BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS - PENGARUH KEDISIPLINAN GURU PAI DAN PIMPINAN SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR PAI PADA SMP DI KABUPATEN JEPARA - UNISNU Repository

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Kedisiplinan Guru PAI a. Pengertian Kedisiplinan Guru PAI Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa latin “disibel”

  yang berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman,kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib (John M.Echols dan Hasan

  Shadily, 2000:18 ). Sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib elasa, 17 Desember 2013).

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,kata disiplin diartikan ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya).

  (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 268 ) Dari kata dasar tersebut maka kedisiplinan dapat diartikan seseorang untuk memiliki ketaatan dan kepatuhan kepada peraturan atau tata tertib yang di buat oleh madrasah atau lembaga pendidikan.

  Ajeng Yusriyana mendefinisikan disiplin berarti melatih diri untuk membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai

  ).

  kemampuan mental atau karakter moral (Ajeng Yusriyana, 2012:57 Dengan kata lain disiplin adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Depdikbud memberikan arti disiplin adalah mentaati peraturan atau tata tertib yang menjadi konsistensi dan konsekuensi seseorang terhadap suatu komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai disekolah (Depdikbud, 1997:237).

  Disiplin hakikatnya adalah pernyataan sikap mental individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan (Diniyati dan Mudjiyono, 1994:18).

  Dalam Buku Dicipline Your Kids, menawarkan pendekatan yang tidak biasa tetapi sangat efektif untuk membantu anak-anak mempelajari hal yang perlu mereka ketahui agar sukses dan bahagia dalam hidup. Lima langkah dalam buku tersebut adalah mengenai pendisiplinan yang efektif. Pendisiplinan yang bagus dan tepat dimaksudkan untuk mengajari ( Joyce Divinyi, M.S., L.P.C, 2003:25).

  Pada kenyataannya, arti kata disiplin adalah "untuk mengajar". Namun, permasalahannya adalah, bahwa pendisiplinan sering kali tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Hal ini karena pendisiplinan sering kali disalahartikan dengan hukuman. Hukuman, bukanlah hal yang sama dengan pendisiplinan, juga bukan merupakan pengganti pendisiplinan.

  Perbedaan arti hukuman dengan pendisiplinan adalah kesalahan umum. Hukuman dimaksudkan untuk membuat anak-anak menyesal karena telah berkelakuan tidak pantas. Pendisiplinan, berarti mengajari anak untuk mengembangkan dan menggunakan kendali diri dan pertimbangan yang baik dengan mengajari mereka keterampilan. Jika tidak mengajari, berarti bukan disiplin. Hukuman, sebaliknya, didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak menderita karena kesalahan mereka, mereka tidak akan melakukannya lagi.

  Wursanto mengemukakan bahwa disiplin adalah suatu keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan kepada anak untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ditetapkan (Wursanto, 2006:108).

  Dengan demikian definisi tersebut di atas, menekankan disiplin kepada keadaan situasi yang kondusif, di mana anak dapat melakukan aktivitas yang disandarkan pada norma atau aturan yang telah ditetapkan. Disiplin dilatar belakangi oleh rasa yakin terhadap nilai-nilai, sadar akan kedudukan dirinya, sadar akan tujuan yang hendak dicapai sehingga memiliki kesanggupan untuk menghayati aturan-aturan yang berlaku. Kondisi semacam ini kemudian melahirkan perilaku taat yang rasional, sadar, tidak emosional dan taat tanpa pamrih. Dengan demikian disiplin merupakan kualitas psikologis yang timbul dari

  Asumsi senada juga dikemukakan oleh Dwidjosoesastro, Kuncorohadi, dan Harmanti yang menyatakan bahwa disiplin adalah suatu fungsi dari kepribadian seorang anak dan lingkungan bermainnya (Sardiman, 1986:64). Dengan demikian disiplin dapat dikatakan bahwa diharapkan seorang anak untuk menghayati aturan, tata tertib yang berlaku sehingga secara sadar mau mentaati aturan-aturan tersebut. Kebanyakan anak ingin memperbaiki tingkah laku mereka, tapi biasanya memerlukan pertolongan dalam bentuk tujuan-tujuan yang kongkrit dan spesifik, yang menunjukan jalan menuju perubahan yang konstruktif.

  Prijodarminto menyatakan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta melalui proses dari serangkaian tingkah laku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban (Prijodarminto, Soegeng, 1992:23 ). Karena sudah menyatu dengan dirinya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya. Nilai-nilai kepatuhan telah menjadi bagian dari tingkah laku dalam kehidupannya. Nilai-nilai kepekaan dan kepedulian telah menjadi bagian dari kehidupannya. Sebelum orang lain menyatakan “aneh” kalau ia berbuat menyimpang, dirinya terlebih dahulu sudah merasa “aneh”, risi atau merasa malu dan berdosa kalau ia berbuat menyimpang.

  Sikap dan tingkah laku yang demikian ini tercipta melalui proses pembinaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman atau pengenalan dari keteladanan dari lingkungannya. Disiplin akan membuat dirinya tahu membedakan hal-hal apa seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tak sepatutnya dilakukan (karena itu merupakan hal-hal yang dilarang).

  b. Indikator Kedisiplinan Guru PAI Disiplin mempunyai tiga (3) aspek, yaitu:

  1) Sikap mental (mental attitude), yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak.

