Kontribusi Buruh Tani (Aron) Perempuan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja

Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai
buruh sebanyak 34,7 juta jiwa dan sebanyak 26,13 juta rumah tangga bekerja dalam
sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, sekitar 36,5 persen
(41,20 juta orang) dari 112,80 juta penduduk yang bekerja pada Februari 2012
menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh
tani. Pada tahun 2012 jumlah buruh di Indonesia mencapai 118,1 juta
(http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf).

Perjuangan buruh di Indonesia selama ini menginginkan agar buruh memiliki
kekuatan posisi tawar (Bargaining Power ) yang sejajar dengan pengusaha dan
pemerintah dalam melaksanakan hubungan penentuan kebijakan terutama hal-hal
yang terkait dengan nasib buruh itu sendiri, seperti penetapan upah minimum.
Salah satu masalah yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya
atau tidak sesuainya pendapatan upah/gaji yang diperoleh dengan tuntutan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Faktor ini, yakni kebutuhan
hidup semakin meningkat, sementara gaji yang diterima relatif tetap, menjadi salah
satu pendorong gerak protes kaum buruh. Sistem pengupahan di Indonesia,
diwujudkan dalam suatu sistem yang khas Hubungan Industiral Pancasila (HIP).
Dalam HIP, kepentingan pengusaha dan buruh diwujudkan dalam suatu musyawarah.
Ini berarti HIP memberikan kedudukan (bargaining power ) yang seimbang antara
pengusaha

dan

buruh. Dalam

HIP,

kedudukan

pengusaha

dan


buruh

adalah partnership yang seharusnya saling memahami dan menghormati, mengingat
2
Universitas Sumatera Utara

kedua-duanya memiliki tanggung jawab yang sama dalam berproduksi. HIP
meletakkan hubungan ideal antara pengusaha dan buruh sebagai hubungan yang
harmomis. Pemerintah berkepentingan terhadap masalah upah, karena upah
merupakan sarana pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
sekaligus terkait dengan kemajuan perusahaan yang nantinya berpengaruh pada
perkembangan perekonomian nasional atau daerah. Untuk membantu mengatasi
problem upah/gaji, pemerintah biasanya membuat "Batas minimal gaji" yang harus
dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerjanya, yang kemudian dikenal dengan
istilah Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Daerah (UMD).
Intervensi pemerintah dalam hal ini ditujukan menghilangkan kesan eksploitasi
pemilik usaha kepada buruh, karena membayar di bawah standar hidupnya. Nilai
UMR dan UMD ini biasanya dihitung bersama berbagai pihak yang merujuk kepada
Kebutuhan Fisik Minimum Keluarga (KFM), Kebutuhan Hidup Minimum (KHM),
atau kondisi lain di daerah yang bersangkutan. Penetapan UMR sendiri sebenarnya

sangat bermasalah dilihat dari realitas terbentuknya kesepakatan upah antara
pengusaha dan buruh. Dalam kondisi normal dan dalam sudut pandang keadilan
ekonomi, seharusnya nilai upah sebanding dengan besarnya peran jasa buruh dalam
mewujudkan hasil usaha dari perusahaan yang bersangkutan.
Selain permasalahan upah atau gaji, masalah pemenuhan kebutuhan dan
kesejahteraan hidup muncul sebagai dampak dari rendahnya upah yang diperoleh
buruh. Hak pemenuhan kebutuhan hidup didasarkan pada fakta bahwa manusia
adalah makhluk biologis yang memiliki kebutuhan dasar biologis meliputi
kecukupan

makanan,

perlindungan,

pakaian,

perawatan

medis


dan

pendidikan. Ketika para buruh hanya memiliki sumber pendapatan berupa upah/gaji,
maka pencapaian kesejahteraan bergantung pada kemampuan gaji dalam memenuhi
3
Universitas Sumatera Utara

