Pengaruh Komposisi Limbah Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit Terhadap Sifat-Sifat dan Karakteristik Komposit Polipropilena

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ABU PEMBAKARAN BIOMASSA KELAPA SAWIT
Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang
terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang, serat dan lain-lain. Limbah padat dan
pada generasi berikutnya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Pada Gambar tersebut
terlihat bahwa Iimbah yang terjadi pada generasi pertama dapat dimanfaatkan dan
terjadi limbah berikutnya sehingga dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai
ekonomi. Salah satunya adalah potensi limbah cangkang dan serat yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada boiler [9].

Gambar 2.1 Pohon industri pemanfaatan limbah padat kelapa sawit [9]
Dalam pemrosesan buah kelapa sawit menjadi ekstrak minyak sawit,
menghasilkan limbah padat yang sangat banyak dalam bentuk serat, cangkang dan
tandan buah kosong, dimana untuk setiap 100 ton tandan buah segar yang diproses,
akan di dapat lebih kurang 6,5 ton cangkang, 13 ton serat dan 23 ton tandan kosong.
Untuk membantu pembuangan limbah dan pemulihan energi, cangkang dan serat ini

5
Universitas Sumatera Utara


digunakan lagi sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap pada perebusan kelapa
sawit. Setelah pembakaran dalam ketel uap, akan dihasilkan 5% abu pembakaran
biomassa kelapa sawitatau Palm Oil Fuel Ash (POFA) dengan ukuran butiran yang
halus. Abu hasil pembakaran ini biasanya dibuang dekat pabrik sebagai limbah padat
dan tidak dimanfaatkan (Ditjen PPHP, 2006). Oleh karena kekurangan nutrisi yang
dibutuhkan sebagai pupuk, POFA dibuang ke tanah kosong disekeliling pabrik
minyak kelapa sawit, dan menyebabkan masalah lingkungan dan resiko kesehatan.
Oleh karena itu ditemukan solusi dalam beberapa studi untuk menggunakan POFA
sebagai filler material [3]. Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit
dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit [9]
Jenis

Potensi per ton
TBS (%)

Tandan Kosong

23,0


Wet Decanter Solid
Cangkang
Serabut (fiber)
Limbah cair
Air kondensat

4,0
6,5
13,0
50,0

Manfaat
Pupuk kompos, pulp kertas, papan
partikel, energi
Pupuk, kompos, makanan ternak
Arang, karbon aktif, papan partikel
Energi, pulp kertas, papan partikel
Pupuk, air irigasi
Air umpan boiler


Kandungan Senyawa kimia pada abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau
POFA dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Kandungan Senyawa kimia pada POFA [3]
Kandungan Senyawa Kimia
Silicon dioxide (SiO2)
Aluminium oxide (Al2O3)
Feric Oxide (Fe2O3)
Calcium oxide (CaO)
Magnesium Oxide (MgO)
Sodium oxide (Na2O)
Potassium oxide (K2O)
Sulfur oxide (SO3)
Phosphorus oxide (P2O2)
LOI

Jumlah (%)
66,91
6,44
5,72

5,56
3,13
0,19
5,20
0,33
3,73
23

6
Universitas Sumatera Utara

Pada beton, jika unsur silika (SiO2) ditambahkan dengan campuran beton,
maka unsur silika tersebut akan bereaksi dengan kapur bebas Ca(OH)2 yang
merupakan unsur lemah dalam beton menjadi senyawa Calsium Silika Hidrat (CSH)
baru. Senyawa CSH merupakan unsur utama yang mempengaruhi kekuatan pasta
semen dan kekuatan beton [3].

2.2 POLIPROPILENA
Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang
dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya

pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis,
berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan
labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer
adisi yang terbuat dari propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki
sifat resistan yang tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam.
Polipropena biasanya didaur-ulang memiliki titik lebur 160°C (320°F) [4]. Rumus
monomer polipropilena dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

CH3 H
C

C

H

H

n

Gambar 2.2 Rumus monomer polipropilena [4]

Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki
kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan
polietilena berdensitas tinggi; modulus youngnya juga menengah. Melalui
penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di
suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti
berbagai plastik teknik, seperti ABS. Polipropilena memiliki permukaan yang tak
rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis,
dan bisa dibuat translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan
polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Bisa pula dibuat buram dan/atau

7
Universitas Sumatera Utara

berwarna-warni melalui penggunaan pigmen. Polipropilena memiliki resistensi yang
sangat bagus terhadap kelelahan (bahan) [4].

