Desain Dan Analisis Struktur Speed Bump Dengan Bahan Concrete Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Software Ansys

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pendahuluan
Speed bump (pembatas kecepatan kendaraan) adalah bagian jalan yang

ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan
untuk pertanda memperlambat laju kendaraan. Fungsinya agar meningkatkan
keselamatan bagi pengguna jalan. Gambar speed bump (Pembatas kecepatan
kendaraan) diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Speed bump

Speed bump tersebut juga harus diberi garis serong dengan cat putih agar
terlihat jelas oleh para pengendara yang hendak melintas. Untuk meningkatkan
keselamatan dan kesehatan bagi pengguna jalan ketinggianya diatur dan apabila
melalui jalan yang akan dilengkapi dengan rambu-rambu pemberitahuan terlebih
dahulu mengenai adanya speed bump, khususnya pada malam hari, maka speed
bump dilengkapi dengan marka jalan dengan garis serong berwarna putih atau

kuning yang kontras sebagai pertanda [6].
Ukuran speed bump (pembatas kecepatan kendaraan) sudah diatur dalam
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 3 Tahun 1994 tentang Alat

8
Universitas Sumatera Utara

Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan. Disana disebutkan bahwa tinggi
maksimum Pembatas kecepatan kendaraan adalah 15 cm dan sudut kemiringan 15˚.
Speed Bump tersebut juga harus diberi garis serong dengan cat putih agar terlihat
jelas oleh para pengendara yang hendak melintas.
Speed bump akan bermanfaat jika ditempatkan dan didesain sesuai dengan
aturan misalkan di jalan lingkungan pemukiman, jalan lokal yang mempunyai kelas
jalan IIIC, dan yang ketiga adalah pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan
konstruksi. kemudian untuk aturannya ketinggian maksimumnya tidak boleh lebih
dari 15 cm, juga kemiringannya 15%. Jika dibuat sesuai dengan kondisi diatas maka
akan bermanfaat [6].
Speed Bump yang tidak sesuai standar bukan hanya merusak kendaraan, tapi
juga membahayakan si pengendara. Tinggi dan sudut kemiringan yang tidak sesuai
mengakibatkan beban kejut dan goncangan kendaraan yang terlalu besar. Speed

bump ditempatkan pada:
1. Jalan di lingkungan pemukiman.
2. Jalan lokal yang mempunyai kelas jalan IIIC.
3. Pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi.
Berikut ini gambar desain standar speed bump (pembatas kecepatan kendaraan)
yang sesuai ketentuan pemerintah pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Desain Standar Speed Bump (Pembatas kecepatan kendaraan)

9
Universitas Sumatera Utara

Pada proses pemakaian Speed Bump akan bersentuhan langsung dengan roda
mobil pada posisi roda depan ataupun belakang. Sementara satu roda mobil akan
menyentuh satu Speed Bump. Maka jika asumsi berat keseluruhan mobil dibagi
dengan empat bagian pada mobil tersebut yaitu letak pembebanan pada roda mobil
maka akan diperoleh beban sebesar 400 kg. Ilustrasi seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3. Ilustrasi pembebanan pada Speed Bump


Untuk menganalisa distribusi gaya dapat diasumsikan bahwa W tersebut adalah
berat bobot mobil, dan N adalah gaya normal yang selanjutnya kita beri nama gaya
tekan yang terjadi pada Speed Bump. Analisa gaya yang terjadi pada Speed Bump
dapat diuraikan seperti pada Gambar 2.4 di bawah ini.
F cos
N

F

fs

F sin
W cos

W sin
W

Gambar 2.4. Analisa gaya yang diterima Speed Bump saat pertama melintas.


10
Universitas Sumatera Utara

Free Body Diagram dari gambar analisa gaya-gaya yang diterima pada Speed
Bump diatas terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Free body diagram gaya yang bekerja pada Speed Bump.

