Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB I

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan karir seorang karyawan. Sedangkan dalam organisasi non profit dalam hal ini gereja melakukan mutasi tenaga pendeta erat kaitannya dengan panggilan seorang pendeta sebagai pelayan Tuhan dan berdasarkan kebutuhan spritual umat.

Pendeta memiliki peran, tugas, dan tanggung jawabnya agar pelayanan dapat berjalan sesuai dengan visi dan misi dari gereja. Sehingga tugas pendeta dalam Sinode Gereja Protestan Maluku telah diatur dalam Tata Gereja GPM tahun 1998, Bab I dan II, demikian:

Memimpin serta bertanggungjawab atas ibadah, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. Melaksanakan pelayanan penggembalaan bagi semua pelayan dan anggota jemaat. Bersama Penatua dan Diaken


(2)

2

bertanggungjawab atas penyelenggaraan katekisasi, pembinaan umat, pendidikan agama Kristen di sekolah. Bersama Penatua dan Diaken bertanggung jawab atas pelaksanaan Pekabaran Injil, Pelayanan Kasih dan Keadilan. Membina serta mendorong semua warga jemaat untuk menggunakan potensi dan karunia yang diberikan Tuhan secara bertanggung jawab. Melaksanakan fungsi organisasi dalam Gereja Protestan Maluku sesuai ketentuan Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan Gereja yang berlaku.

Selain pendeta sebagai pemimpin di jemaat, pendeta juga secara langsung berada di bawah naungan “Sinode” sebagai badan pengambilan keputusan tertinggi dalam jenjang kepemimpinan Gereja Protestan Maluku. Ini menunjukan bahwa setiap pendeta GPM bertanggung jawab terhadap Sinode sebagai otoritas tertinggi. Sinode GPM berperan cukup penting untuk setiap pelayanan yang dilakukan melalui setiap kebijakan dan keputusan yang dibuat agar tujuan organisasi dapat terarah dan tercapai. Salah satu kebijakan Sinode yang berperan penting bagi pelayanan yang ada di GPM yaitu kebijakan mutasi pendeta.

Mutasi pendeta menurut De Jonge (2001), adalah sarana untuk membina pendeta sebagai seorang


(3)

3

pejabat gereja dengan cara dipindahkan dari satu jemaat ke jemaat yang lain. Proses pemindahan ini diyakini juga sebagai “panggilan” yang diterima dari Kristus sebagai kepala gereja terhadap para pelayanNya.

Peraturan tentang mutasi pendeta dalam hal ini merupakan pelayan organik dalam lingkup GPM diatur dalam Tata Gereja GPM 1998, Bab I pasal 1, demikian:

“Mutasi adalah perpindahan jabatan atau wilayah kerja atas dasar kepentingan pelayanan GPM serta pembinaan pegawai dan pelayan gereja.

Berpatokan pada pasal 1 diatas, maka mutasi pendeta GPM dilakukan dengan tujuan untuk pembinaan pendeta yang adalah pelayan Tuhan. Selain itu, mutasi juga secara langsung dilakukan dengan tujuan lebih kepada pelayanan dengan memperhatikan kebutuhan rohani dari umat. Setiap pendeta yang melayani di wilayah GPM memiliki masa tugas selama lima tahun, akan tetapi dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. Hal ini sesuai dengan bab III pasal 6, demikian:


(4)

4

Mutasi rutin berlaku bagi Pegawai dan Pelayan Organik Gereja apabila yang bersangkutan telah memenuhi tugas dan fungsi jabatan selama lima tahun seorang Pegawai dan Pelayan Organik dapat diperpanjang tugasnya sesuai kebutuhan.

Berdasarkan pada pasal 6 diatas, maka tidak ada pendeta yang akan melayani di suatu jemaat untuk selama-lamanya. Jika dikarenakan suatu alasan yang berkaitan dengan kebutuhan pelayanan umat, maka masa tugas pendeta bisa diperpanjang. Dengan pertimbangan bahwa tidak baik jika seorang pendeta terlalu lama di suatu jemaat dan juga bagi jemaat yang ada.

Selanjutnya dalam prakteknya, kebijakan mutasi ini tak jarang memiliki masalah. Misalnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2013) menemukan bahwa pengelolaan mutasi di Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) belum berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan prosesnya melalui lobi-lobi sehingga mutasi pendeta diputuskan oleh pimpinan Sinode HKBP berdasarkan kepentingan pribadi. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh


(5)

5

Suryaningsih (2012), ternyata kebijakan mutasi dalam GKPB (Gereja Kristen Protestan Bali) diputuskan hanya oleh beberapa orang saja tanpa memperhatikan kebutuhan dari pendeta itu sendiri dan juga anggota jemaat.

