Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PT. BPR Dana Mandiri Dalam Upaya Memacu Kegiatan Usaha Mikro Kecil (Studi Kasus : PT. BPR Dana Mandiri Medan)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank Perkreditan Rakyat
2.1.1. Sejarah Bank Perkreditan Rakyat
Pada abad ke-19 terjadilah proses kemunduran kesejahteraan rakyat
Indonesia, terutama yang ada di daerah pedesaan di pulau Jawa dan Madura.
Dengan makin melaratnya orang-orang Indonesia terutama para petaninya maka
dimana-mana di Pulau Jawa dan Madura kebutuhan kredit mereka makin
meningkat. Adapun kredit ini dibutuhkan untuk membantu mengembangkan
golongan usaha kecil. Dan untuk memperoleh kredit tersebut pada waktu itu,
hanyalah dari para rentenir. Karena keadaan yang demikian maka pada akhir
abad ke-19 timbul aliran-aliran dalam masyarakat di negeri Belanda maupun di
Indonesia yang menghendaki diadakannya lembaga perkreditan untuk penduduk
Indonesia, dengan bunga yang ringan guna peningkatan atau pencegahan
kemerosotan lebih lanjut dari pada kesejahteraan para petani; serta
meningkatkan daya tahan mereka terhadap bencana-bencana yang dapat terjadi
(Yasmilen, 2004).
Gagasan untuk mendirikan Lembaga Perkreditan Rakyat (LPR) di
Indonesia tersebut timbul pada akhir abad ke-19 atas prakarsa perorangan yang
kemudian diambil alih oleh pemerintah Belanda. Beberapa orang Belanda yang
mendorong pendirian LPR antara lain adalah F. Fokkens (1894), De Wolff van

Westerrode (1897), Cremer (1900), Mr. C. Th. Van Deventer (1904) dan orangorang Belanda lainnya ( Yasmilen, 2004).
 
 
Universitas Sumatera Utara

Tetapi secara kebetulan yang mendirikan Bank Perkreditan Rakyat yang
pertama adalah orang Indonesia yaitu R. Bei Aria Wirjaatmadja, patih di
Purwokerto, yang dalam tahun 1895 mendirikan “Hulp-en Spaarbank der
Inlandsche Bestuurs Ambtenaren” (Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai
Pemerintahan Bangsa Indonesia) yang memberikan pinjamannya kepada para
pegawai negeri bangsa Indonesia dan juga kepada para tukang dan petani,
dengan tujuan untuk membebaskan mereka dari jeratan rentenir dan pengijon
(Irmayanto dkk, 2004 : 106).
Pada tahun 1897, W.P.D De Wolff van Westerrode diangkat menjadi
Asisten Residen di Purwokerto, ia mengadakan perbaikan

dan reorganisasi

terhadap Bank Bantuan dan Tabungan tersebut di atas dan menjadikan bank itu
Bank Tabungan, Bantuan dan Kredit Pertanian. Pendirian bank di Purwokerto

itu diikuti pula oleh bank-bank yang serupa di berbagai daerah, yang kemudian
disebut Bank Kredit Rakyat atau Bank Rakyat. Bank-bank tersebut meupakan
lembaga-lembaga kedermawanan (philantropische instellingen) ( Yasmilen,
2004).
De Wolff van Westerrode bermaksud agar perkreditan kepada para
petani di Indonesia dilaksanakan menurut azas-azas Koperasi, sebagaimana
halnya dengan kredit pertanian menurut Sistem Raiffeisen. Tetapi pembentukan
koperasi kredit tentunya tidak dapat dilakukan secara besar-besaran di dalam
waktu yang singkat. Sedangkan pemerintah Belanda menginginkan agar bantuan
kredit kepada orang-orang Indonesia pada umumnya dan kredit kepada para

 
 
Universitas Sumatera Utara

petani khususnya diperluas dalam waktu secepat-cepatnya. Maka pendirian
Bank- Bank Rakyat tersebut ditingkatkan oleh para pegawai pemerintahan.
Pada tahun 1934 Bank-Bank Rakyat digabung dalam “Algemeene
Volkscredietbank” (AVB), dengan demikian berakhirlah peranan Bank-Bank
Rakyat sebagai lembaga kedermawanan, tetapi tujuan dari Algemeene

