ANALISIS PEMAHAMAN SISWA BERDASARKAN TEORI BRUNER DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS PADA KELAS VII-A MTs GUPPI POGALAN TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

17

BAB II
KAJIAN TEORI

A.

Hakikat Matematika

1.

Pengertian Matematika
Istilah methematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique

(Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde
(Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari
perkataaan Yunani, mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan
itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan
mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa,
yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berfikir).22 Istilah matematika
berasal dari kata Yunani mathematike atau manthenein, yang artinya belajar.

Penggunaan kata ilmu pasti untuk matematika seolah-olah membenarkan
pendapat bahwa di dalam matematika semua hal sudah pasti dan tidak dapat
diubah lagi. Padahal, kenyataan sebenarnya tidaklah demikian. Dalam
matematika, banyak terdapat pokok bahasan yang justru tidak pasti, misalnya
dalam statistika ada probabilitas (kemungkinan), perkembangan dari logika
konvensional yang memiliki 0 dan 1 ke logika fuzzy yang bernilai antara 0 dan 1,
dan seterusnya. Dengan demikian, istilah matematika lebih tepat digunakan dari
pada ilmu pasti. Belajar matematika sama halnya dengan belajar logika, karena

22

Erman Suherman Ar, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,
(Bandung: UPI Bandung, 2003), hlm. 15

17

18

kedudukan matematika dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai ilmu dasar atau
ilmu alat.23 Jika seseorang ingin menguasai ilmu lain seperti fisika, teknik dan

lain-lain maka harus menguasai matematika dulu secara benar. Tanpa menguasai
matematika mustahil siswa dapat menguasai ilmu fisika karena matematika
merupakan ilmu dasar dalam belajar fisika.
Matematika adalah salah satu ilmu yang sangat penting dalam dan untuk
hidup kita. “Banyak hal di sekitar kita yang selalu berhubungan dengan
matematika. Mencari nomor rumah seseorang, menelepon, jual beli barang,
menukar uang, mengukur jarak dan waktu dan masih banyak lagi.”24 Jadi, penting
sekali belajar matematika untuk bekal hidup. Banyak orang yang mempertukarkan
antara matematika dengan aritmatika atau berhitung. Padahal, matematika
memiliki cakupan yang lebih luas dari pada aritmatika. Aritamatika hanya
merupakan bagian dari matematika. Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di
sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para
siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang
berkesulitan belajar.
Plato berpendapat bahwa matematika adalah identik dengan filsafat
untuk ahli pikir. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal.
Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai
salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas
kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen,

23

Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelligence. . . , hal.41
Ariesandi Setyono, Mathemagics: Cara Jenius Belajar Matematika, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2007), hal 1
24

19

observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis.
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ini sesuai dengan pendapat Schoenfeld
(1985) yang mendefinisikan bahwa belajar matematika berkaitan dengan apa dan
bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan
masalah.25 Sesuai pendapat Aristoteles matematika diperoleh dari abstraksi
berarti, ilmu matematika itu berbeda dengan disiplin ilmu yang lain. Matematika
memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa yang terdiri atas simbol-simbol dan angka.
Sehingga, jika kita ingin belajar matematika dengan baik dan dapat menyelesaikan
masalah matematika, maka langkah yang harus ditempuh adalah kita harus
menguasai bahasa pengantar dalam matematika, harus berusaha memahami

makna-makna di balik lambang dan simbol tersebut.
Dalam kamus matematikanya Jamus menyatakan bahwa matematika
adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep
berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga
bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.26 Dalam belajar geometri siswa
dituntut untuk memahami konsep-konsepnya dan mampu menggunakan logika
untuk memahami bentuk dan materi terkait geometri.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat difahami
bahwa sampai saat ini definisi atau pengertian tentang matematika masih beraneka
ragam. Atau dengan kata lain tidak terdapat satu definisi tentang matematika yang
25

Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hal. 130.
26
Hasratuddin, Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika,
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article-29441-Jurnal%20130-141.pdf. Diakses 27
Januari 2014

20


tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar matematika. Dapat dikatakan
bahwa matematika sangat berarti untuk bekal dalam mengarungi kehidupan ini,
sehingga pengetahun kita tentang matematika akan bertambah luas dengan tidak
hanya memandang dari satu segi saja. Matematika juga merupakan kunci untuk
memahami ilmu-ilmu lain semisal sains, tehnik, dan juga tercantum dalam garis
besar program pengajaran matematika. Sebagian besar konsep matematika
memang bersifat abstrak.
matematika

dijenjang

Di kemukakan bahwa tujuan umum diberikannya

pendidikan

dasar

dan


pendidikan

umum

adalah

mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran logis, aktif, kreatif, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
2.