2.3 KOMPOSIT
Komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen
yang berlainan digabungkan [10]. Sementara itu, definisi yang lebih bermakna yaitu
menurut Agarwal [11] menyatakan bahwa bahan komposit mempunyai ciri-ciri yang

berbeda dalam komposisinya untuk menghasilkan suatu bahan yang mempunyai sifat
dan ciri tertentu yang berbeda dari sifat dan ciri konstituen asalnya. Di samping itu
konstituen asal masih kekal dan dihubungkan melalui suatu antara muka.
Bahan komposit mempunyai banyak kelebihan dan keistimewaan dari segi
sifat mekanik, fisik, termal, dan kimianya [12], diantaranya:
1.

Sifat kekuatan, kekakuan, dan keliatan (kelenturan) meningkat.

2.

Kestabilan dimensi meningkat.

3.

Modulus spesifik (modulus/densitas) dan kekuatan spesifik (kekuatan/
densitas) meningkat yang menyebabkan berat komposit semakin berkurang.

4.


Biaya pengeluaran berkurang karena bahan yang digunakan telah berkurang.
Terdapat tiga pendekatan yang dipakai untuk mendefinisikan bahan komposit

[12], yaitu:
1.

Komposit mengandung dua atau lebih bahan yang dapat dipisahkan secara
fisik dan mekanik.

2.

Komposit dapat dihasilkan dengan mencampurkan bahan-bahan yang
berlainan sehingga sampai ke suatu tahap dengan salah satu bahan tersebut
tersebar di dalam bahan yang satu lagi dengan aturan yang tertentu agar suatu
sifat yang optimum diperoleh.

3.

Sifat bahan komposit yang terbentuk adalah lebih baik dan mungkin unik
dalam aspek tertentu dibanding komponen-komponen secara terpisah.

Tetapi perlu diingat bahwa peningkatan sifat-sifat yang disebutkan di atas

tidak dapat diperoleh secara serentak dalam bahan komposit yang sama. Sebagai
contoh, peningkatan sifat kekakuan dan kekuatan lazimnya pada waktu yang sama
akan mengurangi keliatan (kelenturan) bahan komposit tersebut.

8
Universitas Sumatera Utara

2.3.1

Komposit Polimer
Komposit polimer lebih banyak digunakan karena mempunyai banyak

kelebihan, [13] yaitu :
1.

Polimer lebih mudah diproses.

2.


Polimer mempunyai sifat mekanik dan dielektrik yang baik.

3.

Polimer merupakan bahan berdensitas rendah

4.

Polimer mempunyai suhu pemrosesan yang lebih rendah dibanding suhu
pemrosesan logam.
Umumnya polimer mengandung molekul yang besar lebih kuat dan tahan

terhadap tegangan termal dan mekanik dibandingkan dengan polimer yang tersusun
dari molekul yang lebih kecil. Polimer terdiri dari molekul-molekul yang tersusun
dari segmen-segmen yang berulang-ulang atau satuan yang disebut mer [14].
Pada umumnya polimer memiliki kekuatan tarik yang sangat rendah jka
dibandingkan material-material lain. Tidak dapat mengantarkan arus listrik dan juga
tidak tahan terhadap pemanasan, karena itu tidak ada proses heat treatment kepada
polimer. Polimer juga bersifat kaku/fleksibel. Meskipun polimer merupakan isolator,

komposisinya dapat disesuaikan sehingga terdapat konduktivitas tertentu. Polimer
tahan terhadap serangan korosi dan juga tidak bereaksi terhadap bahan kimia dan
lingkungan [15].
2.3.2

Fase Matriks Bagi Komposit

Fase matriks ialah fase yang lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas
yang lebih rendah. Matriks berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan
dan kerusakan dari benturan (impact) [12].
Secara umum fase matriks memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Matriks adalah bahan padat yang mampu memindahkan tegangan yang dikenakan
kepada fase tersebar, yang berfungsi sebagai media alas beban. Disamping itu,
fase matriks juga berusaha untuk menahan beban yang dikenakan sesama fase
penguat yang berdekatan.

