Pembuatan Papan Partikel Berbahan Dasar Sabut Kelapa (Cocos nucifera L.)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.)
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman asli daerah
tropis dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia mulai dari daerah pesisir
pantai hingga daerah pegunungan yang agak tingggi. Bagi rakyat Indonesia kelapa
merupakan salah satu komoditas terpenting sesudah padi dan merupakan sumber
pendapatan yang dapat diandalkan dari pemanfaatan tanah pekarangan. Tanaman
kelapa diperkirakan berasal dari Amerika Selatan. Tanaman kelapa telah
dibudidayakan di sekitar lembah Andes di Kolumbia, Amerika Selatan sejak
ribuan tahun sebelum masehi. Catatan lain menyatakan bahwa tanaman kelapa
berawal dari kawasan Asia Selatan atau Malaysia, atau mungkin Pasifik Barat.
Selanjutnya, tanaman kelapa menyebar dari pantai yang satu ke pantai yang lain.
Cara penyebaran kelapa bisa melalui aliran sungai dan lautan, atau dibawa oleh
para awak kapal yang berlabuh dari pantai yang satu ke pantai yang

lain

(Warisno, 1998).
Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae.
Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga

dianggap sebagai tumbuhan serba guna. Kelapa (Cocos Nucifera L.) secara alami
tumbuh di pantai dan mencapai ketinggian 30 m. Buah kelapa terdiri dari
beberapa bagian, yaitu kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging buah, daging
buah, air kelapa dan lembaga. Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan
merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35% dari bobot
buah kelapa yang merupakan sisa buah kelapa yang banyak terdapat di indonesia.

4
Universitas Sumatera Utara

5

Bagian yang berserabut merupakan kulit dari buah kelapa. Dengan demikian,
apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta
ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan
(Palungkun, 1992).

Gambar 1. Tanaman Kelapa
Dalam dunia tumbuh – tumbuhan, maka kelapa bisa digolongkan
menjadi:

Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatopyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Palmales

Famili

: Palmae


Genus

: Cocos

Species

: Cocos nucifera

Universitas Sumatera Utara

6

Penggolongan varietas kelapa umumnya berdasarkan perbedaan perbedaan umur pohon mulai berbuah, bentuk dan ukuran buah, warna buah serta
sifat- sifat khusus lainnya (Suhardiman, 1999).
Limbah Sabut Kelapa
Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan
sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mendayagunakan limbah sabut kelapa yaitu
sebagai alternatif dalam pembuatan papan partikel. Sabut kelapa terdiri dari dua
bagian yaitu sel - sel serat dan serbuk sabut kelapa. Serat sabut kelapa ini

mengandung komposisi kimia yaitu serat sellulosa. Serat sabut kelapa, atau dalam
perdagangan dunia dikenal sebagai coco fiber , coir fiber , coir yarn, coir mats, dan
rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisional serat

sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuatan sapu, keset, tali dan
alat-alat rumah tangga lain. Tetapi berdasarkan sifat kimianya serat sabut kelapa
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam membuat papan partikel karena dalam
serat sabut kelapa terkandung lignoselulosa (Palungkun, 1992).
Sabut kelapa merupakan bagian bahan berserat dengan ketebalan sekitar 5
cm, dan merupakan bagian terluar dari buah kelapa. Sabut kelapa terdiri dari kulit
ari, serat dan sekam (dust). Diantara ketiga komponen penyusun sabut kelapa ini
penggunaan serat adalah yang paling banyak dan telah berkembang.
Pemanfaatannya sangat luas antara lain untuk pembuatan tali, sapu, keset sikat
pembesih, media penanam anggrek, saringan, pengaturan akustik dan lainnya.
Menurut United Coconut Association of the Philippines (UCAP) dari satu buah

