Rancang Bangun Alat Penggiling Tulang Sapi Kering Chapter III V

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di
Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang
sapi kering, besi siku, puli (pulley), motor bakar, sabuk V (V belt), baut dan mur,
bearing (bantalan), stainless steel bulat padu (poros), dan plastik wadah
penampung. Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin
las, mesin bor, mesin gerinda, gergaji besi, palu, tang, kunci pas, kunci L, ring,
dan oven.
Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan eksperimen dan
studi literatur yang diperoleh dari referensi buku, jurnal, dan penelitian yang
berkaitan dengan alat penggiling tulang.
Komponen Alat
Alat penggiling tulang sapi kering ini mempunyai beberapa komponen
penting sebagai berikut.


Universitas Sumatera Utara

1.

Rangka alat
Rangka alat terbuat dari besi siku, berfungsi sebagai penyokong komponen
alat lainnya. Alat ini memiliki dimensi 80 cm × 48,5 cm × 43 cm.

2.

Motor bakar
Motor bakar berfungsi sebagai sumber tenaga mekanis (penggerak). Alat ini
menggunakan motor bakar berdaya 5,5 HP dengan kecepatan putaran alat
3800 RPM.

3.

Tabung penggiling
Tabung penggiling terdiri dari penggiling berputar dan penggiling statis.
Penggiling berputar dilengkapi dengan empat buah mata pisau berbentuk L,

dua buah penyeimbang, dan tiga buah kipas. Sedangkan penggiling statis
dilengkapi dengan 14 sisir penggiling. Pada bagian dasar tabung penggiling
terdapat ayakan berukuran 200 mesh.

4.

Saluran masukan (hopper)
Saluran masukan berfungsi untuk memasukkan tulang sapi kering yang akan
digiling.

5.

Saluran keluaran
Saluran keluaran berfungsi untuk menyalurkan tulang sapi yang sudah
digiling ke tempat penampungan yang telah disediakan.

6.

Sistem transmisi
Sistem tranmisi ini menggunakan puli dan sabuk V yang dihubungkan dengan

tenaga penggerak berupa motor bakar. Tenaga penggerak ini digunakan untuk
menggerakkan poros yang terhubung ke piringan pisau untuk menghancurkan
tulang sapi kering.

Universitas Sumatera Utara

Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
untuk penelitian yaitu merancang bentuk dan ukuran alat serta mempersiapkan
bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian.
1.

Pembuatan Alat
1.

Dirancang bentuk alat penggiling tulang.

2.

Digambar serta ditentukan ukuran alat penggiling tulang.


3.

Dipilih bahan yang akan digunakan untuk membuat alat penggiling
tulang.

4.

Dilakukan pengukuran terhadap bahan-bahan yang akan digunakan
sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan pada gambar teknik alat.

5.

Dipotong bahan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.

6.

Dilakukan pengelasan dan pengeboran untuk pemasangan kerangka alat.

7.


Digerinda permukaan yang terlihat kasar karena bekas pengelasan.

8.

Dibentuk dan dilas plat stainless steel pada poros.

9.

Dirangkai komponen-komponen alat penggiling tulang.

10. Dilakukan pengecatan guna memperpanjang umur pemakaian alat dan
menambah daya tarik alat.
11. Dipasang sabuk V dan puli pada motor bakar sebagai penghubung tenaga
putar dari motor bakar ke silinder untuk menggiling dan mengeluarkan
bahan.
2.

Persiapan Bahan
1.


Disiapkan tulang yang telah dikeringkan. Pengeringan bahan dilakukan
dengan cara sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

a. Dipotong-potong tulang sepanjang 2-5 cm.
b. Dibersihkan tulang dari daging yang masih menempel.
c. Dikeringanginkan tulang selama 1 jam.
d. Ditimbang tulang sebelum dimasukkan ke dalam oven.
e. Dimasukkan tulang ke dalam oven dengan suhu 100oC selama 6 jam.
f. Ditimbang tulang yang telah kering.
2.

Bahan siap untuk digiling.

Prosedur Penelitian
1.

Ditimbang bahan yang akan digiling.


2.

Dinyalakan alat penggiling tulang.

3.

Dimasukkan bahan melalui saluran pemasukan.

4.

Dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menggiling tulang.

5.

Dilakukan pengamatan sesuai dengan parameter yang ditentukan.

6.

Dicatat hasil pengamatan.