  2) Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan tingkah laku, norma, kriteria dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan; norma, kriteria dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses).

  3) Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib (Prijodarminto.,

  1992:24).

  Berdasarkan ketiga aspek di atas orang yang tadi menjalankan disiplin dengan kepatuhan dan ketaatannya terhadap peraturan, maka akan berkembang dan tumbuh dalam dirinya kesadaran untuk patuh dan taat pada peraturan. Ia akan mematuhi aturan tanpa paksaan dan tekanan dari luar.

  Konsep disiplin dalam Islam dapat dilihat salah satu contoh yaitu shalat. Dalam shalat terdapat tiga aspek disiplin. Pertama, disiplin tentang kebersihan. Kedua, disiplin waktu. Ketiga, disiplin pelaksanaan atau proses.

   Pertama , disiplin kebersihan ketika kita hendak melaksanakan shalat.

  

  Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan

  shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”. (QS.Al Maidah ; 6)

  Menurut Tafsir Al Muyassar, ayat di atas mengajak dan menuntun yaitu apabila telah berniat untuk melaksanakan shalat maka hendaklah dalam keadaan bersuci seperti yang diterangkan dalam ayat tersebut. Allah dalam ayat ini hendak mempermudah umat-Nya dengan segala ketetapannya, agar manusia dapat mengambil hikmahnya dan agar manusia selalu berucap syukur kepada-Nya.

  Inilah salah satu contoh daripada disiplin kebersihan jika hendak melaksanakan shalat. Allah telah mengajarkan kita untuk selalu mensucikan diri ketika kita hendak menghadap-Nya.

  Kedua, disiplin waktu. Dalam melaksanakan shalat diharuskan mengerjakan shalat dalam waktu-waktu tertentu, seperti pada malam hari, siang hari dan pada waktu subuh.

  َناَم ِزْجَفلْا َناَءْزُق َّنإِ ِزْجَفْلا َناَءْزُقَو ِلْيَّللا ِقَسَغ ىَلإِ َسْمّشَلا ِكىُلُذِل َةَلاَّصلا ِمِقأ

  : ا زسلاا {

  أ ىَسَع َلَل ًتَلِفاَو ًِ اًدْىُمْحَّم اًماَقَم َلُّبَر َلَثَعْبَي ْن ِبِذُجَهَتَف ِلي َّللا َهِمَو .اًدْىُهْشَم

  . } ٨٧ - ٨٧ Artinya:

  “Laksanakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelapnya malam, dan Qur’an al-fajr adalah disaksikan. Dan pada sebagian malam bertahajudlah dengannya sebagai tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”(QS. Al Isra’: 78-79)

  ( Departemen Agama Republik Indonesia, 1990:223) Menurut Tafsir Al Muyassar, ayat ini menunjukkan agar kita melaksanakan shalat secara bersinambungan, sesuai dengan dari sesudah matahari tergelincir, yakni condong dari pertengahan langit sampai muncul gelapnya malam, serta di waktu fajar yaitu shalat Subuh. Dilaksanakannya shalat lima waktu sehari semalam dimulai dengan condongnya matahari yang berarti tenggelam atau menguning, atau tergelincir dari tengahnya. Dengan demikian ia mengisyaratkan secara jelas dua kewajiban shalat, yaitu Dhuhur dan Maghrib, dan secara tersirat mengisyaratkan juga tentang shalat Ashar, karena waktu Ashar bermula begitu matahari menguning. Dan shalat yang dilaksanakan pada waktu malam hari adalah shalat Isya, serta shalat-shalat sunnah lainnya. serta shalat yang dilaksanakan pada waktu fajar, yaitu shalat Subuh.

  Ini adalah disiplin yang berhubungan ketepatan waktu. Dalam hal ini ketepatan waktu tidak hanya dalam melaksanakan shalat, akan tetapi dalam melakukan kegiatan atau aktivitas yang lain.

  

Ketiga , disiplin pelaksanaan atau proses.

  َنْىُحِل اَهُّيأَاي

ْفُت ْمُنَّلَعَل ِزْيَخْلا اْىُلَعْفاَو ْمُنَّبرَ اوُذُبْعاَو اوُذُجْساَو اْىُعَمْرا اْىُىَماَء َهْيِذَّلا

  } ٨٨ :خحلا { Artinya:

  “Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah, serta sembahlah Tuhan kamu dan perbuatlah kebajikan, semoga kamu (Departemen Agama Republik Indonesia, mendapat kemenangan.” 1990:354)

  Menurut Tafsir Al Muyassar,ayat di atas diharapkan melaksanakan shalat dengan baik dan benar, ditunjukkan dengan Pemelihara dan Yang selalu berbuat baik kepada umatnya, dalam hal ini kita tidak hanya dituntut untuk melaksanakan shalat, akan tetapi ada juga ibadah lain antara lain dengan berpuasa, mengeluarkan zakat, melaksanakan haji serta ibadah-ibadah lainnya, serta aneka amal-amal baik dan akhlak yang mulia, semua yang kita lakukan dengan harapan mendapatkan kemenangan.