Volkscredietbank tetap diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
(Wijaya,1991: 8). Setelah kemerdekaan Indonesia, Algemeene Volkscredietbank
yang menjadi Bank Rakyat Indonesia dijadikan Bank Umum kemudian juga
Bank Devisa untuk melayani golongan menengah bangsa Indonesia (Wijaya,
1991 : 18). Tapi, bank tersebut masih tetap memberikan kredit usaha kecil pada
umumnya dan kredit pedesaan pada khususnya.
Sejak deregulasi perbankan tahun 1988, pemerintah mengeluarkan Paket
Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988). Paket ini menjadi momentum awal
pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan ini memberikan kejelasan mengenai
keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dalam
perkembangannya keberadaan Bank Perkreditan Rakyat makin meluas dan
penting dalam kehidupan ekonomi pedesaan. Kemudian terbit Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-Undang ini, BPR
diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank. Terbit PP
No.71/1992 yang menyebutkan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah
memperoleh izi usaha dari Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga keuangan
kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD,
BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang
 
 

Universitas Sumatera Utara

dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR setelah memenuhi
persyaratan dan tata cara yang ditetapkan untuk menjadi BPR dalam tempo
sampai 31 Oktober 1997. Setelah itu diterbitkan Undang-Undang Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 dimana menetapkan defenisi dan ketentuan baru tentang BPR
(Lubis,2010:87).
2.1.2. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat diatur dalam dua Undang- undang perbankan
yaitu Undang- Undang Perbankan RI Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang Undang Perbankan RI Nomor Tahun 1998. Dimana pada Undang – Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992, dinyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat
adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk
deposito berjangka tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu ( Irmayanto dkk, 2004 : 103). Hal ini lah yang membedakan BPR dengan
bank umum dan dalam Undang – Undang tersebut dengan jelas telah
memberikan batasan aktivitas dan ruang gerak BPR.

Kemudian Undang –


Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 mengalami perubahan menjadi
Undang – Undang Perbankan RI Nomor 10 Tahun 1998. Dimana dengan adanya
Undang – Undang Perbankan yang baru ini, eksistensi diharapkan lebih baik
sesuai kondisi dan perkembangannya ( Lubis, 2010 : 86).
Bank Perkreditan Rakyat didefenisikan oleh Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
 
 
Universitas Sumatera Utara

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran ( Triandaru dan Totok,2006 :86).
Dengan ketentuan ini memungkinkan BPR untuk memilih asas kegiatan
usahanya apakah secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah Islam.
BPR yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dikenal dengan
BPR dan tidak

melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.

Dan


sebaliknya, BPR yang melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah
dikenal dengan BPRS dan tidak melakukan kegiatan berdasarkan kegiatan
berdasarkan prinsip konvensional (Lubis, 2010 : 86).
Sebelum adanya BPR yang baru diatur dalam Undang – Undang RI Nomor 7
Tahun 1992, terlebih dahulu sudah ada lembaga-lembaga keuangan di pedesaan
yang mempunyai kegiatan seperti Bank Perkreditan Rakyat.

Lembaga –

lembaga tersebut antara lain Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa, Bank
Pegawai, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK). Lembaga Perkreditan Rakyat
(LPD), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Badan Kredit Desa (BKD),
Badan Kredit Kecamatan (BKK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan
sebagainya ( Irmayanto dkk, 2004:103). Kemudian lembaga-lembaga keuangan
tersebut diberikan status sebaga BPR yang tata caranya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah ( Triandaru dan Totok, 2006:87).
2.1.3. Asas, Tujuan Dan Sasaran BPR
Undang – Undang Dasar 1945 telah mengatur dan menetapkan ketentuan
– ketentuan yang berkaitan dengan perekonomian. Aturan dan ketentuan ini

bertujuan agar hal – hal negatif dalam perekonomian seperti free light
liberalism, etetisme dan monopoli tidak terjadi sehingga aktivitas perekonomian
 