Parameter yang Diamati
Kapasitas Efektif Alat
Pengamatan parameter kapasitas efektif alat dilakukan dengan menghitung
banyaknya tulang yang digiling (kg) tiap satuan waktu yang dibutuhkan selama
proses penggilingan (jam), dihitung menggunakan persamaan (9).

Universitas Sumatera Utara

Kerusakan Hasil
Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi
berat tepung yang rusak (tergiling tidak sempurna, tertinggal di alat) (kg) dengan
berat bahan awal (sebelum digiling) (kg) dikali dengan 100%, dihitung
menggunakan persamaan (11).
Kadar Air Tepung Tulang
Pengamatan parameter kadar air dilakukan dengan membagi selisih berat
tepung tulang sebelum dikeringkan (kg) dan berat tepung tulang setelah
dikeringkan (kg) dengan berat tepung tulang sebelum dikeringkan (kg) dikali
dengan 100%, dihitung menggunakan persamaan (12).
Kehalusan Saringan Tepung Tulang

Pengamatan

parameter

kehalusan

saringan

dilakukan

dengan

menggunakan sieve shaker yang berfungsi dalam memilah sedimen berdasarkan
ukuran partikelnya. Ukuran saringan yang digunakan adalah 200 mesh. Cara
menggunakan sieve shaker yaitu sebagai berikut.
1.

Disusun ayakan bertingkat dari atas ke bawah dengan diawali ayakan yang
memiliki diameter lubang paling besar hingga terkecil.


2.

Dimasukkan tepung ke dalam ayakan paling atas (diameternya paling besar).

3.

Diletakkan di atas sieve shaker dan tutup dengan menggunakan tutup
pemberat yang sudah tersedia di shaker guna untuk menekan ayakan
bertingkat agar tidak goyang dan tumpah.

Universitas Sumatera Utara

4.

Ditekan set/display untuk mengatur waktu yang diperlukan selama
pengadukan (15 menit).

5.

Dinyalakan mesin dengan menekan tombol start/resume.


6.

Setelah mesin berhenti, diambil ayakan dari mesin dan dilihat hasil tepung
dari setiap ayakan. Untuk hasil ayakan yang paling kecil dimasukkan ke
dalam cawan.

7.

Ditimbang berat hasil ayakan dan dihitung persentase kehalusan dengan
menggunakan persamaan (13).

Analisis Ekonomi
1.

Biaya Penggilingan Tulang
Perhitungan biaya penggilingan tulang dilakukan dengan cara menjumlahkan
biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap, atau lebih
dikenal dengan biaya pokok. Hal ini dapat dihitung berdasarkan persamaan
(2).
a. Biaya Tetap
Biaya tetap terdiri dari:
1.

biaya penyusutan (metode garis lurus), dapat dihitung berdasarkan
persamaan (3)

2.

biaya bunga modal dan asuransi, dapat dihitung berdasarkan
persamaan (4)

3.

biaya pajak, diperkirakan bahwa biaya pajak adalah 2% per tahun dari
nilai awalnya

Universitas Sumatera Utara

4.

biaya gudang/gedung, diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata
diperhitungkan 1% dari nilai awal (P) per tahun.

b. Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap terdiri dari:
1.

biaya bahan bakar (Rp/liter)

2.

biaya perbaikan alat, dapat dihitung dengan persamaan (5)

3.

biaya operator tergantung pada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari
gaji bulanan atau gaji per tahun dibagi dengan total jam kerjanya.

2.

Break Even Point
Manfaat perhitungan titik impas (break even point) adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar
usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income
yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya
keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat
dihitung berdasarkan persamaan (6).

3.

Net Present Value
Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan metode
analisis finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria
yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk
diusahakan. Hal ini dapat dihitung berdasarkan persamaan (7), dengan kriteria
- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan
- NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak
menguntungkan

Universitas Sumatera Utara

- NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan.
4.