Tujuan Matematika Dalam Pendidikan
Tujuan pembelajaran matematika mengacu kepada fungsi matematika

serta kepada tujuan pendidika nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika

pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu:27
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, malalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.

27

Erman Suherman Ar, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer..., hal. 58

21

b. Mempersiapkan siswa agar dapat mennggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
Jadi, dengan pembelajaran matematika siswa belajar untuk berfikir logis,
rasional, kritis, cermat, jujur dan efisien. Melalui matematika siswa dapat
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang nantinya sebagai bekal dalam
menghadapi segala perkembangan di kehidupan.

B.


Belajar Matematika

1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan
masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa “belajar” merupakan kata yang
tidak asing, bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari senua
kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di suatu lembaga. Kegiatan belajar mereka
lakukan setip waktu sesuai dengan keinginan, entah malam, siang, sore atau pagi
hari.28 Belajar dapat difahami sebagai suatu aktifitas dalam usaha menuntut ilmu
dan belajar tidak dibatasi oleh waktu yang mengikat.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
perubahan

tingkah

pengalamannya


28

laku

sendiri

yang

baru

dalam

secara

keseluruhan,

interaksi

dengan


sebagai

hasil

lingkungannya

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 12

22

(Slameto,1991:2).29 Belajar merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang
hayat manusia untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihanpelatihan atau pengalaman-pengalaman. Belajar dapat membawa perubahan bagi
si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Perubahan
tingkah laku itu merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan. Perubahan
tingkah laku yang berlaku dalam waktu relatif lama dan disertai usaha orang
tersebut, sehingga orang itu dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi
mampu mengerjakannya.Tanpa usaha, walaupun terjadi perubahan tingkah laku,
bukanlah belajar. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu
merupakan proses belajar.

Menurut Bruner, belajar matematika yaitu belajar tentang konsep-konsep
dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta
menghubungkan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Belajar
matematika merupakan belajar secara keseluruhan tentang konsep, simbol-simbol,
pola dan lain-lain terkait matematika sabagai usaha memahami, mengaplikasikan
ilmu matematika untuk memecahkan masalah matematika, bekal mempelajari
ilmu sains dan teknologi, serta mampu menghadapi berbagai persoalan dengan
cara berfikir matematis dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, belajar
matematika berarti belajar tentang rangkaian-rangkaian pengertian (konsep) dan
rangkaian

pertanyaan-pertanyaan

(sifat,

teorema,

dalil,

prinsip)

untuk

mengungkapkan tentang pengertian dan pernyataan diciptakan lambang-lambang,

29

Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran. . . , hal. 2

23

nama-nama, istilah dan perjanjian-perjanjian (fakta). Konsep yaitu pengertian
abstrak yang memungkinkan seseorang dapat membedakan suatu objek dengan
yang lain.
2. Ciri-Ciri Belajar
Dari pendapat beberapa ahli tentang definisi belajar, Bahruddin dan Esa
Nur Wahyuni menyimpulkan ada beberapa ciri belajar, yaitu:
a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini
berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku.
b. Perubahan perilaku relative permanen.
c. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
d. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.30
Jadi, dalam belajar diperlukan suatu latihan atau pengalaman untuk
mencapai perubahan tingkah laku yang bersifat permanen.
Menurut Edi Suardi kegiatan belajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu,
yaitu sebagai berikut:
a. Belajar memiliki tujuan.
b. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan, dll.31
Intinya, ada tujuan yang akan dicapai dengan belajar dan untuk mencapai
tujuan itu diperlukan perencanaan yang baik sebelum melakukan aktivitas belajar.