Analisa gaya yang bekerja pada Speed Bump diasumsikan dalam kondisi statis
dengan V= 0 Km/jam dan t = 0 detik. Perhitungan di atas dapat ditulis pada
persamaan 2.1 di bawah ini:
∑ Fy = 0
F Sin α + W Cos α – N = 0 …………………(2.1)
W Cos α – N = 0
N = W × Cos α
N = m×g Cos α
N = 400 × 9,81 × 0,7071
N = 2774,6604 N

11

Universitas Sumatera Utara

Maka besar gaya tekan yang diterima oleh Speed Bump dengan luas area
kontak ban mobil 2000 mm2 dapat dihitung dengan persanaan 2.2 di bawah ini:

σ=
Dimana

.………………………………………...(2.2)

F = Gaya [N]
A = Luas permukaan [mm²]

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan luas area kontak ban diketahui
sebesar 2000 mm2, maka diperoleh gaya tekan statik sebagai berikut.

σ=

σ=


,




σ = 1,3873 Mpa
Dari penelitian W. Ciptian [6] yang melakukan riset tentang Speed Bump dan
telah melakukan pengujian pada mobil yang akan melintasi speed bump memiliki
kecepatan rata-rata mobil adalah 5 km/jam. Analisa gaya yang bekerja pada Speed
Bump diasumsikan dalam kondisi dinamik dengan kecepatan
t = 10 detik dan gaya gesek

µs

ν = 5 km/jam, waktu

= 0.8. Perhitungan di atas dapat ditulis pada

persamaan 2.3 di bawah ini:
∑ Fx = m × a

FCos α – w Sin α –Fs =0 ………………………(2.3)

12
Universitas Sumatera Utara

m × a × Cos 45˚ - m × g × Sin 45˚ - µ s × N = 0
400 × 0,138 × 0,7071 – 400 × 9,81 × 0,7071 – 0,8 N = 0
39,03192 – 2774,6604 – 0,8 N = 0
-2735,62848 – 0,8 N = 0
N = - 2735,62848
0,8

N = - 3419,5356 N (↑)
Hasil gaya diatas adalah – 3419,5356, Tanda minus pada hasil diatas hanya
menunjukkan arah gaya, dengan menggunakan persamaan 2.2 dan luas area
kontak ban diketahui sebesar 2000 mm², maka diperoleh gaya tekan dinamik
sebagai berikut,

σ=
σ = 3419,5356 N

2000 mm2

σ = 1,7097678 Mpa
Keterangan:
P = Gaya tekan (N) .
W = Berat benda (N).
m = Massa (Kg) .
g = Percepatan gravitasi (m/s2).

13
Universitas Sumatera Utara

v = Kecepatan (m/s) .
= Sudut kemiringan ( ).
fs = Gaya gesek (N).
μ

s

= Koefisien gesek.


Untuk menganalisa distribusi gaya dapat diasumsikan bahwa W tersebut adalah
berat bobot mobil, dan N adalah gaya normal yang selanjutnya kita beri nama gaya
tekan yang terjadi pada Speed Bump. Analisa gaya yang terjadi pada Speed Bump
dapat diuraikan seperti pada Gambar 2.6 di bawah ini.

N

F

W

Gambar 2.6 Analisa gaya yang diterima Speed Bump saat ban melintas pada titik
puncak Speed Bump.

Free Body Diagram dari gambar analisa gaya-gaya yang diterima pada Speed
Bump diatas terlihat pada Gambar 2.7 di bawah ini.

14
Universitas Sumatera Utara


N

W

Gambar 2.7 Free body diagram gaya yang bekerja pada saat di atas Speed Bump.
Analisa gaya yang bekerja pada Speed Bump diasumsikan dalam kondisi statis
dengan m = 400 Kg dan g = 9.81 detik. Perhitungan di atas dapat ditulis pada
persamaan 2.4 di bawah ini:
∑ Fy = 0
W– N = 0 ………………………………(2.4)
N=W
N = m×g
N = 400 × 9,81
N = 3.924 N (↓)
Maka besar gaya tekan yang diterima oleh Speed Bump dengan luas area
kontak ban mobil 2000 mm2 dapat dihitung dengan persanaan 2.2 di bawah ini:

σ=


.………………………………(2.5)

15
Universitas Sumatera Utara

Dimana

F = Gaya [N]
A= Luas permukaan [mm²]

Dengan menggunakan persamaan 2.2 dan luas area kontak ban diketahui
sebesar 2000 mm2, maka diperoleh gaya tekan statik sebagai berikut.

