KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM INFORMASI ELEKTRONIK DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA TERORISME | ORISA | Legal Opinion 9296 30377 1 PB
KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM INFORMASI ELEKTRONIK
DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA TERORISME
ANDRE TANJUNG ORISA/ D 101 11 064
PEMBIMBING
I.
Dr. JUBAIR., S.H., M.H.
II.
KAMAL., S.H., M.H.
ABSTRAK
Kesimpulan penelitian adalah Kedudukan informasi elektronik sebagai
alat bukti pembuktian tindak pidana terorisme sebagai alat bukti baru atau
menambah alat bukti baru dan bukan sebagai perluasan alat bukti yang ada pada
KUHAP, sehingga dapat berdiri sendiri diluar alat bukti KUHAP sesuai asas lex
specialis karena undang-undang terorisme merupakan ketentuan khusus dari alat
bukti yang ada pada KUHAP. Kekuatan alat bukti elektronik dalam undang
undang tindak pidana terorisme harus didukung oleh saksi ahli untuk
menjelaskan keaslian dari Informasi Elektronik tersebut dan dianggap sah
sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan dan alat bukti Informasi Elektronikharus diambil atau diperoleh
oleh penegak hukum yang berwenang.
Saran penelitian ini: Perlu perbaikan (revisi) atas Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, khususnya yang menyangkut pembuktian terhadap barang
bukti data elektronik dan produksinya sebagai alat bukti yang sah menurut
KUHAP. Sebaiknya Hakim menerapkan sistim pembuktian negatif dalam
mengadili perkara tindak pidana terorisme dimana diajukan alat bukti elektronik
sehingga dapat tercapai tujuan hukum acara pidana untuk mendapatkan
kebenaran materiil.
Kata Kunci : Informasi Elektronik, Pembuktian, Tindak Pidana Terorisme
1
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat ini, Indonesia telah
peraturan
yang
diciptakan
oleh
berada dalam teknologi elektronik
negara, karena adanya dugaan terjadi
yang berbasis kepada lingkungan
pelanggaran
serba digital1.Dengan perkembangan
pidana3”.
teknologi
tersebut,
menimbulkan
kuantitas
kejahatan
konvensional
yang
dilakukan
dengan
modus
undang
-
Pembuktian
undang
merupakan
masalah yang memegang peranan
penting dalam proses pemeriksaan
operandi yang canggih sehingga
disidang
dalam proses beracara diperlukan
pembuktian tersebut ditentukan nasib
teknik atau prosedur khusus untuk
terdakwa.Apabila hasil pembuktian
2
pengadilan.
mengungkap suatu kejahatan . Disisi
dengan
lain terjadi peningkatan kejahatan
ditentukan oleh undang-undang tidak
dengan mempergunakan teknologi
cukup membuktikan kesalahan yang
informasi sebagai modus operandi
didakwakan
kepada
melakukan kejahatan.
terdakwa
dibebaskan
Penentuan
mengenai
cara
alat-alat
Melalui
bukti
yang
terdakwa,
dari
hukuman.Sebaliknya,
kalau
bagaimana pengenaan pembuktian
kesalahan terdakwa dapat dibuktikan
pidana dapat dilaksanakan terhadap
dengan
orang
melakuka
diaturdalam Pasal 184 KUHAP,
perbuatan pidana diatur di dalam
maka terdakwa dinyatakan bersalah
hokum pidana formal atau Kitab
dan
Undang-undang
nhukuman. Oleh karena itu, hakim
yang
disangka
Hukum
Acara
Pidana (KUHAP). Van Bemmelen
menyatakan
bahwa,”Ilmu
hokum
acara pidana mempelajari peraturan1
Edmon Makarim, Pengantar
Telematika , Rajagrafindo Perkasa,
2005, Hlm. 31
2
Krisnawati, Bunga Rampai
Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara,
2006, Hlm. 3
alat-alat
kepadanya
harus
matang
bukti
akan
berhati-hati,
dalam
mempertimbangkan
yang
dijatuhka
cermat,
menilai
dan
dan
nilai
pembuktian, serta meneliti sampai
Hukum
Jakarta,
3
Hukum
Jakarta,
Andi Hamzah, Mohammad Taufik
Makarao, danSuhasril, Hukum Acara Pidana
dalam Teoridan Praktek, Penerbit Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2004, Hlm. 2
2
dimana batas minimum kekuatan
Pemberantasan
pembuktian (bewijs
dari
Terorisme (UU No. 15 Tahun 2003)
setiap alat bukti yang disebut dalam
sebagai undang-undang khusus yakni
Pasal 184 KUHAP tersebut.
terdapat didalam undang-undang ini,
kracht)
Pembuktian menurut KUHAP,
menganu
tsistem
pembuktian
Tindak
Pidana
yaitu bukti permulaan dan alat bukti
mengalami perluasan, sebagai diatur
secara
dalam ketentuan Pasal 26 dan Pasal
negatif (negatief wettelijk stelsel)
27 yang memberikan batasan alat
yaitu
yang
bukti dalam perkara tindak pidana
antara
terorisme yang berbeda dengan alat
system keyakinan hakim (conviction
bukti yang diatur dalam KUHAP
in time) dengan system pembuktian
meliputi:
menurut
undang-undang
system
merupakan
menurut
pembuktian
keseimbangan
undang-undang
Bukti permulaan menurut UU
secara
positif (berdasarkan alat-alat bukti
No.
yang ditentukan di dalam undang-
Pemberantasan
undang).Kedua system ini saling
Terorisme, dalam penjelasan Pasal
bertolak belakang secara ekstrim.
26 menegaskan bahwa:
Dimana kedua system ini dikenal
15
1.
Tahun
2003
tentang
Tindak
Pidana
Untuk memperoleh Bukti
dengan system pembuktian secara
Permulaan
negative dengan memadukan antara
penyidik
dapat
keyakinan hakim dengan undang-
menggunakan
setiap
undang secara positif4.
Laporan Intelijen.
Salah
satu
yang dikecualikan
undang-undang
dari
KUHAP
2.
Penetapan
Permulaan
buktinya
sebagaimana
Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang
cukup,
bahwa
sudah
dapat atau diperoleh Bukti
dalam hal pembuktian dan alat-alat
adalah
yang
dalam
yang
ayat
dilakukan
cukup
dimaksud
(1)
harus
proses
4
M. Yahya Harahap, Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding,
Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi
Kedia, Sinar Grafika, Jakarta, 1985, Hlm.
278
pemeriksaan oleh Ketua dan
Wakil
Ketua
Pengadilan
Negeri.
3
3.
Proses
pemeriksaan
sebagaimana
dimaksud
orang sebagai manusia yang sifatnya
asasi, tidak dapat diganggu gugat.
Selanjutnya Pasal 27 UU No.
dalam ayat (2) dilaksanakan
4.
secara tertutup dalam waktu
15
paling lama 3 (tiga) hari.