30

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2007), hal. 15-16
31
Syaiful dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal.
39

24

Senada dengan pernyataan Ngalim Purwanto, bahwa ada beberapa
elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, antara lain:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus
merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai
aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap.32
Belajar adalah kunci dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa
belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Belajar adalah kegiatan yang
berproses dan menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik karena adanya
usaha. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu
amat tergantung pada proses belajar dan usaha yang dialami siswa baik ketika ia
berada di sekolah maupun lingkungan. Belajar matematika berarti bukan sekedar
ikatan antara stimulus dengan respons melainkan lebih banyak melibatkan proses
kognitif.

32

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), hal. 85

25

C.

Pemahaman Matematika
“Pemahaman (comprehension) ialah kemampuan untuk menginterpretasi

atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri.”33 Dalam belajar
matematika siswa dikatakan faham jika mampu menjelaskan kembali materi yang
telah didapatnya dengan bahasa mereka sendiri. “Pemahaman (understanding)
yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimilki oleh individu.”34 Pemahaman
tidak hanya melibatkan ranah kognitif tapi juga afektif (sikap). Jadi siswa yang
faham akan suatu materi tidak hanya mampu mengaplikasikannya untuk
menyelesaikan soal praktis, tapi juga dapat menggunakan pengetahuan yang
didapatnya untuk mengubah sikap atau tingkah laku yang lebih baik. Misal, siswa
yang pintar bermatematika dalam kehidupan sehari-hari menampilkan perilaku
atau berpikir secara sistematis dan logis.
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya member contoh lain dari yang telah dicontohkan,
atau menggunakan petunjuk penerapan
pada kasus lain. Dalam
taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari
pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak
perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu
mengetahui atau mengenal. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga
kategori. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan. Tingkat kedua
adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian
terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan
beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok
dan yang bukan pokok. Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah
pemahaman ekstrapolasi yaitu mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi atau memperluas persepsi dalam
arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya.35
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa untuk dapat memahami, siswa harus
mengetahui atau mengenal materi matematika dulu. Menurut Bloom tingkat
33

Djaali, Psikologi Pendidikan. . . , hal.77
E. Mulyasa, Kurikulum berbasis Kompetensi. . . , hal. 39
35
Nana Sudjana , Penilaian Hasil. . . , hal.24

34

26

pemahaman dimulai dari pemahaman terjemahan (mulai dari terjemahan dalam
arti yang sebenarnya), pemahaman penafsiran, seperti siswa dapat mengaitkan
konsep sudut dan garis dengan konsep matematika yang lain dan tingkat
pemahaman tertinggi (pemahaman ekstrapolasi) dimana siswa sudah mampu
memahami arti dibalik simbol-simbol abstrak dalam matematika.
Pemahaman yaitu penyerapan secara mendalam terhadap suatu materi
yang dipelajari. Yang mana pemahaman merupakan salah satu prestasi siswa dari
jenis/ranah kognitif yang ada enam yaitu pengamatan, ingatan, pemahaman,
aplikasi penerapan, analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti), dan sintetis
(membuat paduan baru yang utuh). Sehingga pemahaman disini memiliki dua kata
kunci yang mengarah pada “bagaimana siswa dapat menjelaskan materi dan
bagaimana siswa dapat mendenifisikan dengan lisan sendiri secara detail”.36
Dengan memahami berarti siswa dapat menjelaskan materi yang telah dia peroleh
menggunakan bahasa sendiri.
Menurut Hiebert dan Carpenter (1992) pengajaran yang menekankan
kepada pemahaman mempunyai sedikitnya lima keuntungan:
1. Pemahaman bersifat generatif, artinya bila seseorang telah memahami suatu
konsep, maka pengetahuan itu akan mengakibatkan pemahaman yang lain
karena adanya jalinan antar pengetahuan yang dimiliki siswa. Pemahaman
menyebabkan setiap penemuan atau pengetahuan baru senantiasa dikaitkan
dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

36

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) hal. 214

27

2. Pemahaman memacu ingatan, artinya suatu pengetahuan yang telah dipahami
dengan baik akan diatur dan dihubungkan secara efektif dengan pengetahuanpengetahuan

yang

lain

sehingga

menjadi

lebih

mudah

diingat.