σ=
σ = 3.924 N
2000 mm2

σ = 1,96 Mpa
Keterangan:
P = Gaya tekan (N) .
W = Berat benda (N).
m = Massa (Kg) .
g = Percepatan gravitasi (m/s2).
v = Kecepatan (m/s) .
= Sudut kemiringan ( ).
fs = Gaya gesek (N).
μ

2.2

s

= Koefisien gesek.

Bahan Komposit

16
Universitas Sumatera Utara

Komposit adalah campuran dua material atau lebih yang dicampur secara
makroskopik untuk menghasilkan suatu material baru. Artinya penggabungan sifatsifat unggul dari pembentuk masih terlihat nyata.
Material komposit terdiri dari dua bagian utama yaitu matriks dan penguat
(reinforcement). Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.8.
Pada desain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat, hal ini
dilakukan untuk memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan
dihasilkan.

Matriks

+

Penguat/serat

=

Komposit

Keterangan gambar:
1. Matriks berfungsi sebagai penyokong, pengikat fasa, penguat.
2. Penguat/serat merupakan unsur penguat kepada matriks.
3.

Komposit merupakan gabungan, campuran dua atau lebih bahan
bahan yang terpisah.
Gambar 2.8. Gabungan Makroskopis fasa-fasa Pembentuk Komposit

Komposit dikenal sebagai bahan teknologi karena diperoleh dari hasil
teknologi pemrosesan bahan. Kemajuan teknologi pemrosesan bahan dewasa ini
telah menghasilkan bahan teknik yang dikenal sebagai bahan komposit [3]. Ada
tiga faktor yang menentukan sifat-sifat dari material komposit, yaitu:
1. Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk memegang
peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat kompositnya.

17
Universitas Sumatera Utara

2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan ukuran
tiap-tiap komponen penyusun struktur dan distribusinya merupakan
faktor penting yang memberi kontribusi dalam penampilan komposit
secara keseluruhan.
3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan penggabungan
beberapa komponen yang berbeda, baik dalam hal bahannya maupun
bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda.
Sifat bahan komposit sangat dipengaruhi oleh sifat dan distribusi unsur
penyusun, serta interaksi antara keduanya. Parameter penting lain yang mungkin
mempengaruhi sifat bahan komposit adalah bentuk, ukuran, orientasi dan disribusi
dari penguat (filler) dan berbagai ciri-ciri dari matriks. Sifat mekanik merupakan
salah satu sifat bahan komposit yang sangat penting untuk dipelajari. Untuk aplikasi
struktur, sifat mekanik ditentukan oleh pemilihan bahan. Sifat mekanik bahan
komposit bergantung pada sifat bahan penyusunnya.
Peran utama dalam komposit penguat serat adalah untuk memindahkan
tegangan (stress) antara serat, memberikan ketahanan terhadap lingkungan yang
merugikan dan menjaga permukaan serat dari efek mekanik dan kimia. Sementara
kontribusi serat sebagian besar berpengaruh pada kekuatan tarik (tensile strength)
bahan komposit.
Secara umum serat yang sering digunakan sebagai penguat adalah serat
buatan seperti serat gelas, karbon, dan grafit. Serat buatan ini memiliki keunggulan
tetapi biayanya tinggi jika dibandingkan dengan serat dari alam. Pemakaian serat
alam yaitu serat tandan kosong kelapa sawit sebagai pengganti serat buatan akan
menurunkan biaya produksi. Hal ini dapat dicapai karena murahnya biaya yang

18
Universitas Sumatera Utara

diperlukan bagi pengolahan serat alam dibandingkan dengan serat buatan.
Walaupun sifat-sifatnya kalah dari segi keunggulan dengan serat buatan, tetapi
harus diingat bahwa serat alam lebih murah dalam hal biaya produksi dan dapat
terus diperbaharui.
2.2.1

Klasifikasi Material Komposit
Berdasarkan pada matrik penyusunnya komposit terdiri dari beberapa jenis

material komposit, yaitu:
1. Metal Matrix Composite (MMC)
Terdiri dari matrik logam seperti Aluminium, timbal, tungsten, molib
denum, magnesium, besi, kobalt, tembaga dan keramik tersebar.
2. Ceramic Matrix Composite (CMC)
Terdiri dari matrik keramik dan serat dari bahan lainnya.
3. Polymers Matrix Composite
Terdiri dari matrik termoset seperti Polyester tidak jenuh dan Epoxiy atau
Termoplastik seperti Polycarbonate, Polivinil klorida, Nylon, Polysterene dan kaca,
karbon, baja, serbuk kayu atau serat kevlar.
4. Concrete Matrix Composite (CMC)
Terdiri dari matrik Beton ditambah beberapa matrik material serbuk filler,
Pozolanic, serbuk/serat kayu, serat bambu, Sterofoam, baja, serbuk kertas, dan batu
apung.

