Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Faktor-Faktor Penyebab Penyebaran Penyakit Malaria di Kabupaten Intan Jaya Papua T1 462008089 BAB II
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi
Istilah Malaria berasal dari bahasa Italia di abad
pertengahan dari kata mal (jelek) dan aria (udara) atau
udara buruk. Hal ini dikarenakan dahulu penyakit ini
banyak
terdapat
mengeluarkan
bau
di
daerah
busuk.
rawa-rawa
Penyakit
ini
yang
juga
mempunyai beberapa nama lain, seperti demam roma,
demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam
charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2004).
Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang
disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang
termasuk golongan protozoa, melalui perantaraan
gigitan nyamuk Anopheles spp. Penyebaran penyakit
malaria berhubungan dengan perubahan iklim, baik
musim kemarau maupun penghujan. Pergantian
musim berdampak langsung maupun tidak langsung
terhadap kehidupan vektor penyakit malaria. Kondisi
iklim yang menyangkut temperatur, kelembaban, curah
7
hujan, cahaya dan pola tiupan angin, mempunyai
dampak
langsung
pada
reproduksi
vektor,
perkembangannya, lama hidup dan perkembangan
parasit dalam tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak
langsung karena pergantian vegetasi dan pola tanam
pertanian
yang
dapat
memengaruhi
kepadatan
populasi vektor (Depkes RI, 2001).
Malaria merupakan penyakit menular yang sangat
berbahaya dapat menyebabkan kematian, terutama
pada kelompok-kelompok yang mempunyai risiko
tinggi seperti bayi, anak balita dan ibu hamil, serta
kelompok usia produktif, sehingga secara langsung
dapat menurunkan produktivitas kerja (Hasan, 2006).
2.1.2 Etiologi
Etiologi terjadinya penyakit malaria pada manusia
menurut Prabowo (2004) disebabkan oleh:
2.1.2.1 Parasit
Ada empat spesies plasmodium penyebab
malaria pada manusia, yaitu; Plasmodium vivax
menyebabkan
malaria
vivax
/
tertiana;
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria
falciparum
/
tropika;
Plasmodium
malariae
8
menyebabkan malaria malariae / quartana;
Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Di Indonesia, di daerah Kalimantan, Sulawesi
Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan
Lombok
sampai
Nusa
Tenggara
Timur
merupakan daerah endemis malaria karena
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax.
Penderita paling banyak dihinggapi dua jenis
parasit
malaria,
yakni
campuran
antara
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax
atau Plasmodium Ovale.
Ciri utama genus plasmodium adalah dua
siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual dan
siklus seksual.
Pada fase aseksual, siklus dimulai ketika
Anopheles
betina
menggigit
manusia
dan
memasukkan sporozoit yang terdapat pada air
liurnya ke dalam tubuh manusia. Sporozoit
langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit satu jam memasuki sel parenkim hati dan
berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut
9
fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum
masuk ke sel darah merah. Lama fase ini berbeda
untuk tiap spesies plasmodium.
Pada akhir fase skizogoni, skizon di jaringan
parenkim hati pecah dan merozoit keluar, lalu
masuk dalam aliran darah (disebut sporulasi).
Pada Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale,
sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam
hati (atau sporozoit yang “tidur” selama periode
tertentu) sehingga mengakibatkan relaps jangka
panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah
tampak mereda dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam
darah
menyerang
sel
darah
merah
dan
membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi
trofozoid-skizon-merozoit. Setelah dua sampai
tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual.
Pada
fase
seksual,
diawali
nyamuk
anopheles betina mengisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, dan parasit bentuk
seksual masuk ke dalam tubuh nyamuk. Bentuk
10
ini mengalami pematangan menjadi mikrometosit
dan makrogametosis dan terjadilah pembuahan
yang disebut zigot (ookinet). Selanjutnya, ookinet
menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi
ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit
dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk
dan siap ditularkan jika nyamuk mengigit tubuh
manusia.
2.1.2.2 Nyamuk Anopheles
Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000
spesies anopheles, 60 spesies diantaranya
diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia
ada sekitar 80 jenis anopheles, 24 spesies
diantaranya telah terbukti vektor penular malaria.
Sifat
masing-masing
spesies
berbeda-beda
tergantung banyak faktor, seperti penyebaran
geografis, iklim, dan tempat perindukannya.
Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan
kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk
malaria yang hidup di air payau (Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
11
(Anopheles
aconitus),
atau
air
bersih
di
pegunungan (Anopheles maculatus).
Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim
tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di
daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang
ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih
dari 2.000 - 2.500 meter. Tempat perindukannya
bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi
menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman
dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk anopheles
betina menggigit manusia pada malam hari atau
sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak
lebih dari 0,5 - 3 km dari tempat perindukannya,
kecuali jika ada tiupan angin kencang bisa
terbawa sejauh 20 - 30 km. Nyamuk anopheles
juga dapat terbawa mobil, pesawat terbang atau
kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah
non-endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa
di alam bebas belum banyak diketahui, tetapi di
laboratorium dapat mencapai 3 - 5 minggu
(Depkes, 2008).
12
Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis
sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina
di atas permukaan air akan menetas menjadi
larva, melakukan pengelupasan kulit (sebanyak 4
kali), lalu tumbuh menjadi pupa dan menjadi
nyamuk dewasa jantan/betina. Waktu yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur
sampai menjadi bentuk dewasa) bervariasi antara
2 - 5 minggu, tergantung spesies, makanan yang
tersedia dan suhu udara (Prabowo, 2004).
2.1.2.3 Manusia Rentan terhadap Infeksi Malaria
Secara alami, penduduk di suatu daerah
endemis malaria, ada yang mudah dan yang
sukar terinfeksi malaria. Perpindahan penduduk
dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini
masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah
diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi
di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di
daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini
terjadi karena pekerja yang datang dari daerah
lain belum mempunyai kekebalan sehingga
rentan terinfeksi (Prabowo, 2004).
13
2.1.2.4 Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh besar
terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah.
Adanya danau air payau, genangan air di hutan,
persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan,
dan
pertambangan
di
suatu
daerah
akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria,
karena
tempat-tempat
tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria
(Prabowo, 2004).
2.1.2.5 Iklim
Suhu dan curah hujan juga berperan penting
dalam penularan penyakit malaria. Biasanya,
penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan
dibandingkan
kemarau.
Air
hujan
yang
menimbulkan genangan air, merupakan tempat
yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria.
Dengan
bertambahnya
populasi
nyamuk
tempat
malaria
juga
perindukan,
bertambah
sehingga bertambah pula jumlah penularannya
(Prabowo, 2004).
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
14
Menurut Prabowo (2004), patogenesis penyakit
malaria terdiri atas serangan demam yang disertai oleh
gejala lain dan diselingi oleh periode bebas penyakit.
Ciri khas demam malaria adalah periodisitasnya.
Patogenesis penyakit malaria yang pertama adala
masa tunas intrinsik yaitu waktu antara sporozoit
masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala
demam, biasanya berlangsung antara 8-37 hari,
tergantung pada spesies parasit (terpendek untuk
Plasmodium
falciparum
dan
terpanjang
untuk
Plasmodium malariae), pada beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya serta pada derajat resistensi
hospes. Kedua adalah masa tunas pre-paten yang
berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan
parasit malaria dalam darah untuk pertama kali, karena
jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik
(microscopic treshold). Ketiga adalah masa tunas
ekstrinsik yaitu masa dimana parasit malaria yang
ditularkan melalui nyamuk kepada manusia, 12 hari
untuk Plasmodium falciparum, 13 - 17 hari untuk
Plasmodium ovale dan vivax, dan 28 - 30 hari untuk
plasmodium malariae (malaria kuartana).
15
Ada 4 proses patologi yang terjadi pada malaria,
yaitu demam, anemia, imunopatologi, dan anoksia
jaringan, yang disebabkan oleh perlekatan eritrosit
yang terinfeksi pada endotel kapiler. Demam pada
malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya,
tergantung
dari
plasmodium
penyebabnya.
Plasmodium Vivax menyebabkan malaria tertiana yang
menimbulkan
demam
teratur
tiap
tiga
hari.
Plasmodium Malariae menyebabkan malaria quartana
yang menimbulkan demam teratur tiap empat hari dan
Plasmodium Falciparum menyebabkan malaria tropika
dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24
- 48 jam (Prabowo, 2004).
Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang
berlebihan,
hemolisis
autoimun,
dan
gangguan
eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian
eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit.
Splenomegali
disebabkan
oleh
adanya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit
sehingga
terjadi
aktivasi
sistem
RES
(Reticulo
Endothelial System) untuk memfagositosis eritrosit
16
baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak.