  Allah memerintahkan shalat dengan menyebut dua rukunnya yang paling menonjol yaitu ruku’ dan sujud. Penyebutan shalat karena ibadah ini merupakan tiang agama, “Siapa yang mendirikannya maka ia telah mendirikan agama, dan siapa yang mengabaikannya maka ia telah meruntuhannya.” Setelah itu aneka ibadah yang mencakup banyak hal, bahkan dapat mencakup aktivitas sehari-hari jika motivasinya adalah mencari ridha Ilahi, dan akhirnya ditutup dengan perintah berbuat kebajikan yang menampung seluruh kebaikan duniawi dan ukhrawi.

  Disiplin proses shalat merupakan suatu ibadah yang mempunyai gerakkan tertentu yang telah ditentukan oleh Allah dan Nabi saw. Kita tidak boleh merubah apa pun yang telah ditetapkan untuk kita laksanakan dalam beribadah kepada Allah.

  Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan atau penanaman kebiasaan dengan keteladanan- keteladanan tertentu, yang harus dimulai sejak dalam lingkungan keluarga, mulai dari masa kanak-kanak dan terus tumbuh kuat. Intinya, menanamkan disiplin atau kepatuhan harus didasarkan pada pemahaman dan kesadaran, rasa tanggungjawab, kesanggupan diri dan lebih mengutamakan kepentingan orang lain.

  Disiplin dapat dibedakan melalui tingkatannya, yaitu: 1)

  Disiplin pribadi sebagai perwujudan disiplin yang lahir dari kepatuhan atas aturan-aturan yang mengatur perilaku individu.

  2) Disiplin kelompok sebagai perwujudan yang lahir dari sikap patuh taat terhadap aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku pada kelompok atau bidang-bidang kehidupan manusia, misalnya disiplin pada kesatuan-kesatuan atau perkumpulan-perkumpulan tertentu seperti disiplin dalam kesatuan olahraga.

  3) Disiplin nasional yakni wujud disiplin yang lahir dari sikap patuh yang ditunjukkan oleh seluruh lapisan masyarakat terhadap aturan-aturan, nilai yang berlaku secara nasional.

  Disiplin ini sudah menjadi budaya nasional, menjadi milik bangsa selasa, 17 Desember 2013).

  c. Signifikansi dan Manfaat Kedisiplinan Guru PAI Menurut Hurlock, disiplin dapat memberikan hal-hal berikut ini, yaitu:

  1) Rasa aman. Anak menjadi tahu apa yang boleh mereka lakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

  2) Anak hidup sesuai dengan patokan yang disetujui lingkungannya. Dengan demikian anak terhindar dari perasaan bersalah yang dapat menimbulkan ketidak bahagiaannya.

  3) Anak belajar bertingkah laku yang dapat menimbulkan atau mendatangkan pujian atau hadiah. Pujian dan hadiah ini merupakan pengakuan adanya rasa cinta dari orang tua ke anak, sehingga anak akan bahagia.

  4) Membantu anak mendapatkan ego bolstering motivation, yaitu ego yang mendorong anak mencapai kebutuhannya.

  5) Conscience atau internalized voice atau kata hati yang dapat membimbingnya membuat keputusan (Yasar, Iftida., 1996:17-

  18).

  Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin adalah setiap bimbingan, pengajaran atau dorongan yang berbentuk anjuran, larangan atau hadiah penghargaan kepada anak, bertujuan agar anak bertingkah laku baik, sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.

  Disiplin yang mantap pada hakekatnya akan tumbuh dan terpancar dari hasil kesadaran manusia. Disiplin yang tidak bersumber dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak bertahan lama. Disiplin tidak menjadi langgeng dan akan lekas pudar. Disiplin yang diharapkan adalah disiplin yang tumbuh dari dasar kesadaran diri, yang demikian

  Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru dewasa ini berkembang sesuai dengan fungsinya, membina untuk mencapai tujuan pendidikan. Lebih- lebih dsalam sistem sekolah sekarang ini , masalah pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan tenaga pengajar perlu mendapat perhatian yang serius. Bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan fasilitas perlengkapan, kalu tidak diimbangi dengan kualitas guru-gurunya tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, peningkatan mutu tenaga-tenaga pengajar untuk membina tenaga-tenaga guru yang profesional adalah unsur yang penting bagi pembaharuan dunia pendidikan (Oemar Hamalik, 2000:32 ).

  Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis untuk membentuk generasi muda menjadi manusia Indonesia seutuhnya. sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, bab II pasal 3:4 ).

2. Kedisiplinan Pimpinan Sekolah a.

  Pengertian Kedisiplinan Pimpinan Sekolah Kedisiplinan Pimpinan Sekolah adalah sikap disiplin yang dilakukan oleh pimpinan sekolah baik kepala sekolah maupun wakil kepala sekolah dan para pimpinan-pimpinan sekolah lain dalam satuan pendidikan.

  Schaeffer menyatakan bahwa disiplin mempunyai suatu tujuan yang jelas untuk diperjuangkan dan memberi pengarahan terhadap tingkah laku seorang anak, semua itu merupakan sesuatu tenaga pendorong yang kuat (Schaefer, Charles., 1987:68). Hal itu akan menolong seorang anak menjadi seorang anak yang aktif, pelaku atau “adore”, bukan seorang yang pengeluh. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat menemukan jati dirinya untuk dapat membuat keputusan.

  Modica menyatakan tujuan dari disiplin adalah bukan sekedar membuat kehidupan para guru lebih mudah tapi tujuan dari disiplin adalah untuk membimbing tingkah laku anak dalam hidupnya yang akan menginternalisasikan harapan dan mengembangkan kontrol diri yang dibutuhkan sebagai fungsi dari keseluruhan hidup dan kebahagiaan secara individu (Muhaimin., 2003:77).

