TIPIKAL LABORATORIUM TEKNIK INDUSTRI IND

Standard Minimum Laboratorium
Program Sarjana Teknik Industri
Tim Penyusun:
T.M.A. Ari Samadhi (ITB)
Ahmad Hidayatno (UI)
Sritomo Wignjosoebroto (ITS)
Stefanus Sugiharto (Ubaya)
Elisa Kusrini (UII)

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan secara terusmenerus sudah menjadi keharusan yang selalu
diupayakan oleh setiap perguruan tinggi untuk dapat
menyiapkan lulusan yang bermutu tinggi. Persaingan
industri sudah banyak dibuktikan hanya bisa
dimenangkan dengan penyediaan sumber daya manusia


yang unggul. Oleh sebab itu upaya perbaikan kualitas
pendidikan pada Program Studi Teknik Industri juga
harus dilakukan.
Dewasa ini di Indonesia, Program Studi Teknik
Industri di tingkat sarjana diselenggarakan pada lebih
dari 100 perguruan tinggi negeri maupun swasta.
Banyaknya perguruan tinggi yang menyelenggarakan
Program Studi Teknik Industri di satu sisi sangat baik
untuk mengisi kebutuhan pembangunan industri.
Namun demikian, di sisi yang lain, timbul pula masalah
pada
beragamnya
kualitas
penyelenggaraan
pendidikannya. Hal ini tentu saja membawa akibat tidak
baik pada beragamnya kualitas lulusan yang dihasilkan.
Dengan demikian upaya untuk menjaga dan kemudian
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan
melalui penetapan standard-standard proses pendidikan

seperti penetapan standard minimal laboratorium
merupakan kebutuhan yang mendesak untuk dikerjakan.
Laporan ini menjelaskan standard minimal
laboratorium yang harus dipenuhi oleh sebuah Program
Studi Teknik Industri pada tingkat sarjana (S1). Dengan
adanya acuan ini diharapkan semua penyelenggara
program studi dapat mengadakan laboratorium minimal
yang diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan
tinggi teknik industri. Selanjutnya, pemenuhan
laboratorium minimal ini diharapkan dapat membantu
proses pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan
dengan kompetensi teknik industri yang memadai.

1

Dengan demikian program pendidikan tersebut dapat
menghasilkan lulusan yang berkinerja baik di lapangan
kerja.
Penyusunan standard minimal laboratorium untuk
Program Studi Teknik Industri ini didasarkan pada

beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Peraturan-peraturan tersebut meliputi:
1. Undang-Undang Republik Indonesia, No. 20,
tahun 2003
2. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia, No. 176/U/2001
3. Rekomendasi Inspektorat Jenderal Depdiknas
pada temu ahli WASRIK-Ditjen Dikti tahun 2002
4. Surat Keputusan Mendiknas No. 045/U/2000 dan
No. 232/U/2000.

1.2. Tujuan
Pembentukan standard minimal laboratorium yang
dilakukan ditujukan untuk memenuhi tujuan-tujuan bagi
beberapa
pihak
yang
berkepentingan
dengan
penyelenggaraan pendidikan tinggi teknik industri, yaitu

sebagai berikut:
1.

Menjadi acuan bagi penyelenggara Program Studi
Teknik Industri yang sudah ada di Indonesia saat ini
untuk meningkatkan dan menjaga kualitas proses
pembelajarannya sehingga dapat menghasilkan

lulusan sarjana Teknik Industri dengan kompetensi
yang memadai.
2.

Menjadi acuan bagi calon penyelenggara Program
Studi Teknik Industri di Indonesia dalam merancang
sarana dan prasarana pembelajarannya sebelum
mengajukan ijin operasional.

3.

Menjadi acuan bagi Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi dalam memberikan ijin operasi Program
Studi Teknik Industri yang baru

4.

Menjadi masukan bagi Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BAN-PT) dalam melakukan
asesmen Program Studi Teknik Industri di Indonesia.

5.

Menjadi acuan bagi perguruan tinggi pembina
untuk mengevaluasi dan membina Program Studi
Teknik Industri dari perguruan tinggi lain.

1.3. Metodologi Penyusunan
Pembentukan standard minimal laboratorium ini
pertama akan dilakukan dengan mendefinisikan jenisjenis
praktikum
apa

yang
minimal
harus
diselenggarakan oleh sebuah Program Studi Teknik
Industri di tingkat sarjana sehingga kompetensi teknik
industri dapat terbentuk dengan baik. Kemudian, kedua,

2

berdasarkan jenis-jenis praktikum tersebut diindikasikan
peralatan-peralatan laboratorium yang diperlukan dan
terakhir dijelaskan cara pengorganisasian sumber daya
ini dalam laboratorium-laboratorium.
Proses penyusunan tersebut dilakukan dengan
menggunakan pendekatan seperti yang dijelaskan pada
gambar 1. Dalam penyusunannya, sebuah tim yang
beranggotakan tenaga pengajar Program Studi Teknik
Industri dari Institut Teknologi Bandung, Institut
Teknologi Sepuluh November Surabaya, Universitas
Indonesia, Universitas Surabaya dan Universitas Islam