2.2.2 Teknik Pembuatan Material Komposit
Pembuatan material komposit pada umumnya tidak melibatkan
penggunaan suhu dan tekanan yang tinggi. Penggabungan material matriks

19
Universitas Sumatera Utara

dan penguat dilakukan dengan proses pengadukan. Proses pengadukan ini
dilakukan dengan selang waktu tertentu sebelum terjadi pengerasan material
komposit. Ada beberapa metode pembuatan material komposit diantaranya
adalah:
1. Metode penuangan secara langsung
Pada metode penuangan secara langsung dilakukan dengan cara
melekatkan atau menyentuhkan material-material penyusun pada
cetakan terbuka dan dengan perlahan-lahan diratakan dengan
menggunakan roda perata atau dengan pemberian tekanan dari luar,
metode ini cocok untuk jenis serat kontinyu.
2. Metode pemampatan atau tekanan.
Pada metode pemampatan atau dengan menggunakan tekanan ini
menggunakan prinsip ekstrusi dengan pemberian tekanan pada
material bakunya yang dialirkan kedalam cetakan tertutup. Metode ini
umumnya berupa injeksi, mampatan atau semprotan. Material yang
cocok untuk jenis ini adalah penguat partikel.
3. Metode pemberian tekanan dan panas.
Metode selanjutnya adalah metode pemberian panas dan tekanan,
dimana metode ini menggunakan tekanan dengan pemberian panas
awal yang bertujuan untuk memudahkan material komposit mengisi
pada bagian-bagian yang sulit terjangkau atau ukuran yang sangat
kecil.
2.3 Material Komposit Concrete Foam

20
Universitas Sumatera Utara

Pada Komposit Concrete Foam, materialnya terdiri dari Semen, pasir, air,
blowing agent dan serat TKKS. Blowing agent yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Surfaktan [1].
2.3.1. Semen
Kata semen berasal dari caementum (bahasa latin), yang artinya "memotong
menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan”. Semen adalah zat yang digunakan
untuk merekat batu, bata, batako maupun bahan bangunan lainnya. Material semen
adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif yang diperlukan
untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang
mempunyai kekuatan yang cukup [7].
Semen

merupakan

hasil industri dari paduan bahan baku: batu

gamping/kapur sebagai bahan utama, yaitu bahan alam yang mengandung senyawa
Calcium Oksida (CaO), dan lempung/tanah liat yaitu bahan alam yang mengandung
senyawa: Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3)
dan Magnesium Oksida (MgO) atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir
berupa padatan berbentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses pembuatannya,
yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.
Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh,
sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah
dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Fungsi utama dari semen adalah
untuk mengikat partikel agregat yang terpisah sehingga menjadi satu kesatuan.
Bahan dasar pembentuk semen adalah:
-

3CaO.SiO2 (tricalcium silikat)

-

2CaO.SiO2 (dicalcium silikat)

21
Universitas Sumatera Utara

-

3CaO.Al2O3 (tricalcium aluminate)

-

4CaO.Al2O3.Fe2O3 (tetracalcium alummoferrit)