Universitas Sumatera Utara

7


kelapa dapat diperoleh rata – rata 0,4 kg sabut. Sabut ini mengandung 30 % serat
(Suhardikono, 1995).
Indonesia memiliki areal perkebunan kelapa (Cocos nucifera ) yang cukup
luas. Pada tahun 2012, luas areal perkebunan kelapa adalah 3.781.649 h dengan
produksi kelapa sebanyak 3.189.897 ton pada tahun tersebut, Produktivitas kelapa
adalah sebanyak 1.157 kg/ha (Kementrian Pertanian, 2012)
Potensi sabut kelapa di Indonesia cukup besar. Sebagai negara dengan luas
perkebunan kelapa terluas di dunia, diperkirakan jumlah sabut kelapa yang
dihasilkan Indonesia mencapai 1 juta ton/ tahun. Pada saat ini hanya sebagian
kecil sabut kelapa yang dimanfaatkan, antara lain sebagai pengisi jok mobil, kasur
maupun keset. Sebagian besar sabut kelapa tersebut dibuang dan menjadi limbah
(FAO, 1999).
Sabut kelapa tersusun atas unsur organik dan mineral yaitu : pectin dan
hemisellulose (merupakan komponen yang larut dalam air), lignin dan sellulose

(komponen yang tidak larut dalam air), kalium, kalsium, magnesium, nitrogen
serta protein. Perbandingan komponen di atas tergantung dari umur sabut
kelapanya, lignin pada serat sabut kelapa berkisar 40 % - 50 % serat sabut
tergolong relatif pendek, sel seratnya sepanjang kira-kira 1 mm dengan diameter
15 µ dan sehelai serat terdiri dari 30 – 300 sel atau lebih, dilihat dari penampang

lintangnya. Panjang serat sabut berkisar 15 – 35 cm dengan diameter 0,1 – 1,5
mm. Serat sabut memiliki daya apung yang tinggi, tahan terhadap bakteri, air
garam dan murah, sedang kelemahannya adalah, tidak dapat di pelintir dengan
baik dan tergolong serat kaku. Mutu serat sabut kelapa atau coconut fibre,
ditentukan oleh warna, presentase kotoran, kadar air dan proporsi antara bobot

Universitas Sumatera Utara

8

serat panjang dan serat yang pendek. Spesifikasi mutu produk serat yang standar
industri gunakan adalah :
a. Kadar air < 10 %
b. Kandungan gabus < 50 %
c. Panjang serat 2 – 10 cm
d. Ukuran Bale 70 x 70 x 50 cm
e. Bobot/Bale 50 kg/Bale (Sudarsono, 2010).
Terdapat tiga jenis serat yang dihasilkan dari sabut kelapa, yaitu:
1. Mat yarn fiber adalah bahan yang memiliki serat panjang dan halus cocok
untuk pembuatan tikar dan tali.

2. Bristle fiber adalah bahan yang memiliki serat yang kasar dimanfaatkan untuk
pembuatan sapu dan sikat.
3. Matters adalah bahan yang memiliki serat pendek dan dimanfaatkan sebagai
bahan untuk pengisi kasur (Grimwood, 1975)
Luas perkebunan besar kelapa pada awal tahun 2006 adalah 68 ribu hektar
dan luas tanaman perkebunan rakyat pada tahun 2006 adalah 3.749,8 ribu hektar.
Sedangkan produksi kelapa dari perkebunan besar pada tahun 2006 adalah 44,8
ribu ton dan produksi kelapa dari perkebunan rakyat pada tahun 2006 adalah
sebesar 3.112,0 ribu ton. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan

bahwa

jumlah luas tanaman perkebunan kelapa pada tahun 2006 berjumlah 3.817 ribu
hektar dan produksi kelapa pada tahun 2006 adalah sebesar 3.156,8 ribu ton
(BPS, 2007).