  Upaya untuk menanamkan disiplin siswa terhadap tata tertib sekolah pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan siswa yang handal menolong siswa untuk belajar hidup sebagai mahluk sosial, membantu tercapainya proses pertumbuhan serta perkembangan siswa seoptimal mungkin, membuat siswa terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan kepada mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas, mengarahkan siswa agar dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dari luar. Dengan demikian siswa dapat memahami diri sendiri dan berbuat sesuai dengan berpedoman pada norma-norma yang telah ditetapkan sekolah, mewujudkan lingkungan sekolah yang nyaman untuk belajar, sehingga dapat mendukung tercapainya hasil belajar yang maksimal.

  Selain tujuan tersebut diatas, Bagley mengidentifikasikan dua tujuan kedisipinan. Tujuan pertama sebagai penciptaan dan pelestarian keadaan yang penting terhadap kemajuan kerja teratur yang berada di sekolah. Pandangan kedisiplinan ini dideskripsikan sebagai sebuah

  

rasionale managerial , yaitu sesuatu kedisiplinan yang memandang

  sebagai sekumpulan teknik dan strategi yang diterapkan oleh guru untuk memberikan ketertiban dalam kelas. Ketertiban ini perlu sehingga lingkungan belajar memaksimalkan pembelajaran pelajaran disekolah.

  Tujuan kedua dari kedisiplinan adalah persiapan siswa terhadap keikutsertaan aktif dalam lingkungan orang dewasa yang terorganisasi, di mana kebebasan diseimbangkan dengan tanggung jawab yang berhubungan dengannya. Hal ini digambarkan sebagai sebuah tujuan siswa tentang hak pribadi, terutama bagi pribadi yang sedang dalam konflik. Oleh karena itu, pandangan pendidikan terhadap kedisiplinan merupakan bentuk pendekatan terhadap kedisiplinan yang memberi pengalaman yang berharga secara potensial (Lewis, Ramon., 2002:198-200).

  Kedisiplinan kelas merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah, dan interaksi kedisiplinan mengajarkan pada siswa tentang siapa yang harus bertanggung jawab untuk memutuskan sikap bagaimana yang layak bagi mereka dan siapa yang bertanggung jawab dalam meyakinkan bahwa mereka bersikap layak di masyarakat.

  Menurut Divinyi, tujuan keseluruhan dari pendisiplinan adalah untuk mengajari anak cara mengolah tingkah laku mereka sendiri dan membantu mereka mengembangkan kendali diri (Divinyi, Joyce., 2003:33).

  Tujuan diterapkannya disiplin bagi siswa diatas, dapat dikemukakan bahwa disiplin yang dimiliki oleh siswa dapat mempengaruhi prestasi belajar serta tingkah laku siswa. Hal ini terjadi karena sikap disiplin yang dimiliki oleh siswa mendukung terciptanya suasana sekolah yang kondusif untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar yang kondusif merupakan salah satu syarat tercapainya prestasi belajar siswa yang tinggi.

  b.

  Indikator Kedisiplinan Pimpinan Sekolah Bila disiplin diharapkan mampu mendidik anak untuk kelompok sosial mereka, maka disiplin menurut Hurlock harus mempunyai empat unsur yaitu: a.

  Peraturan sebagai pedoman tingkah laku siswa.

  b.

  Konsistensi dalam menegakkan peraturan tersebut dan cara yang digunakan untuk mengajarkan dan melaksanakan disiplin.

  c.

  Hukuman untuk siswa yang melanggar peraturan.

  d.

  Penghargaan bagi siswa yang bertingkah laku sesuai dengan peraturan yang berlaku (Hurlock, Elizabeth B, 1992:84).

  Hilangnya salah satu unsur pokok di atas akan menyebabkan sikap yang tidak menguntungkan pada siswa dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan standar dan harapan guru, contohnya bila siswa merasa dihukum secara tidak adil atau apabila usahanya untuk menyesuaikan diri dengan harapan guru tidak dihargai, hal ini akan melemahkan motivasi siswa untuk mewujudkan kedisiplinan.

  Hadisubrata , seperti dikutip Tu’u, (2004:44) membagi disiplin menjadi tiga macam, yakni disiplin otoriter, disiplin permisif dan disiplin demokratis. Otoriter, permisif serta demokratis pada mulanya merupakan istilah yang banyak digunakan dalam klasifikasi kepemimpinan. Tetapi dalam perkembangannya kata tersebut tidak hanya digunakan dalam istilah kepemimpinan saja melainkan juga telah masuk ke dalam istilah kependidikan. Salah satu contoh adalah kata strategi, pada awalnya lebih banyak di gunakan dalam kemiliteran, tapi saat ini digunakan pula dalam dunia kependidikan, a) Disiplin Otoriter Disiplin otoriter, peraturan dibuat secara ketat dan rinci.

  Orang yang berada dalam disiplin ini diminta untuk mematuhi dan mentaati peraturan yang telah disusun dan berlaku di tempat itu.

  Apabila gagal menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, akan menerima sanksi atau hukuman berat. Sebaliknya, bila berhasil memenuhi peraturan, kurang mendapat penghargaan atau hal itu sudah dianggap sebagai kewajiban. Jadi, tidak perlu mendapat penghargaan lagi.