9
Universitas Sumatera Utara

2. Matriks berupaya menjaga fase penguat dari kerusakan karena lingkungan, seperti
panas dan kelembaban. Contoh penguat yang mengalami kerusakan karena
kelembaban ialah serat kaca dan poliester.
3. Sebagai pengikat fase penguat, matriks diharapkan dapat menghasilkan interfase
fase matriks dan fase penguat yang kuat.
Dengan demikian, bahan yang digunakan sebagai fase matriks diharapkan
memiliki fungsi seperti yang telah disebutkan di atas, dan pemilihannya sebagai
matriks harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut [12]:
1. Keserasiannya dengan fase penguat atau fase tersebar karena akan menentukan
interaksi interfase fase matriks-fase penguat (pengisi).
2. Sifat akhir komposit yang dihasilkan.
3. Keperluan penggunaan dan masalah terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya,
seperti masalah terhadap kelembaban dan masalah terhadap larut.
4. Gambaran bentuk komponen yang akan dihasilkan.
5. Kemudahan fabrikasi dan pemrosesan.
6. Biaya penggunaan.

2.3.3

Fase Tersebar (Pengisi)
Fase tersebar merupakan bahan yang berbentuk serat, partikel, kepingan,

yang ditambahkan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik komposit seperti
meningkatkan sifat kekuatan, kekakuan, dan kelenturan. Dengan penggunaan fase
tersebar (pengisi) dapat diperoleh sifat-sifat sebagai berikut [13]:
1. Sifat fisik mengalami peningkatan maksimum.
2. Penyerapan kelembapan yang rendah.
3. Sifat pembasahan (wetting) yang baik.
4. Biaya yang rendah dan bahan yang mudah diperoleh.
5. Tingkat ketahanan terhadap api yang baik.
6. Tingkat ketahanan terhadap bahan kimia yang baik.
7. Sulit larut dalam air dan pelarut lainnya

10
Universitas Sumatera Utara

2.3.4

Bahan Pendispersi
Penambahan bahan pendispersi berfungsi sebagai pelunak atau pemlastis

matriks polimer. Pelunak atau pemlastis merupakan bahan yang ditambahkan
kedalam bahan polimer sehingga molekul pemlastis akan berada diatara rantai
polimer yang mempengaruhi mobilitas rantai dan menaikkan plastisitas bahan [16].
Pada mekanisme pelunakan, bahan pendispersi merupakan pelunak atau
pelarut yang mampu membawa matriks polimer untuk memasuki pori-pori serbuk
pengisi, sehingga akan memperluas permukaan kontak antara matriks dengan serbuk
pengisi. Untuk pendispersi jenis stearat diketahui bahwa molekul dari asam stearat
memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua sifat yang saling bertolak
belakang. Gugus karboksil stearat yang bersifat hidrofilik dan polar akan cenderung
berhubungan dengan lingkungan sekitar yang terutama terdiri dari air, yang
kemudian memungkinkan terjadinya interaksi fisik antara matriks dan pengisi [16].
2.3.5

Dispersi Bahan Pengisi dalam Matriks Polimer
Pendispersi pembasah merupakan bahan surfaktan yang bila ditambahkan

dalam bahan polimer akan terjadi interaksi fisik antara pendispersi dengan suatu
substrak resin polimer melalui gugus nonpolar dengan permukaan substrak melalui
gugus polarnya. Mekanisme pembasahan berlangsung dengan cara interaksi antara
pendispersi jenis surfaktan dengan bahan pengisi melalui gugus polarnya dengan
matriks polimer melalui gugus nonpolarnya, akibatnya akan terbentuk ikatan yang
lebih kuat antara matriks dan bahan pengisi [16].
2.3.6

Perlakuan Alkali (NaOH)
Perlakuan alkali adalah salah satu teknik modifikasi kimia yang banyak

digunakan pada material alam yang biasa dipakai sebagai penguat pada matriks
termoplastik dan termoset. Modifikasi dengan perlakuan alkali akan memutus ikatan
hidrogen dan cara demikian akan membuat permukaan serat menjadi lebih kasar.
Modifikasi kimia dengan perlakuan alkali dilakukan untuk meningkatkan adhesi
antara permukaan partikel dengan matriks polimer yang diharapkan akan berpotensi
menghasilkan ikatan yang baik. Adanya perlakuan alkali pada material akan
menghilangkan sejumlah lignin, lilin dan minyak serta zat pengotor pada permukaan

11
Universitas Sumatera Utara

material, sehingga terjadi depolimerisasi pada material. Dalam hal ini penambahan
NaOH adalah untuk membuat ionisasi gugus -OH pada material sehingga akan
menjadi alkoksi seperti pada gambar di bawah ini [17].
Partikel-OH + NaOH → Partikel-O-Na + H2O
Gambar 2.3 Reaksi partikel abu pembakaran biomassa kelapa sawit
dengan NaOH [17]