Faktor semen sangatlah mempengaruhi karakteristik campuran beton.
Kandungan semen hidraulik yang tinggi akan memberikan banyak keuntungan,
antara lain dapat membuat campuran mortar menjadi lebih kuat, lebih padat, lebih
tahan air, lebih cepat mengeras, dan juga memberikan rekatan yang lebih baik.
Kerugiannya adalah dengan cepatnya campuran beton mengeras, maka dapat
menyebabkan susut kering yang lebih tinggi pula. Beton dengan kandungan
hidraulik rendah akan lebih lemah dan mudah dalam pergerakan.
2.3.2 Pasir
Pasir merupakan jenis agregat alam. Agregat utamanya digunakan untuk
mengisi bagian terbesar dari beton yang mana mengisi 75 % bagian dari beton.
Semakin besarnya ukuran agregat yang digunakan maka akan semakin mengurangi
jumlah semen yang digunakan. Hal ini juga akan mengurangi panas yang timbul
pada saat pencampuran air dan hubungan antara thermal stress dan shrinkage
cracks. Umumnya untuk beton dengan kekuatan lebih dari 20 MPa ukuran
agregatnya lebih dari 40 mm dan untuk kekuatan di antara 30 MPa agregat yang
digunakan berukuran 20 mm.

2.3.3 Air
Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai
bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Air
diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,

22
Universitas Sumatera Utara

membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Oleh
karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Nilai
banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan Water Cement
Ratio (W.C.R). Air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah
sebagai berikut [8]:
1. Air yang digunakan pada campuran beton haruslah bersih dan bebas
dari bahan–bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali,
garam, bahan organik, atau bahan–bahan lainnya yang merugikan
terhadap beton.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan.
2.3.4. Bahan Pengembang
Bahan pengembang adalah material yang digunakan untuk menghasilkan
struktur berongga pada komposit yang dibentuk, agar material komposit mengalami
pengembangan volume. Caranya adalah mencampurkan bahan pembentuk busa dan
air dengan perbandingan 1:60.

2.3.5 Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Bahan penguat Komposit yang digunakan ialah dari bahan TKKS yang
kemudian dibentuk menjadi ukuran halus dan dicampur dalam matriks. Ukuran
serat TKKS yang belum dicacah adalah 13-18 cm dan serat ini dihaluskan lagi

23
Universitas Sumatera Utara

hingga mencapai ukuran 0,1-0,8 mm. Bahan-bahan penyusun TKKS dapat dilihat
pada Tabel 2.1 [2].
Tabel 2.1 Bahan penyusun tandan kosong kelapa sawit
No

Bahan-Bahan Kandungan

1.
2.
3
4.
5.
6.
7.

Uap air
Protein
Serat
Minyak
Kelarutan air
Kelarutan unsur alkali 1 %
Debu

5.40
3.00
35.00
3.00
16.20
29.30
5.00

8.

K

1,71

9.

Ca

0,14

10.
11.

Mg
P

0,12
0,06

12.

Mn, Zn, Cu, Fe

1,07

TOTAl

Komposisi (%)

100,00

Tandan Kosong Kelapa Sawit segar dari hasil Pabrik Kelapa Sawit
umumnya memiliki komposisi lignoselulose 30,5%, minyak 2,5% dan air 67%,
sedangkan bagian Lignoselulose sendiri terdiri dari Lignin 16,19%, Selulose
44,14% dan Hemiselulose 19,28%. Permasalahan yang dihadapi pada penggunaan
limbah dari tandan kosong kelapa sawit adalah terdapat kandungan zat ekstraktif
dan asam lemak yang sangat tinggi, sehingga dapat menurunkan sifat mekanik
material yang dibentuk.
Sehingga pada pembuatan material ini tandan kosong kelapa sawit terlebih
dahulu direndam kedalam larutan NaOH 1% selama sehari, kemudian dicuci
dengan air bersih dan dikeringkan pada suhu kamar selama kurang lebih 3 hari.
2.4

Beton Ringan
Di dalam bidang ilmu teknologi beton dikenal adanya istilah beton ringan