Universitas Sumatera Utara

9


Papan Partikel
Papan partikel adalah suatu produk yang dibuat dengan mencampurkan
bahan mengandung lignoselulosa dengan perekat dan dikempa panas dengan suhu
tertentu. Papan partikel dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu. Hal ini
dapat membantu mengurangi pemakaian kayu. Penebangan kayu berlebihan
disamping berdampak buruk bagi lingkungan juga berdampak bagi kelangsungan
hidup manusia (Maiwita, dkk., 2014).
Pengertian papan partikel menurut SNI 03-2105-2006 tentang papan
partikel adalah produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara
campuran partikel kayu atau berlignoselulosa lainnya dengan perekat organik
serta bahan pelengkap lainnya yang dibuat dengan cara pengempaan mendatar
dengan dua lempeng datar. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas papan
partikel adalah jenis dan komposisi dari serbuk kayu dan perekat yang digunakan
(SNI, 2006).
Papan partikel sebagai salah satu jenis produk komposit atau panel kayu
yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang
diikat dengan menggunakan perekat sintetis atau bahan pengikat lain dan dikempa
dengan kempa panas (Maloney, 1993).
Untuk mendapatkan kualitas papan partikel yang baik, maka perlu
diperhatikan sifat-sifat bahan bakunya antara lain jenis dan kerapatan, bentuk dan

ukuran bahan baku, kadar air, dan kandungan ekstraktifnya. Kelemahan papan
partikel adalah stabilitas dimensinya yang rendah, pengembangan tebalnya sekitar
10-25%, serta pengembangan liniernya sampai 0,35%. Pengembangan tebal pada
papan partikel ini sangat besar pengaruhnya pada aplikasinya terutama digunakan

Universitas Sumatera Utara

10

sebagai bahan bangunan, sehingga sebaiknya papan partikel tidak digunakan
sebagai konstruksi bangunan (Prasetyani, 2009).
Berdasarkan kerapatannya papan partikel diklasifikasikan menjadi tiga
golongan, yaitu :
1. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan
partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu
papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4 – 0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan
partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3 (FAO, 1996).
Sedangkan berdasarkan ukuran partikel dalam pembentukan lembarannya,

dibedakannya menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :
1. Papan partikel homogen (Single-Layer Particleboard). Papan jenis ini tidak
memiliki perbedaan ukuran partikel pada bagian tengah dan permukaan.
2. Papan partikel berlapis tiga (Three-Layer Particleboard). Ukuran partikel
pada bagian permukaan lebih halus dibandingkan ukuran partikel bagian
tengahnya.
3. Papan

partikel

bertingkat

berlapis

tiga

(Graduated

Three-Layer


Particleboard). Papan jenis ini mempunyai ukuran partikel dan kerapatan

yang berbeda antara

bagian permukaan

dengan bagian tengahnya

(Maloney,1993).
Karakteristik papan partikel komposit dari beberapa standar sebagai acuan
untuk menentukan kualitas papan partikel tersebut diperlihatkan tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel 2: Standar papan partikel menurut SNI
No Sifat Fisik dan Mekanik
SNI-03-2105-2006
1
Kerapatan
0,40-0,90 gr/cm3
2
Kadar air
82 kg/cm2
5
MOE
20400 kg/cm2
Sumber: Standar Nasional Indonesia 03-2105-2006.
Dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa
kelebihan seperti :
1. Papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak.
2. Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Tebal dan kerapatannya seragam dan mudah dikerjakan.
4. Mempunyai sifat isotropis.
5. Sifat dan kualitasnya dapat diatur.
Selanjutnya dikatakan juga bahwa pembuatan papan partikel akan turut
menunjang perbaikan lingkungan hidup, karena limbah dan sampah yang tadinya
mengganggu lingkungan dapat dijadikan sebagai bahan yang bermanfaat
(Maloney, 1993).
Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel antara lain
adalah :
1. Berat jenis kayu
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat
jenis kayu harus lebih dari 1, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya
baik.
2. Zat ekstraktif kayu
Keberadaan zat ekstraktif akan menghambat proses perekatan, karena ada
kemungkinan perekat akan merekat ke zat ekstraktif tersebut.