Pemberantasan
Jika
Terorisme
dalam
pemeriksaan
sebagaimana
dimaksud
Tahun
Bukti
tentang
Tindak
Pidana
menegaskan
mengenai
alat bukti sebagai berikut:
1.
dalam ayat (2) ditetapkan
adanya
2003
Alat
buki
sebagaimana
dimaksud dalam KUHAP5;
Permulaan
2.
yang cukup, maka Ketua
Alat bukti lain berupa
Pengadilan Negeri segera
informasi yang diucapkan,
memerintahkan
dikirimkan, diterima, atau
dilaksanakan Penyidikan.
disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau
Penetapan
suatu
yang serupa dengan itu;
Laporan
dan
Intelijen sebagai Bukti Permulaan
3.
dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua
Data,
rekaman,
atau
yang
dapat
Pengadilan Negeri melalui suatu
informasi
proses/mekanisme
dilihat, dibaca, dan/atau
pemeriksaan
(Hearing) secara tertutup. Hal itu
didengar,
mengakibatkan
dikeluarkan dengan atau
pihak
intelijen
yang
mempunyai dasar hukum yang kuat
tanpa
untuk
penangkapan
sarana, baik yang tertuang
terhadap seseorang yang dianggap
di atas kertas, benda fisik
melakukan suatu Tindak Pidana
apapun selain kertas, atau
melakukan
bantuan
dapat
suatu
Terorisme, tanpa adanya pengawasan
masyarakat atau pihak lain manapun.
Padahal
kontrol
sosial
sangat
dibutuhkan terutama dalam hal-hal
yang
sangat
sensitif
seperti
perlindungan terhadap hak-hak setiap
5
Menurut Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana Pasal 184 ayat (1)
yaitu (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan
Ahli; (c) Surat; (d) Petunjuk dan; (e)
Keterangan Terdakwa. Sedangkan menurut
Hukum Acara Perdata Pasal 164 HIR atau
RIB Indonesia yang diperbaharui adalah: (a)
Surat; (b) Pengakuan, (c) Persangkaan, (d)
Keterangan Ahli, dan (d) Sumpah.
4
yang
terekam
secara
Mertokusumo6, Lex specialis derogat
elektronik termasuk tetapi
lex
tidak terbatas pada:
kriteria:
a. Tulisan,
generalis,
1.
suara,
Bahwa
yang
b. Peta, rancangan,
undang-undang
bersifat
umum,
dilakukan oleh peraturan
atau
sejenisnya; huruf,
yang
tanda,
simbol,
dirinya,
angka
atau
setingkat
yaitu
dengan
Undang-
Undang.
2.
perforasinya yang
memiliki
memenuhi
pengecualian
terhadap
atau gambar
foto,
harus
Bahwa
pengecualian
termaksud
makna
dinyatakan
dapat
dalam undang - undang
dipahami
oleh
khusus tersebut, sehingga
orang
yang
pengecualiannya
atau
mampu membaca
berlaku
atau
pengecualian
memahaminya.
dinyatakan
hanya
sebatas
yang
dan
bagian
yang tidak dikecualikan
tetap berlaku sepanjang
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan
Tindak
tidak bertentangan dengan
Pidana
Terorisme sebagai undang-undang
pelaksanaan
undang-
khusus (lex specialis derogat lex
undang khusus tersebut.
generalis), berarti UU No. 15 Tahun
Hukum Pidana khusus, bukan
2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme mengatur secara
hanya
materiil
materilnya saja, akan tetapi juga
dan
formil
sekaligus,
mengatur
hukum
asas yang secara umum diatur dalam
karena itu harus diperhatikan bahwa
dan
KUHAP.
Sudikno
(formil),
pidana
sehingga terdapat pengecualian dari
KUHP
acaranya
hukum
oleh
6
Sudikno Mertokusumo, Mengenal
Hukum,
Suatu
Pengantar,
Liberty,
Yogyakarta, 1996, Hlm. 31
5
aturan-aturan tersebut seyogyanya
penggunaan barang bukti dan alat
tetap
asas-asas
bukti berupa informasi elektronik di
umum yang terdapat baik dalam
dalam suatu penyelesaian peristiwa
ketentuan umum yang terdapat dalam
hukum8.
memperhatikan
KUHP
bagi
hukum
Alat bukti berupa informasi
pidana
materilnya sedangkan untuk hukum
elektronik
pidana
tunduk
perkembangan dengan pesat, hal ini
terhadap ketentuan yang terdapat
turut didukung dengan kemajuan
dalam KUHAP7. Hal tersebut sesuai
berbagai
dengan ketentuan yang diatur dalam
mempermudah pekerjaan dan dapat
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
dilakukan dengan cara instan, selain
Pemberantasan
Pidana
itu maraknya penggunaan informasi
Terorisme yang berkaitan dengan
elektronik dan sejenisnya bukan lagi
alat bukti
barang langka. Hal ini tentunya
formilnya
harus
Tindak
yang diperluas
yaitu
saat
teknologi
ini
telah
yang
mengakui bukti elektronik sebagai
membuat
alat bukti selain yang diatur dalam
elektronik bukan hal baru bagi
Pasal 183 KUHAP.
kebanyakan orang9.
Dalam
Pada perkembangannya, alat
bukti
sebagaimana
KUHAP
tidak
mengakomodir
teknologi
diatur
dalam
penguasaan
lagi
dapat
seringkali
perkembangan
informasi,
hal
ini
aktivitas
dapat
informasi
beberapa
terhadap
kasus,
teknologi
disalahgunakan
untuk
melakukan suatu kejahatan, diantara
ragam kejahatan itu menggunakan
menimbulkan masalah baru. Salah
teknologi
satunya adalah munculnya kejahatan
kejahatan teroris baru yaitu cyber
teroris baru yaitu cyber terrorism,
terrorism,
tentu saja upaya penegakan hukum
terrorism
tidak
penanganan terorisme konvensional,
boleh
berhenti
karena
didalamnya
penanganan
berbeda
terdapat
cyber
dengan
ketidakadaan hukum yang mengatur
8
7
Loebby Loqman, Analisis Hukum dan
Perundang-undangan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara di Indonesia, Univ
Indonesia, Jakarta, 1990, Hlm. 148
Muhammad Labib dan Abdul Wahid,
Kejahatan Mayantara (cyber crime), Rafika
Aditama, Bandung 2005, Hlm. 26: 26
9
Wahana Komputer, Video Editing
Dan Video Production , Prakata, Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2008, Hlm.5
6
perbedaannya
adalah
alat
berupa
bukti
penggunaan
II.
PEMBAHASAN
informasi
A.
Kedudukan
elektronik.
Elektronik
Apa yang diuraikan dilatar
bukan
saja
tetapi
juga
melalui
studi
Sehingga
dapat
bagaimana
suatu
kepustakaan.
ditentukan
Terorisme
melalui
perundang-undangan yang ada, akan
pembuktian tindak pidana terorisme
yang menggunakan perkembangan
elektronik dianggap sah menurut
hukum.
Dalam
Pembuktian Tindak Pidana
belakang masalah di atas tentu harus
ditelusuri
Informasi
Terkait dengan pengaturan alat
bukti
elektronik
sebagaimana
dinyatakan dalam beberapa pasal, di
antaranya Pasal 1 angka 1 dan angka
4, serta Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3).