24
Universitas Sumatera Utara

(Light Weight Concrete). Pembuatan beton ringan dengan pemakaian aggregat
ringan dimulai sejak munculnya aggregat ringan yang dibuat dari proses
pembakaran Shale dan Clays pada tahun 1917 oleh S. J. Hayde. Pemakaian beton
ringan pertama kali diperkenalkan di Amerika pada Perang Dunia I (1917) oleh
Perusahaan Emergency Fleet Building, dengan memakai Aggregate Expanded
Shale, dan dipakai untuk konstruksi kapal serta perahu. Beton ringan bertulang
tersebut mempunyai kekuatan 34.47 MPa dan berat isi 1760 kg/m3.
Sejak tahun 1950-an beton ringan telah dipakai pada struktur gedung
bertingkat, lantai kendaraan pada jembatan dan beton precast, dan lain-lain. Ada
beberapa cara untuk memproduksi beton ringan tetapi itu semuanya hanya
tergantung pada adanya rongga udara dalam aggregat, atau pembuatan rongga
udara dalam beton, diantaranya ada beberapa cara pembuatannya, yaitu dapat
dilakukan dengan 3 cara pembuatan:
1. Beton ringan dengan bahan batuan yang berongga atau agregat ringan
buatan yang digunakan juga sebagai pengganti agregat dasar/kerikil.
Beton ini memakai aggregat ringan yang mempunyai berat jenis yang
rendah (berkisar 1400 kg/m3-2000 kg/m3) akibat agregat kasar yang
bersifat porous. Agregat yang dipakai berasal dari alam, proses
pembakaran, hasil produksi industri serta bahan-bahan organik lainnya.
Berdasarkan aggregat beton ringan ini dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu:
a. Beton ringan-total (All-Light Weight Concrete) Campuran beton
dengan menggunakan agregat ringan butiran halus maupun kasar.
b. Beton Ringan Pasir (Sand-Light Weight Concrete).

25
Universitas Sumatera Utara

Untuk memperoleh kekuatan beton yang lebih baik, agregat halus diganti
dengan pasir alam sedangkan agregat kasar merupakan agregat ringan. Beton
ringan dapat dibagi lagi dalam tiga golongan berdasarkan tingkat kepadatan dan
kekuatan beton yang dihasilkan dan berdasarkan jenis agregat ringan yang
dipakai, beton ringan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
a. Beton Insulasi (Insulating Concrete)
Beton ringan dengan berat (Density) antara 300 kg/m3-800 kg/m3 dan
berkekuatan tekan berkisar 0,5-6,89 MPa, yang biasanya dipakai
sebagai beton penahan panas (Insulasi Panas) disebut juga low Density
Concrete. Beton ini banyak digunakan untuk keperluan insulasi,
karena mempunyai kemampuan konduktivitas panas yang rendah,
serta untuk peredam suara. Jenis agregat yang biasa digunakan adalah
Perlite dan Vermiculite.
b. Beton ringan dengan kekuatan sedang (Moderate Strength Concrete)
Beton ringan dengan berat (Density) antara 800 kg/m3-1440 kg/m3,
yang biasanya dipakai sebagai beton struktur ringan atau sebagai
pengisi (Fill Concrete). Beton ini terbuat dari agregat ringan buatan
seperti: Terak (Slag), Abu Terbang (Fly Ash), Lempung, Batu Sabak
(Slate), Batu Serpih (Shale), dan Agregat Ringan Alami, seperti
Pumice, Skoria, Dan Tufa. Beton biasanya memiliki kekuatan tekan
berkisar 5-17 MPa.
c. Beton Struktural (Structural Concrete) Beton ringan dengan berat
(Density) antara 1440-1850 kg/m3 yang dapat dipakai sebagai beton
struktural jika bersifat mekanik (kuat tekan) dapat memenuhi syarat

26
Universitas Sumatera Utara

pada umur 28 hari mempunyai kuat tekan berkisar > 17,24 MPa.
Untuk mencapai kekuatan sebesar itu, beton ini dapat memakai
agregat kasar seperti Expanded Shale, Clays, Slate, dan Slag.
d. Beton ringan tanpa pasir (No Fines Concrete) adalah beton yang tidak
menggunakan aggregat halus (pasir) pada campuran pastanya atau
sering disebut beton non pasir, sehingga mempunyai sejumlah besar
pori-pori. Dengan berat isi berkisar 880-1200 kg/m3. Kekuatan beton
No Fines berkisar 7-14 MPa yang dipengaruhi oleh berat isi beton dan
kadar semen. Pemakaian beton tipe ini sangat baik untuk kemampuan
insulasi dari struktur, meskipun keberadaan rongga udara sangat
banyak dan cenderung seragam dapat mengurangi kuat tekan agregat.
e. Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam adukan
atau mortar (Beton Aerasi/Beton Busa/Gas). Dengan demikian akan
terjadi pori-pori udara berukuran 0,1-1 mm dalam betonnya, dikenal
sebagai beton teraerasi, beton berongga, beton busa atau beton gas.
Memiliki berat isi 200-1440 kg/m3 dan biasanya digunakan untuk
keperluan insulasi serta beton tahan api.