Universitas Sumatera Utara

12

3. Jenis kayu
4. Campuran jenis kayu
Jika ingin menghasilkan papan partikel struktural lebih baik terbuat dari satu
jenis kayu daripada campuran jenis kayu (kehomogenen antar partikel).
5. Ukuran partikel
Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari
serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan
partkel sruktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar.
6. Perekat
Perbedaan jenis perekat akan mempengaruhi kualitas papan yang dihasilkan.
Perekat

phenol formaldehida yang kadar formaldehidanya tinggi akan

menghasilkan papan partikel yang Keteguhan lentur dan Keteguhan rekat
internalnya lebih baik. Selain itu, kadar perekat juga akan berpengaruh pada
pengembangan tebal papan partikel (Sutigno,1994).
Pada umumnya papan partikel yang menggunakan bahan baku bukan kayu
akan memiliki nilai keteguhan lentur yang rendah disebabkan bahan baku yang
digunakan memiliki kekuatan yang rendah, sehingga apabila diberi beban yang
tinggi papan yang dihasilkan tidak mampu menahan beban tersebut. Bahan baku
turut menentukan kualitas sifat mekanik papan yang dihasilkan. Partikel berupa
serbuk akan membutuhkan kadar perekat yang lebih tinggi dari pada partikel
kayu. Walaupun digunakan kadar perekat yang lebih tinggi, kemungkinan sifat
mekanis yang diperoleh masih lebih rendah dari standar karena bentuk partikelnya
berupa serbuk.Bahan baku dan jumlah perekat yang digunakan menentukan
keteguhan lentur statis papan yang dihasilkan (Suherti, dkk., 2014).

Universitas Sumatera Utara

13

Dalam pembuatan papan partikel hal utama yang perlu diperhatikan adalah
keseragaman ukuran partikel. Semakin seragam ukuran partikel maka papan yang
dihasilkan akan semakin stabil karena jumlah perekat yang masuk ke dalam pori
partikel sama. Selain keseragaman ukuran partikel, kadar air dan berat jenis bahan
baku juga sangat penting untuk diperhatikan. Pemilahan bahan baku dari limbah
dilakukan dengan melihat kecenderungan warna yang sama. Berat jenis bahan
yang ringan sangat disarankan untuk mempermudah masuk perekat ke dalam pori
papan partikel. Penyeragaman kadar air awal sebelum pencampuran dengan
perekat sangat penting, kadar air awal yang ideal adalah 5% atau tergantung jenis
bahan bakunya, semakin rendah berat jenis akan semakin mudah terjadinya
penurunan kadar air (Wulandari, 2013).
Penelitian sebelumnya tentang papan partikel dengan bahan baku sabut
kelapa telah dilakukan oleh Meda (2006). Perekat yang digunakan adalah perekat
likuida sabut kelapa dengan ortikasi poliuretan. Kadar perekat (likuida dan
fortikasi) yang digunakan adalah 10%, 15%, dan 20%. Komposisi fortifikasi
poliuretan sebesar 10%, 30% dan 45%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar air dari papan yang dihasilkan adalah 7,75-10,16%, kerapatan berkisar antra
0,66-0,80% g/cm3, pengembangan tebal bernilai antar 9,28-38,40% dan daya
serap air berkisar antara 40,56 – 100,69%, sedangkan MOE yang didapatkan dari
papan yang dibuat berkisar antara 351,28-1120,16 N/mm2, MOR bernilai antara
5,81-18,82 N/mm2, dan nilai pengujian kuat pegang sekrup berkisar antara
194,07-668,32 N/mm2. Sifat fisis papan partikel telah memenuhi standar JIS A
5908-2003 antara lain kerapatan dan kadar air. Sedangkan sifat mekanis yang
telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 adalah MOR.