 
Universitas Sumatera Utara

berjalan dengan baik dan sehat. Bank Perkreditan Rakyat berasaskan demokrasi
ekonomi sesuai dengan aturan dan ketentuan UUD 1945. Dengan berasaskan
demokrasi ekonomi diharapkan BPR dapar berperan luas dan membantu
masyarakat terutama dalam penyediaan dan penyaluran dana sehingga sejalan
dengan tujuan BPR untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
(Lubis, 2010 : 89).
Dari segi tujuan, baik BPR maupun bank umum merupakan lembaga yang
sama – sama menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.
Namun demikian kedua jenis lembaga keuangan ini mempunyai sasaran yang
relatif berbeda karena BPR menghimpun dana dari kelompok masyarakat
berpendapatan rendah dan menyalurkannya kembali kepada kelompok
pengusaha ekonomi lemah. Sasaran BPR ini lebih fokus untuk memenuhi
kebutuhan dana dikalangan petani, nelayan, peternak, pengusaha kecil, pegawai,
pensiunan, peniaga dan lain – lain dimana golongan ini relatif belum sepenuhnya

terlayani oleh bank umum ( Lubis, 2010 : 89).
2.1.4. Kegiatan Usaha BPR
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat
adalah ( Triandaru dan Totok, 2006 : 86) :
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka dan tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan simpanan tersebut.
b) Memberikan kredit kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan.

 
 
Universitas Sumatera Utara

c) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank-bank
lain.
d) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Di samping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh BPR di atas,
kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan bagi BPR sebagai berikut :

a) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
b) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
c) Melakukan penyertaan modal.
d) Melakukan usaha perasuransian.
e) Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di
atas.
2.1.5. Izin Pendirian, Permodalan, Dan Kepemilikan BPR
2.1.5.1. Izin Pendirian
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki dengan izin Dewan
Gubernur Bank Indonesia oleh ( www.bi.go.id) :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara
Indonesia;
c. Pemerintah Daerah ; atau
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
 
 
Universitas Sumatera Utara


Untuk memperoleh izin usaha tersebut, wajib dipenuhi persyaratan
sekurang-kurangnya tentang susunan organisasi dan kepengurusan,
permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan
rencana kerja ( Hasibuan, 2001 : 39).
Bentuk hukum Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa perseroan
terbatas, koperasi, atau perusahaan daerah. (www.bi.go.id)
2.1.5.2. Permodalan
Modal disetor untuk mendirikan BPR (www.bi.go.id) :
a) Rp 5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta.
b) Rp 2 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di
Pulau Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kotamadya
Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
c) Rp 1.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah) untuk BPR yang didirikan di
wilayah ibukota propinsi di luar Pulau Jawa dan Bali dan di wilayah
Pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut dalam huruf
a dan b.
d) Rp 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah) untuk BPR yang didirikan
di luar wilayah tersebut pada huruf a, b dan c.
e) Bagian dari modal disetor digunakan untuk modal kerja sekurangkurangnya sebesar 50 %.
Modal yang harus disetor BPR berbeda-beda menurut di wilayah

mana BPR tersebut akan didirikan. Hal ini dimaksudkan agar BPR
tersebut dapat beroperasi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat
 
 
Universitas Sumatera Utara

secara baik dan optimal. Dan apabila didirikan di wilayah yang semakin
tinggi dan berpenduduk lebih padat maka modal yang harus disetor juga
semakin besar ( Lubis, 2010 : 92).
2.1.5.3. Kepemilikan BPR
Selain itu sumber dana yang digunakan untuk kepemilikan BPR
dilarang berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk
apapun dari bank dan/atau pihak lain ( kecuali berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara ) dan berasal dari dan untuk tujuan
pencucian uang ( www.bi.go.id).
Dalam hal kepemilikan BPR, yang dapat menjadi pemilik BPR
adalah pihak-pihak yang tidak termasuk dalam daftar orang-orang tercela
di bidang perbankan dan memiliki integritas antara lain memiliki akhlak
dan moral yang baik, bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan bersedia mengembangkan operasional BPR secara sehat
( www.bi.go.id).
Kepengurusan BPR terdiri dari Direksi dan Komisaris. Anggota
Direksi dan Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan ( fit and proper
test ) BPR untuk menilai integritas, kompetensi dan reputasi keuangan.
Anggota Direksi paling sedikit berjumlah 2 orang dan memiliki sertifikat
kelulusan dari lembaga sertifikasi ( www.bi.go.id).