2.5

Perilaku Mekanik Akibat Beban Tekan Statik
Perilaku mekanik dapat didefinisikan sebagai suatu reaksi yang timbul

akibat dari adanya suatu aksi atau gangguan. Sebagai contoh salah satu gangguan
yang diberikan terhadap suatu material adalah Gaya, dan respon yang ditimbulkan
akibat gaya yang diberikan tersebut adalah berupa tegangan, regangan, retak, patah,

27
Universitas Sumatera Utara

dan lain-lainnya. Respon yang dihasilkan tentunya dapat memberikan informasi
mengenai sifat dan karakteristik suatu material tersebut.
Penyelidikan respon statik suatu material atau struktur merupakan
rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk dan kerusakan akibat
pembebanan tertentu terhadap material uji sesuai ASTM C-39 dengan ukuran
150×150×150 mm, 1 MPa = 10 kg/cm2. Kegiatan tersebut merupakan tindakan
dasar untuk menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik.
Salah satu kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan
pembebanan tertentu terhadap sejumlah sampel.
Perilaku mekanik yang terjadi terhadap Concrete Foam dapat dilihat
melalui kurva tegangan dan regangan. Kurva tersebut memberi informasi yang khas
untuk setiap jenis pembebanan.
Untuk beban statik aksial, tipikal kurva tegangan-regangan ditunjukkan
pada Gambar 2.9. Di sepanjang garis kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu:
perilaku elastis (linear-elastic respon), plastisitas (plateau), dan densification yang
ditandai dengan peningkatan tegangan yang sangat cepat. Pada fasa pertama (linearelastic respon) tegangan bertambah secara linear dengan perubahan bentuk dan
regangan yang terjadi. Fasa kedua (plateau) adalah karakteristik yang ditandai
dengan perubahan bentuk yang kontinu pada tegangan yang relatif konstan yang
dikenal dengan stress atau collapse plateau. Dan fasa ketiga deformasi adalah
densifikasi, dimana tegangan (stress) meningkat tajam dan Foam mulai merespon
dengan pemadatan solid. Pada fasa ini struktur sel material Foam mengalami
kegagalan dan deformasi, selanjutnya menerima penekanan dari material Foam

28
Universitas Sumatera Utara

padat tersebut. Mekanisme yang dikaitkan dengan collapse plateau adalah berbedabeda tergantung pada sifat dinding sel [9].

Gambar 2.9 Tipikal kurva respon tegangan-regangan akibat beban tekan statik
aksial.
Untuk Foam yang fleksibel. Collapse Plateau terjadi karena tekuk elastik
(Elastic Buckling) dari dinding sel. Untuk kekakuan dan kegetasan Foam, Plastic
Yield dan Brittle Crushing dinding sel adalah mekanisme utama kegagalan yang
berulang-ulang. Secara skematis, pengujian beban tekan statik diilustrasikan pada
Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Diagram uji tekan static
Nilai modulus elastisitas bahan dapat diketahui melalui slope garis elastis
linear. Sehingga secara matematis, nilai modulus elastisitas akibat beban statik
dapat ditulis dengan menggunakan persamaan (2.6).

E 

σ ……………………………………(2.6)
s
29
Universitas Sumatera Utara

dimana:
E = Modulus elastisitas (Pa)
σ = Tegangan normal (Pa)
ε = Regangan
Tegangan normal akibat beban tekan ditentukan dengan persamaan (2.7).

σ 

F
A

…….……………………………...(2.7)

dimana:
F = Beban tekan (N).
A = Luas penampang yang dikenai beban tekan (m2).
Regangan akibat beban tekan statik diperoleh dengan persamaan (2.8).

ε 


…….….…………………………...(2.8)


dimana:
Δ

= perubahan panjang yang terjadi (m).
= Panjang awal (mula-mula) (m).

Dengan mensubsitusi persamaan (2.6) dan (2.7), ke persamaan (2.8), maka
diperoleh persamaan (2.10).