Universitas Sumatera Utara

14

Pamungkas (2006) juga telah melakukan penelitian papan partikel dari
sabut kelapa. Perekat yang digunakan adalah perekat likuida sabut kelapa
fortifikasi melamin formaldehida. Kadar perekat (likuida dan fortifikasi) yang
digunakan adalah 10%, 12%, dan 15%. Komposisi fortifikasi yang digunakan
sebesar 15%, 30%, dan 45%. Nilai rataan untuk sifat fisis adalah sebagai berikut:
kadar air 7,76%, kerapatan 0,76 g/cm3, pengembangan tebal 14,17% dan daya
serap air 43,40%. Nilai rataan sifat mekanis yang diperoleh adalah sebagai
berikut: MOE 1347,20 N/mm2, MOR 14,13 N/mm2, keteguhan rekat internal 0,23
N/mm2 dan kuat pegang sekrup 417,32 N/mm2. Nilai sifat fisis dan mekanis papan
partikel sabut kelapa sebagian besar telah memenuhi standar JIS A 5908-2003,
akan tetapi pengembangan tebal, MOE dan keteguhan rekat internal tidak
memenuhi standar tersebut.
Zat ekstraktif yang terkandung dalam bahan baku akan menganggu dalam
proses terbentuknya garis perekat antara serbuk partikel dan bahan perekat seperti
membentuk lapisan penghalang pada garis rekat yang dapat mencegah proses
pembasahan, menyebabkan pelemahan sifat mekanis perekat, menghambat dalam
proses pematangan perekat saat dilakukan pengempaan (Violet, 1996).
Gula atau zat ekstraktif lainnya dapat mengurangi keteguhan rekat karena
dapat menghalangi perekat untuk bereaksi dengan komponen dalam dinding sel
seperti kayu dan selulosa. Makin banyak zat ekstraktif dalam suatu kayu, makin
banyak pula pengaruhnya terhadap keteguhan rekat. Salah satu cara untuk
mengurangi zat ekstraktif ini adalah dengan cara perendaman (Sutigno, 1994).

Universitas Sumatera Utara

15

Sifat Fisis Papan Partikel
Kerapatan papan partikel
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan partikel dalam satu lembaran
yang sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan tekanan
yang diberikan selama proses pengempaan. Semakin tinggi kerapatan papan
partikel, maka semakin banyak partikel yang dibutuhkan untuk membuat papan
pada ukuran yang sama. Kerapatan juga akan meningkat dengan naiknya
penggunaan perekat (Widarmana, 1979).
Kerapatan papan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas
papan. Meningkatnya kerapatan papan dapat memperbaiki sifat fisis, kecuali
stabilitas dimensi dalam perendaman air dan pemaparan pada kelembaban yang
tinggi. Peningkatan kerapatan mengakibatkan bertambahnya jumlah perekat dan
banyaknya kayu yang digunakan, selain itu juga meningkatkan kontak antar
partikel selama pengempaan sehingga menghasilkan ikatan

yang baik

(Maloney 1993).
Pengembangan Tebal
Salah

satu

kelemahan

papan

partikel

adalah

besarnya

tingkat

pengembangan dimensi tebal. Pengembangan tebal ini akan menurun dengan
semakin banyak parafin yang ditambahkan dalam proses pembuatannya, sehingga
kedap airnya akan lebih sempurna. Faktor terpenting yang mempengaruhi
pengembangan tebal papan partikel adalah kerapatan kayu pembentuknya. Papan
partikel yang dibuat dari kayu dengan kerapatan rendah akan mengalami
pengempaan yang lebih besar pada saat pembuatan, sehingga bila direndam dalam

Universitas Sumatera Utara

16

air akan terjadi pembebasan tekanan yang lebih besar yang mengakibatkan
pengembangan tebal menjadi lebih tinggi

(Prayitno dan Ringgar, 2012).