 
 
Universitas Sumatera Utara

Namun demikian dalam hal kepemilikan BPR ini perlu diketahui
hal-hal berikut ( Lubis, 2010 : 93 ) :
a. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki WNI, badan hukum Indonesia
yang seluruh pemiliknya WNI, pemerintah daerah, atau boleh juga
dimilki secara bersama antara WNI, badan hukum Indonesia yang
semua pemiliknya merupakan WNI dan pemerintah daerah.
b. BPR yang berbentuk badan hukum koperasi, maka kepemilikannya
diatur berdasarkan ketentuan undang-undang perkoperasian.
c. Jika BPR tersebut berbentuk perseroan terbatas, maka seluruh
sahamnya harus berbentuk saham atas nama.
d. Sekiranya terjadi perubahan kepemilikan BPR, harus memenuhi
ketentuan yang telah digariskan oleh Bank Indonesia dan juga harus
dilaporkan kepada Bank Indonesia sebagai bank sentral yang bertugas
mengawasi seluruh lembaga perbankan.
e. Untuk melakukan merger, konsolidasi antar BPR atau akuisisi maka
terlebih dahulu harus mendapat izin dari Direksi Bank Indonesia.
2.2. Kredit
2.2.1. Pengertian Kredit
Toft (1986) menyatakan bahwa :
A bank may be regarded as a body that buys and sells credit. Clearly the
granting of credit is a dominant aspect of the services it provides. The
word “credit” is connected with the word “trust”, credit being granted to
those you fell you can trust. In a similar way, a banker’s lending to a
customer is based on trust, on his belief that the customer will honour his
debts and repay the loan in due course.

 
 
Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa konsep atau pendapat lain tentang pengertian kredit antara
lain (Siswandi 2008:57) :
1. Secara Etimologi
Kredit berasal dari bahasa Yunani credere artinya kepercayaan.
Kredit berasal dari credo artinya saya percaya.
2. Pendapat Raymond
Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran pada waktu yang
akan datang karena penyerahan barang-barang.
3. Pendapat Rolling G. Thomas
Kredit adalah kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk
membayar sejumlah uang pada masa yang akan datang.
4. Dalam arti Ekonomi
Kredit adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan
sekarang dalam bentuk barang atau jasa-jasa.
5. Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
Kredit

adalah

penyediaan

uang

atau

tagihan

yang

dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
dengan pemberian bunga.
2.2.2. Unsur Kredit
Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas
kepercayaan.

Dengan demikian, pemberian kredit merupakan pemberian
 

 
Universitas Sumatera Utara

kepercayaan, yang berarti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan
kredit kalau ia betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan
pinjaman yang akan diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat
yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu
lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat dalam
kredit adalah sebagai berikut (Simorangkir,2000:101) :
1. Kepercayaan
Kepercayaan yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi
yang diberikan, baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benarbenar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang
akan datang.
2. Waktu
Waktu yaitu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan
kontraprestasi yang diterima pada masa yang akan datang. Dalam
unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu
uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan
diterima pada masa yang akan datang.
3. Degree of risk
Degree of risk yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai
akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi
dan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin
lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya. Dengan
 
 
Universitas Sumatera Utara

adanya unsur risiko ini maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.
Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa.