berbagai kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya, jumlah gaji relatif tetap,
sementara itu kebutuhan hidup selalu bertambah (adanya bencana, sakit, sekolah,
tambah anak, harga barang naik, listrik, telepon, biaya transportasi, dan lain-lain.)
Hal ini menyebabkan kualitas kesejahteraan buruh semakin rendah. Sejatinya, negara
tidak lepas tangan dari usaha pemenuhan kebutuhan dasar warga negara, apalagi
yang menyangkut kebutuhan pokok. Kondisi yang menimpa kaum buruh, memang
tidak jauh beda dengan mayoritas rakyat/kaum lainnya selain buruh. Artinya,
problem kesejahteraan ini lebih bersifat problem sistemis dari pada hanya sebatas
problem ekonomi, apalagi problem buruh cukup diselesaikan antara buruh dan
pengusaha semata. Padahal kaum buruh selalu tidak bisa berbuat apa-apa bila
berhadapan dengan pengusaha (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf).
Negara Indonesia dikenal dengan negara agraris. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar penduduk di Indonesia sudah menggeluti pekerjaan dibidang

pertanian sejak dahulu. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak
dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini
memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan pembentukan realitas
ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini didukung
karena potensi sumber daya alam Indonesia, lahan yang luas dan juga tanah yang
masih subur di berbagai daerah, dan iklim yang baik untuk pertanian juga
menjadikan negara Indonesia tetap bertahan dan bertumpu pada sektor pertanian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, bidang pertanian di
Indonesia menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 45,3% penduduk meskipun
hanya menyumbang sekitar 18,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Menurut Safitri (2009) pertanian masih merupakan sektor strategis bagi
bangsa Indonesia untuk waktu lima hingga sepuluh tahun mendatang. Hal tersebut

4
Universitas Sumatera Utara

disebabkan karena sebagian besar penduduk Indonesia hidup di wilayah pedesaan
dengan mata pencaharian utama sebagai petani ataupun buruh tani. Keberadaannya
merupakan suatu kekuatan tersendiri bagi pembangunan nasional. Hal tersebut dapat
dilihat


dari

ketahanan

pangan

yang

masih

tetap

harus

dipertahankan

(http://text.123dok.com/document/11509-woman-farmers-on-social-contribution-ofeconomic-family.html).

Partisipasi sektor pertanian terhadap pembangunan seolah tidak disadari. Hal

ini dapat dilihat dari kurangnya perhatian terhadap masyarakat petani dan buruh tani.
Semakin lama kehidupan petani dan buruh tani semakin kurang terjamin
kesejahteraannya dan kemiskinan kaum petani dan buruh tani yang semakin
memprihatinkan. Berbicara soal kesejahteraan nasib buruh tani lebih layak untuk
disuarakan dan diperjuangkan. Keluarga buruh tani merupakan fraksi terbesar
penduduk miskin negeri ini. Tidak bisa dipungkiri hingga kini kemiskinan tetap
menjadi

fenomena

sektor

pertanian

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52473/4/Chapter%20I.pdf).
Kaum buruh tani adalah kaum marginal di negeri ini. Mereka adalah
kumpulan orang-orang yang tidak memiliki kemewahan untuk berserikat,
berorganisasi, untuk menuntut perbaikan kesejahteraan di ruang publik. Sebagai
pekerja di sektor informal, buruh tani tidak mempunyai posisi tawar yang cukup kuat
untuk menuntut kenaikan upah. Tidak seperti pekerja sektor formal, buruh tani tidak

mengenal istilah Upah Minimum Regional (UMR). Tidak heran jika upah buruh tani
lebih

rendah

dibandingkan

dengan

upah

pekerja

kasar

lainnya

(http://povertyinindonesia.blogspot.co.id/2015/05/buruh-tani-yang-tetapmiskin.html).

