ANALISIS BORAKS DALAM LEGENDAR YANG BEREDAR DI KOTA MAGELANG SKRIPSI
ANALISIS BORAKS DALAM LEGENDAR YANG BEREDAR
DI KOTA MAGELANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi Oleh :
Eulalia Puji Febri K NIM : 018114146
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
Bila Badai Putus Asa Menerjang
Ketika semua serba salah, sebagaimana biasanya,
Ketika jalan yang kau tempuh terasa mendaki,
Ketika uang semakin tipis, sedangkan hutang melilit,
dan ingin tersenyum, tetapi kau terpaksa mengeluh,
Ketika urusan terasa membebanimu, istirahat kalau perlu.
Tetapi jangan berhenti.
Hidup ini aneh bila tanpa lekuk dan liku, seperti yang kadang kita
alami.
Banyak kegagalan yang kita jumpai,
ketika semestinya berhasil, ada saja yang menghalangi;
Namun jangan menyerah, kendati gerak maju nampak lambat,
Siapa tahu berhasil pada usaha berikutnya.
Keberhasilan adalah sisi lain dari kegagalan,
seperti tinta perak di balik awan keraguan,
dan kalau kau tak pernah tahu seberapa dekat tujuanmu
mungkin sudah dekat ketika bagimu terasa jauh; maka tetaplah
berjuang,
bahkan ketika hantaman semakin keras.
Ketika segalanya nampak sangat buruk, kau tetap tak boleh
berhenti.
JANGAN PUTUS ASA
(by Clinton Howell) Kupersembahkan karya ini untuk: Bapak dan Ibuku, sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku Almamaterku yang kubanggakan
Semua yang kukasihi
INTISARI
Boraks atau natrium tetraborat merupakan bentuk garam dari asam borat yang sering terdapat dalam garam bleng. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1168/Men.Kes/Per/X/1999 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/Men.Kes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan mencantumkan bahwa penggunaan asam borat dan senyawanya dalam makanan telah dilarang oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya boraks dalam legendar yang beredar di Kota Magelang.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental. Analisis boraks dalam legendar dilakukan secara kualitatif dengan melakukan uji nyala api, uji biru gliserol bromotimol, uji kertas kunyit, dan dengan metode spektrofotometri visibel. Pada uji nyala api, sampel dikatakan mengandung boraks jika memberikan nyala api berwarna hijau. Untuk uji biru gliserol bromotimol, sampel yang mengandung boraks akan memberikan warna larutan kuning setelah ditambahkan gliserol, sedangkan pada uji kertas kunyit, kertas akan berwarna coklat-kemerahan. Metode spektrofotometri dilakukan dengan penentuan
operating time , serapan maksimal, dan pengukuran serapan sampel.
Dari 14 sampel legendar yang ada di kota Magelang, diperoleh hasil bahwa pada uji nyala api sebanyak 71,43% sampel mengandung boraks. Pada uji biru gliserol bromotimol sampel yang mengandung boraks sebanyak 92,86%, sedangkan pada uji kertas kunyit semua sampel mengandung boraks. Pengukuran serapan sampel yang dilakukan secara spektrofotometri menunjukkan hasil bahwa semua sampel mempunyai nilai serapan yang berbeda-beda.
Kata kunci: boraks, legendar
ABSTRACT
Borax or sodium tetraborates is a salt from boric acid which found in bleng. In Regulation of Minister for Public Health of Republic of Indonesia Number: 1168/MenKes/Per/X/1999 about change to the Regulation of Minister for Public Health of Republic of Indonesia Number: 722/MenKes/Per/IX/88 on food additives, mention that usage of boric acid and this compound in food have been prohibited by government. This research aimed to know existence of borax in legendar which sold in Magelang city.
This research is a non experimental research. The analysis of borax in legendar conducted qualitative with flame test, blue glicerol bromotimol test, turmeric paper test, and Spectrofotometric visible method. At flame test samples contain borax if giving greenish flame. For blue glicerol bromotimol test, samples contain borax will give the colour of solution yellow after enhanced gliceroland at turmeric paper test, the chromatic paper of red brownish. Spectrofotometric visible method conducted with determination of operating time, maximal wavelength, and measurement of absorption samples.
From 14 legendar samples in Magelang city, obtained result that 71,43% sample contain borax at flame test. At blue glicerol bromotimol test 92,86% sample contain borax and at turmeric paper test all samples contain borax. Measurement absorption samples at Spectrofotometric visible method showed that every sample has a different value of absorbment.
Key words: borax, legendar
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Yesus Kristus atas curahan berkat dan kasihNya yang melimpah sehingga penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul: “Analisis Boraks dalam Legendar yang Beredar di Kota Magelang” dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm), Program studi Farmasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memotivasi dan memberi saran hingga selesainya skripsi ini, terutama kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan selama penelitian dan penyusunan skripsi, serta kesabarannya selama penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini.
5. Staf laboratorium Kimia Farmasi yaitu Pak Prapto, Pak Mukmin, Mas Parlan, dan Mas Kunto yang selalu membantu dan menemani selama penelitian.
6. Mba’ Lia, Mba’ Santi, Mba Titin, Nana ‘meri’, Nana, Niken dan Theo di delji kost yang selalu memberikan bantuan dan semangat yang tidak pernah berhenti.