Namun, karena

kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang
maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang
sering dijumpai dalam praktik perkreditan.
2.2.3. Tujuan dan Fungsi Kredit
Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit,
yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima. Karena Pancasila adalah
dasar falsafah Negara kita maka tujuan kredit tidak semata-mata mencari
keuntungan, melainkan disesuaikan dengan tujuan Negara, yaitu mencapai
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Simorangkir,2000:102).
Oleh karena itu, tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya
bank pemerintah yang akan mengemban tugas sebagai agent of development,
adalah sebagai berikut (Simorangkir, 2000:102) :
1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
2. Meningkatkan

aktivitas

perusahaan

agar

dapat

menjalankan

fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat.
3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan
dapat memperluas usahanya.

 
 
Universitas Sumatera Utara

Adapun fungsi pemberian kredit bagi masyarakat secara umum adalah
(Siswandi, 2008:59) :
1. Meningatkan daya guna barang (Utility of Goods).
Dengan adanya aliran dana atau kredit, maka perputaran barang dan
jasa makin cepat dan lancar, karena tersedianya dana untuk ditukar
dengan barang.
2. Meningkatkan daya guna uang (Utility of Money).
Adanya perputaran uang dan perpindahan dana dari pihak yang
kelebihan ke pihak yang membutuhkan maka dana akan menjadi
efektif serta fungsi alat pembayaran lebih tinggi.
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan.
Bantuan kredit mendorong pengusaha, petani, industry serta bentuk
usaha lain meningkatkan produksi dengan mengaktifkan potensi
ekonomi yang dimiliki secara maksimal.
4. Meningkatkan motivasi kerja.
Untuk meningkatkan agar kita lebih bergairah dan semangat dalam
menjalankan aktivitas salah satunya dengan mengajukan kredit.
5. Sebagai pengendali harga.
Naik turunnya harga barang dan jasa salah satunya dipengaruhi oleh
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jika jumlah uang yang
beredar terlalu banyak, maka pengendaliannya dengan pembatasan
pada kredit.

 
 
Universitas Sumatera Utara

6. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.
Untuk menutup defisit Anggaran Belanja Negara serta menjaga
stabilitas ekonomi yang mantap yaitu dengan hutang luar negeri.
2.2.4. Jenis-Jenis Kredit
Luckett (1984) menyatakan bahwa :
One meaningful way to classify bank loans is according to the purpose for
which the loan is made. Banking authorities put loans into six categories:
commercial and industrial, or business loans; agricultural loans; real estate
loans; loans to individuals; loans to financial institutions; and other loans.
Menurut Kasmir (2008:103), kredit yang diberikan bank umum dan bank
perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum
jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain :
a) Dilihat dari segi kegunaan:
1. Kredit Investasi
Biasanya digunakan untuk keperluan usaha atau membangun
proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Misalnya untuk
membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Masa pemakaiannya
untuk suatu periode yang relatif lebih lama.
2. Kredit Modal Kerja
Digunakan

untuk

keperluan

meningkatkan

produksi

dalam

operasionalnya. Contohnya diberikan untuk membeli bahan baku,
membayar gaji, pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan
dengan proses produksi perusahaan.

 
 
Universitas Sumatera Utara

b) Dilihat dari segi tujuan kredit
1. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan
menghasilkan barang, kredit pertanian akan menghasilkan produk
pertanian atau kredit industry lainnya.
2. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi, tidak ada
pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan,

karena untuk

digunakan seseorang atau badan usaha. Contohnya kredit untuk
perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga, dan
kredit konsumsi lainnya.
3. Kredit perdagangan
Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli
barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil
penjualan barang dagangan tersebut. Contohnya kredit ekspor dan
impor.
c) Dilihat dari segi jangka waktu
1. Kredit jangka pendek
Yaitu kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau
paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal
kerja.
 
 
Universitas Sumatera Utara

2. Kredit jangka menengah
Yaitu kredit yang jangka waktunya antara 1 tahun sampai 3 tahun,
biasanya untuk investasi.
3. Kredit jangka panjang
Yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit
jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun.
d) Dilihat dari segi jaminan
1. Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat
berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang .
2. Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu.
e) Dilihat dari sektor usaha
1. Kredit pertanian
Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau
pertanian rakyat. sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek
atau jangka panjang.
2. Kredit peternakan
Dalam hal ini untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan
jangka panjang kambing atau sapi.
3. Kredit industri
Yaitu kredit untuk membiayai industri kecil, menengah atau besar.
 