Pengorganisasian skema atau pengetahuan secara lebih efisien di dalam
struktur kognitif membantu seseorang untuk dapat mengingat lebih baik
pengetahuan yang sudah dipahaminya.
3. Pemahaman mengurangi banyaknya hal yang harus diingat, artinya jalinan yang
terbentuk antara pengetahuan yang satu dengan yang lain dalam struktur
kognitif siswa yang mempelajarinya dengan penuh pemahaman merupakan
jalinan yang sangat baik. Dengan memahami salah satu dari pengetahuan
tersebut, maka segala pengetahuan yang terkait dapat diturunkan dari padanya.
Hal ini mengakibatkan siswa tidak perlu menghafalkan semuanya.
4. Pemahaman meningkatkan transfer belajar, artinya pemahaman suatu konsep
matematika akan diperoleh oleh siswa yang aktif menemukan keserupaan dari
berbagai konteks konsep tersebut. Hal ini akan membantu siswa untuk
menganalisis apakah suatu konsep tertentu dapat diterapkan untuk suatu
kondisi tertentu.
5. Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa, artinya siswa yang memahami
matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif, yang
selanjutnya akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya.37
Disimpulkan bahwa dengan pemahaman siswa dapat menghubungkan
konsep matematika yang telah didapatkan sebelumnya dengan konsep baru.

37

http://abdussakir.wordpress.com, diakses tanggal 23 Oktober 2014

28

Pemahaman akan semakin meningkatkan ingatan siswa terhadap materi yang telah
dipelajari. Siswa tidak perlu menghafal banyak materi, mampu menerapkan
konsep matematika dalam kondisi lain serta membantu perkembangan
pengetahuan matematikanya menjadi lebih baik.
Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara
bermakna, artinya siswa dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai
dengan keadaan lain sehingga belajar dengan memahami.38

Untuk membuat

siswa belajar matematika dengan pemahaman, guru hendaknya merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran matematika yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Kemampuan guru dalam
merencanakan

dan

melaksanakan

pembelajaran

yang

sesuai

dengan

perkembangan intelektual siswa sangat menentukan untuk dapat tidaknya suatu
konsep yang dipelajari dipahami oleh siswa.
Hasil-hasil pemahaman dapat digunakan untuk pembimbingan siswa,
mengoptimalkan perkembangan siswa, menyesuaikan materi dan proses
pembelajaran, serta membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.39
Pentingnya mengetahui tingkat pemahaman siswa antara lain untuk memperbaiki
pembelajaran, menciptakan metode pembelajaran matematika yang sesuai dengan
tingkat pemahaman siswa serta dapat memahamkan siswa terhadap materi yang
disampaikan. Konsep matematika yang saling berkaitan menuntut siswa untuk
dapat memahami setiap konsep yang diberikan agar tidak mengalami kesulitan
dalam mempelajari materi selanjutnya. Untuk itu peneliti tertarik untuk
38

Erman Suherman Ar, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika..., hal. 32
Syaodih Nana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hal.217
39

29

menganalisis pemahaman siswa tentang materi sudut dan garis dan nantinya
diharapkan siswa tidak mengalami kesulitan dalam pelajaran selanjutnya,
khususnya materi geometri seperti bangun datar, bangun ruang, lingkaran dan
lain-lain.

D.

Teori Bruner
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S Bruner adalah seorang

ahli psikologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat. Telah mempelopori
aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan
perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan
pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar
atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar
pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya.40 Berdasarkan pendapat tersebut sebaiknya pelajaran
matematika dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan ruang bagi siswa
untuk menemukan sendiri konsep matematika yang dipelajari. Guru sebatas
memberikan stimulus yang mengarah pada inti pelajaran. Siswa sendiri yang
mengembangkan dan memproses informasi yang didapat dari guru.
Bruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning, yaitu
dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk
akhir. Menurut pendapatnya, mata pelajaran dapat diajarkan secara
40

Nely Machmud, Perbandingan Teori Bruner dan Teori Belajar Gagne,
http://www.manmodelgorontalo.com, (diakses tanggal 2 November 2014)

30

efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya
dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna dan makin meningkat
ke arah yang abstrak. Dengan mengkoordinasikan mode penyajian bahan
dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan itu, yang sesuai
dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari
tingkat representasi sensory (enactive) ke representasi konkrit (iconic)
dan akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak (symbolic). Di dalam
mengajar harus dapat diberikan kepada murid struktur dari mata
pelajaran itu, murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga
terbentuklah
suatu disiplin. Hendaknya guru harus memberikan
kesempatan kepada muridnya untuk menjadi problem solver, seorang
scientist, historin, atau ahli matematika. Biarkanlah murid-murid
menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka
untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti
mereka.41