Kelainan patologi pembuluh darah kapiler disebabkan
karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan
lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu,
sehingga melekat pada endotel kapiler, menghambat
aliran kapiler, timbul hipoksia/anoksia jaringan. Juga
terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadinya
perembesan plasma. Monosit/makrofag merupakan
partisipan seluler terpenting dalam fagositosis eritrosit
yang terinfeksi (Soegijanto, 2004).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria,
serta jumlah parasit yang menginfeksinya (Prabowo,
2004).
Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan
Plasmodium Falciparum lebih berat dan lebih akut
dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain,
sedangkan gejala yang disebabkan oleh Plasmodium
Malariae dan Plasmodium Ovale adalah yang paling
ringan
2.1.4.1 Gejala Umum
17
Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai
timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi,
sedangkan
waktu
antara
terjadinya
infeksi
sampai ditemukannya parasit malaria di dalam
darah disebut periode prapaten. Masa inkubasi
maupun periode prapaten ditentukan oleh jenis
plasmodiumnya.
Tabel 2.1 Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium
Jenis
Plasmodium
Periode
Prapaten
Masa
Inkubasi
Tipe
Panas
Plasmodium
Falciparum
11 hari
9 - 14
hari
24-48
jam
Plasmodium
Vivax
12,2 hari
12 - 17
hari
48 jam
Plasmodium
Ovale
12 hari
16 - 18
hari
48 jam
Plasmodium
Malariae
32,7 hari
18 - 40
hari
72 jam
Manifestasi klinis
Hemolisis; gejala
gastrointestinal;
anemia; syok;
edema paru;
hipoglikemi; gagal
ginjal; gangguan
kehamilan;
kematian.
Anemia kronik;
splenomegali,
ruptur limpa.
Anemia kronik;
splenomegali,
ruptur limpa.
Rekrudensi sampai
50 tahun,
slenomegali
menetap, limpa
jarang ruptur,
sindrom nefrotik.
(Sumber: Harijanto, 2009).
2.1.4.2 Malaria Berat
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat
infeksi Plasmodium Falciparum yang disertai
gangguan berbagai sistem/organ tubuh. Kriteria
18
diagnosis malaria berat yang ditetapkan WHO
(1990), yaitu adanya satu atau lebih komplikasi,
seperti malaria serebral, anemia berat, gagal
ginjal akut, edema paru, hipoglikemia (kadar gula
LANDASAN TEORI
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi
Istilah Malaria berasal dari bahasa Italia di abad
pertengahan dari kata mal (jelek) dan aria (udara) atau
udara buruk. Hal ini dikarenakan dahulu penyakit ini
banyak
terdapat
mengeluarkan
bau
di
daerah
busuk.
rawa-rawa
Penyakit
ini
yang
juga
mempunyai beberapa nama lain, seperti demam roma,
demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam
charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2004).
Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang
disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang
termasuk golongan protozoa, melalui perantaraan
gigitan nyamuk Anopheles spp. Penyebaran penyakit
malaria berhubungan dengan perubahan iklim, baik
musim kemarau maupun penghujan. Pergantian
musim berdampak langsung maupun tidak langsung
terhadap kehidupan vektor penyakit malaria. Kondisi
iklim yang menyangkut temperatur, kelembaban, curah
7
hujan, cahaya dan pola tiupan angin, mempunyai
dampak
langsung
pada
reproduksi
vektor,
perkembangannya, lama hidup dan perkembangan
parasit dalam tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak
langsung karena pergantian vegetasi dan pola tanam
pertanian
yang
dapat
memengaruhi
kepadatan
populasi vektor (Depkes RI, 2001).
Malaria merupakan penyakit menular yang sangat
berbahaya dapat menyebabkan kematian, terutama
pada kelompok-kelompok yang mempunyai risiko
tinggi seperti bayi, anak balita dan ibu hamil, serta
kelompok usia produktif, sehingga secara langsung
dapat menurunkan produktivitas kerja (Hasan, 2006).
2.1.2 Etiologi
Etiologi terjadinya penyakit malaria pada manusia
menurut Prabowo (2004) disebabkan oleh:
2.1.2.1 Parasit
Ada empat spesies plasmodium penyebab
malaria pada manusia, yaitu; Plasmodium vivax
menyebabkan
malaria
vivax
/
tertiana;
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria
falciparum
/
tropika;
Plasmodium
malariae
8
menyebabkan malaria malariae / quartana;
Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Di Indonesia, di daerah Kalimantan, Sulawesi
Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan
Lombok
sampai
Nusa
Tenggara
Timur
merupakan daerah endemis malaria karena
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax.