Sifat pengembangan tebal merupakan salah satu sifat fisis yang
menunjukkan stabilitas dimensi papan komposit. Bila pengembangan tebal
rendah, berarti stabilitas dimensinya tinggi. Tingginya stabilitas dimensi papan
komposit yang dibuat dengan perekat plastik disebabkan sifat plastik yang
hidrofobik. Dengan demikian papan komposit yang dihasilkan cenderung
memiliki sifat hidrofobik juga, sehingga lebih tahan terhadap air ( Setyawati,dkk
2006).
Kadar Air Papan Partikel
Kadar air papan partikel tergantung pada kondisi udara di sekelilingnya,
karena papan partikel ini terdiri atas bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa
sehingga bersifat higroskopis. Kadar air papan partikel akan semakin rendah
dengan semakin banyaknya perekat yang digunakan, karena kontak antar partikel
akan semakin rapat sehingga air akan sulit untuk masuk di antara partikel kayu
(Sudarsono, 2010).
Kadar air partikel merupakan salah satu faktor terpenting dalam
pembuatan papan partikel. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya
kantong-kantong uap (steam pocket/blister ) selama pemrosesan dengan tekanan
panas (Tsoumis,1991).
Papan partikel sangat mudah menyerap air pada arah tebal terutama dalam
keadaan basah dan suhu udara lembab. Selain desorpsi (proses pelepasan air dari
bahan baku) dan ketahanan perekat terhadap air, ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi papan partikel terhadap penyerapan air, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

17

1. Volume ruang kosong yang dapat menampung air di antara partikel.
2. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang satu dengan ruang yang
kosong lainnya.
3. Luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi oleh perekat, dan
4. Dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel ( Setyawati, dkk, 2006).
Penyerapan air oleh papan komposit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara
lain volume rongga atau ruang kosong yang dapat menampung air diantara
partikel, adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang kosong satu sama
lainnya, luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi perekat, dan dalamnya
penetrasi perekat dalam partikel (Kahfi, 2007).
Modulus Of Elasticity (MOE)
Pada umumnya semakin panjang atau besar ukuran partikel yang
digunakan, Keteguhan lentur papan komposit juga akan semakin tinggi. Hal ini
disebabkan luas bidang rekat partikel menjadi lebih kecil sehingga perekat dapat
bekerja secara optimal. Selain itu partikel sabut kelapa yang lebih panjang
memilkii slenderness ratio yang cukup besar, sehingga kemungkinan terjadi
ikatan yang saling menjalin antara partikel-partikel sabut kelapa tersebut. Dengan
demikian kontak antar partikel juga lebih rapat, sehingga kekuatan papan
komposit juga lebih tinggi (Setyawati, dkk., 2006).
Ketika sebuah benda dikenai stress ( ), maka benda akan terdeformasi dan
mengalami strain sebesar . Jika stress yang sama dikenakan pada benda yang lain
maka strain yang timbul, besar kemungkinan memiliki nilai yang berbeda.
Menurut hukum Hooke, perbedaan dampak ini diakibatkan oleh karakteristik
benda yang berbeda satu sama lain, ini dinamakan keteguhan lentur . Keteguhan

Universitas Sumatera Utara

18

lentur adalah konstanta mengandung informasi penting tentang sifat elastis bahan,
yaitu kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah terdeformasi
karena dikenai gaya dalam arah normal (Ishaq, 2006).
MOE adalah nilai yang menunjukkan sifat kekakuan yang mana
merupakan ukuran dari kemampuan balok maupun tiang dalam menahan
perubahan bentuk ataupun lenturan yang terjadi akibat adanya pembebanan
sampai pada batas proporsi. Nilai MOE akan meningkat dengan bertambahnya
kerapatan papan, hal ini disebabkan karena kerapatan kayu asal mempengaruhi
MOE papan partikel melaui sifat keterkempaan yang semakin baik dengan
berkurangnya kerapatan kayu. Nilai MOR dari papan partikel campuran
meningkat dengan bertambahnya bagian partikel kayu yang mempunyai kerapatan
lebih rendah (Djalal 1984) dalam ( Wastu, 2011).
Modulus Of Elasticity (MOE)
MOE adalah nilai yang menunjukkan sifat kekakuan yang mana
merupakan ukuran dari kemampuan balok maupun tiang dalam menahan
perubahan bentuk ataupun lenturan yang terjadi akibat adanya pembebanan
sampai pada batas proporsi. Nilai MOE akan meningkat dengan bertambahnya
kerapatan papan, hal ini disebabkan karena kerapatan kayu asal mempengaruhi
MOE papan partikel melaui sifat keterkempaan yang semakin baik dengan
berkurangnya kerapatan kayu. Nilai MOR dari papan partikel campuran
meningkat dengan bertambahnya bagian partikel kayu yang mempunyai kerapatan
lebih rendah (Djalal 1984) dalam ( Wastu, 2011).