Alat
bukti
elektronik
tersebut
mempunyai sifat yang berbeda dari
alat bukti umum yang diatur dalam
KUHAP. Salah satu perbedaannnya
adalah
B. Rumusan Masalah
bentuknya
yang
bersifat
digital (non paperbased) sehingga
Berdasarkan uraian di atas, maka
membutuhkan keahlian khusus untuk
yang
dapat memahami arti dan makna
menjadi
rumusan
masalah
sebagai berikut:
serta keaslian alat bukti digital
1. Bagaimana
kedudukan
tersebut.
Terkait dengan hal ini, tidak
informasi elektronik dalam
pembuktian tindak pidana
terorisme?
2.
Bagaimana
hokum
kekuatan
alat
bukti
elektronik dalam undang
undang
terorisme?
tindak
pidana
terdapat pengaturannya dalam UU
No.
19
Tahun
2016
Tentang
Perubahan Atas UU No. I1 Tahun
2008
Tentang
Informasi
Dan
Transaksi Elektronik, apakah sebuah
alat bukti elektronik dapat diterima
begitu saja sebagai alat bukti di
persidangan,
ataukah
harus
memenuhi standar tertentu yang
7
bukti
Pengaturan mengenai alat bukti
tersebut. Hal ini berbeda dengan
dalam Pasal 27 UU No. 15 Tahun
praktik di berbagai negara yang
2003 tentang Pemberantasan Tindak
mengatur
Pidana
menjamin
keaslian
alat
Standard
Operational
(SOP)
Procedure
terhadap
penggunaan alat bukti elektronik,
yang dikembangkan dari SOP yang
dibuat
oleh
alat
bukti
pemeriksaan tindak pidana terorisme
meliputi :
1.
Alat bukti sebagaimana
diatur dalam KUHAP;
International
Organization of Computer Evidence
Terorisme
2.
Alat bukti lain berupa
(IOCE) yang merupakan standar
informasi yang diucapkan,
intenasional.10
dikirimkan, diterima atau
disimpan secara elektronik
Perkembangan teknologi dan
berjalan
dengan alat optik atau
beriringan, perkembangan ini telah
yang serupa dengan itu
menyebabkan pergeseran dari media
dan,
hukum
seharusnya
cetak ke media digital dari dokumen
yang
konvensional
ke
dokumen
3.
Data,
rekaman
atau
yang
dapat
informasi
elektronik seperti video sebagai lex
dilihat,
specialis, UU No. 15 Tahun 2003
didengar
tentang
Tindak
dikeluarkan dengan atau
memiliki
tanpa bantuan suatu sarana
kekhususan secara formil di banding
baik yang tertuang dalam
KUHAP. Salah satu kekhususannya
kertas, benda fisik apapun
tersebut adalah terkait penggunaan
selain kertas atau yang
alat
Pidana
Pemberantasan
Terorisme
dibaca
yang
dan/atau
dapat
bukti
yang
merupakan
terekam secara elektronik.
pembaharuan
proses
pembuktian
Termasuk tidak terbatas
konvensional dalam KUHAP.
pada :
1) Tulisan, suara atau
gambar;
10
Agus Rahardjo, Cyber Crime:
Pemahaman dan Upaya Penanggulangan
Kejahatan Berteknologi. PT. Citra Aditya
Bhakti, Bandung, 2002, Hlm 20.
2) Peta, rancangan, foto
dan sejenisnya; dan
8
3) Huruf, tanda, angka,
menempatkannya sebagai alat bukti
simbol atau perfoliasi
tersendiri disamping alat bukti yang
yang memiliki makna
dikenal selama ini, sehingga yang
atau dapat dipahami
dimaksud perluasan dari alat bukti
oleh
yang
yang sah adalah menambah jenis
membaca
alat-alat bukti menurut KUHAP,
orang
mampu
atau memahaminya.
sehingga bukan merupakan alat bukti
petunjuk
sebagaimana
dimaksud
telah
dalam KUHAP karena Informasi
mendapat kedudukan sebagai alat
Elektronik sebagai alat bukti dapat
bukti sah dalam pengaturan hukum
berdiri sendiri tanpa harus berkaitan
pidana di Indonesia khususnya dalam
dengan alat bukti lainnya. Arti dari
tindak
kedudukan
Informasi
pidana
Elektronik
terorisme
sesuai
Informasi
Elektronik
ketentuan Pasal 27 UU No. 15 Tahun
sebagai alat bukti berdiri sendiri,
2003 tentang Pemberantasan Tindak
sebagai
Pidana
Informasi
alat- alat bukti yang dikenal selama
Elektronik sebagai alat bukti baik
ini, hal tersebut tidak secara tegas
dalam bentuk informasi elektronik
dalam pasal-pasalnya, akan tetapi
dan/atau
dari
Terorisme.
dokumen
elektronik
perluasan
penjelasan
(penambahan)
yang
ada
merupakan alat bukti yang berdiri
menunjukkan kedudukannya sebagai
sendiri, Pasal 27 UU No. 15 Tahun
alat bukti yang berdiri sendiri yang
2003 tentang Pemberantasan Tindak
merupakan perluasan (penambahan)
Pidana
alat-alat bukti menurut KUHAP.
Terorisme
menyebutkan
bahwa informasi elektronik dan atau
dokumen elektronik dan atau hasil
cetakannya merupakan alat bukti
hukum
yang
sah
dan
menjadi
perluasan dari alat bukti yang sah.
Berdasarkan ketentuan tersebut
di atas, maka Informasi Elektronik
dalam
tindak
pidana
terorisme
9
B. Kekuatan Hukum Alat Bukti
dan dapat diungkapkan dalam proses
Elektronik Dalam Undang –
pembuktian ditentukan berdasarkan
Undang
Pasal 27 UU No. 15 Tahun 2003
Tindak
Pidana
tentang
Terorisme
Kekuatan
hukum
Informasi
Elektronik, tidak terlepas dari alatalat elektronik itu sendiri dan proses
pengambilan Informasi Elektronik.
Proses pembuktian secara elektronik,
merupakan
melibatkan
pembuktian
berbagai
yang
hal
terkait
teknologi informasi seperti informasi
dan atau dokumen elektronik dalam
perkara
tindak
namun
tetap
pidana
terorisme
mendasarkan
pada
ketentuan pembuktian sebagaimana
diatur dalam KUHP serta peraturan
perundang-undangan lainnya seperti
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Terorisme.
Pada
perkara
pidana
biasa/konvensional, alat-alat bukti di
atas merupakan alat bukti yang sah
secara hukum (Pasal 184 Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana), sepanjang diperoleh melalui
proses yang tidak melanggar hukum.
Pada
perkara
tindak
pidana
terorisme, alat-alat bukti yang sah
Pemberantasan
Tindak
Pidana Terorisme, yang menegaskan
bahwa informasi dan atau dokumen
elektronik dapat dianggap sebagai
alat bukti yang sah secara hukum
dalam proses pembuktian, khususnya
pada
perkara
tindak
pidana
terorisme. Alat-alat bukti tersebut
merupakan perluasan dari alat-alat
bukti sebagaimana diatur dan berlaku
dalam
hukum
acara,
khususnya
hukum acara pidana, yakni sesuai
ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Dalam ilmu hukum sering
dibedakan antara alat bukti riil dan
alat
bukti
demonstratif.