2.4 FLAME RETARDANT
Polimer telah digunakan secara luas menggantikan bahan logam di kehidupan
kita sehari-hari karena bahan polimer lebih murah dan ringan. Namun bahan polimer
mempunyai satu kelemahan besar yaitu sangat mudah terbakar. Pengertian bahan anti
bakar bukanlah dimaksudkan bahwa bahan tersebut tidak dapat terbakar. Untuk lebih
memahami pengertian bahan anti bakar/flame retardant baiknya diketahui proses
terbentuknya nyala api/life cycle of fire yang dijelaskan oleh Emmon melalui segitiga
api/fire triangle [18], yang dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.4 Segitiga api yang dipresentasikan ke fungsi temperatur dan waktu [18]
Proses terbentuknya nyala api secara umum melalui tiga tahapan proses yaitu
inisiasi pembentukan api, pembentukan api secara maksimal dan proses pemadaman
api [18], dimana tiga tahapan proses ini diatur oleh empat parameter yaitu:
1. Derajad dapat terbakarnya suatu bahan/combustibility
2. Derajad dapat tersulutnya suatu bahan/ignitability. Bila

suatu bahan dapat

terbakar maka berikutnya dipertanyakan bagaimana bahan tersebut tersulut.

12
Universitas Sumatera Utara

3. Penyebaran nyala api, yaitu seberapa cepat nyala api tersebar setelah bahan
tersulut.
4. Pelepasan panas, laju pelepasan panas/kalor dan jumlah kalor yang dilepas.
Suatu inisiator sumber panas memulai penyulutan terhadap suatu bahan untuk
terbakar dimana membutuhkan bahan bakar dan oksigen (yang diperoleh dari udara
ambien) agar penyulutan api dapat bertahan dan bertumbuh. Kemampuan bahan
bakar dalam menerima transfer panas dari sumber panas ke bahan bakar baik secara
induksi maupun konveksi dan kemudahannya terurai/terdekomposisi menentukan
derajad dapat-terbakarnya/combustibility serta derajad dapat-tersulutnya suatu bahan
(sebagai bahan bakar pembentuk api). Campuran bahan bakar dan oksigen pada
udara ambien akan menimbulkan nyala api. Laju pelepasan panas dan jumlah kalor
yang dilepas akibat dekomposisi bahan bakar pembentuk api ini akan mempengaruhi
temperatur udara ambien yang akan mempengaruhi penyebaran nyala api melalui
pembentukan gas yang mudah terbakar dengan temperatur yang cukup tinggi [18].
Bahan flame retardant adalah bahan yang bersifat penghalang atau inhibitor
terhadap salah satu tahapan proses atau lebih pada pembentukan nyala api. Apabila
bahan flame retardant ini diaplikasikan pada polimer, proses terbentuknya nyala api
dapat kita gambarkan sebagai berikut.

Panas

Hasil Pembakaran

Transfer Panas

Transfer Panas
Nyala api

Bahan Bakar/
Polimer

Dekomposisi
Polimer + Oksigen

Udara Ambien
/ Oksigen

Gambar 2.5 Pembentukan Nyala Api Pada Penyulutan dan Pembakaran Polimer [18]

13
Universitas Sumatera Utara

Dekomposisi polimer akibat pemanasan dikenal sebagai pirolisis secara
endotermis yang akan membentuk fragmen radikal yang mempropagasi pembakaran
melalui fragmen-fragmen polimer yang terbentuk dalam bentuk gas. Fragmenfragmen gas yang dapat terbakar yang terbentuk bercampur dengan udara ambien
yang mengandung oksigen yang juga menerima panas dan tersulut menghasilkan
nyala api. Dalam proses pirolisis polimer, fragmen-fragmen gas yang tidak terbakar,
produk cairan dan padatan yang mengarang juga terbentuk [19]. Skema penyebaran
nyala api selama proses pembakaran polimer dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.6 Skema penyebaran nyala api selama proses pembakaran polimer [18]
2.4.1

Mekanisme Inhibisi Flame Retardant
Secara umum mekanisme hambatan penyalaan api, atau penyebaran api dan

bahkan penekanan proses pembakaran oleh bahan anti bakar/flame retardant dapat
melalui 3 cara yaitu [19]:
1. Secara Reaksi Kimiawi (mekanisme yang lebih effektif)
a. Inhibisi pada fasa gas: Inhibisi pembentukan gas fragmen radikal pada
dekomposisi polimer oleh bahan anti bakar, sehingga gas fragmen radikal aktif
yang mengikat oksigen dan atau radikal hidroksil yang mempengaruhi proses
penyulutan akan berkurang. Dengan demikian suplai gas yang mudah terbakar
dan umpan balik pemanasan dapat berkurang. Mekanisme ini lazim terjadi
pada bahan anti bakar terhalogenasi. Selain itu inhibisi pada fasa gas dapat