 
Universitas Sumatera Utara

4. Kredit pertambangan
Jenis usaha tambang yang dibiayainya biasanya dalam jangka panjang,
seperti tambang emas, minyak atau timah.
5. Kredit pendidikan
Merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan
prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para
mahasiswa.
6. Kredit profesi
Yaitu kredit yang diberikan kepada para professional seperti dosen,
dokter atau pengacara.
7. Kredit perumahan
Yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian
perumahan.
2.2.5. Jaminan Kredit
Berdasarkan Undang-undang No. 14/1967 tentang Pokok Perbankan,
pasal 24 ayat 1 : “Bank umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan kepada
siapapun”. Dalam hal ini jaminan harus memadai untuk menjamin fasilitas
kredit yang diterima nasabah. Kegunaan jaminan adalah (Santoso, 1996:113) :
a. Memberikan hak dan kuasa kepada bank untuk mendapatkan
pelunasan, dengan menguangkan barang-barang jaminan tersebut,
bilamana nasabah melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar
kembali hutangnya (pokok maupun bunga) pada waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian kredit.
 
 
Universitas Sumatera Utara

b. Memberikan jaminan agar nasabah berperan dan turut serta dala
transaksi yang dibiayai dengan kredit bank, sehingga dengan
demikian

kemungkinan

nasabah

untuk

meninggalkan

usahanya/proyek yang akan merugikan nasabah itu sendiri dapat
dicegah atau diperkecil.
c. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi syarat-syarat di
dalam perjanjian kredit, khususnya mengenai pembayaran kembali
yang telah disetujui, agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang
telah dijaminkannya kepada bank.
Adapun penggolongan jaminan, yaitu (Santoso, 1996:113):
a. Jaminan Material (material collateral), meliputi :
- Barang bergerak (stock barang)
- Barang tidak bergerak (tanah, bangunan)
- Surat-surat berharga (saham, obligasi, sertifikat deposito) dan
tagihan-tagihan dagang.
b. Jaminan Non-material
- Jaminan pribadi (personal quaranty)
- Jaminan perusahaan (corporate quaranty)
- Aval dengan segala bentuk jaminan (nama baik, bonafiditas,
reputasi, trademark dan goodwill).
2.2.6. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, bank harus merasa yakin bahwa
kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh
 
 
Universitas Sumatera Utara

dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit
oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan
tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang benar.
Dalam melakukan penilaian kritera-kriteria serta aspek penilaiannya tetap
sama. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standar
penilaian setiap bank. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh
bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan
dengan analisis 5 C dan 7 P.
Adapun penjelasan untuk analisis dengan 5 C kredit adalah sebagai berikut
(Kasmir, 2008: 109) :
1. Character (Karakter)
Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan
diberikan kredit benar-benar dapat dipercayaa, hal ini tercermin dari
latar belakang nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan
maupun yang bersifat pribadi: cara hidu atau gaya hidup yang
dianutnya, kedaan keluarga, hoby dan social standingnya. Ini semua
merupakan ukuran “kemauan” membayar.
2. Capacity (Kapasitas)
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis
yang dhubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga
diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuanketentian pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam

 
 
Universitas Sumatera Utara

menjalankan usahanya salama ini. Pada akhirnya akan terlihat
“kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
3. Capital (Modal)
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan
keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan
pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan
ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal
yang ada sekarang ini.
4. Collateral (Jaminan)
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat
fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit
yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika
terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat
dipergunakan secepat mungkin.
5. Condition
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan
politik sekarang dan di masa yang akan datang sesuai sector masingmasing, serta prospek usaha dari sector yang ia jalankan. Penilaian
prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki
prospek yang baik sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah
relatif kecil.