Penderita paling banyak dihinggapi dua jenis
parasit
malaria,
yakni
campuran
antara
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax
atau Plasmodium Ovale.
Ciri utama genus plasmodium adalah dua
siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual dan
siklus seksual.
Pada fase aseksual, siklus dimulai ketika
Anopheles
betina
menggigit
manusia
dan
memasukkan sporozoit yang terdapat pada air
liurnya ke dalam tubuh manusia. Sporozoit
langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit satu jam memasuki sel parenkim hati dan
berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut
9
fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum
masuk ke sel darah merah. Lama fase ini berbeda
untuk tiap spesies plasmodium.
Pada akhir fase skizogoni, skizon di jaringan
parenkim hati pecah dan merozoit keluar, lalu
masuk dalam aliran darah (disebut sporulasi).
Pada Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale,
sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam
hati (atau sporozoit yang “tidur” selama periode
tertentu) sehingga mengakibatkan relaps jangka
panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah
tampak mereda dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam
darah
menyerang
sel
darah
merah
dan
membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi
trofozoid-skizon-merozoit. Setelah dua sampai
tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual.
Pada
fase
seksual,
diawali
nyamuk
anopheles betina mengisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, dan parasit bentuk
seksual masuk ke dalam tubuh nyamuk. Bentuk
10
ini mengalami pematangan menjadi mikrometosit
dan makrogametosis dan terjadilah pembuahan
yang disebut zigot (ookinet). Selanjutnya, ookinet
menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi
ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit
dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk
dan siap ditularkan jika nyamuk mengigit tubuh
manusia.
2.1.2.2 Nyamuk Anopheles
Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000
spesies anopheles, 60 spesies diantaranya
diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia
ada sekitar 80 jenis anopheles, 24 spesies
diantaranya telah terbukti vektor penular malaria.
Sifat
masing-masing
spesies
berbeda-beda
tergantung banyak faktor, seperti penyebaran
geografis, iklim, dan tempat perindukannya.
Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan
kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk
malaria yang hidup di air payau (Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
11
(Anopheles
aconitus),
atau
air
bersih
di
pegunungan (Anopheles maculatus).
Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim
tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di
daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang
ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih
dari 2.000 - 2.500 meter. Tempat perindukannya
bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi
menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman
dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk anopheles
betina menggigit manusia pada malam hari atau
sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak
lebih dari 0,5 - 3 km dari tempat perindukannya,
kecuali jika ada tiupan angin kencang bisa
terbawa sejauh 20 - 30 km. Nyamuk anopheles
juga dapat terbawa mobil, pesawat terbang atau
kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah
non-endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa
di alam bebas belum banyak diketahui, tetapi di
laboratorium dapat mencapai 3 - 5 minggu
(Depkes, 2008).
12
Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis
sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina
di atas permukaan air akan menetas menjadi
larva, melakukan pengelupasan kulit (sebanyak 4
kali), lalu tumbuh menjadi pupa dan menjadi
nyamuk dewasa jantan/betina. Waktu yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur
sampai menjadi bentuk dewasa) bervariasi antara
2 - 5 minggu, tergantung spesies, makanan yang
tersedia dan suhu udara (Prabowo, 2004).
2.1.2.3 Manusia Rentan terhadap Infeksi Malaria
Secara alami, penduduk di suatu daerah
endemis malaria, ada yang mudah dan yang
sukar terinfeksi malaria. Perpindahan penduduk
dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini
masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah
diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi
di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di
daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini
terjadi karena pekerja yang datang dari daerah
lain belum mempunyai kekebalan sehingga
rentan terinfeksi (Prabowo, 2004).
13
2.1.2.4 Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh besar
terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah.
Adanya danau air payau, genangan air di hutan,
persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan,
dan
pertambangan
di
suatu
daerah
akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria,
karena
tempat-tempat
tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria
(Prabowo, 2004).
2.1.2.5 Iklim
Suhu dan curah hujan juga berperan penting
dalam penularan penyakit malaria. Biasanya,
penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan
dibandingkan
kemarau.
Air
hujan
yang
menimbulkan genangan air, merupakan tempat
yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria.
Dengan
bertambahnya
populasi
nyamuk
tempat
malaria
juga
perindukan,
bertambah
sehingga bertambah pula jumlah penularannya
(Prabowo, 2004).