Indonesia merumuskan standard minimal tersebut.
Studi di tiga perguruan tinggi penyelenggara
Program Studi Teknik Industri di Malang (terutama pada
program studi dengan akreditasi di bawah akreditasi A),
yaitu Universitas Muhamadiyah, Universitas Merdeka
dan Institut Teknologi Nasional, dilakukan untuk
melihat kemampuan mengakomodasi standard minimal
ini oleh penyelenggara program studi. Berdasarkan studi
lapangan ini dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga
diharapkan standard ini lebih bisa dipergunakan secara
nyata sesuai dengan kemampuan nyata program studi
untuk acuan penyelenggaraan praktikum.
Pertemuan dengan BKSTI (Badan Kerja Sama
Penyelenggara Pendidikan Tinggi Teknik Industri) baik
dalam Musyawarah Nasional di Palembang (24 Juni
2005), maupun dalam kesempatan pertemuan dengan
BKSTI Wilayah Jawa Barat (6 September 2005 di Unisba,

Bandung) serta BKSTI Wilayah Jawa Tengah-Yogyakarta
(18 Oktober di Undip, Semarang) dipakai juga sebagai

sarana untuk mengenalkan konsep standarisasi ini
sekaligus meminta masukan-masukan. Sosialisasi ini
dianggap penting untuk mengenalkan upaya ini serta
meningkatkan penerimaan konsep yang tertuang dalam
standard minimal ini. Beberapa masukan diperoleh dari
proses tersebut yang memungkinkan penyempurnaan
lebih lanjut dari konsep yang sudah dibuat sebelumnya.
Konsep
akhir
ini
kemudian
dimintakan
pendapatnya dari pakar-pakar Teknik Industri dari
Institut Teknologi Nasional Bandung dan Universitas
Trisakti Jakarta. Saran perbaikan dan tambahantambahan masukan yang diberikan oleh kedua pakar
dipergunakan untuk memperbaiki konsep standard
minimal laboratorium ini, untuk kemudian dijadikan
sebagai dokumen akhir dari standard laboratorium
minimal untuk Program Studi Teknik Industri.
Konsep ini sendiri tentu saja masih memerlukan

perbaikan secara terus-menerus sehingga dapat
diperoleh bentuk pedoman yang semakin rinci dan
operasional. Pemakaian standard minimal ini oleh
program studi yang ada akan memungkinkan
penyempurnaan secara berkelanjutan dari pedoman ini.

3

REFERENSI
(IIE, ABET, dll)

Pendefinisian
kompetensi
Teknik Industri

Kebutuhan praktek/praktikum
pendukung proses
pembelajaran untuk
membentuk kompetensi


Studi Lapangan

Cara pelaksanaan
praktikum dan
pengorganisasian
laboratorium

Masukan Pakar

Pendefinisian
jenis praktikum

Penentuan jenis
peralatan
praktikum

Gambar 1. Metodologi Penyusunan

BAB 2
PRAKTIKUM DAN LABORATORIUM


2.1. Peran Praktikum dan Laboratorium
Wankat dan Oreovics (1993) menyatakan bahwa
program pendidikan engineering tanpa praktikum akan
menjadi program pendidikan applied mathematics. Tujuan

dari pendidikan engineering adalah memberikan
pengalaman praktek engineering, dan laboratorium
merupakan salah satu tempat untuk mendapatkannya
(Feisal & Rosa, 2005). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pendidikan dalam laboratorium dimana
mahasiswa mempraktekkan metode-metode engineering
merupakan
jantung
dari
program
pendidikan
engineering.
Praktek engineering yang pokok adalah kegiatan
perancangan (design) dan kegiatan ini yang menjadi
pembeda utama dari profesi engineering dengan profesi
yang lain. Perancangan dalam engineering itu sendiri
didefenisikan sebagai a systematic, intelligent process in
which designers generate, evaluate, and specify concepts for
devices, systems, or processes whose form and function achieve
clients’ objectives or users’ needs while satisfying a specified
set of constraints (Dym, et. al., 2005). Jadi, kata kunci
dalam pembelajaran melalui praktikum ini adalah
pemberian pengalaman dalam melakukan praktek
perancangan dan berbagai aspek pendukungnya seperti
pengukuran, pemakaian alat uji, pengolahan dan
analisis data, pemakaian perangkat lunak, perancangan
dan pelaksanaan eksperimen, pembuatan model,
pengujian, dan lain-lain.
Mengingat pentingnya peran praktikum dalam
pendidikan engineering, maka proses pembelajaran yang
memerlukan praktikum laboratorium harus dirancang
dengan baik. Rancangan praktikum laboratorium yang
baik memiliki tujuan pembelajaran (learning objectives)

4

yang jelas dan berkaitan dengan pembentukan
kompetensi teknik industri. Oleh sebab itu, pendefinisian
kompetensi teknik industri merupakan langkah awal
yang harus dilakukan sebelum penentuan praktikum
laboratorium itu sendiri.