5

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1.1. Perkembangan Upah Nominal dan Upah Riil (Daya Beli Buruh
Tani, Januari 2014-Februari 2015 (rupiah)
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan upah harian buruh tani
sepanjang tahun 2014 rata-rata hanya sebesar Rp. 45.000. Upah nominal sebesar itu
tentu jauh dari cukup untuk menghindarkan buruh tani dan keluarganya dari jerat
kemiskinan. Garis kemiskinan di pedesaan pada September 2014 sebesar Rp. 296, 68
ribu per kapita per bulan. Artinya, suatu rumah tangga yang terdiri dari empat
anggota keluarga, akan terkategorikan miskin jika memiliki pengeluaran kurang dari
Rp. 1,2 juta per bulan.
Bagi buruh tani, hidup kian pelik karena faktanya daya beli mereka terus
merosot meski pada saat yang sama upah yang mereka terima mengalami kenaikan.
Hal itu disebabkan karena kanaikan upah nominal tersebut tidak mampu
mengimbangi kenaikan biaya hidup akibat harga-harga kebutuhan pokok yang terus
melambung. Rendahnya upah yang diterima, merosotnya daya beli buruh tani, serta

6
Universitas Sumatera Utara


melambungnya harga kebutuhan pokok menuntut kaum buruh tani untuk
menerapkan strategi bertahan hidup demi mempertahankan kelangsungan hidup
mereka dan keluarganya. Salah satu strategi bertahan hidup yang banyak diterapkan
oleh kaum buruh tani adalah Aset Tenaga Kerja (Labor Asset), dimana buruh tani
meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam keluarganya untuk bekerja
membantu ekonomi keluarga.
Partisipasi perempuan dalam pembangunan di segala bidang mutlak sangat
diperlukan,

karena

merupakan

modal

dasar

dalam

pembangunan.


Untuk

mensejajarkan tenaga kerja perempuan dalam konsep-konsep kerja bukan sematamata masalah mengejar kepentingan segi ekonomis atau peningkatan pendapatan,
akan tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan partisipasi atau peranan perempuan
dalam masyarakat.
Perempuan buruh tani dari setiap daerah memiliki permasalahan yang sama.
Permasalahannya berupa tingkat hidup yang rendah dan jumlah keluarga yang relatif
besar, tingkat pendidikan dan kesempatan belajar kurang, pengetahuan dan
keterampilan yang terbatas dan tertinggal dalam usaha tani, kurangnya sikap positif
terhadap kemajuan baik karena adat, agama, maupun kebiasaan hidup. Sejalan
dengan perkembangan di sektor pertanian, perempuan buruh tani perlu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat mengambil manfaat yang sebesarbesarnya dari segala jenis sumber daya yang ada di sekitarnya berupa sumber daya
alam maupun sumber daya manusia.
Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian mayoritas angkatan kerja
di Indonesia. Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan
taraf hidup petani, pertumbuhan kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan gizi

7
Universitas Sumatera Utara

dan ketahanan pangan rumah tangga, dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan.
Semua ini berkaitan erat dengan peran, tugas, dan fungsi perempuan di pedesaan.
Berpedoman kepada pendapatan rumah tangga yang dapat dihasilkan oleh suami
maupun istri (pola nafkah ganda), perempuan memiliki peluang kerja yang dapat
menghasilkan pendapatan bagi rumah tangganya, sebagai upaya mengurangi
kemiskinan.
Perempuan menjadi sumber tenaga kerja yang potensial dalam produksi
pangan yang dikonsumsi masyarakat lokal. Pertanian di berbagai negara termasuk di
wilayah Asia dan Afrika menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan menjadi basis
kehidupan di pedesaan. Lebih banyak proposi produk pertaniann dihasilkan oleh
perempuan, sehingga perempuan menjadi agen yang cukup penting dalam ketahanan
pangan dan kesejahteraan keluarga.
Berbagai penelitian dalam sektor pertanian menunjukkan bahwa peran
perempuan pada kegiatan pertanian sangat substansial. Kesemuanya menyebut
adanya pembagian kerja seksual dimana perempuan melakukan kerja selama proses
produksi yang meliputi penanaman, penyiangan, pemeliharaan, panen, pasca panen,
pemasaran, baik yang bersifat manajerial tenaga buruh, pada komoditi tanaman
pangan ataupun tanaman indusri yang diekspor. Tanpa keterlibatan perempuan,
proses produksi tidak akan berlangsung, termasuk komoditi ekspor yang
diperdagangkan secara internasional. Dari segi kuantitas, perempuan adalah sumber
daya yang sama dengan laki-laki sehingga penting untuk dikaji bagaimana kualitas
perempuan sebagai sumber daya manusia (Sadli, 2010: 10).
Sektor pertanian di Tanah Karo sangat berkembang pesat, terutama buahbuahan dan sayur-mayur. Hal ini menyebabkan tumbuhnya lapangan pekerjaan baru
bagi para penduduk setempat maupun penduduk perantau. Disana bisa dijumpai