  Disiplin otoriter selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman kerapkali dipakai untuk memaksa, menekan, mendorong seseorang mematuhi dan menaati peraturan. Di sini, tidak diberi kesempatan bertanya mengapa disiplin itu harus dilakukan dan apa tujuan disiplin itu. Orang hanya berpikir kalau harus dan wajib mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku. Kepatuhan dan ketaatan dianggap baik dan perlu bagi diri, institusi dan keluarga. Apabila disiplin dilanggar, wibawa dan otoritas institusi atau keluarga menjadi terganggu.

  Karena itu setiap pelanggaran perlu diberi sanksi, ada sesuatu yang harus ditanggung sebagai akibat pelanggarannya ( Tu’u, 2004:45).

  Disini dapat terjadi orang patuh dan taat pada aturan yang berlaku, tetapi mereka tidak merasa bahagia, tertekan dan tidak pemberontakan dan kegelisahan. Hal ini juga dapat menimbulkan stres; karena tampak baik, patuh, taat, tetapi merasa kurang bebas, kurang mandiri, berbuat sesuatu hanya untuk memuaskan pihak lain (orang tua, guru, atasan). Sebenarnya semua perbuatannya hanya karena keterpaksaan dan ketakutan menerima sanksi bukan berdasarkan kesadaran diri.

  Disiplin dengan metode ini diberikan oleh orang tua, pendidik atau orang dewasa lain berupa aturan-aturan yang mutlak harus dilakukan siswa. Dalam hal ini siswa tidak memperoleh kebebasan dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Siswa harus bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma, peraturan yang ditetapkan, bila melakukan pelanggaran akan diberikan hukuman. Kerugian disiplin menggunakan hukuman antara lain terjadi disiplin yang diperoleh hanya berjangka waktu pendek yang berwujud konformitas terhadap tuntutan dari orang yang memberikan disiplin. Kelebihan dan kekurangan metode ini adalah: 1)

  Kelebihan metode ini adalah: a.

  Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi orang yang sangat patuh dan mengekang diri.

  b.

  Aturan dan batasan tegas.

  c.

  Kontrol dan sanksi jelas. 2)

  Kekurangan metode ini adalah: a.

  Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri di dalam menghadapi masalah.

  b.

  Kepatuhan siswa hanya merupakan ekspresi dari rasa takut dan cemas terhadap hukuman yang selalu membayangi

  

Hurlock, 1992:81).

  tingkah lakunya ( Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa disiplin otoriter tidak baik diterapkan pada SMP di Jepara. Hal tersebut terkait tindakan pemaksaan yang terlalu membebani siswa.

  b) Disiplin Permisif

  Disiplin ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya. Kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu. Seseorang yang berbuat sesuatu, dan ternyata membawa akibat melanggar norma atau aturan yang berlaku, tidak diberi sanksi atau hukuman. Dampak dari teknik pemisif ini berupa kebingungan dan kebimbangan. Penyebabnya karena tidak tahu mana yang tidak dilarang dan mana yang dilarang.

  Atau bahkan menjadi takut, cemas dan dapat juga mejadi agresif serta liar tanpa kendali.

  Metode permisif ini biasa diberikan guru yang tidak memiliki pengertian tentang maksud dan tujuan dari disiplin tingkah laku siswa agar sesuai dengan norma lingkungan, juga tidak menggunakan hadiah dan hukuman, melainkan memberi kebebasan pada siswa untuk berbuat sesuatu, sehingga aktivitas siswa menjadi tidak terkontrol. Guru membiarkan siswa untuk menghadapi sendiri situasi yang sulit, karena orang tua/pendidik beranggapan bahwa hambatan dan rintangan yang dijumpai siswa merupakan pelajaran yang dapat membuka pikiran dan perasaan siswa. Siswa yang dibesarkan dalam kondisi ini tidak akan pernah mengetahui batasan dan aturan yang memungkinkan bertindak untuk memenuhi kebutuhan.

  Metode ini pun mempunyai kelebihan dan kekurangan, meliputi: 1)

  Kelebihannya adalah: a.

  Memberi kesempatan siswa berinisiatif secara bebas.

  b.

  Sanksi yang diberikan berdasarkan akibat perbuatan yang dilakukan.

  2) Kekurangannya adalah: a.

  Kehidupan sosial siswa cenderung cemas dalam menghadapi situasi baru yang ditemui.

  b.

  Sikap dan tingkah laku menjadi tidak terkendali karena siswa tidak mengerti batasan-batasan norma, sehingga cenderung menjadi agresif dan anti sosial (Hurlock, 1992:66).

  Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa disiplin otoriter kurang baik diterapkan pada SMP di Jepara. Hal tersebut terkait kebebasan tanpa adanya pengarahan dan bimbingan.

  c) Disiplin Demokratis

  Pendekatan disiplin demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek hukuman. Sanksi atau hukuman dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar tata tertib. Akan tetapi, hukuman yang dimaksud sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik.

  Disiplin demokratis berusaha mengembangkan disiplin yang muncul atas kesadaran diri sehingga siswa memiliki disiplin diri yang kuat dan mantap. Oleh karena itu, bagi yang berhasil mematuhi dan menaati disiplin, kepadanya diberikan pujian dan penghargaan.