2.2. Kompetensi Teknik Industri dan Kebutuhan
Praktek
Teknik Industri adalah salah satu bidang keilmuan
engineering yang didefinisikan oleh Institute of Industrial
Engineering (IIE) di Amerika sebagai disiplin yang
berkenaan dengan perancangan, perbaikan, dan
pemasangan sistem integral yang terdiri dari manusia,
mesin,
material,
informasi
dan
energi
(http://www.iienet.org).
Tujuan
utama
dari
perancangan dan perbaikan tersebut adalah pencapaian
performansi sistem integral yang memiliki produktivitas
dan kualitas tinggi.
Definisi ini menunjukkan bahwa obyek yang
dirancang dalam bidang teknik industri bukan hanya
dalam bentuk produk yang kongkrit seperti bidang
teknik yang lain; melainkan berupa proses yang lebih
abstrak. Adanya unsur manusia yang menjadi bagian
dan sekaligus kemudian pengguna sistem integral yang
dirancang, membuat apa yang dirancang dalam bidang
teknik industri semakin unik. Begitu pula pengertian

industri pada nama teknik industri tidak berarti sistem
manufaktur atau pabrik saja.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem integral
merupakan pengertian yang luas, yang menyangkut
semua sistem yang memiliki komponen-komponen
seperti dimaksud dalam definisinya. Perusahaan
manufaktur merupakan sebuah contoh sistem integral,
namun perusahaan jasa, organisasi pemerintahan, dan
banyak contoh lain yang mengandung komponenkomponen dari sistem integral dapat dikatakan sebagai
sistem integral.
Dengan demikian, perancangan (design) yang
dilakukan dalam disiplin teknik industri sebenarnya
adalah pengintegrasian komponen-komponen sistem
integral (manusia, mesin, material, informasi, dan energi)
menjadi sebuah sistem yang memberikan performansi
produktivitas dan kualitas tinggi. Konsep produktivitas
dan kualitas tinggi berlaku untuk jenis sistem integral
apapun, apakah itu yang bergerak di sektor komersial
maupun sektor pelayanan sosial.
Salah satu sistem integral yang lengkap
komponennya serta kongkrit sehingga memudahkan
mahasiswa memahami proses-proses yang terjadi di
dalam sistem integral tersebut adalah sistem
manufaktur. Semua komponen dalam sistem integral
secara lengkap terdapat dalam suatu sistem manufaktur.
Begitu pula proses-proses yang terjadi untuk
mentransformasikan bahan baku (material) menjadi

5

produk jadi juga terlihat secara kasat mata. Kemudahan
ini memungkinkan sistem manufaktur dipakai sebagai
obyek atau model untuk pembelajaran yang efektif bagi
mahasiswa untuk menguasai kompetensi teknik industri.
Di Indonesia dan juga di negara-negara lain, sistem
manufaktur banyak dipakai sebagai model pembelajaran
dalam pendidikan teknik industri. Lokakarya Praktikum
dalam Pendidikan Teknik Industri yang dilakukan oleh
Departemen Teknik Industri ITB pada 26-27 Juli 2004
menunjukkan kenyataan ini (Departemen Teknik
Industri, 2004). Namun perlu diingat bahwa sistem
manufaktur tersebut hanya dipakai sebagai obyek atau
model pembelajaran saja. Lulusan teknik industri tidak
hanya bekerja di industri manufaktur tetapi dapat dan
banyak sekali yang bekerja pada sektor-sektor lain
seperti perbankan, agribisnis, logistik dan distribusi,
transportasi, konsultan, sistem informasi, dan lain-lain.
Kemudahan ini, lebih jauh lagi, dapat dipakai sebagai
usulan untuk menjadikan sistem manufaktur sebagai
dasar yang sama dalam model pembelajaran teknik
industri. Adapun kekhasan di masing-masing Program
Studi dapat dirancang dan ditempatkan pada 40%
kurikulum lokal seperti diatur dalam Keputusan
Mendiknas (lihat SK Mendiknas 232/U/2000).
Kompetensi sendiri telah didefinisikan dalam
Kepmen 045/U/2002 sebagai seperangkat tindakan
cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat
dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan

tertentu (Kepmen 045/U/2002). Lebih jauh dijelaskan
pada Kepmen tersebut bahwa kompetensi hasil didik
suatu program studi terdiri atas kompetensi utama,
kompetensi pendukung serta kompetensi lain yang
bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.
Kemudian, kompetensi ini memiliki elemen-elemen yang
terdiri atas landasan kepribadian, penguasaan ilmu dan
keterampilan, kemampuan berkarya, sikap dan perilaku
dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan
ilmu dan keterampilan yang dikuasai, dan pemahaman
kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan
pilihan keahlian dalam berkarya.
Sementara itu ABET (Accreditation Board for
Engineering and Technology) telah membuat apa yang
disebut sebagai kriteria program (program criteria) untuk
Program Studi Teknik Industri, dimana kurikulum
pendidikan teknik industri harus mampu menghasilkan
lulusan yang mampu menunjukkan kemampuan
merancang, mengembangkan, mengimplementasikan
dan memperbaiki sistem integral yang terdiri dari
orang, material, informasi, peralatan dan energi serta
mampu mengintegrasikan sistem menggunakan
pendekatan analitik, komputasional dan eksperimen
yang sesuai (http://www.abet.org). Kemudian, ABET
juga menjelaskan keluaran dari program pendidikan
engineering (program outcomes) yang menjelaskan
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku lulusan yang
harus dihasilkan program pendidikan engineering.