Yang
dimaksud dengan alat bukti riil
adalah alat bukti yang mempunyai
peranan
langsung
dalam
membuktikan
fakta
dipersengketakan,
seperti
peluru,
kontrak,
pakaian,
yang
senjata,
yang
berhubungan dnegan fakta yang akan
dibuktikan. Jadi, alat bukti tersebut,
merupakan alat bukti riil. Sedangkan
yang dimaksud dengan alat bukti
demonstratif adalah alat bukti yang
tidak
dengan
secara
langsung
10
membuktikan adanya fakta tertentu,
Pemberantasan
tetapi alat bukti ini dipergunakan
Terorisme.
Tindak
Pidana
tersebut
Kedudukan alat bukti yang
menjadi lebih jelas dan terang serta
disebutkan di dalam Pasal 27 UU
lebih dapat cepat dimengerti. Namun,
No.
dalam literatur sering antara alat
Pemberantasan
bukti riil dan alat bukti demonstratif
Terorisme termasuk di dalamnya alat
disatukan dalam “istilah alat bukti
bukti
demonstratif11.
dengan
untuk
membuat
fakta
Penggunaan
beberapa
alat
15
yang
2003
tentang
Tindak
Pidana
berbentuk
rekaman
menggunakan
sarana
elektronik seperti radio, kamera, tape
bukti demonstratif di atas berupa
redorder ,
InformasiElektronik,
Komputer,
termasuk
Tahun
handphone,
dan
lain-lain
LCD,
yang
rekaman elektronik seperti kamera
semacamnya (segalajenis media yang
tersembunyi
dapatdifungsikanmerakam)
rekamangambar,
(alat
penyadap),
video
atausuara
baikitusuara, gambar, dan lain-lain
alat
(untuk
perekam gambar, video atau suara,
dengan
pesan SMS melalui telepon seluler
menurut Romli Atmasasmita bahwa
pesan suara rekaman telepon, foto,
alat
rekaman suara pilot pesawat dalam
dalamPasal 27 UU No. 15 Tahun
kotak hitam pesawat, dan bukti fisik
2003 tentang Pemberantasan Tindak
lain atau sainstifik yang modern yang
Pidana
semakin lama semakin banyak dan
merupakan alat bukti yang berdiri
canggih juga ditentukan di Pasal 27
sendiri.
yang
tersembunyi
melalui
lebih
singkatnya
”rekaman
bukti
yang
disebut
elektronik”)
disebutkan
Terorisme
di
tersebut
Putusan Mahkamah Konstitusi
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
No. 20/PUU-XIV/2016, maka suatu
11
Munir Fuady, Op. cit, Hlm. 185,
dimana
bahwa
rekaman
elektronik
merupakan bagian kecil dari alat bukti
demonstratif yang keududukannya dapat
membuat lebih terang dan jelas tentang
kasus aau perkara yang sedang diperiksa
oleh Hakim dalam persidangan di
pengadilan
Informasi Elektronik tersebut selain
harus memenuhi syarat formil dan
materil, juga harus dimaknai bahwa
alat
bukti
elektronik
tersebut
diperoleh dalam rangka penegakan
11
hukum atas permintaan para penegak
1.
Kedudukan
informasi
hukum. Dengan demikian, dalam hal
elektronik sebagai alat bukti
terdapat suatu alat bukti elektronik
pembuktian
yang diajukan dalam persidangan
terorismesebagai
diperoleh dengan cara yang tidak sah
baru atau menambah alat bukti
atau tanpa adanya permintaan dari
baru
para penegak hukum, maka alat bukti
perluasan alat bukti yang ada
elektronik
dapat
pada KUHAP, sehingga dapat
diperhitungkan sebagai alat bukti
berdiri sendiri diluar alat bukti
yang
Dalam
KUHAP
konteks penegakan hukum sekalipun,
specialis
suatu alat bukti elektronik harus
undang terorisme merupakan
diperoleh melalui prosedur yang
ketentuan
ditentukan oleh undang-undang, oleh
bukti yang ada pada KUHAP.
tersebut
sah
tidak
dipersidangan.
karena itu suatu alat bukti elektronik
yang
diperoleh
prosedur
yang
tanpa
melalui
ditentukan
undang-undang
adalah
2.
tindak
dan
pidana
alat
bukti
bukan
sesuai
sebagai
asas
karena
khusus
lex
undang-
dari
alat
Kekuatan alat bukti elektronik
dalam undang undang tindak
oleh
pidana
terorisme
tidak
didukung oleh saksi ahli untuk
menjelaskan
dibenarkan.
harus
keaslian
dari
Informasi Elektronik tersebut
III. PENUTUP
dan dianggap sah sepanjang
A.
Kesimpulan
informasi yang tercantum di
Dari analisa yang telah penulis
dalamnya
dapat
uraikan pada bab sebelumnya, dalam
ditampilkan,
rangka
keutuhannya,
menjawab
permasalahan
diakses,
dijamin
dan
dapat
dalam penelitian ini, maka dalam bab
dipertanggungjawabkan
ini akan diuraikan beberapa hal yang
sehingga menerangkan suatu
merupakan kesimpulan dari hasil
keadaan
penulisan, yaitu :
Informasi
dan
alat
bukti
Elektronikharus
diambil atau diperoleh oleh
12
penegak
hukum
yang
berwenang.
B.
1.
Saran
Perlu perbaikan (revisi) atas
Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, khususnya yang
menyangkut
pembuktian
terhadap barang bukti data
elektronik
dan
produksinya
sebagai alat bukti yang sah
menurut KUHAP.
2.
Sebaiknya Hakim menerapkan
sistim
pembuktian
negatif
dalam mengadili perkara tindak
pidana
terorisme
dimana
diajukan alat bukti elektronik
sehingga dapat tercapai tujuan
hukum acara pidana untuk
mendapatkan
kebenaran
materiil.
13
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Agus Rahardjo, Cyber Crime: Pemahaman dan Upaya Penanggulangan Kejahatan
Berteknologi. PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia , Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta,
2004
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika , Rajagrafindo Perkasa, Jakarta, 2005
Krisnawati, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-undangan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara di Indonesia , Univ Indonesia, Jakarta, 1990
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali , Edisi Kedia,
Sinar Grafika, Jakarta, 1985
Muhammad Labib dan Abdul Wahid, Kejahatan Mayantara (cyber crime), Rafika
Aditama, Bandung 2005
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996
B. UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 127 Tahun 1958)
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209, Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284, Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO8 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
14
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA
: ANDRE TANJUNG ORISA
TEMPAT/ TANGGAL LAHIR
: TARAKAN, 19 NOVEMBER 1993
AGAMA
: ISLAM
ALAMAT
: BTN PALUPI PERMAI BLOK C NO 2
PALU
E-MAIL
: andreorisaa@gmail.com
PEKERJAAN
: MAHASISWA
STATUS
: BELUM KAWIN
RIWAYAT PENDIDIKAN
1.
SD. TAHUN
1999
LULUS TAHUN
2005
2.
SMPN TAHUN
2005
LULUS TAHUN
2008
3.
SMAN TAHUN
2008
LULUS TAHUN
2011
4.
MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TADULAKO
Palu, 20 November 2017
YANG MEMBUAT,
ANDRE TANJUNG ORISA
15
DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA TERORISME
ANDRE TANJUNG ORISA/ D 101 11 064
PEMBIMBING
I.
Dr. JUBAIR., S.H., M.H.
II.
KAMAL., S.H., M.H.
ABSTRAK
Kesimpulan penelitian adalah Kedudukan informasi elektronik sebagai
alat bukti pembuktian tindak pidana terorisme sebagai alat bukti baru atau
menambah alat bukti baru dan bukan sebagai perluasan alat bukti yang ada pada
KUHAP, sehingga dapat berdiri sendiri diluar alat bukti KUHAP sesuai asas lex
specialis karena undang-undang terorisme merupakan ketentuan khusus dari alat
bukti yang ada pada KUHAP. Kekuatan alat bukti elektronik dalam undang
undang tindak pidana terorisme harus didukung oleh saksi ahli untuk
menjelaskan keaslian dari Informasi Elektronik tersebut dan dianggap sah
sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan dan alat bukti Informasi Elektronikharus diambil atau diperoleh
oleh penegak hukum yang berwenang.
Saran penelitian ini: Perlu perbaikan (revisi) atas Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, khususnya yang menyangkut pembuktian terhadap barang
bukti data elektronik dan produksinya sebagai alat bukti yang sah menurut
KUHAP. Sebaiknya Hakim menerapkan sistim pembuktian negatif dalam
mengadili perkara tindak pidana terorisme dimana diajukan alat bukti elektronik
sehingga dapat tercapai tujuan hukum acara pidana untuk mendapatkan
kebenaran materiil.
Kata Kunci : Informasi Elektronik, Pembuktian, Tindak Pidana Terorisme
1
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat ini, Indonesia telah
peraturan
yang
diciptakan
oleh
berada dalam teknologi elektronik
negara, karena adanya dugaan terjadi
yang berbasis kepada lingkungan
pelanggaran
serba digital1.Dengan perkembangan
pidana3”.
teknologi
tersebut,
menimbulkan
kuantitas
kejahatan
konvensional
yang
dilakukan
dengan
modus
undang
-
Pembuktian
undang
merupakan
masalah yang memegang peranan
penting dalam proses pemeriksaan
operandi yang canggih sehingga
disidang
dalam proses beracara diperlukan
pembuktian tersebut ditentukan nasib
teknik atau prosedur khusus untuk
terdakwa.Apabila hasil pembuktian
2
pengadilan.
mengungkap suatu kejahatan . Disisi
dengan
lain terjadi peningkatan kejahatan
ditentukan oleh undang-undang tidak
dengan mempergunakan teknologi
cukup membuktikan kesalahan yang
informasi sebagai modus operandi
didakwakan
kepada
melakukan kejahatan.
terdakwa
dibebaskan
Penentuan
mengenai
cara
alat-alat
Melalui
bukti
yang
terdakwa,
dari
hukuman.Sebaliknya,
kalau
bagaimana pengenaan pembuktian
kesalahan terdakwa dapat dibuktikan
pidana dapat dilaksanakan terhadap
dengan
orang
melakuka
diaturdalam Pasal 184 KUHAP,
perbuatan pidana diatur di dalam
maka terdakwa dinyatakan bersalah
hokum pidana formal atau Kitab
dan
Undang-undang
nhukuman. Oleh karena itu, hakim
yang
disangka
Hukum
Acara
Pidana (KUHAP). Van Bemmelen
menyatakan
bahwa,”Ilmu
hokum
acara pidana mempelajari peraturan1
Edmon Makarim, Pengantar
Telematika , Rajagrafindo Perkasa,
2005, Hlm. 31
2
Krisnawati, Bunga Rampai
Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara,
2006, Hlm. 3
alat-alat
kepadanya
harus
matang
bukti
akan
berhati-hati,
dalam
mempertimbangkan
yang
dijatuhka
cermat,
menilai
dan
dan
nilai
pembuktian, serta meneliti sampai
Hukum
Jakarta,
3
Hukum
Jakarta,
Andi Hamzah, Mohammad Taufik
Makarao, danSuhasril, Hukum Acara Pidana
dalam Teoridan Praktek, Penerbit Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2004, Hlm. 2
2
dimana batas minimum kekuatan
Pemberantasan
pembuktian (bewijs
dari
Terorisme (UU No. 15 Tahun 2003)
setiap alat bukti yang disebut dalam
sebagai undang-undang khusus yakni
Pasal 184 KUHAP tersebut.
terdapat didalam undang-undang ini,
kracht)
Pembuktian menurut KUHAP,
menganu
tsistem
pembuktian
Tindak
Pidana
yaitu bukti permulaan dan alat bukti
mengalami perluasan, sebagai diatur
secara
dalam ketentuan Pasal 26 dan Pasal
negatif (negatief wettelijk stelsel)
27 yang memberikan batasan alat
yaitu
yang
bukti dalam perkara tindak pidana
antara
terorisme yang berbeda dengan alat
system keyakinan hakim (conviction
bukti yang diatur dalam KUHAP
in time) dengan system pembuktian
meliputi:
menurut
undang-undang
system
merupakan
menurut
pembuktian
keseimbangan
undang-undang
Bukti permulaan menurut UU
secara
positif (berdasarkan alat-alat bukti
No.
yang ditentukan di dalam undang-
Pemberantasan
undang).Kedua system ini saling
Terorisme, dalam penjelasan Pasal
bertolak belakang secara ekstrim.
26 menegaskan bahwa:
Dimana kedua system ini dikenal
15
1.
Tahun
2003
tentang
Tindak
Pidana
Untuk memperoleh Bukti
dengan system pembuktian secara
Permulaan
negative dengan memadukan antara
penyidik
dapat
keyakinan hakim dengan undang-
menggunakan
setiap
undang secara positif4.
Laporan Intelijen.
Salah
satu
yang dikecualikan
undang-undang
dari
KUHAP
2.
Penetapan
Permulaan
buktinya
sebagaimana
Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang
cukup,
bahwa
sudah
dapat atau diperoleh Bukti
dalam hal pembuktian dan alat-alat
adalah
yang
dalam
yang
ayat
dilakukan
cukup
dimaksud
(1)
harus
proses
4
M. Yahya Harahap, Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding,
Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi
Kedia, Sinar Grafika, Jakarta, 1985, Hlm.
278
pemeriksaan oleh Ketua dan
Wakil
Ketua
Pengadilan
Negeri.
3
3.
Proses
pemeriksaan
sebagaimana
dimaksud
orang sebagai manusia yang sifatnya
asasi, tidak dapat diganggu gugat.
Selanjutnya Pasal 27 UU No.
dalam ayat (2) dilaksanakan
4.
secara tertutup dalam waktu
15
paling lama 3 (tiga) hari.