  Disiplin demokratis, kemandirian dan tanggung jawab dapat berkembang. Siswa patuh dan taat karena didasari kesadaran dirinya. Mengikuti peraturan-peraturan yang ada bukan karena terpaksa, melainkan atas kesadaran bahwa hal itu baik dan ada manfaatnya.

  Metode ini pun mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu: 1)

  Kelebihan a. Siswa menjadi orang bertanggung jawab di dalam sikap dan tingkah lakunya.

  b.

  Siswa akan mampu mengembangkan diri menjadi individu yang patuh terhadap norma lingkungan tanpa harus kehilangan sifatnya sebagai individu yang memiliki pendapat dan prinsip sendiri.

  c.

  Siswa akan dapat menghargai pendapat, prinsip dan hak- hak orang lain.

  2) Kekurangan a.

  Proses komunikasi lama karena perlu dialog.

  b.

  Pengambilan keputusan tidak dapat segera.

  c.

  Peluang penyimpangan norma yang sudah berlaku makin besar (Hurlock, 1992:53).

  Ketiga macam metode disiplin tersebut di atas, metode disiplin demokratis adalah yang paling tepat untuk diterapkan di sekolah dengan alasan adanya toleransi dan saling pengertian serta mempunyai akibat yang positif bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa. Dan pada metode disiplin demokratis ini lebih menekankan pada aspek edukasi dari disiplin dari pada aspek hukuman, sehingga siswa mampu mengembangkan dirinya dan bertanggung jawab serta dapat menghargai pendapat, prinsip dan hak-hak orang lain.

  Selain bentuk-bentuk disiplin di atas, terdapat pula tiga jenis disiplin, yaitu disiplin fisik, disiplin simbolis, dan disiplin normatif (Lewis, Ramon., 2006:136).

  1. Disiplin Fisik; di mana perilaku muncul jika ada pihak kedua secara fisik disegani atau ditakuti sehingga seseorang harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan. Contohnya seorang anak akan rajin melaksanakan shalat jika disuruh dan secara fisik diawasi oleh orang tuanya atau gurunya. Dalam hal ini anak mungkin sudah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan shalat dengan baik, namun belum mempunyai kesadaran dan kemauan.

  2. Disiplin Simbolis; perilaku yang didasarkan akan kesadaran terhadap tata tertib yang harus ditaati. Karena ada ketentuan yang harus ditaati maka ia akan mentaatinya, baik adanya pengawasan atau tidak ia akan tetap konsisten dengan ketaatannya. Sebagai contoh ketaatan seorang anak terhadap aturan tata tertib sekolah, seperti harus datang tepat waktu, mengikuti kegiatan ko-kurikuler, atau kegiatan lainnya yang telah diatur dalam tata tertib sekolah. Perilaku taat disini karena adanya aturan yang harus ditaati. Contoh lain lagi seperti ketaatan jalanan, seperti tanda larangan berhenti, larangan parkir dan sebagainya, mereka akan mematuhi tata tertib tersebut karena adanya tanda-tanda tata tertib tersebut dan jika mereka melanggarnya maka mereka akan mendapatkan sanksi.

  3. Disiplin Normatif; merupakan perilaku yang didasarkan pada kesadaran tertinggi akan substansi nilai dan hakikat dari suatu perilaku, mengapa hal ini harus dilakukan dan hal yang itu harus ditinggalkan.

  Disiplin inilah yang merupakan peran pendidkan agama yang berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan anak didik, sehingga nilai-nilai agama ini mampu mendorong untuk berperilaku yang terpuji dan menjauhi perilaku tercela, anak didik mempunyai motivasi intrinsik untuk berbuat yang utama tanpa harus didorong-dorong dan diawasi atau diancam. Sebagai contoh dari disiplin normatif ini adalah dimana seorang anak yang benar-benar mengikuti tata tertib atau peraturan yang ada di sekolah karena kesadaran yang timbul dalam dirinya untuk mematuhi peraturan tersebut, tanpa takut akan hukuman atau sanksi yang ada di dalam peraturan tersebut.

  Contoh lain yang lebih luhur daru nilai disiplin normatif adalah Rabi’ah al-Adawiyah, ia adalah seorang yang dalam hidupnya yang diberikan orang lain kepadanya. Dia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan mengabdikan seluruh hidupnya bukan didasarkan pada cinta semata. Namun lebih dari itu, ia telah merasakan betapa Allah merupakan bagian dari kebutuhan yang paling penting dalam hidup dan dirinya. Dia adalah sosok teladan yang baik dalam melaksanakan ajaran Islam, tekun beribadah sehingga mempunyai batin yang luar biasa. Karena itulah maka segala tindakan, perilaku yang terdapat dalam dirinya adalah segala hal yang terbaik, yang jauh dari segala perbuatan maksiat dan segala godaan duniawi, yang mengetahui akan nilai-nilai ukhrawi, tanpa perlu adanya pengawasan secara fisik maupun simbolis, karena dia telah mengetahui dan menyadarinya secara spiritual.

  c. Signifikansi dan Manfaat Kedisiplinan Pimpinan Sekolah Kedisiplinan yang dibangun oleh pimpinan sekolah akan sangat berdampak pada sikap dan kebiasaan disiplin guru PAI dan siswa.

  Ketika pimpinan sekolah terbiasa bersikap disiplin maka stake holders yang berada di lingkungannya akan melakukan kedisiplinan yang sama.