 
 
Universitas Sumatera Utara

Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai
berikut ( Kasmir, 2008 : 110) :
1. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya
sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap,
emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu
masalah.
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu
dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan
kredit dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal
kerja atau investasi, konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya.
4. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek
atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit
yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi,
tetapi juga nasabah.
 
 
Universitas Sumatera Utara

5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit
yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk
pengembalian kredit.
Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik.
Dengan demikian, jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi
oleh sektor lainnya.
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap
sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit
yang akan diperolehnya.
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang
atau orang atau jaminan asuransi.
2.3. Usaha Mikro Kecil
2.3.1. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 pasal 1 tentang Koperasi
dijelaskan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Usaha kecil adalah usaha

ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
 
 
Universitas Sumatera Utara

atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
usaha

kecil

sebagaimana

dimaksud

dalam

undang-undang

ini

(http://huluinia.org).
2.3.2. Kriteria Usaha Mikro dan Kecil
Usaha Mikro dan Kecil menurut UU No. 20 Tahun 2008 pasal 6, yaitu
sebagai berikut (http://usaha-umkm.blog.com):
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
b. Memiliki

hasil

penjualan

tahunan

paling

banyak

Rp

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

 
 
Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Ciri-ciri Usaha Mikro dan Kecil
2.3.3.1. Ciri-ciri

Usaha

Mikro

antara

lain

adalah

(http://usaha-

umkm.blog.com ):
1. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap,
sewaktu-waktu dapat berganti.
2. Tempat usahanya tidak menetap sewaktu-waktu dapat
pindah tempat.
3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana
sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga
dengan keuangan usaha.
4. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki
jiwa wirausaha yang memadai.
5. Tngkat pendidikan rata-rata relatif rendah.
6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian
dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank.
7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan
legalitas lainnya termasuk NPWP (nomor pokok wajib
pajak).
Contoh Usaha Mikro adalah :
1. Usaha tani pemilik dan penggarp perorangan, peternak,
nelayan dan pembudidaya.

 
 
Universitas Sumatera Utara

2. Industri makanan dan minuman, industry meubelair
pengolahan kayu dan rotan, industry pandai besi pembuat
alat-alat.
3. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di
pasar, dll.
4. Peternakan ayam, itik dan perikanan.
5. Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan,
ojek dan penjahit (konveksi).
Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu
segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya
meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai
karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro,
antara lain:
a. Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya
menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi
kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang.
b. Tidak sensitive terhadap suku bunga.
c. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan
moneter.
d. Pada umumnya berarakter jujur, ulet lugu dan dapat
diterimngan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

 
 
Universitas Sumatera Utara

Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha
mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai
kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan.

2.3.3.2. Ciri-ciri Usaha Kecil antara lain adalah (http://usahaumkm.blog.com):
1. Jenis barang atau komoditinya yang diusahakan umumnya
sudah tetap tidak gampang berubah.
2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak
berpindah-pindah.
3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan
walau masih sederhana.
4. Sudah memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas
lainnya termasuk NPWP.
5. Sumber daya manusianya memiliki pengalaman dalam
berwira usaha.
6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan
modal.
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha
dengan baik seperti business planning.
Contoh Usaha Kecil adalah
a. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki
tenaga kerja.

 
 
Universitas Sumatera Utara

b. Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul
lainnya.
c. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair,
kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri
pakaian jadi dan industri kerajinan tangan.
d. Peternakan ayam, itik dan perikanan.
e. Koperasi berskala kecil.
2.3.4.

Masalah yang Dihadapi Usaha Mikro Kecil
Perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia tidak lepas dari

berbagai macam masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah
tersebut tidak bias berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang
dilayani, tetapi juga berbeda antar wilayah atau lokasi, antar sentra, antar
sektor atau subsektor atau jenis kegiatan dan antar unit usaha dalam kegiatan
atau sektor yang sama (Tambunan, 2009). Meski demikian masalah yang
sering dihadapi oleh usaha mikro dan kecil menurut Tambunan (2009) :
1. Kesulitan Pemasaran
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis
bagi perkembangan usaha mikro dan kecil. Salah satu aspek yang
terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan
persaingan, baik pasar domestic dari produk serupa buatan usaha
besar dan impor, maupun di pasar ekspor.