6

Berdasarkan acuan-acuan tersebut dapat disimpulkan
pada dasarnya kompetensi teknik industri adalah:
 merancang sistem integral,
 memperbaiki dan meningkatkan perfor-mansi
sistem integral,
 memasang serta mengoperasikan ran-cangan dan
perbaikan sistem integral tersebut.
Karena kompetensi tidak hanya mencakup
pengetahuan yang diperlukan untuk berperan sebagi
seorang industrial engineering di tempat kerja melainkan
juga meliputi ketrampilan dan sikap dalam berkarya
maka dirumuskan kompetensi utama teknik industri
seperti terlihat pada Tabel 1. Kompetensi Utama (KU)
ini, yang sesuai pengaturan, ikut dibentuk oleh
praktikum-praktikum yang dituangkan dalam standard
ini (lihat Tabel 1 yang menjelaskan hal ini).

KU2

KU3

KU4

KU5

Tabel 1. Rumusan Kompetensi Utama (KU)
Kompetensi
Utama
Nomer
KU1

Uraian Kompetensi Utama

Pemenuhan
dengan
praktikum

Mampu mengidentifikasikan,
memformulasikan, dan memecahkan
masalah-masalah perancangan
maupun perbaikan sistem integral
yang terdiri dari manusia, material,
informasi, peralatan dan energi
secara kreatif dengan menggunakan

YA; melalui
materi
praktikum

alat-alat pokok analitikal,
komputasional dan/atau
eksperimental
Mampu mengimplementasikan hasilhasil pemecahan masalah dan
mempunyai wawasan luas sehingga
dapat memahami dampaknya
terhadap konteks sosial, lingkungan
dan konteks lokal maupun global.
Mampu beradaptasi terhadap teknik
dan alat analisis baru yang
diperlukan dalam menjalankan
praktek profesi ke-teknik-industriannya
Mampu berkomunikasi dan bekerjasama secara efektif

Memahami dan menyadari tanggung
jawab profesi dan etika

TIDAK

YA; melalui
materi
praktikum

YA; melalui
kerja
kelompok,
presentasi,
penulisan
laporan
TIDAK

Seperti telah disebutkan di depan, sistem
manufaktur adalah wahana pembelajaran yang dinilai
paling efektif untuk membentuk kompetensi teknik
industri. Dengan demikian bentuk sistem manufaktur
ini dipakai sebagai model untuk mendefinisikan
kompetensi lebih rinci sehingga praktek perancangan
seperti apa yang dibutuhkan untuk mendukung
terbentuknya kompetensi utama dapat ditentukan.

7

Mengingat bahwa ini merupakan kebutuhan standard
minimal untuk mendukung pembentukan kompetensi
utama maka setiap institusi penyelenggara Program
Studi Teknik Industri dapat menambahkan praktek atau
mata kuliah lain yang diperlukan untuk membentuk
kompetensi pendukung dan kompetensi lain yang khas
bagi Program Studi tersebut.
Berdasarkan acuan ini maka sistem manufaktur
dilihat dari 3 (tiga) tingkatan atau level yang
membentuknya. Di tingkat paling mikro, sistem
manufaktur akan memiliki sistem tempat kerja atau
stasiun kerja; di tingkat menengah sistem manufaktur
akan memiliki sistem lantai produksi; dan di tingkat
makro sistem manufaktur dapat dilihat sebagai sebuah
sistem perusahaan. Konsep ini dapat disamakan dengan
pengertian sistem integral yang dimaksudkan oleh
Turner, et. al. (1993), yang dikatakan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu Human Activity System dan
Management Control System; dimana sistem pada level
mikro dan menengah adalah sama dengan Human
Activity System dan Sistem Perusahaan merupakan
Management Control System.
Pada semua tingkatan sistem manufaktur sebagai
sistem integral tersebut, terdapat unsur atau komponen
sistem integral yang didefinisikan. Pembuatan tingkatan
tersebut juga menggambarkan pentahapan penguasaan
kemampuan perancangan sistem integral yang akan
dialami oleh mahasiswa teknik industri (lihat gambar 2).

Dengan demikian dapat dibuat rincian kompetensi
utama (KR) bahwa sistem integral
yang mampu
dirancang dan diperbaiki oleh seorang lulusan program
sarjana teknik industri untuk mendukung pembentukan
kompetensi utama nomer 1 (KU1) meliputi:
1. Sistem yang menyangkut tempat kerja atau
stasiun kerja, dimana manusia menggunakan
peralatan pada suatu lingkungan tertentu untuk
melakukan kerja seperti pada stasiun kerja
seorang operator mesin bubut, stasiun perakitan,
rancangan tempat teller bekerja di bank, rancangan
loket pelayanan administrasi, dan lain-lain.
Kompetensi yang diharapkan dalam kerangka
sistem integral ini meliputi:
a. Kemampuan untuk menggunakan alat-alat
ukur anthropometri dan biomekanika serta
melakukan pengolahan data pengukuran
yang dihasilkannya (KR1a)
b. Kemampuan untuk mengidentifikasikan
kelemahan
aspek
ergonomi
dalam
rancangan produk serta upaya mencari
solusi perbaikannya (KR1b).
c. Kemampuan
untuk
memilih
data
anthropometri
yang
sesuai
untuk
perancangan dan perbaikan stasiun kerja
(KR1c).
d. Kemampuan
untuk
menenentukan
waktu/output baku dari suatu stasiun kerja

