu. Dalam skala ruang, faktor-faktor lingkungan di dapat
berbeda-beda.Karena setiap hewan memiliki kisaran toleransi yang
bervariasi,
maka
kehadiran
ditentukan
oleh
kondisi
hewan
dan
di
faktor
suatu
habitat
lingkungan
di
sangat
tempat
tersebut.Analogi kebalikannya dapat diartikan bahwa kehadiran dan
26
kinerja
populasi hewan di
suatu tempat dapat memberikan
gambaran tentang kondisi fakor-faktor lingkungan di tempat
tersebut. Hal yang biasa diamati orang dalam kehidupan seharihari, jika di meja makan banyak semut berkumpul pasti di tempat
tersebut ada tumpahan air gula atau bahan yang mengandung
gula.Jika di suatu lapangan rumput terdapat segerombolan rumput
yang jauh lebih subur dari bagian lain di lapangan tersebut, maka
kita dapat menduga bahwa ditempat tersebut ada bekas kotoran
ternak sapi atau kambing atau jenis tanahnya yang lebih subur.
Contoh lain yang sering mudah dibuktikan adalah jika di suatu
habitat ditemukan
hewan
Mollusca
yang bercangkang
tebal,
menunjukkan bahwa tanah di daerah tersebut kadar mineral
kapurnya tinggi, sebaiknya jika cangkangnya tipis berarti kadar
kapurnya rendah.
Berdasarkan alasan atau analogi seperti di atas lahirlah apa
yang disebut spesies indikator ekologi, baik pada kajian ekologi
hewan maupun ekologi tumbuhan. Spesies indikator ekologi, adalah
suatu
spesies
organisme
yang
kehadirannya
ataupun
kelimpahannya dapat memberikan petunjuk mengenai bagaimana
kondisi faktor-faktor fisika-kimia lingkungan disuatu tempat.
Beberapa spesies hewan telah disepakati sebagai spesies
indikator.Namun informasi mengenai spesies hewan indikator, yang
pada umumnya bersifat mobil, masih kurang.Untuk lingkungan
perairan laut dengan dasar berlumpur dikenal Capitella capitata
(termasuk Polychaeta), sebagai spesies indikator untuk oencemaran
bahan organik.Untuk lingkungan perairan tawar, spesies indikator
untuk pencemaran bahan organik.Untuk lingkungan perairan tawar,
spesies indikator untuk pencemaran bahan organik adalah cacing
27
Tubifex (Olygochaeta) dan larva Chironomus
(Diptera).Karena
kedua jenis hewan ini sangat toleran terhadap kandungan oksigen
terlarut yang rendah. Bahan-bahan organik yang masuk ke
lingkungan perairan akan di dekomposisi oleh mikroba air dan
banyak mengandung oksigen. Pada proses seperti akan terjadi
pergurangan kadar oksigen dalam perairan dan dikatakan nilai BOD
perairan Yang tercemar bahan organik
tersebut sangat tinggi.
Cobalah invertarisasikan jenis hewan lain yang berfungsi sebagai
spesies indicator ekologi.
Untuk menentukan sesuatu spesies sebagai indikator ekologi
diperlukan bukti-bukti lapangan yang banyak.Selain itu diperlukan
pula bukti-bukti eksperimental untuk menentukan beroperasinya
factor pembatas dan untuk mengetahui kemampuan organisme itu
menyesuaikan diri.
Suatu spesies yang baik digunakan sebagai indikator biasanya
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Kisaran toleransinya sempit untuk satu atau beberapa faktor
lingkungan.
2) Berukuran tubuh cukup besar sehingga mudah terdeteksi dan
memiliki laju balikan yang rendah
3) Kelimpahannya tinggi sehingga mudah didapatkan dan mudah
dijadikan sample
4) Mudah diidentifikasi
5) Mempunyai distribusi yang kosmopolit
6) Mudah mengakumulasikan zat-zat polutan
7) Mudah dipelihara di laboratorium
8) Mempunyai keragaman jenis atau genetik dan relung yang
sempit (Ibkar Kramadibrata, 1992; Tresna, 1991)
28
Penggunaan spesies hewan sebagi spesies indikator dapat
didasarkan pada ;
1) Kehadiran spesies indicator,
2) Ketidak-hadiran spesies lain yang biasanya ada,
3) Hubungan numerical populasi dalam komunitas,
4) Indeks keanekaragaman spesies, atau yang lainnya.
Sebagai contoh penggunaan nilai indeks keanekaragaman
spesies dari komunitas bentos sebagai patokan dalam penentuan
kualitas perairan tawar.
Indeks diversitas/
Derajat pencemaran perairan
Keanekaragaman
>2,0
Tidak tercemar
1,6-2,0
Tercemar ringan
1,0-1,6
Tercemar sedang