  Oleh karena itu kedisiplinan pimpinan sekolah sangat bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya yaitu guru, pegawai dan murid. Adapun secara rinci manfaat kedisiplinan pimpinan sekolah adalah sebagai berikut:

  2) guru-guru lebih bertanggungjawab 3) murid-murid lebih rajin belajar 4) pegawai sekolah lebih rajin bekerja 5) semua unsure sekolah lebih aktif dan inovatif.

3. Hasil Belajar PAI a.

  Pengertian Hasil Belajar PAI Hasil belajar mempunyai arti hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dsb) ( Poerwadarminta, 1980:768). Terkait dengan belajar berarti hasil yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan atau mengerjakan proses belajar mengajar berupa simbol angka.

  Hasil belajar erat kaitannya dengan evaluasi dan penilaian dalam belajar PAI. Ada yang beranggapan, bahwa penilaian hanya suatu bagian kecil dalam proses pendidikan, yang menyatakan bahwa penilaian sama artinya dengan pemberian angka atas prestasi belajar siswa. Padahal makna penilaian sangat luas dan merupakan bagian sangat penting dalam upaya mengetahui hasil pendidikan. Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar., sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa (Oemar Hamalik, 2009:159).

  Untuk melandasi tentang belajar penulis akan menyampaikan beberapa dasar Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Sebagai dasar yang dipergunakan dalam pembahasan masalah pembelajaran adalah menunjuk pada ayat Al-Qur'an surat Al-Mujadalah ayat : 11 yang berbunyi sebagai berikut :

  

مُكَل ُ َّاللَّ ِحَسْفَي اىُحَسْفاَف ِسِلاَجَمْلا يِف اىُحَّسَفَت ْمُكَل َليِق اَذِإ اىُىَمَآ َهيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

تاَجَرَد َمْلِعْلا اىُتوُأ َه يِذَّلاَو ْمُكْىِم اىُىَمَآ َهيِذَّلا ُ َّاللَّ ِعَفْزَي اوُزُشْواَف اوُزُشْوا َليِق اَذِإَو

   ٌزيِبَخ َنىُلَمْعَت اَمِب ُ َّاللََّو

  

) ۱۱ ( :

ةل د اجملا .

  Artinya :"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "

  Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan (kepadamu) : "Berdirilah, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

  (Q.S. Al Mujadalah : 11) ( Departemen Agama RI, kerjakan".

  1989:910)

  Menurut Tafsir Al-Muyassar, ayat di atas menerangkan, bahwa jika kita ingin menjadi orang yang tinggi derajatnya dihadapan manusia, maka kita harus mempunyai ilmu pengetahuan dan untuk dapat memiliki ilmu pengetahuan yaitu dengan belajar ilmu pengetahuan tersebut. Jadi belajar merupakan sesuatu hal yang wajib dilakukan oleh setiap manusia didalam rangka menjalani kehidupan di dunia. Belajar yang dimaksud adalah mencari ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum, karena ketika kita hidup didunia dan akhirat, maka kita membutuhkan kedua ilmu pengetahuan tersebut.

  Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad saw, juga disebutkan tentang pentingnya belajar yang berbunyi sebagai berikut : .

  يراخبلا ياور .ملعتلاب ملعلا امواو .ًمهفي ازيخ ًب الله د زي هم

  (Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, t.t : 27) Artinya : “ Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah

  akan memahamkan (menunjukkan) kebaikan itu padanya. Dan sesungguhnya ilmu itu hanya bisa diperoleh dengan belajar

  ”. (HR. Bukhari)

  Dari hadis tersebut di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah merupakan kunci pokok menuju jalan keberhasilan. Tanpa belajar kita tidak akan memperoleh apa-apa. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan minat belajar yang kuat. Kerena dengan minat belajar yang kuat, maka belajar akan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Banyak hal yang dapat diperoleh dengan belajar terutama dalam menguasai ilmu pengetahuan. Lagi pula hampir semua ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan belajar.

  Di depan telah banyak dikemukakan berbagai pendapat tentang pengertian belajar. Kalau kita perhatikan dari sekian banyak definisi mengenai belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli didik akan tampak ada suatu unsur yang sama pada setiap definisi, yaitu perbuatan belajar mengandung arti perubahan dalam diri seseorang yang melakukan perbuatan belajar. Orang yang telah melakukan belajar tidak sama keadaannya dengan sebelum ia melakukan perbuatan belajar.

  Hakikat proses belajar bertitik tolak dari suatu konsep bahwa belajar merupakan perubahan perbuatan melalui aktifitas, praktik, dan hereditas dan lingkungan. Hereditas adalah bawaan sejak lahir seperti bakat, abilitas, inteligensi, sedangkan aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah orang dewasa sebagai unsur, manusia yang menciptakan lingkungan, yakni guru dan orang tua (Oemar Hamalik, 2009:55).

  Perubahan tersebut dapat diartikan bahwa seseorang setelah melakukan suatu perbuatan belajar mungkin lebih pandai menyesuaikan diri terhadap pergaulan dilingkungannya. Demikian pula halnya dalam memanfaatkan alam sekitarnya, atau ia dapat berbicara lebih baik dan pandai atau mungkin dapat melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan yang positif dibandingkan dengan tindakan dan perbuatan yang negatif sebelum ia belajar.