8

baik secara langsung maupun tidak
langsung dan menggunakannya untuk
perbaikan kinerja stasiun kerja (KR1d).
e. Kemampuan untuk mengidentifikasi aspek
ergonomi (kenyamanan, kesehatan dan
keselamatan kerja) dalam rancangan
stasiun kerja (KR1e)
f. Kemampuan untuk merancang dan
menganalisa metode kerja
dengan
menggunakan prinsip-prinsip ekonomi
gerakan, serta merancang stasiun kerja
yang ergonomis untuk meingkatkan
produktivitas (KR1f)
2. Sistem yang menyangkut lantai produksi (shop
floor) atau sistem produksi (operasi) yang terdiri
dari kumpulan stasiun kerja seperti lintas
produksi, rangkaian pelayanan di klinik, dan lainlain. Kompetensi yang diharapkan meliputi:
a. Kemampuan membuat bill of material dari
gambar kerja (KR2a).
b. Kemampuan untuk membuat rencana
proses operasi dan menganalisis proses
operasi untuk peningkatan efisiensi dan
efektivitas dari penggunaan alat dan mesin
(KR2b).

c. Kemampuan untuk merancang dan
memperbaik sistem produksi (lintas
produksi dan lintas perakitan) (KR2c).
d. Kemampuan untuk membuat perencanaan
dan
pengendalian
produksi/operasi
(KR2d).
e. Kemampuan untuk merancang tata letak
fasilitas produksi (KR2e).
3. Sistem makro yang menyangkut satu perusahaan
yang terdiri dari satu organisasi perusahaan atau
bukan perusahaan sebagai sebuah kesatuan sistem
integral. Kompetensi yang diharapkan dapat
dibentuk dalam proses pembelajaran adalah:
a. Kemampuan
untuk
menterjemahkan
kebutuhan konsumen menjadi gagasan dan
rancangan produk (KR3a).
b. Kemampuan untuk menyusun sebuah
studi kelayakan bisnis dan menganalisis
business plan untuk sebuah investasi (KR3b).
c. Kemampuan untuk merancang sebuah
perusahaan yang meliputi organisasi dan
manajemen perusahaan (KR3c).

9

Makro atau Perusahaan

Lintas Produksi
(operasi)

Stasiun atau
Tempat Kerja

Gambar 2. Tingkatan Sistem Integral
Pada kompetensi rincian yang dijelaskan tersebut,
dapat juga dibentuk kompetensi utama nomer 3 (KU3)
jika pada saat melakukan pengukuran, analisis dan
merancang memakai peralatan atau teknologi baru,
misalkan perangkat lunak, dan lain-lain.

2.3. Jenis-Jenis Praktikum
Berdasarkan gambaran kompetensi tersebut maka
didefinisikan jenis-jenis praktikum yang minimal harus
dialami oleh seorang mahasiswa program sarjana teknik
industri dalam proses pembelajarannya. Dengan

mengalami praktikum minimal ini pada proses
pembelajarannya
diharapkan
terjadi
proses
pembentukan kompetensi utama teknik industri.
Praktikum-praktikum minimal ini secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Praktikum Dasar; yaitu praktikum-praktikum
yang menjadi dasar bagi pendidikan
engineering
sebagai
pembentukan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku
seorang sarjana teknik serta mengembangkan
kemampuan penalaran ilmiah. Praktikum ini
meliputi praktikum pada basic science,
praktikum pemrograman komputer dan
menggambar teknik.
2. Praktikum Pendukung Keteknik-industrian;
yaitu praktikum-praktikum yang mendukung
penguasaan kemampuan dalam perancangan
dan perbaikan sistem integral. Praktikum ini
meliputi praktikum untuk memberikan
kemampuan dalam pengumpulan, pengolahan
dan analisis data, pemodelan masalah dalam
formulasi matematik serta pencarian solusinya
dengan menggunakan perangkat lunak serta
pemodelan masalah dan pencarian solusinya
dengan pendekatan simulasi komputer.