Proses belajar siswa dimulai dari tahap enaktif yaitu siswa mempelajari
materi dengan menggunakan situasi yang nyata. Misal siswa belajar tentang garis
sejajar dengan menggunakan benda nyata berupa bangun persegi panjang
kemudian siswa dibimbing secara aktif sehingga menemukan sendiri konsep garis
sejajar tersebut. Selanjutnya pada tahap ikonik, siswa memahami pelajaran terkait
sudut dan garis dalam bentuk bayangan visual (dengan gambar). Pada tahap
simbolik, siswa mampu menggunakan simbol-simbol matematika tanpa bantuan
benda konkrit maupun gambar dalam menyelesaikan soal sudut dan garis. Pada
tahap pemahaman simbolik ini, siswa sudah mampu memaknai simbol-simbol
abstrak materi sudut dan garis dalam menyelesaikan permasalahan terkait materi
sudut dan garis tersebut.
Teori Bruner (teori pembelajaran penemuan/inkuiri) adalah suatu model
pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide

41

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2005), hal. 42

31

kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari
pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar
(pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Dalam
pembelajaran melalui penemuan, guru memberikan contoh dan siswa bekerja
berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu
struktur materi. (Woolfolk,1997:317).42 Dalam sebuah pembelajaran, untuk
memperoleh pemahaman sebenarnya diperlukan proses belajar yang aktif
sehingga siswa dapat menemukan sendiri hubungan antar bagian dari suatu
struktur materi melalui contoh yang diberikan guru.
Teori Bruner ini digunakan untuk memperbaiki pengajaran yang selama
ini hanya mengarah kepada menghafal fakta-fakta saja, tidak memberikan kepada
murid pengertian tentang konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang terdapat
didalam pelajaran.43 Dalam belajar yang menekankan kepada pemahaman siswa,
konsep/prinsip yang terdapat dalam pelajaran menjadi unsur yang sangat perlu
dikuasai oleh siswa. Jadi, siswa tidak hanya menghafal fakta-faktanya saja tanpa
mengetahui konsep dasarnya.
Dalam proses belajar, siswa menempuh tiga fase, meliputi: 1) informasi
(penerimaan materi), dimana seorang siswa yang sedang belajar memeroleh
sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari; 2) transformasi
(pengubahan materi dalam memori), informasi yang telah diperoleh itu dianalisis,
diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual
supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas; 3)
42

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 79-80
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Asdi Mahasatya,
2008), hal. 231
43

32

evaluasi (penilaian penguasaan materi), seorang siswa akan menilai sendiri
sampai sejauh mana pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan tadi)
dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan
masalah yang dihadapi.44 Saat siswa menempuh fase informasi ada kalanya
informasi yang diperoleh itu baru didapatkan dan ada pula informasi yang
diterima itu berfungsi untuk menambah atau memperdalam pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya. Pada fase transformasi pengetahuan baru akan lebih
mudah difahami jika disampaikan dengan strategi yang tepat. Dan pada fase
evaluasi siswa akan menilai sendiri tingkat kemampuannya dengan jalan
memecahkan masalah atau banyak mengajukan soal-soal terkait materi yang telah
dipelajari.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan baik dan kreatif jika guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk
konsep,

teori,

definisi,

dan

sebagainya)

melalui

contoh-contoh

yang

menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain,
siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.45
Bruner percaya adalah baik untuk siswa memulai dengan penyajian konkret,
kemudian mencoba untuk menyusunya sendiri mengenai ide itu, di sini guru
sifatnya hanyalah membantu. Dengan cara itu siswa akan lebih mudah mengingat
ide yang sudah dipelajari itu dan lebih mampu dalam menerapkan pada suasana
lain.

44

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan. . . , hal. 111
B. Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hal.12-13
45

33

E.

Materi Sudut dan Garis

1.

Pengertian Garis
Garis merupakan susunan titik-titik (bisa tak hingga) yang saling

bersebelahan dan berderet memanjang ke dua arah (kanan/kiri, atas/bawah).
a.