Universitas Sumatera Utara

19

Perekat Isosianat
Perekat adalah suatu subtansi yang memiliki kemampuan untuk
mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaannya.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan perekatan antara lain penetrasi perekat
ke dalam kayu atau bahan berlignoselulosa lainya, tingkat kekasaran permukaan,
serta multi polimer dan keragaman jenis bahan yang direkatkan (Frihat, 2005).
Isosianat dikenal sebagai diphenlynmethane di-isocyanate (MDI) biasanya
digunakan dalam pembuatan produk papan komposit. Perekat ini dipilih
berdasarkan pada kesesuaiannya untuk produk khusus dengan pertimabangan
bahan-bahan yang direkatkan, kadar air saat perekatan, sifat mekanis dan
ketahannya, serta biayanya. Umumnya untuk keperluan eksterior digunakan
perekat PF atau isosianat. PF merupakan perekat yang mengandung formaldehida,
sehingga dapat bersifar racun bagi di dekitarnya (Vick, 1999).
Dalam pembuatannya, papan partikel sebagian besar masih menggunakan
perekat sintetis yang mengandung formaldehida yang dapat menghasilkan emisi
formaldehida. Formaldehida (CH2O) adalah suatu bahan kimia yang paling
mudah ditemukan dan bernilai komersial yang termasuk ke dalam golongan
aliphatic aldehyde. Emisi formaldehida merupakan formaldehida bebas yang

dihasilkan dari kelebihan formaldehida dalam pembentukan polimer perekat, dan
formaldehida terikat pada polimer perekat yang terbebas kembali. Emisi
formaldehida dapat menimbulkan pencemaran lingkungan berupa gangguan
kesehatan manusia. Menurut Roffael (1993) besarnya emisi formaldehida
tergantung pada faktor eksternal seperti kelembaban, temperatur, dan pertukaran

Universitas Sumatera Utara

20

udara dalam ruang, serta faktor internal seperti jenis kayu, komposisi perekat yang
digunakan, dan kondisi pembuatan.
Keuntungan menggunakan perekat isosianat dibandingkan perekat
berbahan dasar resin antara lain:
1. Dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit saja untuk memproduksi papan
dengan kekuatan yang sama.
2. Dapat menggunakan suhu yang lebih rendah.
3. Memungkinkan penggunaan kempa yang lebih sedikit.
4. Lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi.
5. Energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan.
6. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil.
7. Tidak ada emisi formaldehida
8. Dapat mengeras tanpa bantuan panas.
9. Memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke
kayu, kayu ke logam, dan kayu ke plastik (Marra, 1992).
Penambahan kadar perekat berarti mengurangi jumlah partikel yang
digunakan sehingga mengurangi luas dan volume partikel yang dapat ditutupi
perekat. Semakin rapat dan semakin luasnya daerah kontak antar partikel
membuat pemakaian perekat menjadi lebih efektif yang akan menghasilkan
kekuatan lentur papan yang lebih baik (Mawardi, 2009).
Dengan semakin tingginya kadar perekat, maka semakin banyak dan
homogenitas perekat menyelubungi partikel, mengakibatkan perekatan lebih
sempurna sehingga penyerapan air lebih sedikit dibandingkan dengan papan
partikel dengan kadar perekat rendah (Subiyanto, dkk., 2003).

Universitas Sumatera Utara