Sedikit berbeda dari kedua Sinode yang sudah dipaparkan diatas, maka masalah mutasi yang terjadi di Sinode GPM lebih terhadap pelaksanaannya yang tidak berjalan dengan baik. Padahal kebijakan mutasi itu sudah jelas diatur dalam tata aturan GPM. Masalah-masalah yang terkait dengan pelaksanaan mutasi pendeta ini dipilah menjadi dua bagian besar. Pertama, ada pendeta yang menolak SK mutasi disebabkan sudah nyaman di suatu jemaat. Faktor ekonomi yang menjadi alasan sehingga banyak pendeta menolak dimutasikan ke jemaat kota dan juga sebaliknya pendeta di jemaat desa sangat ingin dimutasikan ke jemaat kota. Ditambah lagi dengan wilayah pelayanan GPM yang adalah wilayah kepulauan sehingga menjadikan medan pelayanannya


(6)

6

berat dan sulit dijangkau untuk wilayah yang jauh. Masalah yang kedua yaitu jemaat yang sudah terlanjur mencintai pendeta sehingga tidak ingin pendetanya dipindahkan. Masalah kedua ini yang sering menjadikan proses pelaksanaan mutasi tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga timbulah pemikiran negatif di kalangan majelis jemaat serta umat tentang kebijakan mutasi ini.

Kedua masalah diatas secara langsung sangat berdampak terhadap pelayanan yang ada dan timbulnya ketidakadilan diantara sesama rekan pelayanan berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pendeta tual via telepon. Padahal tata gereja sebagai dasar pengambilan keputusan dan rapat tertinggi sudah disahkan (Tata Gereja 1998 Bab I dan Bab II).

Dengan demikian berdasarkan permasalahan-permasalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitan ini kemudian difokuskan pada proses pelaksanaan mutasi yang dilakukan Sinode GPM yang


(7)

7

sesuai dengan kebijakan mutasi yang dikeluarkan Sinode dan pandangan pendeta GPM sebagai pelayan yang menindaklanjuti kebijakan itu bersama dengann jemaat.

Mutasi ini bisa horizontal yang biasanya disebut dengan tour of area. Mutasi juga bisa vertikal yang dikenal dengan promosi atau kenaikan jabatan dan juga demusi atau penurunan jabatan. Penelitian ini untuk mutasi yang horizontal dan tidak memperhatiakn promosi dan demusi. Konsekuensi dari batasan penelitian ini adalah bahwa temuan-temuan

Key Performance Indicators (KPI) kapan akan

dipromosikan atau didemusikan tidak dibahas dalam penelitian ini.


(8)

8 1.2 Persoalan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas dan masalah yang akan diteliti, maka yang menjadi persoalan penelitian adalah:

1. Apa yang menjadi dasar Sinode GPM melakukan kebijakan mutasi pendeta?

2. Bagaimana proses dan pelaksanaan mutasi tenaga pendeta di lingkungan GPM?

3. Bagaimana tanggapan pendeta dan umat tentang kebijakan dan pelaksanan mutasi pendeta dalam lingkungan GPM?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengeksplorasi dan menganalisis kebijakan dan proses pelaksanaan mutasi dalam lingkungan GPM dan dampaknya bagi pelayanan gerejawi pada lingkup wilayah pelayanan GPM.


(9)

9 1.4 Manfaat Penelitian

 Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian di bidang manajemen gereja khususnya yang membahas mengenai mutasi pendeta pada lingkup organisasi gerejawi.

 Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran tentang pelaksanaan mutasi dalam lingkungan Gereja khususnya GPM.


(1)

4

Mutasi rutin berlaku bagi Pegawai dan Pelayan Organik Gereja apabila yang bersangkutan telah memenuhi tugas dan fungsi jabatan selama lima tahun seorang Pegawai dan Pelayan Organik dapat diperpanjang tugasnya sesuai kebutuhan.

Berdasarkan pada pasal 6 diatas, maka tidak ada pendeta yang akan melayani di suatu jemaat untuk selama-lamanya. Jika dikarenakan suatu alasan yang berkaitan dengan kebutuhan pelayanan umat, maka masa tugas pendeta bisa diperpanjang. Dengan pertimbangan bahwa tidak baik jika seorang pendeta terlalu lama di suatu jemaat dan juga bagi jemaat yang ada.