Kedudukan dua buah Garis

(1)

Garis Sejajar adalah dua garis sebidang yang tidak berpotongan.46

(2)

Garis Berpotongan, dua buah garis dikatakan berpotongan apabila

keduanya memiliki sebuah titik potong atau biasa disebut sebagai titik
persekutuan.
(3)

Garis berhimpit, dua buah garis akan dikatakan berhimpit apabila kedua

garis tersebut memiliki setidaknya dua titik potong. sebagai contoh jarum jam
ketika menunjukkan pukul 12 pas. kedua jarum jam tersebut akan saling
berhimpit.
(4)

Garis Bersilangan, dua buah garis dapat dikatakan bersilangan apabila

keduanya tidak sejajar dan tidak berada pada satu bidang.
untuk memahami beragam kedudukan garis di atas perhatikan saja gambar berikut
ini:

Gambar 2.1 Kedudukan Garis
46

Sri Mulyati, Geometri Euclid, (Malang: Universitas Negeri Malang, t.t.,), hal.59

34

2. Pengertian Sudut
Sudut adalah himpunan titik-titik yang merupakan gabungan dari dua
sinar yang bersekutu di titik pangkalnya.47
Contoh 2.1

A
B

C

Gambar 2.2 Sudut
Gambar 2.2 menggambarkan sudut ABC. ⃗⃗⃗⃗⃗ dan ⃗⃗⃗⃗⃗ disebut kaki-kaki sudut
ABC. B disebut titik sudut.

di atas juga ditulis sebagai

a. Bagian-bagian pada suatu sudut
Sudut memiliki tiga bagian penting, yaitu:
Kaki Sudut: Garis-garis pembentuk sudut.
Titik Sudut: Titik perpotongan/pertemuan kedua kaki sudut.
Daerah Sudut: Daerah yang dibatasi oleh kedua kaki sudut.
Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut:

Gambar 2.3 Bagian-Bagian Sudut

47

Ibid., hal.20-21

35

b.

Jenis-jenis Sudut
Ada beragam jenis sudut semuanya dibedakan berdasarkan besar dari

daerah sudut yang terbentuk, diantaranya:
Sudut Siku-siku adalah sebuah sudut yang memiliki besar daerah sudut 90°
Sudut Lancip adalah sebuah sudut yang memiliki besar daerah sudut
diantara 0° dan 90°(0°< D < 90°)
Sudut Tumpul adalah sebuah sudut yang memiliki besar daerah sudut
diantara 90° dan 180°(90°< D < 180°)
Sudut

Lurus

adalah

sudut

yang

kaki-kakinya

merupakan

sinar-sinar

berlawanan.48
Sudut Refleks adalah sebuah sudut yang memiliki besar daerah sudut
diantara 180° dan 360°(180° < D < 360°)
c.

Hubungan antar Sudut

(1)

Sudut Berpenyiku
Apabila ada dua buah sudut berhimpitan dan membentuk sudut siku-siku,

maka sudut yang satu akan menjadi sudut penyiku bagi sudut yang lain sehingga
kedua sudut tersebut dinyatakan sebagai sudut yang saling berpenyiku
(komplemen).

48

Ibid., hal. 34

36

ABD + DBC = 90°

(2)

Sudut Berpelurus
Apabila ada dua buah sudut yang berhimpitan dan saling membentuk sudut

lurus maka sudut yang satu akan menjadi sudut pelurus bagi sudut yang lain
sehingga kedua sudut tersebit bisa dikatakan sebagai sudut yang saling berpelurus
(suplemen).

PQS + SQT + TQR = 180°
d.

Hubungan Antar Sudut apabila Dua Garis Sejajar Dipotong oleh
Garis Lain
Simak dengan baik gambar di bawah ini:

Gambar 2.4 Hubungan Antar Sudut

37

(1)