Pemberantasan
Jika
Terorisme
dalam
pemeriksaan
sebagaimana
dimaksud
Tahun
Bukti
tentang
Tindak
Pidana
menegaskan
mengenai
alat bukti sebagai berikut:
1.
dalam ayat (2) ditetapkan
adanya
2003
Alat
buki
sebagaimana
dimaksud dalam KUHAP5;
Permulaan
2.
yang cukup, maka Ketua
Alat bukti lain berupa
Pengadilan Negeri segera
informasi yang diucapkan,
memerintahkan
dikirimkan, diterima, atau
dilaksanakan Penyidikan.
disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau
Penetapan
suatu
yang serupa dengan itu;
Laporan
dan
Intelijen sebagai Bukti Permulaan
3.
dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua
Data,
rekaman,
atau
yang
dapat
Pengadilan Negeri melalui suatu
informasi
proses/mekanisme
dilihat, dibaca, dan/atau
pemeriksaan
(Hearing) secara tertutup. Hal itu
didengar,
mengakibatkan
dikeluarkan dengan atau
pihak
intelijen
yang
mempunyai dasar hukum yang kuat
tanpa
untuk
penangkapan
sarana, baik yang tertuang
terhadap seseorang yang dianggap
di atas kertas, benda fisik
melakukan suatu Tindak Pidana
apapun selain kertas, atau
melakukan
bantuan
dapat
suatu
Terorisme, tanpa adanya pengawasan
masyarakat atau pihak lain manapun.
Padahal
kontrol
sosial
sangat
dibutuhkan terutama dalam hal-hal
yang
sangat
sensitif
seperti
perlindungan terhadap hak-hak setiap
5
Menurut Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana Pasal 184 ayat (1)
yaitu (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan
Ahli; (c) Surat; (d) Petunjuk dan; (e)
Keterangan Terdakwa. Sedangkan menurut
Hukum Acara Perdata Pasal 164 HIR atau
RIB Indonesia yang diperbaharui adalah: (a)
Surat; (b) Pengakuan, (c) Persangkaan, (d)
Keterangan Ahli, dan (d) Sumpah.
4
yang
terekam
secara
Mertokusumo6, Lex specialis derogat
elektronik termasuk tetapi
lex
tidak terbatas pada:
kriteria:
a. Tulisan,
generalis,
1.
suara,
Bahwa
yang
b. Peta, rancangan,
undang-undang
bersifat
umum,
dilakukan oleh peraturan
atau
sejenisnya; huruf,
yang
tanda,
simbol,
dirinya,
angka
atau
setingkat
yaitu
dengan
Undang-
Undang.
2.
perforasinya yang
memiliki
memenuhi
pengecualian
terhadap
atau gambar
foto,
harus
Bahwa
pengecualian
termaksud
makna
dinyatakan
dapat
dalam undang - undang
dipahami
oleh
khusus tersebut, sehingga
orang
yang
pengecualiannya
atau
mampu membaca
berlaku
atau
pengecualian
memahaminya.
dinyatakan
hanya
sebatas
yang
dan
bagian
yang tidak dikecualikan
tetap berlaku sepanjang
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan
Tindak
tidak bertentangan dengan
Pidana
Terorisme sebagai undang-undang
pelaksanaan
undang-
khusus (lex specialis derogat lex
undang khusus tersebut.
generalis), berarti UU No. 15 Tahun
Hukum Pidana khusus, bukan
2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme mengatur secara
hanya
materiil
materilnya saja, akan tetapi juga
dan
formil
sekaligus,
mengatur
hukum
asas yang secara umum diatur dalam
karena itu harus diperhatikan bahwa
dan
KUHAP.
Sudikno
(formil),
pidana
sehingga terdapat pengecualian dari
KUHP
acaranya
hukum
oleh
6
Sudikno Mertokusumo, Mengenal
Hukum,
Suatu
Pengantar,
Liberty,
Yogyakarta, 1996, Hlm. 31
5
aturan-aturan tersebut seyogyanya
penggunaan barang bukti dan alat
tetap
asas-asas
bukti berupa informasi elektronik di
umum yang terdapat baik dalam
dalam suatu penyelesaian peristiwa
ketentuan umum yang terdapat dalam
hukum8.
memperhatikan
KUHP
bagi
hukum
Alat bukti berupa informasi
pidana
materilnya sedangkan untuk hukum
elektronik
pidana
tunduk
perkembangan dengan pesat, hal ini
terhadap ketentuan yang terdapat
turut didukung dengan kemajuan
dalam KUHAP7. Hal tersebut sesuai
berbagai
dengan ketentuan yang diatur dalam
mempermudah pekerjaan dan dapat
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
dilakukan dengan cara instan, selain
Pemberantasan
Pidana
itu maraknya penggunaan informasi
Terorisme yang berkaitan dengan
elektronik dan sejenisnya bukan lagi
alat bukti
barang langka. Hal ini tentunya
formilnya
harus
Tindak
yang diperluas
yaitu
saat
teknologi
ini
telah
yang
mengakui bukti elektronik sebagai
membuat
alat bukti selain yang diatur dalam
elektronik bukan hal baru bagi
Pasal 183 KUHAP.
kebanyakan orang9.
Dalam
Pada perkembangannya, alat
bukti
sebagaimana
KUHAP
tidak
mengakomodir
teknologi
diatur
dalam
penguasaan
lagi
dapat
seringkali
perkembangan
informasi,
hal
ini
aktivitas
dapat
informasi
beberapa
terhadap
kasus,
teknologi
disalahgunakan
untuk
melakukan suatu kejahatan, diantara
ragam kejahatan itu menggunakan
menimbulkan masalah baru. Salah
teknologi
satunya adalah munculnya kejahatan
kejahatan teroris baru yaitu cyber
teroris baru yaitu cyber terrorism,
terrorism,
tentu saja upaya penegakan hukum
terrorism
tidak
penanganan terorisme konvensional,
boleh
berhenti
karena
didalamnya
penanganan
berbeda
terdapat
cyber
dengan
ketidakadaan hukum yang mengatur
8
7
Loebby Loqman, Analisis Hukum dan
Perundang-undangan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara di Indonesia, Univ
Indonesia, Jakarta, 1990, Hlm. 148
Muhammad Labib dan Abdul Wahid,
Kejahatan Mayantara (cyber crime), Rafika
Aditama, Bandung 2005, Hlm. 26: 26
9
Wahana Komputer, Video Editing
Dan Video Production , Prakata, Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2008, Hlm.5
6
perbedaannya
adalah
alat
berupa
bukti
penggunaan
II.
PEMBAHASAN
informasi
A.
Kedudukan
elektronik.
Elektronik
Apa yang diuraikan dilatar
bukan
saja
tetapi
juga
melalui
studi
Sehingga
dapat
bagaimana
suatu
kepustakaan.
ditentukan
Terorisme
melalui
perundang-undangan yang ada, akan
pembuktian tindak pidana terorisme
yang menggunakan perkembangan
elektronik dianggap sah menurut
hukum.
Dalam
Pembuktian Tindak Pidana
belakang masalah di atas tentu harus
ditelusuri
Informasi
Terkait dengan pengaturan alat
bukti
elektronik
sebagaimana
dinyatakan dalam beberapa pasal, di
antaranya Pasal 1 angka 1 dan angka
4, serta Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3).
Alat
bukti
elektronik
tersebut
mempunyai sifat yang berbeda dari
alat bukti umum yang diatur dalam
KUHAP. Salah satu perbedaannnya
adalah
B. Rumusan Masalah
bentuknya
yang
bersifat
digital (non paperbased) sehingga
Berdasarkan uraian di atas, maka
membutuhkan keahlian khusus untuk
yang
dapat memahami arti dan makna
menjadi
rumusan
masalah
sebagai berikut:
serta keaslian alat bukti digital
1. Bagaimana
kedudukan
tersebut.