Internal Rate of Return
Untuk mengetahui kemampuan memperoleh kembali investasi yang sudah
dikeluarkan dapat dihitung dengan menggunakan IRR. Hal ini dapat dihitung
berdasarkan persamaan (8).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan dan Prinsip Kerja Alat
Alat penggiling tulang sapi kering dirancang untuk menggiling tulang
menjadi tepung. Perancangan dan pembuatan alat ini bertujuan untuk
mempermudah pengolahan limbah tulang menjadi tepung sebagai campuran
pakan hewan ternak sehingga limbah tulang yang sudah tidak memiliki nilai
ekonomis dapat menjadi produk yang berguna dan bernilai.
Pada tahap awal, dilakukan perancangan bentuk alat penggiling tulang sapi
kering. Prinsip kerja alat ini ialah melontarkan bahan dengan pisau penggiling ke
bagian piringan statis, kemudian diharapkan bahan dapat hancur sehingga
berbentuk butiran yang melewati mesh dan keluar melalui saluran pengeluaran.
Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan untuk menentukan dimensi alat yang
sesuai agar alat ini dapat bekerja.
Alat ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu kerangka alat, motor bakar, dan
tabung penggiling. Pada bagian kerangka alat digunakan besi siku. Pemilihan
bahan ini dikarenakan beban yang diterima adalah tabung penggiling yang terbuat
dari plat besi tebal sehingga alat dapat menahan beban dengan kokoh. Kerangka
alat berdimensi 80 cm × 48,5 cm × 43 cm. Motor bakar yang digunakan memiliki
tenaga sebesar 5,5 HP dengan kecepatan tanpa beban sebesar 3800 RPM dan puli
berdiameter 3,5 inci. Daya pada motor ditransmisikan ke poros yang terhubung
dengan piringan berputar melalui sabuk V dan puli berdiameter 4 inci.

Universitas Sumatera Utara

Tabung penggiling terdiri dari penggiling berputar dan penggiling statis.
Penggiling berputar memiliki diameter 21 cm dan tebal 0,5 cm, dilengkapi dengan
empat buah mata pisau berbentuk L, dua buah penyeimbang, dan tiga buah kipas.
Mata pisau berfungsi untuk melontarkan tulang ke bagian piringan statis dan
tabung penggiling. Penyeimbang berfungsi untuk menjaga kestabilan putaran
piringan berputar. Kipas berfungsi untuk memberikan tekanan udara terhadap
tepung agar bisa keluar melewati mesh menuju saluran pengeluaran. Sedangkan
penggiling statis memiliki diameter 35 cm dan tebal 0,5 cm, dilengkapi dengan 14
sisir penggiling. Sisir penggiling ini berfungsi untuk memecah tulang yang
dilontarkan oleh mata pisau.
Pada bagian dasar tabung penggiling terdapat ayakan berukuran 200 mesh
dengan lebar 15,1 cm. Ayakan ini digunakan karena sesuai dengan SNI tepung
tulang (1992). Pada bagian luar tabung terdapat hopper dengan diameter 10 cm.
Ukuran hopper dibuat tidak terlalu besar agar tidak banyak tepung yang tercecer
akibat tekanan udara yang dihasilkan oleh kipas penggiling. Spesifikasi lengkap
alat penggiling tulang sapi kering dapat dilihat pada lampiran 2.
Pemilihan dan Pengukuran Bahan
Pemilihan bahan dilakukan untuk memenuhi tujuan rancangan yang ingin
dicapai. Bahan teknik yang umum digunakan pada pembuatan alat adalah besi,
baja, aluminium, dan stainless steel. Untuk bagian rangka alat dipilih bahan besi
siku sehingga mampu menahan bobot alat. Untuk bagian tabung penggiling
dipilih bahan besi plat yang mudah dibentuk dan kuat. Sementara untuk bagian
dalam tabung penggiling, dipilih bahan baja untuk mata pisau, kipas,

Universitas Sumatera Utara

penyeimbang, dan sisir karena bahan yang akan diolah bersifat keras sehingga
mata pisau, kipas, dan penyeimbang tidak mudah rusak. Untuk piringan berputar
dipilih bahan stainless steel agar tidak mudah berkarat karena bagian ini paling
sering terkena hantaman bahan. Untuk poros dipilih bahan besi bulat padu.
Kemudian dilakukan pengukuran bahan sesuai dengan perencanaan.
Pemotongan dan Perakitan Bahan
Bahan yang telah diukur kemudian dipotong menggunakan gerinda potong
dan gergaji besi. Pemotongan harus dilakukan denga benar agar hasilnya sesuai
dengan ukuran. Bahan yang telah dipotong kemudian disatukan dengan cara
pengelasan, pematrian, ataupun penyatuan menggunakan baut dan mur. Setelah
itu dilakukan perakitan bahan yang telah disatukan sehingga menjadi bentuk alat
yang utuh.
Finishing
Setelah alat dirakit, tahap akhir yang dapat dilakukan yaitu melakukan
finishing. Pada tahap ini, dilakukan pengecatan untuk menghindari terjadinya
korosi pada alat sehingga alat bisa bertahan lebih lama. Selain itu, dengan
melakukan pengecatan pada alat maka nilai estetika alat akan bertambah sehingga
daya jual dari alat akan meningkat.
Pengeringan Tulang Sapi
Sebelum tulang sapi digiling menjadi tepung, tulang sapi melewati
beberapa tahapan. Tahap pertama yaitu membersihkan tulang sapi dari daging dan
lemak yang masih menempel. Tahap berikutnya yaitu pemotongan tulang sapi