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
14
Menurut Prabowo (2004), patogenesis penyakit
malaria terdiri atas serangan demam yang disertai oleh
gejala lain dan diselingi oleh periode bebas penyakit.
Ciri khas demam malaria adalah periodisitasnya.
Patogenesis penyakit malaria yang pertama adala
masa tunas intrinsik yaitu waktu antara sporozoit
masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala
demam, biasanya berlangsung antara 8-37 hari,
tergantung pada spesies parasit (terpendek untuk
Plasmodium
falciparum
dan
terpanjang
untuk
Plasmodium malariae), pada beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya serta pada derajat resistensi
hospes. Kedua adalah masa tunas pre-paten yang
berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan
parasit malaria dalam darah untuk pertama kali, karena
jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik
(microscopic treshold). Ketiga adalah masa tunas
ekstrinsik yaitu masa dimana parasit malaria yang
ditularkan melalui nyamuk kepada manusia, 12 hari
untuk Plasmodium falciparum, 13 - 17 hari untuk
Plasmodium ovale dan vivax, dan 28 - 30 hari untuk
plasmodium malariae (malaria kuartana).
15
Ada 4 proses patologi yang terjadi pada malaria,
yaitu demam, anemia, imunopatologi, dan anoksia
jaringan, yang disebabkan oleh perlekatan eritrosit
yang terinfeksi pada endotel kapiler. Demam pada
malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya,
tergantung
dari
plasmodium
penyebabnya.
Plasmodium Vivax menyebabkan malaria tertiana yang
menimbulkan
demam
teratur
tiap
tiga
hari.
Plasmodium Malariae menyebabkan malaria quartana
yang menimbulkan demam teratur tiap empat hari dan
Plasmodium Falciparum menyebabkan malaria tropika
dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24
- 48 jam (Prabowo, 2004).
Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang
berlebihan,
hemolisis
autoimun,
dan
gangguan
eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian
eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit.
Splenomegali
disebabkan
oleh
adanya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit
sehingga
terjadi
aktivasi
sistem
RES
(Reticulo
Endothelial System) untuk memfagositosis eritrosit
16
baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak.
Kelainan patologi pembuluh darah kapiler disebabkan
karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan
lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu,
sehingga melekat pada endotel kapiler, menghambat
aliran kapiler, timbul hipoksia/anoksia jaringan. Juga
terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadinya
perembesan plasma. Monosit/makrofag merupakan
partisipan seluler terpenting dalam fagositosis eritrosit
yang terinfeksi (Soegijanto, 2004).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria,
serta jumlah parasit yang menginfeksinya (Prabowo,
2004).
Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan
Plasmodium Falciparum lebih berat dan lebih akut
dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain,
sedangkan gejala yang disebabkan oleh Plasmodium
Malariae dan Plasmodium Ovale adalah yang paling
ringan
2.1.4.1 Gejala Umum
17
Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai
timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi,
sedangkan
waktu
antara
terjadinya
infeksi
sampai ditemukannya parasit malaria di dalam
darah disebut periode prapaten. Masa inkubasi
maupun periode prapaten ditentukan oleh jenis
plasmodiumnya.
Tabel 2.1 Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium
Jenis
Plasmodium
Periode
Prapaten
Masa
Inkubasi
Tipe
Panas
Plasmodium
Falciparum
11 hari
9 - 14
hari
24-48
jam
Plasmodium
Vivax
12,2 hari
12 - 17
hari
48 jam
Plasmodium
Ovale
12 hari
16 - 18
hari
48 jam
Plasmodium
Malariae
32,7 hari
18 - 40
hari
72 jam
Manifestasi klinis
Hemolisis; gejala
gastrointestinal;
anemia; syok;
edema paru;
hipoglikemi; gagal
ginjal; gangguan
kehamilan;
kematian.
Anemia kronik;
splenomegali,
ruptur limpa.
Anemia kronik;
splenomegali,
ruptur limpa.
Rekrudensi sampai
50 tahun,
slenomegali
menetap, limpa
jarang ruptur,
sindrom nefrotik.
(Sumber: Harijanto, 2009).
2.1.4.2 Malaria Berat
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat
infeksi Plasmodium Falciparum yang disertai
gangguan berbagai sistem/organ tubuh. Kriteria
18
diagnosis malaria berat yang ditetapkan WHO
(1990), yaitu adanya satu atau lebih komplikasi,
seperti malaria serebral, anemia berat, gagal
ginjal akut, edema paru, hipoglikemia (kadar gula