10

3. Rincian praktikum kelompok ini dijelaskan
pada Tabel 2.
Tabel 2.
Jenis Praktikum Pendukung Keteknik-industrian
No
1

Jenis Praktikum
Proses sampling,
pengumpulan data dan
pengolahan data, penyajian
data

2

Pengujian distribusi data,
proses estimasi dan uji
hipotesis

3

Formulasi masalah dengan
model matematika dan
pencarian solusi dengan
perangkat lunak OR

4

Formulasi masalah dengan
model simulasi, pembuatan
model simulasi,
perancangan eksperimen,
pencarian solusi dengan
pendekatan simulasi

Kompetensi yang dibentuk
Kemampuan untuk
melakukan sampling,
mengumpulkan dan
mengolah data untuk
pengambilan keputusan
- Kemampuan untuk
menganalisis data serta
menentukan parameter
distribusi
- Kemampuan
menformulasikan model
masalah dalam formulasi
matematika
- Kemampuan memakai
peralatan engineering
modern untuk
menyelesaikan masalah
teknik industri
Kemampuan memodelkan
sistem rumit dan membuat
model simulasi komputer
Kemampuan merancang
perco-baan (eksperimen)
dalam model simulasi
untuk menyelesaikan
masalah teknik industri
-

4. Praktikum
Keteknik-industrian;
yaitu
praktikum
utama
yang
membentuk
kompetensi teknik industri. Kelompok ini
terdiri dari
praktikum-praktikum
yang
mengarah kepada pembentukan kemampuan
perancangan sistem integral pada 3 (tiga)
tingkatan yang dijelaskan di depan. Rincian
dari praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Uraian rinci dari setiap praktikum yang
disebutkan pada tabel 1 dan 2 dapat dilihat pada
lampiran 1 sedangkan proses penurunan jenis
praktikum berdasarkan kompetensi yang dirumuskan
dapat dilihat pada lampiran 2. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dari uraian rinci tersebut adalah:
1. Kelompok Praktikum Pendukung Keteknikindustrian diperlukan beban sebanyak 2 SKS (0,5
SKS untuk Teori Probabilitas dan Statistika
Industri; 0,5 SKS untuk Penelitian Operasional
serta 1 SKS untuk Model Simulasi Komputer)
sedangkan untuk Praktikum Keteknik-industrian
dibutuhkan beban sebesar 6 SKS (2 SKS untuk
praktikum pada tingkat stasiun atau tempat kerja;
1 SKS untuk praktikum Perencanaan dan
Pengendalian Produksi; 1 SKS untuk praktikum

11

Tata Letak Pabrik; serta 2 SKS untuk praktikum
pada tingkat sistem perusahaan)

17

Tabel 2. Jenis Praktikum Keteknik-industrian

18
19

No

Jenis Praktikum

1
2
3

Pengukuran Antrhopometri
Pengukuran Biomekanika
Evaluasi keergonomisan produk

4
5

Pengukuran beban kerja manual
Analisis dan Perancangan
Stasiun Kerja
Perhitungan waktu baku
Sampling Kerja
Analisis dan Perancangan
Metode Kerja
Analisis dan Perancangan
Proses Operasi
Analisis dan Perancangan Lintas
Produksi
Pembuatan Jadwal Induk
Produksi
Pembuatan Rencana Kebutuhan
Material
Pembuatan Rencana Kebutuhan
Kapasitas
Pengendalian Produksi
Perancangan Tata Letak Fasilitas
Perumusan Kebutuhan

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kompetensi yang
didukung
KR1a
KR1a
KR1b
KR1e
KR1c dan KR1e
KR1d
KR1d
KR1f
KR2a dan KR2b
KR2c
KR2e
KR2e
KR2e
KR2e
KR2d
KR3a

Konsumen
Penterjemahan kebutuhan
konsumen menjadi gagasan dan
rancangan produk
Penyusunan business plan
Perancangan perusahaan

KR3a

KR3b dan KR3c
KR3c

2. Diperlukan pembuatan sebuah mock-up stasiun
kerja dengan spesifikasi:
a. diawaki oleh satu orang operator;
b. memiliki tempat penyimpanan bahan (lebih
dari 2);
c. memiliki tempat penyimpanan alat;
d. memiliki meja atau tempat kerja perakitan
atau fabrikasi, dan
e. memiliki tempat penyimpanan produk jadi.
3. Diperlukan juga sebuah mock-up lintas produksiperakitan dengan spesifikasi:
a. produk yang menjadi obyek praktikum
memiliki BOM 3 (tiga) tingkatan
b. minimal terdiri dari 3 stasiun fabrikasi dan
1 stasiun perakitan.
c. Operasi yang dilakukan boleh operasi
manual atau operasi mekanik dan otomatis
4. Pembuatan mock-up ini sepenuhnya diserahkan
kepada setiap Program Studi untuk membuatnya
sesuai dengan kemampuan sumber daya yang

12

ada. Artinya, spesifikasi yang ditetapkan hanya
menyangkut jumlah stasiun kerja sedangkan isi
dari stasiun kerja diserahkan kepada setiap
Program Studi untuk menentukannya; bisa dalam
bentuk proses manual maupun mekanis, atau
gabungan dari keduanya.
5. Diperlukan perangkat lunak-perangkat lunak
yang pada dasarnya bisa dibuat sendiri jika tidak
memungkinkan mengadakan perangkat lunak
komersial yang dikhususkan untuk keperluan
tersebut.
6. Masih diperlukan upaya dari Program Studi
untuk membuat Modul Praktikum rinci dari
uraian yang ada.
Untuk memudahkan pembuatan modul-modul
praktikum beberapa hal perlu diperhatikan sebagai
panduan dalam menyusun praktikum laboratorium oleh
program studi yang memakai pedoman ini, yaitu:
1. Uraian praktikum yang disampaikan pada
lampiran tersebut menggunakan sistem
manufaktur sebagai referensi sistem integral
dalam program pendidikannya. Jika program
studi
yang
akan
mengembangkan
laboratoriumnya menggunakan sistem integral