Universitas Sumatera Utara

dengan ukuran 2-5 cm. Kemudian tulang sapi yang telah dipotong dijemur selama
1 jam. Setelah itu tulang sapi dikeringkan dalam oven dengan suhu 100°C selama
6 jam. Tulang sapi yang telah kering dapat digiling menjadi tepung. Hal ini sesuai
dengan literatur Capah (2006) yang menyatakan bahwa setelah pengeringan,
tulang digiling dengan menggunakan mesin penggiling untuk memperoleh hasil
tepung tulang. Pada penelitian ini, diperoleh kadar air tulang pada ulangan I
sebesar 6,66%, pada ulangan II sebesar 4%, dan pada ulangan III sebesar 4,66%.
Rataan kadar air tulang sapi adalah sebesar 5,10%. Kadar tulang sapi kering dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Kadar air tulang sapi
Berat awal
Ulangan
(kg)
I
1,50
II
1,50
III
1,50
Total
4,50
Rata-rata
1,50

Berat akhir
(kg)
1,40
1,44
1,43
4,27
1,42

Kadar air
(%)
6,66
4,00
4,66
15,32
5,10

Alat penggiling tulang sapi kering ini bertujuan untuk menghasilkan
produk tepung tulang. Proses pengeringan dibutuhkan agar kadar air pada tulang
berkurang hingga mencapai SNI tepung tulang (1992) yaitu maksimal sebesar 8%.
Kadar

air

yang

terkandung

pada

tulang

sapi

sendiri

mencapai

9%

(Yildirim, 2004). Jika proses pengeringan ini tidak dilakukan, maka hasil dari
penggilingan akan berupa pasta. Selain itu, jika tulang tetap digiling tanpa
dikeringkan terlebih dahulu, maka hasil penggilingan akan tersangkut di ayakan.
Proses pengeringan ini bertujuan agar tulang yang digiling dapat melewati ayakan
dan keluar melalui saluran pengeluaran dalam bentuk tepung.

Universitas Sumatera Utara

Kapasitas Efektif Alat
Menurut Daywin, dkk (2008), kapasitas kerja suatu alat atau mesin
didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam menghasilkan suatu
produk per satuan waktu (jam). Pada alat penggiling tulang sapi kering ini,
kapasitas efektif alat dihitung dari perbandingan antara banyaknya tepung tulang
yang dihasilkan (kg) dengan waktu yang dibutuhkan untuk penggilingan (jam).
Kapasitas efektif alat penggiling tulang sapi kering dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. Kapasitas efektif alat
Berat awal
Berat akhir
Ulangan
(kg)
(kg)
0,91
I
1
0,93
II
1
0,92
III
1
2,76
Total
3
0,92
Rataan
1

Waktu
(jam)
0,09
0,08
0,08
0,26
0,08

Kapasitas efektif
(kg/jam)
10,86
11,36
11,62
33,85
11,28

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, pada ulangan I diperoleh
kapasitas efektif alat sebesar 10,86 kg/jam dengan berat awal bahan 1 kg dan berat
akhir bahan 0,91 kg serta waktu penggilingan 0,09 jam. Pada ulangan II diperoleh
kapasitas efektif alat sebesar 11,36 kg/jam dengan berat awal bahan 1 kg dan berat
akhir bahan 0,93 kg serta waktu penggilingan 0,08 jam. Pada ulangan III
diperoleh kapasitas efektif alat sebesar 11,62 kg/jam dengan berat awal bahan 1
kg dan berat akhir bahan 0,92 kg serta waktu penggilingan 0,08 jam. Dari data ini
diperoleh rataan kapasitas efektif alat sebesar 11,28 kg/jam. Artinya, alat ini dapat
menggiling tulang hingga menjadi tepung sebanyak 11,28 kg dalam waktu 1 jam.