14
Universitas Sumatera Utara

terjadi dengan pengenceran konsentrasi oksigen di udara ambien dengan
pelepasan gas-gas yang tidak terbakar.
b. Inhibisi pada fasa padat: Inhibisi dengan pembentukan lapisan arang/char pada
permukaan bahan bakar sehingga bahan bakar terlindungi dari oksigen yang
ada pada udara ambien serta memberikan hambatan terhadap transfer panas
yang dikeluarkan oleh sumber panas. Selain pembentukan lapisan arang,
mekanisme ini sering bersamaan dengan pelepasan gas (NH3 dan atau CO2)
dan atau pembusaan secara terus menerus sehingga terbentuk lapisan berpori.
Mekanisme inhibisi ini lazim pada bahan anti bakar yang mengandung fosfor,
melamin dan senyawa yang bergugus alkohol yang banyak.
2. Secara Fisika (mekanisme yang kurang efektif)
a. Proses pendinginan: Proses penyerapan energi (endotermis) yang dipicu oleh
pelepasan air oleh additif dan atau kimiawi bahan anti bakar sehingga
temperatur bahan bakar/polimer berada di bawah temperatur yang dibutuhkan
untuk

melakukan

proses

pembakaran.

Kemudian

selanjutnya

proses

pembakaran akan terinhibisi.
b. Pemberian lapisan pelindung (coating): Bahan bakar/polimer diberi lapisan
padat atau gas yang akan melindungi permukaan bahan bakar/polimer dari
paparan panas dan oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran.
c. Pengenceran: Penambahan senyawa inert (sebagai bahan pengisi) dan additif
yang akan mengeluarkan senyawa gas tidak terbakar sehingga akan
mengencerkan bahan bakar/polimer baik dalam fasa padat maupun dalam fasa
gas serta pengenceran oksigen pada udara ambien.
3. Kombinasi secara fisika dan kimia yang bersinergi
Terlihat bahwa keseluruhan mekanisme inhibisi tersebut menghambat pada
tahapan-tahapan proses dan atau pada beberapa tahapan proses sekaligus seperti
pada saat proses transfer panas/pemanasan, dekomposisi, saat penyulutan/ignition
process dan penyebaran panas.

15
Universitas Sumatera Utara

2.4.2

Jenis Flame Retardant
Penurunan sifat flamabilitas dari polimer dapat melalui penambahan senyawa

tahan api (flame retardant). Flame retardant yang biasa digunakan adalah hidroksida
logam, senyawa posporus, senyawa yang mengandung halogen dan clay [18].
1. Metal Hydroxides
Filler anorganik menghambat pembakaran polimer dengan membuang panas
dari polimer dan mengurangi suhu api. Contohnya adalah aluminium oksida hidrat,
Al2O3.3H2O dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2. Senyawa ini di dalam nyala api
akan mengalami dekomposisi secara endotermik (menyerap panas), dan melepaskan
sejumlah besar uap air ke permukaan polimer. Air akan melarutkan gas yang mudah
terbakar. Salah satu kelemahan dari bahan-bahan tersebut adalah bahwa kadar yang
tinggi diperlukan untuk mendapatkan sistem tahan api yang baik. Akibatnya sifat
mekanik polimer akan menurun.
2. Phosphorus-containing Fire Retardants
Banyak retardants api tipe ini yang dikonversi menjadi asam fosfat, yang
akan mengeringkan polimer yang berada dalam kondisi terbakar dan membentuk
char. Sebagai contoh fosfor oxynitride dan phospham pada 10-20% wt yang
ditambahkan ke poli (butylene terephthalate) memberikan peningkatan indeks
oksigen dari 22 menjadi 29. Oxynitride fosfor juga ditemukan sebagai pembentuk
char. Pembentukan char mempengaruhi sifat tahan api bahan polimer karena
bertindak sebagai penghalang yang akan memperlambat transfer panas, mencegah
masuknya oksigen ke dalam polimer dan juga mencegah degradasi polimer. Senyawa
yang meningkatkan pembentukan char, seperti oxynitride fosfor dan phospham, atau
alkohol polifungsional, tepung dan turunan glukosa, telah menunjukkan sifat tahan
api pada komposit polimer. Dalam beberapa kasus, fire retardant yang mengandung
fosfor dapat berfungsi pada fase uap dengan menghasilkan radikal yang dapat
memadamkan api.