Sudut-Sudut Sehadap (sama besar)

adalah dua sudut yang dibentuk oleh perpotongan transversal (sebuah garis yang
memotong dua garis lain di dua titik) dengan garis, sudut-sudut pada titik yang
berbeda, satu di daerah dalam dan satu di luar dan mereka pada sisi yang sama
terhadap transversal. 49 Misalnya A dan E, B dan F, C dan G, D dan
H, pada gambar 2.4.
(2) Sudut-Sudut Dalam Berseberangan (sama besar)
adalah dua sudut yang dibentuk oleh perpotongan transversal dengan dua garis,
kedua sudut di daerah dalam, pada sisi yang berlawanan terhadap transversal dan
di titik sudut yang berbeda.50 Misalnya C dan E, D dan F, pada gambar 2.4.
(3) Sudut-Sudut Luar Berseberangan (sama besar)
adalah dua sudut yang dibentuk oleh perpotongan transversal dengan dua garis di
daerah luar, pada sisi yang berlawanan terhadap transversal dan titik sudut yang
berbeda. Misalnya A dan G, B dan H, pada gambar 2.4.
(4) Sudut Dalam Sepihak
adalah sudut yang berada di bagian dalam dan berada pada sisi yang sama. bila
dijumlahkan, sudut yang saling sepihak akan membentuk sudut 180°. contohnya:
D + E = 180°
C + F = 180°
(5) Sudut Luar Sepihak
adalah sudut yang berada di bagian luar dan berada pada sisi yang sama. bila
dijumlahkan, sudut yang saling sepihak akan membentuk sudut 180°. contohnya:
49
50

Ibid., hal.61
Ibid., hal.60

38

B + G = 180°
A + H = 180°
(6) Sudut bertolak belakang (sama besar)
adalah dua sudut sedemikian sehingga kaki-kaki sudut yang satu merupakan sinarsinar berlawanan dengan kaki sudut kedua.

Gambar 2.5 Sudut Bertolak Belakang

39

F.

Kajian Penelitian Terdahulu
Secara umum, telah ada beberapa tulisan dan penelitian yang meneliti

tentang Teori Belajar Bruner dan dikaitkan dengan pemahaman siswa. Namun
tidak ada yang sama persis dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Berikut ini beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini:
1. Akhmad Syam’un, 2009
Implementasi Teori Bruner untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V MI
Hidayatul Mubtadi’in pada Operasi Hitung Bilangan Bulat, penelitian ini bersifat
PTK (Penelitian Tindakan Kelas), rumusan masalahnya adalah bagaimana
implementasi Teori Bruner sebagai upaya pemahaman siswa terhadap materi
operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, bagaimana pemahaman
siswa terhadap materi operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
melalui implementasi Teori Bruner, bagaimana hasil yang dicapai berdasarkan
pemahaman siswa terhadap materi operasi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat melalui implementasi Teori Bruner.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pembelajaran melalui Teori Bruner
lebih dapat memahamkan siswa terhadap materi operasi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat, dengan keseluruhan siswa mampu mencapai batas
ketuntasan belajar nilai 60 tanpa melalui pembelajaran remedial.
2. PujutTri Wahono, 2011
Penerapan Teori Bruner Berbasis ICT Pada Operasi Hitung Bilangan Bulat Untuk
Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas VII MTs Muhammadiyah Watuliwo
Tahun Ajaran 2010/2011, penelitian ini bersifat PTK (Penelitian Tindakan Kelas),

40

rumusan masalahnya adalah bagaimana upaya penerapan teori Bruner berbasis
ICT terhadap operasi hitung bilangan bulat untuk meningkatkan pemahaman
siswa kelas VII MTs Muhammadiyah Watulimo tahun 2010/2011.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pembelajaran melalui Teori Bruner
Berbasis ICT lebih dapat memahamkan siswa terhadap materi operasi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, dengan keseluruhan siswa mampu
mencapai batas ketuntasan belajar nilai 75 tanpa melalui pembelajaran remedial.
3. Fadliati, 2012
Pola Berpikir Siswa Berdasarkan Teori Bruner Pada Tahapan Simbolik Terkait
Materi Bangun Ruang Kelas V-A MI Miftahul Huda Tawangrejo Wonodadi Blitar
Tahun Ajaran 2011/2012, penelitian ini bersifat kualitatif, focus penelitiannya
adalah bagaimana pola berpikir siswa berdasarkan Teori Bruner pada tahapan
simbolik terkait materi bangun ruang kelas V-A MI Miftahul Huda Tawangrejo
Wonodadi Blitar tahun ajaran 2011/2012, bagaimana analisis pemahaman siswa
terhadap materi bangun ruang terhadap tahapan simbolik belajar Bruner pada
materi bangun ruang kelas V-A MI Miftahul Huda Tawangrejo Wonodadi Blitar.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ada 9 siswa MI Miftahul Huda
Tawangrejo Wonodadi Blitar Kelas V-A telah sesuai pada pola berpikir Teori
Bruner pada tahapan simbolik, dan ada 6 siswa pola berpikirnya belum sesuai
dengan pola berpikir Bruner pada tahapan simbolik artinya mereka belum bisa
memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada kaitannya dengan
objek-objek.