Terkait dengan hal ini, tidak
informasi elektronik dalam
pembuktian tindak pidana
terorisme?
2.
Bagaimana
hokum
kekuatan
alat
bukti
elektronik dalam undang
undang
terorisme?
tindak
pidana
terdapat pengaturannya dalam UU
No.
19
Tahun
2016
Tentang
Perubahan Atas UU No. I1 Tahun
2008
Tentang
Informasi
Dan
Transaksi Elektronik, apakah sebuah
alat bukti elektronik dapat diterima
begitu saja sebagai alat bukti di
persidangan,
ataukah
harus
memenuhi standar tertentu yang
7
bukti
Pengaturan mengenai alat bukti
tersebut. Hal ini berbeda dengan
dalam Pasal 27 UU No. 15 Tahun
praktik di berbagai negara yang
2003 tentang Pemberantasan Tindak
mengatur
Pidana
menjamin
keaslian
alat
Standard
Operational
(SOP)
Procedure
terhadap
penggunaan alat bukti elektronik,
yang dikembangkan dari SOP yang
dibuat
oleh
alat
bukti
pemeriksaan tindak pidana terorisme
meliputi :
1.
Alat bukti sebagaimana
diatur dalam KUHAP;
International
Organization of Computer Evidence
Terorisme
2.
Alat bukti lain berupa
(IOCE) yang merupakan standar
informasi yang diucapkan,
intenasional.10
dikirimkan, diterima atau
disimpan secara elektronik
Perkembangan teknologi dan
berjalan
dengan alat optik atau
beriringan, perkembangan ini telah
yang serupa dengan itu
menyebabkan pergeseran dari media
dan,
hukum
seharusnya
cetak ke media digital dari dokumen
yang
konvensional
ke
dokumen
3.
Data,
rekaman
atau
yang
dapat
informasi
elektronik seperti video sebagai lex
dilihat,
specialis, UU No. 15 Tahun 2003
didengar
tentang
Tindak
dikeluarkan dengan atau
memiliki
tanpa bantuan suatu sarana
kekhususan secara formil di banding
baik yang tertuang dalam
KUHAP. Salah satu kekhususannya
kertas, benda fisik apapun
tersebut adalah terkait penggunaan
selain kertas atau yang
alat
Pidana
Pemberantasan
Terorisme
dibaca
yang
dan/atau
dapat
bukti
yang
merupakan
terekam secara elektronik.
pembaharuan
proses
pembuktian
Termasuk tidak terbatas
konvensional dalam KUHAP.
pada :
1) Tulisan, suara atau
gambar;
10
Agus Rahardjo, Cyber Crime:
Pemahaman dan Upaya Penanggulangan
Kejahatan Berteknologi. PT. Citra Aditya
Bhakti, Bandung, 2002, Hlm 20.
2) Peta, rancangan, foto
dan sejenisnya; dan
8
3) Huruf, tanda, angka,
menempatkannya sebagai alat bukti
simbol atau perfoliasi
tersendiri disamping alat bukti yang
yang memiliki makna
dikenal selama ini, sehingga yang
atau dapat dipahami
dimaksud perluasan dari alat bukti
oleh
yang
yang sah adalah menambah jenis
membaca
alat-alat bukti menurut KUHAP,
orang
mampu
atau memahaminya.
sehingga bukan merupakan alat bukti
petunjuk
sebagaimana
dimaksud
telah
dalam KUHAP karena Informasi
mendapat kedudukan sebagai alat
Elektronik sebagai alat bukti dapat
bukti sah dalam pengaturan hukum
berdiri sendiri tanpa harus berkaitan
pidana di Indonesia khususnya dalam
dengan alat bukti lainnya. Arti dari
tindak
kedudukan
Informasi
pidana
Elektronik
terorisme
sesuai
Informasi
Elektronik
ketentuan Pasal 27 UU No. 15 Tahun
sebagai alat bukti berdiri sendiri,
2003 tentang Pemberantasan Tindak
sebagai
Pidana
Informasi
alat- alat bukti yang dikenal selama
Elektronik sebagai alat bukti baik
ini, hal tersebut tidak secara tegas
dalam bentuk informasi elektronik
dalam pasal-pasalnya, akan tetapi
dan/atau
dari
Terorisme.
dokumen
elektronik
perluasan
penjelasan
(penambahan)
yang
ada
merupakan alat bukti yang berdiri
menunjukkan kedudukannya sebagai
sendiri, Pasal 27 UU No. 15 Tahun
alat bukti yang berdiri sendiri yang
2003 tentang Pemberantasan Tindak
merupakan perluasan (penambahan)
Pidana
alat-alat bukti menurut KUHAP.
Terorisme
menyebutkan
bahwa informasi elektronik dan atau
dokumen elektronik dan atau hasil
cetakannya merupakan alat bukti
hukum
yang
sah
dan
menjadi
perluasan dari alat bukti yang sah.
Berdasarkan ketentuan tersebut
di atas, maka Informasi Elektronik
dalam
tindak
pidana
terorisme
9
B. Kekuatan Hukum Alat Bukti
dan dapat diungkapkan dalam proses
Elektronik Dalam Undang –
pembuktian ditentukan berdasarkan
Undang
Pasal 27 UU No. 15 Tahun 2003
Tindak
Pidana
tentang
Terorisme
Kekuatan
hukum
Informasi
Elektronik, tidak terlepas dari alatalat elektronik itu sendiri dan proses
pengambilan Informasi Elektronik.
Proses pembuktian secara elektronik,
merupakan
melibatkan
pembuktian
berbagai
yang
hal
terkait
teknologi informasi seperti informasi
dan atau dokumen elektronik dalam
perkara
tindak
namun
tetap
pidana
terorisme
mendasarkan
pada
ketentuan pembuktian sebagaimana
diatur dalam KUHP serta peraturan
perundang-undangan lainnya seperti
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Terorisme.
Pada
perkara
pidana
biasa/konvensional, alat-alat bukti di
atas merupakan alat bukti yang sah
secara hukum (Pasal 184 Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana), sepanjang diperoleh melalui
proses yang tidak melanggar hukum.
Pada
perkara
tindak
pidana
terorisme, alat-alat bukti yang sah
Pemberantasan
Tindak
Pidana Terorisme, yang menegaskan
bahwa informasi dan atau dokumen
elektronik dapat dianggap sebagai
alat bukti yang sah secara hukum
dalam proses pembuktian, khususnya
pada
perkara
tindak
pidana
terorisme. Alat-alat bukti tersebut
merupakan perluasan dari alat-alat
bukti sebagaimana diatur dan berlaku
dalam
hukum
acara,
khususnya
hukum acara pidana, yakni sesuai
ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Dalam ilmu hukum sering
dibedakan antara alat bukti riil dan
alat
bukti
demonstratif.