Universitas Sumatera Utara

Kerusakan Hasil
Pada alat penggiling tulang sapi kering ini, kerusakan hasil mencakup
bahan yang tertinggal di alat dan bahan yang tercecer selama proses penggilingan.
Adapun kriteria kerusakan hasil dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Kriteria kerusakan hasil
No.
Tertinggal di Alat
Tercecer
1.
Tepung yang melekat pada bagian Tepung yang keluar dari sela
dalam hopper, mata pisau, sisir, wadah penampung, hopper, dan
dan saluran pengeluaran.
bagian sambungan poros dengan
piringan mata pisau.
2.
Tulang yang tidak berhasil
melewati ayakan.
Persentase kerusakan hasil diperoleh dengan membandingkan antara berat
tulang tidak terolah (kg) dengan berat awal bahan yang diolah (kg). Hal ini sesuai
dengan literatur AOAC (2005) yang menyatakan bahwa berat bahan tidak terolah
dapat dihitung dengan mengurangi berat awal bahan dengan dengan berat bahan
terolah. Persentase kerusakan hasil pada alat penggiling tulang sapi kering dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Persentase kerusakan hasil pada alat
Berat
Berat tepung tulang
Ulangan
awal
tertinggal di alat
(kg)
(kg)
0,02
I
1
0,03
II
1
0,04
III
1
0,09
Total
3
0,03
Rataan
1

Berat tepung
tulang tercecer
(kg)
0,07
0,04
0,04
0,15
0,05

Persentase
kerusakan
hasil (%)
9
7
8
24
8

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, pada ulangan I diperoleh
persentase kerusakan hasil sebesar 9%, pada ulangan II diperoleh persentase
kerusakan hasil sebesar 7%, dan pada ulangan III diperoleh persentase kerusakan
hasil sebesar 8%. Rataan persentase kerusakan hasil pada alat ini sebesar 8%.
Kerusakan hasil ini diduga disebabkan oleh adanya tepung yang tidak masuk ke
dalam wadah penampung dan tepung yang keluar melalui hopper.
Kadar Air Tepung Tulang
Kadar air tepung tulang yang dihasilkan perlu diketahui agar dapat
disesuaikan dengan standar. Jika kadar air tepung tulang telah memenuhi standar,
maka tepung tulang layak untuk diusahakan. Jika tidak, maka perlu dilakukan
kajian lebih lanjut agar kadar air tepung tulang dapat disesuikan dengan standar.
Menurut SNI tepung tulang (1992), kadar air maksimal tepung tulang yang
diizinkan yaitu sebesar 8% untuk mutu I dan mutu II. Kadar air tepung tulang
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Kadar air tepung tulang
Berat awal
Berat cawan
Ulangan
(g)
(g)
25,04
I
2
23,75
II
2
22,42
III
2
71,21
Total
6
23,73
Rata-rata
2

Berat akhir
(g)
26,93
25,65
24,35
76,93
25,64

Kadar air
(%)
0,40
0,39
0,28
1,07
0,35

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, pada ulangan I diperoleh kadar
air tepung tulang sebesar 0,40%, pada ulangan II diperoleh kadar air tepung tulang
sebesar 0,39%, dan pada ulangan III diperoleh kadar air tepung tulang sebesar
0,28%. Rataan kadar air tepung tulang adalah sebesar 0,35%. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa tepung tulang yang dihasilkan telah memenuhi SNI tepung
tulang (1992) yaitu kadar air tepung maksimal sebesar 8%.
Kehalusan Saringan Tepung Tulang
Kehalusan saringan tepung tulang dapat diketahui dengan menggunakan
metode sieve shaker. Tepung yang lolos pada saringan paling bawah kemudian
ditimbang dan dihitung persentase kehalusannya. Menurut Khodijah, dkk (2014),
Saringan bertingkat dengan nilai mesh sama akan memperbaiki kualitas dan
keseragaman hasil, sedangkan saringan bertingkat dengan nilai mesh berbeda akan
menghasilkan beberapa produk dengan keseragaman berbeda. Kehalusan saringan
tepung tulang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Kehalusan saringan tepung tulang
Berat awal
Berat akhir
Ulangan
(g)
(g)
I
910
480,30
II
930
496,80
III
920
473,80
Total
2760
1450,90
Rata-rata
920
483,63

Kehalusan
(%)
52,78
53,41
51,50
157,69
52,56

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, pada ulangan I diperoleh
kehalusan saringan tepung tulang sebesar 52,78%, pada ulangan II diperoleh
kehalusan saringan tepung tulang sebesar 53,41%, dan pada ulangan III diperoleh
kehalusan saringan tepung tulang sebesar 51,50%. Rataan kehalusan saringan
tepung tulang adalah sebesar 52,56%. Hal ini menunjukkan bahwa tepung tulang
yang dihasilkan sebagian besar telah lolos saringan. Penyebab hasil uji kehalusan
saringan menggunakan sieve shaker ini sebesar 52,56% yaitu pada saat proses

Universitas Sumatera Utara

penggilingan tekanan yang ditimbulkan oleh kipas memaksa tulang yang belum
cukup halus keluar dari sela-sela ayakan.
Analisis Ekonomi
Umumnya setiap investasi bertujuan untuk mendapatkan

keuntungan.