 
 
Universitas Sumatera Utara

2. Keterbatasan Financial
Usaha mikro dan kecil, khususnya di Indonesia menghadapi dua
masalah utama dalam aspek financial : mobilitas modal awal
(star-up capital) dan akses ke modal kerja, financial jangka
panjang

untuk

investasi

yang

sangat

diperlukan

demi

pertumbuhan out-put jangka panjang.
3. Keterbatasan SDM
Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius
bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam
aspek

enterpreunershi,

manajemen,

teknik

produksi,

pengembangan produk, engineering design, quality control,
organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran
dan penelitian pasar. Keterbatasan ini menghambat usaha mikro
dan kecil di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestic
maupun pasar internasional.
4. Masalah Bahan Baku
Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering
menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan out-put atau
kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di
Indonesia.

Keterbatasan ini dikarenakan harga baku yang

terlampau tinggi sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya
terbatas.

 
 
Universitas Sumatera Utara

5. Keterbatasan Teknologi
Usaha mikro dan kecil di Indonesia umumnya masih
menggunakan teknologi lama atau tradisional dalam bentuk
mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual.
Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya
total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi,
tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat.
2.4. KERANGKA KONSEPTUAL

Tingkat Suku Bunga
Kredit
Perkembangan Usaha
PT. BPR Dana
Mandiri

Biaya untuk
Memperoleh Kredit

Prosedur Kredit

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.5. HIPOTESIS
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Dengan kata lain,
hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun peneliti, yang kemudian
akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan (Kuncoro,2003:48).

 
 
Universitas Sumatera Utara

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Tingkat suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap perkembangan
usaha PT. BPR Dana Mandiri dalam upaya memacu kegiatan UMK.
b. Biaya

untuk

memperoleh

kredit

berpengaruh

positif

terhadap

perkembangan usaha PT. BPR Dana Mandiri dalam upaya memacu
kegiatan UMK.
c. Prosedur kredit berpengaruh positif terhadap perkembangan usaha PT.
BPR Dana Mandiri dalam upaya memacu kegiatan UMK.

 
 
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pemberian Kredit Usaha Kecil Terhadap Perkembangan Usaha Pedagang Kecil Pada BPR Syariah Al-Washliyah Medan

5 91 82

Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Usaha Kecil Menengah pada PT. BPR Solider Pancur Batu

0 17 80

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Kecil (Study Kasus Pada Usaha Laundry Mikro-Kecil Di Lingkungan Sekitar Kampus USU)

28 148 104

Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Nasabah Dalam Pengambilan Kredit Pada PT. BPR Bali Pancajaya Mandiri Mayang Jember.

0 6 87

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PT. BPR Dana Mandiri Dalam Upaya Memacu Kegiatan Usaha Mikro Kecil (Studi Kasus : PT. BPR Dana Mandiri Medan)

0 11 116

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PT. BPR Dana Mandiri Dalam Upaya Memacu Kegiatan Usaha Mikro Kecil (Studi Kasus : PT. BPR Dana Mandiri Medan)

0 0 11

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PT. BPR Dana Mandiri Dalam Upaya Memacu Kegiatan Usaha Mikro Kecil (Studi Kasus : PT. BPR Dana Mandiri Medan)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PT. BPR Dana Mandiri Dalam Upaya Memacu Kegiatan Usaha Mikro Kecil (Studi Kasus : PT. BPR Dana Mandiri Medan)

0 0 8

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PT. BPR Dana Mandiri Dalam Upaya Memacu Kegiatan Usaha Mikro Kecil (Studi Kasus : PT. BPR Dana Mandiri Medan)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha PT. BPR Dana Mandiri Dalam Upaya Memacu Kegiatan Usaha Mikro Kecil (Studi Kasus : PT. BPR Dana Mandiri Medan)

0 0 8