16
Universitas Sumatera Utara

3. Halogenated Fire Retardants
Untuk memahami mekanisme pemadaman api oleh senyawa terhalogenasi,
maka harus diketahui dua reaksi berikut yang terjadi ketika polimer dengan fire
retardant dibakar:
1. RX

→ R' + X" dimana X adalah Cl atau Br

2. X' + RH → R' + HX
Pada dua reaksi di atas, RX adalah halogenated fire retardant dan RH adalah
polymer. Dalam kondisi terbakar, halogenated fire retardant akan menghasilkan
radikal halogen dan halogen akan bereaksi dengan polimer untuk membentuk radikal
baru dan HX. HX akan memadamkan api dengan bereaksi dengan hidroksil atau
hidrogen yang dihasilkan selama dekomposisi polimer. Walaupun material ini dapat
memberikan fire retardant yang baik pada loading rendah.

2.5 PENGUJIAN / KARAKTERISASI KOMPOSIT
2.5.1

Flammabilitas
Flamabilitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ketahanan

bakar terhadap material non metalik, terutama dalam merespon panas dan api
dibawah kontrol. Respon terhadap panas dan api bahan tergantung pada ukuran dan
bentuk material. Klasifikasi flamabilitas yang dibutuhkan material tergantung dari
peralatan pengujian dan kegunaan material itu sendiri. Kemampuan material
ditentukan dengan beberapa metode, salah satu nya yang digunakan pada penelitian
kali ini adalah vertical burning test kelas V-0, V-1 dan V-2 [20].
Vertical burning test sendiri merupakan salah satu uji flammabilitas dari
material yang digunakan oleh badan standar Under Laboratories (UL) yang lebih
dikenal dengan UL-94. Grade untuk material didasarkan pada jenis material dan
metode yang digunakan. Pada material dengan metode vertical burning test ini akan
menghasilkan kelas V-0, V-1 dan V-2. Aplikasi dari kelas tersebut, terutama V-2
diharapkan mampu meminimalkan potensi kebakaran yang terjadi pada material
melalui mekanisme-mekanisme flame retardant itu sendiri. Kelas ini sering dijumpai
pada insulator listrik dan sejenisnya [20].

17
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Standart Flammabilitas Pembakaran Vertikal UL-94
Kapas
Terbakar
Yes

Waktu
terbakar ke-2
(s)
> 60
< 60
30 - 60

No

2.5.2

< 30

Total Waktu
terbakar ke-1
dan ke-2 (s)
> 250
< 250
< 250
50 - 250
< 50

Waktu
Grade
terbakar ke-1
atau ke-2 (s)
> 30
Non Grade
< 30
94 V-2
< 30
94 V-1
< 30
94 V-1
10 - 30
94 V-1
< 10
94 V-0

Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan

sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan
biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan
pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan
membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama
dengan tegangan. Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu
berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali
beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan
bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [21].

2.5.3

Kekuatan Bentur (Impact Strength)
Kekuatan bentur adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui ketahanan

bahan terhadap daya dengan kecepatan tinggi (hantaman). Kekuatan impak suatu
bahan polimer dapat diukur dengan menggunakan alat impact test. Untuk kekuatan
impak, bahan dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu bahan yang rapuh (brittle) dan
ductile. Kegagalan pada bahan yang rapuh dapat terjadi pada energi yang rendah
dimana keretakan bermula dan berlanjut sebelum terjadinya yelding. Ciri-ciri yang
ditunjukkan biasanya bagian yang putus/patah menunjukkan permukaan yang halus dan
kaku. Untuk bahan ductile, akan terbentuk yelding dimana akan tampak stress whitening
pada daerah yang putus. Pengujian impak biasanya dilakukan dengan metode Charphy
atau Izod [22].

18
Universitas Sumatera Utara

2.5.4

Fourier Transform Infrared Spectroscope (FTIR)
Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik

yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada
daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif
dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang
gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam
ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau
interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus
yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung
dalam suatu campuran [23].

2.5.5

Lost on Ignition (LOI)
Loss on Ignition (LOI) adalah pengukuran yang dilakukan untuk menghitung

kehilangan massa dari residu pembakaran dalam spesimen tes ketika dipanaskan di
bawah kondisi yang terkendali dari suhu, waktu, dan massa spesimen. LOI dapat
ditentukan dengan mengukur kehilangan massa, dimana kehilangan massa setara
dengan nilai penguapan dan abu spesimen tes yang ditentukan [24].