lain sebagai referensinya, penyesuaianpenyesuaian praktikum terutama substansi
dan peralatan praktikumnya dapat dilakukan
sepanjang kompetensi yang dibentuknya
masih sama. Pengalaman praktek yang
diperlukan untuk membentuk kompetensi
teknik
industri
adalah
pengalaman
mempraktekkan merancang sistem integral
pada tingkat tempat atau stasiun kerja, lintas
produksi (operasi), serta perusahaan.
2. Praktikum di laboratorium ditujukan untuk
memberikan pengalaman atau praktek
merancang. Oleh sebab itu, tujuan ini harus
menjadikan
pegangan
utama
dalam
pembuatan modul-modul praktikum.
3. Peralatan laboratorium yang disebutkan pada
lampiran bersifat indikatif. Spesifikasi dibuat
secara umum sehingga setiap Program Studi
dapat mengadakan sesuai dengan sumber
daya yang dimilikinya.
4. Dalam
memenuhi
praktikum
tersebut,
terutama dikaitkan dengan ketersediaan
sumber daya, dapat saja dilakukan dengan
membangun jejaring kerjasama (networking)
dengan institusi lain sepanjang rancangan
proses pembelajaran dalam praktikum sudah

13

dibuat untuk memenuhi kompetensi tersebut
dan dalam pelaksanaannya memungkinkan
pengendalian pencapaian kompetensi yang
dimaksud secara efektif oleh Program Studi
yang bersangkutan.
2.4. Pelaksanaan Praktikum dan Pengorganisasian
Laboratorium
Pelaksanaan praktikum dan pengorganisasian
laboratorium untuk mewadahi kegiatan praktikum ini
diserahkan kepada setiap penyelenggara Program Studi
Teknik Industri disesuaikan dengan ketersediaan sumber
daya masing-masing. Sebagai gambaran dalam
melaksanakan dan mengorganisasikan praktikum ini
dapat dipakai rambu-rambu sebagai berikut:
1. Pengertian beban SKS (Satuan Kredit Semester)
mengacu pada ketentuan yang berlaku dimana 1
SKS berarti 3 (tiga) jam kegiatan belajar per
minggu. Pemberian beban praktikum (tugas
pendahuluan, praktikum, pembuatan laporan,
presentasi, dan semua kegiatan lain yang terkait)
dirancang agar memenuhi ketentuan ini.
2. Tujuan
utama
dari
praktikum
adalah
pembentukan kompetensi seperti yang dijelaskan
di depan. Tentu saja diperlukan juga penguasaan
teori terlebih dahulu melalui perkuliahan biasa.

Dengan demikian perlu diperhatikan urut-urutan
pemberian matakuliah teori dan praktikum
sehingga membentuk sebuah alur pembelajaran
yang urut. Jenis-jenis praktikum yang diberikan
itu sendiri dapat dilakukan dalam praktikum
terpisah atau dilakukan sebagai bagian dari
perkuliahan. Misalkan untuk Pemodelan dan
Simulasi Komputer dapat dilakukan bersamaan
dengan matakuliah yang sama dimana praktikum
diberikan sebagai proyek kelas.
3. Praktikum dapat juga diselenggarakan secara
individual atau dilakukan dalam rangkaian
terintegrasi siklus manufaktur mulai dari
pengembangan produk, pembuatan stasiun kerja,
perancangan lintas produksi, pembuatan rencana
produksi, perancangan organisasi dan manajemen
sampai kelayakan bisnisnya. Namun hal yang
perlu dijadikan pertimbangan adalah bahwa
mahasiswa
mendapatkan
pengalaman
perancangan sistem terintegrasi utuh. Artinya, jika
praktikum
dilakukan
secara
individual,
diupayakan memakai benda kerja yang sama
sehingga mahasiswa dapat melihat secara utuh
bagaimana produk tersebut dirancang sampai
dengan diproduksi dalam suatu lintas produksi
serta rancangan perusahaannya.

14

4. Setiap jenis praktikum yang disebutkan di atas
dapat saja dijadikan satu modul tetapi boleh saja
beberapa jenis praktikum dijadikan beberapa
modul dengan menyesuaikan beban SKSnya.

laboratorium
diserahkan
kepada
masing-masing
Program Studi. Nama yang diberikan di atas sekali lagi
hanya indikasi.

5. Pengelolaan praktikum dapat dilakukan dalam
laboratroium yang secara tipikal dalam sebuah
Program Studi Teknik Industri dapat meliputi
laboratorium-laboratorium sebagai berikut:
a. Praktikum yang terkait dengan aspek
tempat
atau
stasiun
kerja
dapat
dirumahkan
pada
Laboratorium
Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
b. Praktikum yang terkait dengan lintas
produksi
dapat
dirumahkan
pada
Laboratorium Sistem Produksi
c. Praktikum
yang
terkait
dengan
pengolahan data, komputasi dan simulasi
dapat dirumahkan pada Laboratorium
Optimasi dan Statistika
d. Sedangkan praktikum yang terkait dengan
sistem perusahaan dapat dirumahkan pada
Laboratorium Manajemen Industri.