41

4.Narulita Riskayanti, 2014
Proses Berpikir Siswa Berdasarkan Teori Bruner dalam Memahami Teorema
Pythagoras di Kelas VIII MTs Negeri Bandung Tulungagung Tahun Ajaran
2013/2014, penelitian ini bersifat kualitatif, focus penelitiannya adalah bagaimana
proses berpikir siswa berdasarkan teori Bruner dalam menyelesaikan soal-soal
yang berkaitan dengan materi teorema Pythagoras.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah proses berpikir siswa setelah diamati
dan dianalisis berdasarlan teori belajar Bruner dalam memahami Teorema
Pythagoras mendapatkan hasil jawaban yang bervariasi. Cara berpikir siswa
berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Beberapa hasil penelitian yang sudah peneliti sebutkan di atas
menjelaskan tentang implementasi teori Bruner untuk meningkatkan pemahaman
siswa, penggunaan Teori Bruner berbasis ICT dalam meningkatkan pemahaman
siswa, pola berfikir siswa berdasarkan teori Bruner pada tahapan simbolik, proses
berfikir siswa berdasarkan teori Bruner. Jadi beberapa hasil penelitian di atas
berfungsi sebagai bahan pustaka dalam penelitian ini.
No.

Skripsi

1.

Akhmad Syam’un

Persamaan
Menggunakan
Bruner

teori Menggunakan

yang

dengan

Pujut Tri Wahono

dengan
siswa.

lokasi

penelitiannya berbeda.

Menggunakan
Bruner

dikaitkan penelitian PTK, materi

pemahaman dan

siswa.
2.

Perbedaan

teori Menggunakan

yang

dikaitkan penelitian

PTK,

pemahaman pembelajaran melalui
teori bruner berbasis
ICT, materi dan lokasi

42

penelitiannya berbeda.
3.

Fadliati

Menggunakan penelitian Meneliti pola berfikir
kualitatif,
Teori

menggunakan dan pemahaman siswa
Bruner

mengaitkannya
pemahaman siswa.

dan berdasarkan

teori

dengan bruner pada tahapan
simbolik saja.
Materi

dan

lokasi

penelitiannya berbeda.

4.

Narulita Riskayanti

Menggunakan penelitian Focus
kualitatif,
Teori

penelitiannya

menggunakan berbeda.
Bruner

mengaitkannya

dan Materi

dan

lokasi

dengan penelitiannya berbeda.

pemahaman siswa.

Tabel.2.1 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Dokumen yang terkait

ANALISIS PEMAHAMAN SISWA BERDASARKAN TEORI BRUNER DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS PADA KELAS VII-A MTs GUPPI POGALAN TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 19

ANALISIS PEMAHAMAN SISWA BERDASARKAN TEORI BRUNER DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS PADA KELAS VII-A MTs GUPPI POGALAN TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

ANALISIS PEMAHAMAN SISWA BERDASARKAN TEORI BRUNER DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS PADA KELAS VII-A MTs GUPPI POGALAN TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

ANALISIS PEMAHAMAN SISWA BERDASARKAN TEORI BRUNER DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS PADA KELAS VII-A MTs GUPPI POGALAN TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 39

ANALISIS PEMAHAMAN SISWA BERDASARKAN TEORI BRUNER DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS PADA KELAS VII-A MTs GUPPI POGALAN TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

ANALISIS PEMAHAMAN SISWA BERDASARKAN TEORI BRUNER DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS PADA KELAS VII-A MTs GUPPI POGALAN TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI GARIS DAN SUDUT PADA SISWA KELAS VII A MTsN 2 TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 12

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI GARIS DAN SUDUT PADA SISWA KELAS VII A MTsN 2 TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 41

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI GARIS DAN SUDUT PADA SISWA KELAS VII A MTsN 2 TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 12

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI GARIS DAN SUDUT PADA SISWA KELAS VII A MTsN 2 TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2014 2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4