2.5.6

Kadar Abu
Kadar abu adalah pengukuran yang dilakukan untuk menghitung kehilangan

massa dari suatu bahan dalam spesimen tes ketika dipanaskan di bawah kondisi yang
terkendali dari suhu, waktu, dan massa spesimen. Kadar abu merupakan massa dari
bahan yang didasarkan atas berat keringnya, dimana akan menyisakan abu yaitu zat
organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Kadar
abu dapat ditentukan dengan mengukur kehilangan massa, dimana kehilangan massa
setara dengan nilai penguapan dan abu spesimen tes yang ditentukan [25].

19
Universitas Sumatera Utara

2.5.7

Densitas
Pengujian densitas merupakan pengujian sifat fisis terhadap komposit yang

dihasilkan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerapatan massa dari
komposit yang diuji [26].

2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,
produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Biomassa sektor
pertanian dalam jumlah berlimpah salah satunya adalah abu pembakaran biomassa
kelapa sawit, yang mana dapat diperoleh tanpa biaya, diperbaharui dan mempunyai
performa yang bagus pada kondisi panas yang tinggi. Pemanfaatan abu pembakaran
biomassa kelapa sawit sebagai pengisi dalam pembuatan komposit polimer
mempunyai nilai yang signifikan untuk memotong konsumsi dari matriks dan bahan
pengisi dari material komposit [2].
Industri komposit sekarang ini telah mengembangkan produknya untuk tahan
terhadap pembakaran pada jenis-jenis produk tertentu sesuai dengan kebutuhan dan
aplikasi dari komposit itu sendiri. Melalui standar (UL-94) diperlukan grade tertentu
agar komposit tersebut layak diaplikasikan menjadi produk. Melalui penambahan
senyawa-senyawa yang bersifat flame retardant komposit dapat diaplikasikan
langsung pada produk yang memungkinkan terjadinya kebakaran atau pemicu
kebakaran, seperti insulator pada kabel listrik, sparepart mobil, dll [18].
Melihat prospek kedepannya, dimana komposit diharapkan dapat bersifat flame
retardant maka dari itu perlu dikembangkan untuk memperoleh bahan atau material
yang mempunyai sifat flame retardant. Pada komposit polipropilena berpengisi abu
pembakaran biomassa kelapa sawit dihasilkan grade V-2 pada uji bakar atau
flammabilitas. Dimana abu pembakaran kelapa sawit sendiri diketahui tahan
terhadap panas dengan adanya kandungan silika yang tinggi [18].
Pengembangan material komposit plastik berbasis flame retardant juga telah
banyak diaplikasikan pada negara-negara maju, dengan tingkat pengawasan standar,
mutu dan grade yang tinggi. Salah satu contoh penggunaan komposit polipropilena

20
Universitas Sumatera Utara

berbasis flame retardant dijumpai pada industri kabel dan sparepart automotif,
seperti gambar dibawah ini [18].

Gambar 2.7 Penggunaan komposit polipropilena dalam kabel berbasis
flame retardant [27]

Gambar 2.8 Penggunaan Komposit Polipropilena di Industri Automotif [28]
Dalam penelitian ini, produk berupa komposit berpengisi abu pembakaran
biomassa kelapa sawit dapat digunakan dan dijumpai sebagai bahan baku untuk
berbagai macam aplikasi industri, terutama produk yang berbasis flame retardant,
salah satunya pada industri kabel dan automotif seperti yang ditunjukkan gambar di

21
Universitas Sumatera Utara

atas. Produk jenis ini diperkirakan akan banyak digunakan melihat pasar yang ada
sekarang ini, dimana untuk automotif tingkat kecelakaan di jalan yang semakin
meningkat dan kemungkinan terbakarnya atau cepatnya api merambat ke bagian
dalam mobil akan membahayakan keselamatan pengendara. Sedangkan pada kabel
dan sejenisnya tingkat korslet listrik atau hubungan arus pendek yang terjadi di
dalam rumah dapat menyebabkan percikan api dan selanjutnya akan menjalar ke area
sekitar, dimana akan sangat membahayakan manusia yang berada di dalam nya.
Untuk itu diperlukan adanya material sebagai bahan pengisi yang bersifat flame
retardant yang dapat menghambat dan atau memperlambat laju penyebaran api [18].
Untuk pemakaian di bidang automotif, komposit polipropilena merupakan
jenis resin termoplastik yang unggul bila dibandingkan dengan jenis resin
termoplastik lainnya dalam biaya pemrosesan. Matriks dari kelas termoplastik
memiliki kefleksibilitas rancangan dan kemudahan pencetakan bagian kompleks
[29]. Sifat inilah yang membuat mayoritas pabrikan mobil menggunakan matriks
termoplastik teutama polipropilena bila dibandingkan dengan matriks termoset.
Saat ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia sedang
menargetkan industri oleokimia Indonesia menjadi produsen nomor satu di dunia
pada 2020. Hal ini didukung dengan kinerja industri oleokimia nasional dari tahun ke
tahun menunjukkan tren yang menggembirakan, sebagai keuntungan atas tarikan
pasar dan dukungan kebijakan pemerintah. Industri oleokimia berperan dalam
mengolah minyak sawit menjadi produk kimia. Hal ini juga akan berdampak pada
kenaikan limbah yang dihasilkan, dalam hal ini abu pembakaran biomassa kelapa
sawit.
2.7 ANALISA BIAYA
Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan
komposit polipropilena berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit. Rincian
biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut.