BAB 3
PENUTUP

Berkaitan dengan pengorganisasian laboratorium
ini, dapat saja setiap Program Studi melakukan dengan
cara berbeda, terutama jika Program Studi mengkaitkan
pengorganisasian
laboratorium
ini
untuk
juga
mendukung keperluan penelitian. Begitu pula penamaan

Standard
minimal
laboratorium
yang
disampaikan di dalam pedoman ini menunjukkan
praktikum minimal yang harus diselenggarakan sebuah
program studi sarjana teknik industri. Dengan demikian,
praktikum-praktikum lain yang dipandang perlu oleh
sebuah program studi di luar yang disampaikan pada
pedoman ini dapat saja dilakukan dan bahkan
disarankan untuk dilakukan sehingga kualitas lulusan
yang dihasilkan semakin baik. Misalkan, untuk
mengantisipasi meningkatnya pemakaian teknologi
informasi dalam operasi perusahaan, dapat saja program
studi memberikan praktikum-praktikum perancangan
dan pengembangan sistem informasi, dan sebagainya.
Penyusunan standard minimal laboratorium ini
dilakukan dengan memakai sistem manufaktur sebagai
wahana pembelajaran. Artinya, sistem manufaktur
hanya dipakai untuk memudahkan pemahaman
mahasiswa mengenai sistem integral sehingga proses
pembelajaran untuk membentuk kompetensi dalam
mengintegrasikan sistem dapat lebih mudah terbentuk.

15

Hal yang tidak disinggung dalam pedoman ini
tetapi juga menjadi sesuatu yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam pelaksanaan praktikum adalah
pembuatan sistem asesmen dari hasil belajar melalui
praktikum. Pembuatan sistem ini perlu dipikirkan dalam
waktu dekat ini agar program studi dapat secara obyektif
menilai efektifitas proses pembelajaran melalui
praktikum ini pada pencapaian kompetensi yang
dibentuk.
Keterkaitan praktikum minimal ini dengan
Kurikulum Nasional juga tidak terlalu disinggung dalam
bahasan ini. Studi mengeluarkan rekomendasi minimal 8
SKS untuk praktikum di luar praktikum engineering
dasar. Artinya, porsi ini harus ditempatkan pada
ketentuan minimal 144 SKS kurikulum pendidikan
sarjana teknik industri. Sinkronisasi praktek dan teori
harus segera dilakukan pada tahapan selanjutnya
sehingga diperoleh standard minimal pendidikan yang
komprehensif.
Di samping itu, praktikum untuk memberikan
pengalaman praktek engineering tidak hanya dipenuhi
melalui kegiatan di laboratorium. Kegiatan magang di
industri melalui Kerja Praktek juga dapat dipakai sebagai
wahana untuk meberikan pengalaman praktek bagi
mahasiswa. Oleh sebab itu, disarankan kepada setiap
program studi untuk juga memikirkan pembuatan
program kerja praktek ini agar mahasiswa memiliki

pengalaman praktek yang semakin kaya. Kekayaan ini
akan semakin meningkatkan kualitas lulusan.
Sebagai penutup, sangat diharapkan pedoman ini
selalu dapat diperbaiki secara berkelanjutan. Apa yang
dihasilkan di sini masih merupakan langkah awal yang
sangat terbatas. Untuk menjadikannya sebuah pedoman
yang sangat operasional sehingga setiap Program Studi
dapat dengan mudah menyusun Modul Praktikum
masih diperlukan beberapa iterasi lagi.
Kemajuan-kemajuan dalam dunia praktis dan
kemajuan-kemajuan
dalam
teknologi
yang
mempengaruhi disiplin teknik industri harus selalu
dapat diakomodasikan dalam program pendidikan.
Pedoman ini merupakan inisiasi yang kemudian harus
dipikirkan mekanisme untuk memperbaruinya secara
berkelanjutan,
misalkan
dengan
memanfaatkan
keberadaan BKSTI (Badan Kerja Sama Penyelenggara
Program Studi Teknik Industri).

REFERENSI:
1. Dym, C.L. et. al., Engineering Design Thinking,
Teaching, and Learning, Journal of Engineering
Education, Vol 94, no. 1, pp. 103-120, 2005.
2. Departemen Teknik Industri ITB, Proseding
Lokakarya Praktikum dalam Pendidikan Teknik
Industri, Bandung, 2004.

16

3. Feisel, L.D. & Risa, A.J., The Role of the
Laboratory in
Undergraduate Engineering
Education, Journal of Engineering Education, Vol 94,
no. 1, pp. 121-131, 2005.
4. Turner, W.C., et. al., Introduction to Industrial
and Systems Engineering, 3rd ed., Prentice Hall,
1993.
5. Wankat, P.C & Oerovich, S., Teaching Engineering,
McGraw Hill, 1993.
6. http://www.abet.org
7. http://www.iienet.org

17