E 

F 


…….……………………………...(2.10)

30
Universitas Sumatera Utara

 

2.6.

F 
A E

Simulasi Numerik
Untuk menyelesaikan permasalahan numerik digunakan alat bantu Software

ANSYS. Program ANSYS ini dikembangkan di Amerika Serikat oleh National
Aeronautics

and

Space

Administration

(NASA).

Perangkat

Schwendler

Corporation adalah program analisa elemen hingga untuk analisa tegangan (stress),
getaran (vibration), dan perpindahan panas (heat transfer) dari struktur dan
komponen mekanika. Dengan ANSYS, kita dapat mengimport geometri CAD
(Computer Aided Design) atau dengan membuat geometri sendiri dengan ANSYS.
Metode elemen hingga merupakan metode yang digunakan oleh para
Engineer untuk menyelesaikan permasalahan teknik dan problem matematis yang
dihadapinya. Adapun permasalahan teknik dan problem matematis yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan metode elemen hingga dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu masalah analisa struktur dan non struktur. Permasalahan dalam
bidang stuktur meliputi analisa tegangan, buckling, dan analisa getaran. Sedangkan
dalam bidang non struktur meliputi masalah perpindahan panas, mekanika fluida,
dan distribusi potensial listrik dan magnet [9].
Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti
persoalan pembebanan terhadap struktur yang komplek, pada umumnya sulit
dipecahkan melalui analisa matematika. Hal ini disebabkan karena analisa
matematika memerlukan besaran atau harga yang harus diketahui pada setiap titik
pada struktur yang dikaji.
Penyelesaian analisis dari suatu persamaan differensial suatu geometri yang
komplek, pembebanan yang rumit, tidaklah mudah diperoleh. Formulasi dari

31
Universitas Sumatera Utara

metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini. Metode
ini akan mengadakan pendekatan terhadap harga-harga yang tidak diketahui setiap
titik secara diskrit. Mulai dengan pemodelan dari suatu benda dengan membagibagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan masih mempunyai sifat yang
sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian yang kecil (diskrisasi).
Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam metode elemen
hingga dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi
Tipe elemen yang digunakan dalam metode elemen hingga ini adalah
elemen segitiga dan segi empat untuk kasus dua dimensi, sedangkan
kasus-kasus tiga dimensi digunakan Elemen Tetrahedral, Heksagonal,
dan balok. Selanjutnya bagilah benda tersebut dalam elemen-elemen,
langkah ini disebut langkah diskritisasi.
2. Pemilihan fungsi pemindahan/fungsi Interpolasi
Jenis-jenis fungsi yang sering digunakan adalah fungsi linear, fungsi
kuadratik, kubik, atau polinomial derajat tinggi.

32
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisa Respon Mekanik Speed Bump Paduan Bahan Concrete Foam Dan Polymeric Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang Dikenai Beban Impact Jatuh Bebas

4 11 80

Analisa Respon Mekanik Speed Bump Paduan Bahan Concrete Foam Dan Polymeric Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang Dikenai Beban Impact Jatuh Bebas

0 0 12

Analisa Respon Mekanik Speed Bump Paduan Bahan Concrete Foam Dan Polymeric Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang Dikenai Beban Impact Jatuh Bebas

0 0 2

Analisa Respon Mekanik Speed Bump Paduan Bahan Concrete Foam Dan Polymeric Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang Dikenai Beban Impact Jatuh Bebas

0 1 5

Desain Dan Analisis Struktur Speed Bump Dengan Bahan Concrete Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Software Ansys

0 0 23

Desain Dan Analisis Struktur Speed Bump Dengan Bahan Concrete Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Software Ansys

0 0 2

Desain Dan Analisis Struktur Speed Bump Dengan Bahan Concrete Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Software Ansys

0 0 7

Desain Dan Analisis Struktur Speed Bump Dengan Bahan Concrete Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Software Ansys Chapter III V

1 1 64

Desain Dan Analisis Struktur Speed Bump Dengan Bahan Concrete Foam Yang Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Software Ansys

0 0 2

Analisis Struktur Speed Bump Dari Bahan Concrete Foam Diperkuat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Beban Impak Jatuh Bebas.

0 0 12