Selanjutnya dalam prakteknya, kebijakan mutasi ini tak jarang memiliki masalah. Misalnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2013) menemukan bahwa pengelolaan mutasi di Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) belum berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan prosesnya melalui lobi-lobi sehingga mutasi pendeta diputuskan oleh pimpinan Sinode HKBP berdasarkan kepentingan pribadi. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh


(2)

5

Suryaningsih (2012), ternyata kebijakan mutasi dalam GKPB (Gereja Kristen Protestan Bali) diputuskan hanya oleh beberapa orang saja tanpa memperhatikan kebutuhan dari pendeta itu sendiri dan juga anggota jemaat.

Sedikit berbeda dari kedua Sinode yang sudah dipaparkan diatas, maka masalah mutasi yang terjadi di Sinode GPM lebih terhadap pelaksanaannya yang tidak berjalan dengan baik. Padahal kebijakan mutasi itu sudah jelas diatur dalam tata aturan GPM. Masalah-masalah yang terkait dengan pelaksanaan mutasi pendeta ini dipilah menjadi dua bagian besar. Pertama, ada pendeta yang menolak SK mutasi disebabkan sudah nyaman di suatu jemaat. Faktor ekonomi yang menjadi alasan sehingga banyak pendeta menolak dimutasikan ke jemaat kota dan juga sebaliknya pendeta di jemaat desa sangat ingin dimutasikan ke jemaat kota. Ditambah lagi dengan wilayah pelayanan GPM yang adalah wilayah kepulauan sehingga menjadikan medan pelayanannya


(3)

6

berat dan sulit dijangkau untuk wilayah yang jauh. Masalah yang kedua yaitu jemaat yang sudah terlanjur mencintai pendeta sehingga tidak ingin pendetanya dipindahkan. Masalah kedua ini yang sering menjadikan proses pelaksanaan mutasi tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga timbulah pemikiran negatif di kalangan majelis jemaat serta umat tentang kebijakan mutasi ini.

Kedua masalah diatas secara langsung sangat berdampak terhadap pelayanan yang ada dan timbulnya ketidakadilan diantara sesama rekan pelayanan berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pendeta tual via telepon. Padahal tata gereja sebagai dasar pengambilan keputusan dan rapat tertinggi sudah disahkan (Tata Gereja 1998 Bab I dan Bab II).

Dengan demikian berdasarkan permasalahan-permasalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitan ini kemudian difokuskan pada proses pelaksanaan mutasi yang dilakukan Sinode GPM yang


(4)

7

sesuai dengan kebijakan mutasi yang dikeluarkan Sinode dan pandangan pendeta GPM sebagai pelayan yang menindaklanjuti kebijakan itu bersama dengann jemaat.

Mutasi ini bisa horizontal yang biasanya disebut dengan tour of area. Mutasi juga bisa vertikal yang dikenal dengan promosi atau kenaikan jabatan dan juga demusi atau penurunan jabatan. Penelitian ini untuk mutasi yang horizontal dan tidak memperhatiakn promosi dan demusi. Konsekuensi dari batasan penelitian ini adalah bahwa temuan-temuan Key Performance Indicators (KPI) kapan akan dipromosikan atau didemusikan tidak dibahas dalam penelitian ini.


(5)

8

1.2 Persoalan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas dan masalah yang akan diteliti, maka yang menjadi persoalan penelitian adalah:

1. Apa yang menjadi dasar Sinode GPM melakukan kebijakan mutasi pendeta?

2. Bagaimana proses dan pelaksanaan mutasi tenaga pendeta di lingkungan GPM?

3. Bagaimana tanggapan pendeta dan umat tentang kebijakan dan pelaksanan mutasi pendeta dalam lingkungan GPM?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengeksplorasi dan menganalisis kebijakan dan proses pelaksanaan mutasi dalam lingkungan GPM dan dampaknya bagi pelayanan gerejawi pada lingkup wilayah pelayanan GPM.


(6)

9

1.4 Manfaat Penelitian

 Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian di bidang manajemen gereja khususnya yang membahas mengenai mutasi pendeta pada lingkup organisasi gerejawi.

 Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran tentang pelaksanaan mutasi dalam lingkungan Gereja khususnya GPM.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB II

1 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Pendeta-Pendeta di GKPB Ditinjau dari Manajemen Gerejawi T1 712007015 BAB I

0 1 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB V

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB IV

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB II

0 0 17