  Ada enam macam ciri-ciri perubahan tingkah laku orang yang telah belajar, yaitu: a.

  Perubahan yang terjadi dilakukan secara sadar, artinya setiap individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan dalam dirinya.

  b.

  Perubahan hasil belajar bersifat kontinyu dan fungsional yaitu perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan dinamis.

  c.

  Perubahan dalam diri orang yang belajar bersifat positif dan aktif, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

  d.

  Perubahan hasil belajar bersifat permanen. Artinya perubahan tingkah e.

  Perubahan hasil belajar bertujuan dan terarah kepada perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

  f.

  Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Jika seseorang belajar tentang sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya (Abyan Amir,1996:97).

  b.

  Ranah Hasil Belajar PAI Hasil belajar PAI meliputi tiga ranah yaitu :

  1) Hasil pengetahuan Merupakan hasil belajar PAI yang berupa hasil pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk angka-angka. Dalam hal ini hasil belajar PAI lebih ditekankan pada penguasaan materi- materi pelajaran yang bersifat pengetahuan.

  2) Hasil belajar keterampilan Merupakan hasil belajar PAI yang berupa hasil penguasaan konsep-konsep yang berdampak pada keterampilan melakukan perbuatan belajar dari konsep-konsep pengetahuan yang sedang dipelajari.

  3) Hasil belajar sikap Yaitu hasil belajar yang berupa sikap seseorang terhadap perbuatan belajar dari materi pelajar an yang telah diterima oleh siswa. Dimana sikap ini melekat pada diri seorang siswa yang

  Adapun mengenai tujuan-tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan dengan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedang tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu : tercapai karena siswa ”menghidupi” (to live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu seperti contohnya, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain. Semua itu lazim diberi istilah nurturant effects. Jadi guru dalam mengajar harus sudah memiliki rencana dan menetapkan strategi belajar- mengajar untuk mencapai instructional effects, maupun kedua- duanya.

  Dari uraian di atas, dapat dirangkum dan ditinjau secara umum tujuan belajar sebagai berikut: 1) Untuk mendapatkan pengetahuan. 2) Penanaman konsep dan ketrampilan. 3) Pembentukan sikap (Sardiman, 1992:28).

  c.

  Indikator Hasil Belajar PAI Hasil belajar PAI dapat dilihat dari indikator-indikator dalam tiga ranah belajar yang dapat dipaparkan sebagai berikut:

  1) siswa mendapatkan nilai PAI mengalami peningkatan

  3) siswa hafal terhadap konsep pengetahuan tentang materi pelajaran 4) siswa memiliki keterampilan melakukan aktivitas tertentu 5) siswa memiliki konsep berupa sikap tertentu yang menjadi kebiasaan melakukan tindakan.

  Mengapa di dalam belajar diperlukan aktivitas? Sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Sebagai rasionalitasnya hal ini juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.

  Frobel mengatakan bahwa ”manusia sebagai pencipta”. Dalam ajaran agama pun diakui bahwa manusia adalah sebagai pencipta kedua (setelah Tuhan). Secara alami anak didik memang ada dorongan untuk mencipta. Anak adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam.prinsip utama yang dikemukakan Frobel bahwa anak itu harus bekerja sendiri. Dalam dinamika kehidupan manusia, maka berfikir dan berbuat sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga dalam belajar sudah barang tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan itu, berfikir dan berbuat. Seseorang yang telah berhenti berfikirdan berbuat perlu diragukan eksistensi kemanusiaannya. Ilustrasi ini menunjukkan penegasan bahwa dalam belajar sangat memerlukan kegiatan berfikir dan berbuat.

  Montessori juga menegaskan bahwa anak-anak itu memiliki akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

  Dalam hal kegiatan belajar ini, Rouseau memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis.

  Ilustrasi ini diambil dalam kasus dan lingkup pelajaran ilmu bumi. Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORI - PENGARUH KEBIASAAN SHALAT BERJAMA’AH DAN KEBIASAAN MEMBACA AL-QUR’AN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PAI SISWA KELAS VII DI SMPN 1 NGANTRU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 56

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MODEL TUTORIAL TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMP

0 0 9

KEDISIPLINAN GURU DALAM MENGAJAR PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PAI SISWA KELAS II MAN I SALATIGA TAHUN 2007/2008 - Test Repository

0 0 92

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN INTERNET DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PAI PADA SISWA SMP TRISULA SRUMBUNG DAN MTs MUHAMMADIYAH 1 SRUMBUNG KABUPATEN MAGELANG TAHUN PELAJARAN 20162017

0 0 65

PENGARUH PERSEPSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU PAI SMP DI KOTA SALA TIGA TAHUN 2017 - Test Repository

0 2 142

BAB II - PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU, KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DAN EFIKASI DIRI SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PAI KELAS VIII DI SMP SE-KECAMATAN DAWE TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

1 2 41

PENGARUH KOHESIVITAS KELOMPOK DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI GURU PAI SMP DI KABUPATEN KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 10

PENGARUH KOHESIVITAS KELOMPOK DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI GURU PAI SMP DI KABUPATEN KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 1 32

PENGARUH KOHESIVITAS KELOMPOK DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI GURU PAI SMP DI KABUPATEN KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 16

PENGARUH KOHESIVITAS KELOMPOK DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI GURU PAI SMP DI KABUPATEN KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 1 9