Yang
dimaksud dengan alat bukti riil
adalah alat bukti yang mempunyai
peranan
langsung
dalam
membuktikan
fakta
dipersengketakan,
seperti
peluru,
kontrak,
pakaian,
yang
senjata,
yang
berhubungan dnegan fakta yang akan
dibuktikan. Jadi, alat bukti tersebut,
merupakan alat bukti riil. Sedangkan
yang dimaksud dengan alat bukti
demonstratif adalah alat bukti yang
tidak
dengan
secara
langsung
10
membuktikan adanya fakta tertentu,
Pemberantasan
tetapi alat bukti ini dipergunakan
Terorisme.
Tindak
Pidana
tersebut
Kedudukan alat bukti yang
menjadi lebih jelas dan terang serta
disebutkan di dalam Pasal 27 UU
lebih dapat cepat dimengerti. Namun,
No.
dalam literatur sering antara alat
Pemberantasan
bukti riil dan alat bukti demonstratif
Terorisme termasuk di dalamnya alat
disatukan dalam “istilah alat bukti
bukti
demonstratif11.
dengan
untuk
membuat
fakta
Penggunaan
beberapa
alat
15
yang
2003
tentang
Tindak
Pidana
berbentuk
rekaman
menggunakan
sarana
elektronik seperti radio, kamera, tape
bukti demonstratif di atas berupa
redorder ,
InformasiElektronik,
Komputer,
termasuk
Tahun
handphone,
dan
lain-lain
LCD,
yang
rekaman elektronik seperti kamera
semacamnya (segalajenis media yang
tersembunyi
dapatdifungsikanmerakam)
rekamangambar,
(alat
penyadap),
video
atausuara
baikitusuara, gambar, dan lain-lain
alat
(untuk
perekam gambar, video atau suara,
dengan
pesan SMS melalui telepon seluler
menurut Romli Atmasasmita bahwa
pesan suara rekaman telepon, foto,
alat
rekaman suara pilot pesawat dalam
dalamPasal 27 UU No. 15 Tahun
kotak hitam pesawat, dan bukti fisik
2003 tentang Pemberantasan Tindak
lain atau sainstifik yang modern yang
Pidana
semakin lama semakin banyak dan
merupakan alat bukti yang berdiri
canggih juga ditentukan di Pasal 27
sendiri.
yang
tersembunyi
melalui
lebih
singkatnya
”rekaman
bukti
yang
disebut
elektronik”)
disebutkan
Terorisme
di
tersebut
Putusan Mahkamah Konstitusi
UU No. 15 Tahun 2003 tentang
No. 20/PUU-XIV/2016, maka suatu
11
Munir Fuady, Op. cit, Hlm. 185,
dimana
bahwa
rekaman
elektronik
merupakan bagian kecil dari alat bukti
demonstratif yang keududukannya dapat
membuat lebih terang dan jelas tentang
kasus aau perkara yang sedang diperiksa
oleh Hakim dalam persidangan di
pengadilan
Informasi Elektronik tersebut selain
harus memenuhi syarat formil dan
materil, juga harus dimaknai bahwa
alat
bukti
elektronik
tersebut
diperoleh dalam rangka penegakan
11
hukum atas permintaan para penegak
1.
Kedudukan
informasi
hukum. Dengan demikian, dalam hal
elektronik sebagai alat bukti
terdapat suatu alat bukti elektronik
pembuktian
yang diajukan dalam persidangan
terorismesebagai
diperoleh dengan cara yang tidak sah
baru atau menambah alat bukti
atau tanpa adanya permintaan dari
baru
para penegak hukum, maka alat bukti
perluasan alat bukti yang ada
elektronik
dapat
pada KUHAP, sehingga dapat
diperhitungkan sebagai alat bukti
berdiri sendiri diluar alat bukti
yang
Dalam
KUHAP
konteks penegakan hukum sekalipun,
specialis
suatu alat bukti elektronik harus
undang terorisme merupakan
diperoleh melalui prosedur yang
ketentuan
ditentukan oleh undang-undang, oleh
bukti yang ada pada KUHAP.
tersebut
sah
tidak
dipersidangan.
karena itu suatu alat bukti elektronik
yang
diperoleh
prosedur
yang
tanpa
melalui
ditentukan
undang-undang
adalah
2.
tindak
dan
pidana
alat
bukti
bukan
sesuai
sebagai
asas
karena
khusus
lex
undang-
dari
alat
Kekuatan alat bukti elektronik
dalam undang undang tindak
oleh
pidana
terorisme
tidak
didukung oleh saksi ahli untuk
menjelaskan
dibenarkan.
harus
keaslian
dari
Informasi Elektronik tersebut
III. PENUTUP
dan dianggap sah sepanjang
A.
Kesimpulan
informasi yang tercantum di
Dari analisa yang telah penulis
dalamnya
dapat
uraikan pada bab sebelumnya, dalam
ditampilkan,
rangka
keutuhannya,
menjawab
permasalahan
diakses,
dijamin
dan
dapat
dalam penelitian ini, maka dalam bab
dipertanggungjawabkan
ini akan diuraikan beberapa hal yang
sehingga menerangkan suatu
merupakan kesimpulan dari hasil
keadaan
penulisan, yaitu :
Informasi
dan
alat
bukti
Elektronikharus
diambil atau diperoleh oleh
12
penegak
hukum
yang
berwenang.
B.
1.
Saran
Perlu perbaikan (revisi) atas
Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, khususnya yang
menyangkut
pembuktian
terhadap barang bukti data
elektronik
dan
produksinya
sebagai alat bukti yang sah
menurut KUHAP.
2.
Sebaiknya Hakim menerapkan
sistim
pembuktian
negatif
dalam mengadili perkara tindak
pidana
terorisme
dimana
diajukan alat bukti elektronik
sehingga dapat tercapai tujuan
hukum acara pidana untuk
mendapatkan
kebenaran
materiil.
13
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Agus Rahardjo, Cyber Crime: Pemahaman dan Upaya Penanggulangan Kejahatan
Berteknologi. PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia , Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta,
2004
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika , Rajagrafindo Perkasa, Jakarta, 2005
Krisnawati, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-undangan Kejahatan Terhadap
Keamanan Negara di Indonesia , Univ Indonesia, Jakarta, 1990
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali , Edisi Kedia,
Sinar Grafika, Jakarta, 1985
Muhammad Labib dan Abdul Wahid, Kejahatan Mayantara (cyber crime), Rafika
Aditama, Bandung 2005
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996
B. UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 127 Tahun 1958)
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209, Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284, Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO8 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
14
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA
: ANDRE TANJUNG ORISA
TEMPAT/ TANGGAL LAHIR
: TARAKAN, 19 NOVEMBER 1993
AGAMA
: ISLAM
ALAMAT
: BTN PALUPI PERMAI BLOK C NO 2
PALU
: andreorisaa@gmail.com
PEKERJAAN
: MAHASISWA
STATUS
: BELUM KAWIN
RIWAYAT PENDIDIKAN
1.
SD. TAHUN
1999
LULUS TAHUN
2005
2.
SMPN TAHUN
2005
LULUS TAHUN
2008
3.
SMAN TAHUN
2008
LULUS TAHUN
2011
4.
MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TADULAKO
Palu, 20 November 2017
YANG MEMBUAT,
ANDRE TANJUNG ORISA
15