Namun ada juga investasi yang bukan bertujuan untuk keuntungan, misalnya
investasi dalam bidang sosial kemasyarakatan atau investasi untuk kebutuhan
lingkungan, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Menurut Soeharno (2007), analisis
ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan
saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui
seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan.
Dari analisis biaya yang dilakukan (lampiran 10), diperoleh biaya untuk
menggiling tulang berbeda tiap tahun. Biaya untuk menggiling tulang pada tahun
pertama sebesar Rp 770,60/kg, pada tahun kedua sebesar Rp 772,30/kg, pada
tahun ketiga sebesar Rp 774,11/kg, pada tahun keempat sebesar Rp 776,05/kg,
dan pada tahun kelima sebesar Rp 778,11/kg. Hal ini disebabkan perbedaan nilai
biaya penyusutan tiap tahun sehingga mengakibatkan biaya tetap alat tiap tahun
berbeda juga.
Break Even Point
Manfaat perhitungan titik impas (break even point) adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Menurut Waldiyono (2008), break
even point (analisis titik impas) umumnya berhubungan dengan proses penentuan

Universitas Sumatera Utara

tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat
membiayai sendiri (self financing) dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self
growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.
Berdasarkan analisis biaya yang dilakukan (lampiran 11), titik impas
terjadi setelah menggiling tulang sebanyak 311 kg pada tahun pertama, 327 kg
pada tahun kedua, 344 kg pada tahun ketiga, 362 kg pada tahun keempat, dan 381
kg pada tahun kelima. Peningkatan break even point setiap tahunnya dipengaruhi
oleh biaya penyusutan yang meningkat setiap tahun.
Net Present Value
Net present value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur
suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Berdasarkan analisis biaya yang
dilakukan (lampiran 12), diketahui besarnya NPV dengan suku bunga 6,75%
adalah Rp 350.551.655,50/tahun dan dengan suku bunga bank coba-coba sebesar
8% adalah Rp 335.847.320,60/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini layak
untuk dijalankan karena NVP lebih besar dari nol. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Giatman (2006) yang menyatakan bahwa jika NPV > 0, berarti usaha
yang telah dilaksanakan menguntungkan.
Internal Rate of Return
Menurut Soekartawi (1995), internal rate of return atau tingkat
pengembalian internal merupakan parameter yang dipakai apakah suatu usaha tani
mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi usaha
tani bila IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku saat usaha tani itu

Universitas Sumatera Utara

diusahakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto
sekarang (NPV = 0).
Dari analisis biaya yang dilakukan (lampiran 13), diperoleh nilai IRR
sebesar 37,80%. Usaha ini layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank tidak
melebihi 37,80%. Jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut, maka
usaha ini tidak layak lagi diusahakan. Semakin tinggi bunga pinjaman di bank
maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Alat penggiling tulang sapi kering dibuat melalui tahapan perancangan,
pemilihan bahan, pengukuran bahan, pemotongan bahan, perakitan, dan
finishing. Melalui pengujian alat, diperoleh kapasitas efektif alat sebesar
11,28 kg/jam, kerusakan hasil sebesar 8%, kadar air tepung tulang sebesar
0,35%, dan kehalusan saringan sebesar 52,56%.

2.

Analisis ekonomi menunjukkan bahwa break even point terjadi setelah
menggiling tulang sebanyak 381 kg pada tahun kelima, NPV yang dihasilkan
> 0 yaitu sebesar Rp 350.551.655,50/tahun dengan suku bunga 6,75% dan Rp
335.847.320,60/tahun dengan suku bunga coba-coba 8%, serta internal rate
of return pada alat ini sebesar 37,80%.

Saran
Perlu dilakukan pengujian terhadap kecepatan putaran alat dan ukuran
ayakan (mesh) agar alat ini dapat bekerja lebih optimal.

Universitas Sumatera Utara