22
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Rincian biaya pembuatan Komposit PP berpengisi POFA
No
1
2
3
4
5
5

Bahan dan Peralatan
Polipropilena
(Cosmoplene AZ564G)
Abu Pembakaran Biomassa
Kelapa Sawit
Magnesium Stearat
(Mg(C18H35O2)2)
Natrium Hidroksida
(NaOH)
Sewa Alat Ekstruder
Sewa Injection Molding

Jumlah
10 kg

Harga (Rp)
Rp 30.000,-/kg

Total (Rp)
300.000,-

1 karung
(30 kg)
1 kg

Rp 30.000,-/karung
Rp 300.000,-/kg

300.000,-

1 kg

Rp 250.000,-/kg

250.000,-

1 kali
1 kali

Rp 300.000,Rp 300.000,TOTAL

30.000,-

300.000,300.000,1.480.000,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang
diperlukan untuk membuat komposit Komposit PP berpengisi POFA yaitu sebesar
Rp 1.480.000,-.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari 1 kg abu pembakaran
biomassa kelapa sawit yang diolah pada perlakuan awal menggunakan larutan
natrium hidroksida dihasilkan sebesar 900 g. Untuk pembuatan 1 kg komposit, abu
pembakaran biomassa kelapa sawit yaitu 20 %, diperlukan 800 g polipropilen dan
200 g abu. Dengan menggunakan ekstruder, komposit yang dapat dihasilkan
sebanyak 10 kg untuk sekali penginjeksian, kemudian diperkirakan untuk 1 kg
komposit memerlukan biaya pemrosesan sebesar Rp. 30.000,-. Dari segi nilai
keuntungan kasar, selisih harga bahan baku, biaya pemrosesan dan produk komposit
dapat dihitung yaitu :
Harga polipropilena

= 0,8 kg x Rp 30.000/kg

= Rp 24.000,-

Harga POFA

= 0,2 kg x Rp 1.000/kg

= Rp

200,-

Harga magnesium stearat

= 0,0015 kg x Rp 300.000/kg = Rp

450,-

Total biaya yang diperkirakan untuk membuat 1 kg pelet komposit yang
berbasis flame retardant yaitu sebesar Rp 54.650,-. Harga produk komposit yang
berbasis flame retardant komersil di pasaran memiliki rentang harga 50.000,- s/d
70.000,- per kg pelet plastik [30]. Berdasarkan standar yang ditetapkan UL-94 syarat
pelet komposit berbasis flame retardant layak untuk dipakai atau diaplikasikan
menjadi suatu produk apabila memiliki grade antara UL-94 V-2 s/d UL-94 V-0 [18]
dan pada produk ini telah memiliki nilai UL-94 V-2. Dengan memperhitungan harga

23
Universitas Sumatera Utara

produksi dan bahan-bahan pendukung lainnya maka diperkirakan produk komposit
ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang
sejenis, tetapi produk masih perlu ditingkatkan sifat flame retardancy nya sehingga
lebih memenuhi dari standar yang ada.
Sebagai produsen terbesar minyak sawit mentah (CPO) di dunia, Indonesia
berpeluang menjadi basis industri oleokimia dunia. Oleh karena itu, Indonesia perlu
mengubah pola pikir untuk mengandalkan limbah abu pembakaran biomassa kelapa
sawit untuk diolah dan bernilai tambah tinggi. Berdasarkan kajian ekonomi dan
aplikasi produk yang telah dipaparkan, produksi komposit polipropilena dari abu
pembakaran biomassa kelapa sawit memiliki potensi untuk dikembangkan dalam
skala industri yang lebih besar.

24
Universitas Sumatera Utara