8
Universitas Sumatera Utara

suatu kelompok pekerja (buruh harian lepas) yang sering disebut oleh masyarakat
Karo sebagai aron.
Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo merupakan
daerah yang pada umumnya sumber pendapatannya berasal dari perkebunan buahbuahan dan sayur-mayur. Perempuan di desa ini tidak lagi hanya bekerja di rumah,
tetapi juga bekerja sebagai buruh aron yang mengelola lahan pertanian milik orang
lain. Buruh aron perempuan tidak lagi mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan
perempuan. Di desa ini perempuan juga mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan
laki-laki seperti menyemprot pestisida dan mengangkat alat-alat pertanian. Waktu
yang digunakan para buruh aron perempuan di desa ini dalam mengelola lahan
pertanian memanng tidak lebih banyak dari pada laki-laki dikarenakan setelah
bekerja di lahan pertanian mereka juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga
seperti memasak, mencuci, dan lain-lain.
Bila mengingat semangat juang perempuan desa, tepat bila mereka diberi
julukan “perempuan perkasa”. Kondisi ekonominya kurang membuka alternatif bagi
mereka yang bekerja keras, dan berjuang sekuat tenaga dengan keadaan serba
kekurangan. Mereka dinilai dari pengisian peran yang multidimensional yang
pantang menyerah serta menerimanya sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini
memperlihatkan bahwa perempuan memiliki peran yang besar dalam perekonomian
di desa tersebut khususnya dalam perekonomian di keluarganya.
Melihat betapa pentingnya kontribusi buruh aron perempuan dalam
kehidupan keluarga khususnya dalam peningkatan pendapatan membuat penulis
menjadi tertarik untuk melakukan penelitian tentang keterkaitan buruh aron
perempuan terhadap peningkatan kehidupan sosial ekonomi keluarga dengan judul

9
Universitas Sumatera Utara

“Kontribusi Buruh Aron Perempuan Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Keluarga di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”.

1.2.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis merumuskan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah kontribusi buruh aron perempuan terhadap kehidupan sosial
dan ekonomi keluarga di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Karo”.

1.3.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan peran buruh
aron perempuan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi keluarga di desa Beganding
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo yang dilihat dari jumlah pendapatan,
biaya sandang, biaya pangan, kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan anak, dan
interaksi sosial.

1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada ilmu
pengetahuan khususnya terhadap studi masyarakat yang membahas masalah buruh
aron (buruh tani) perempuan yang sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan
sosial ekonomi masyarakat dalam kaitannya dengan ilmu kesejahteraan sosial, selain
itu dapat memperluas wawasan serta mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
Ilmu Kesejahteraan Sosial. Begitu juga bagi para petani atau pengusaha di

10
Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Karo yang menggunakan jasa buruh harian lepas (aron) agar
memperhatikan masalah yang dihadapi para buruh aron tersebut.

1.4.

Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran, definisi
konsep, dan definisi operasional.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis
data.

BAB IV

: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

11
Universitas Sumatera Utara

BAB V

: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan
dengan penelitian yang telah dilakukan.

12
Universitas Sumatera Utara