7. Suryo dan Gigih, makasih atas bantuan dan dorongannya.’Clekopan’ kalian sangat menghibur dan menyemangatiku. Mas Seno makasih pinjeman laptopnya sewaktu ujian.
8. Lini, sahabat dan temen seperjuanganku di Lab makasih atas kesabaran, dan bantuannya. Semangat darimu sangat berarti buatku.
9. Sahabatku Eliya, semangat dan bantuan moril darimu menjadi penuntun dikalaku sedang jenuh.
10. Sahabatku Vani, Lia, dan Putut atas semangat, bantuan, dan persahabatan selama ini.
11. Teman-teman angkatan 2001 kelas C khususnya kelompok F atas kebersamaannya dalam suka maupun duka selama kuliah.
12. Temen-temen P3W Perpustakaan Paingan: Robert, Lini, Iin, Yoga, Nesti, Kho-Kho, Wanti, dan Iyan, atas kekompakan, semangat dan cerita-ceritanya selama kita di perpustakaan.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penelitian maupun penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk saran dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam bidang kimia analisis, khususnya analisis makanan dan juga bagi yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
halaman HALAMAN JUDUL................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................... v
INTISARI.................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................ vii
PRAKATA................................................................................................ viii DAFTAR ISI............................................................................................. x DAFTAR TABEL..................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvi BAB I PENGANTAR .............................................................................
1 A. Latar Belakang ....................................................................................
1 1. Permasalahan .............................................................................
3 2. Keaslian Penelitian .....................................................................
4 3. Manfaat Penelitian .....................................................................
4 B. Tujuan Penelitian .................................................................................
5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .....................................................
6 A. Legendar ..............................................................................................
6
1. Deskripsi Legendar ....................................................................
6 2. Proses Pembuatan Legendar ......................................................
6 B. Bahan Tambahan Makanan .................................................................
7 1. Pengertian Bahan Tambahan Makanan .....................................
7 2. Manfaat Bahan Tambahan Makanan ........................................
8 3.
10 Bahan Pengenyal Makanan .......................................................
C. Peraturan Perundang-Undangan ..........................................................
10 D. Boraks ....................................................................................................
12 1. Boraks ..........................................................................................
12 2. Asam Borat ..................................................................................
13 3.
14 Kegunaan Boraks .........................................................................
4. Toksisitas Boraks ........................................................................
15 E. Isolasi Boraks .........................................................................................
17 F. Identifikasi Boraks ..................................................................................
18 1.
18 Uji Nyala Api ...............................................................................
2. Uji Kertas Kunyit .........................................................................
19 3. Uji Perak Nitrat ............................................................................
19 4.
19 Uji Barium Klorida ......................................................................
5. Uji Manik-boraks ........................................................................
20 6.
20 Uji Asam p-Nitrobenzena-azo-Kromotropat ...............................
7. Uji Biru Manitol Bromotimol ......................................................
20 G. Spektrofotometri Visibel ........................................................................
21 H. Keterangan Empiris ................................................................................
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
26 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................
26 B. Variabel dan Definisi Operasional .........................................................
26 1. Variabel Penelitian .......................................................................
26 2. Definisi Operasional ....................................................................
26 C. Bahan Penelitian ....................................................................................
27 D. Alat Penelitian ......................................................................................
27 E. Tatacara Penelitian ................................................................................
28 1. Pengambilan Sampel ....................................................................
28 2. Pengarangan Sampel ....................................................................
28 3.
28 Pengabuan Sampel .......................................................................
4. Preparasi Pereaksi ........................................................................
28 5.
29 Analisis Kualitatif Boraks dalam Sampel ....................................
6. Analisis Hasil Uji Boraks .............................................................
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
32 A. Cara Pengambilan Sampel .....................................................................
32 B. Proses Pengarangan Sampel ...................................................................
32 C. Proses Pengabuan Sampel ......................................................................
33 D. Analisis Kualitatif Boraks Dalam Sampel .............................................
33 1.
34 Uji Nyala Api ...............................................................................
2. Uji Biru Gliserol Bromotimol ......................................................
37 3. Uji Kertas Kunyit .........................................................................
39 4.
41 Spektrofotometri Visibel ..............................................................
E. Analisis Hasil ..........................................................................................
45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
46 A. Kesimpulan ............................................................................................
46 B. Saran .......................................................................................................
46 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
47 LAMPIRAN ...............................................................................................
51 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................
66
DAFTAR TABEL
halaman Tabel 1. Hasil uji nyala api ..................................................................
35 Tabel 2. Hasil uji biru gliserol bromotimol ..........................................
38 Tabel 3. Hasil uji kertas kunyit ............................................................
41 Tabel 4. Data pengukuran serapan sampel ...........................................
44
DAFTAR GAMBAR
halaman Gambar 1. Struktur natrium tetraborat ..................................................
12 Gambar 2. Struktur ion borat dalam boraks ..........................................
13 Gambar 3. Reaksi pembentukan etil borat ............................................
34 Gambar 4. Diagram hasil uji nyala api .................................................
36 Gambar 5. Reaksi pembentukan kompleks asam borat gliserol ...........
38 Gambar 6. Diagram hasil uji biru gliserol bromotimol .........................
39 Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks boro-kurkumin .................
40 Gambar 8. Diagram hasil uji kertas kunyit ...........................................
41 Gambar 9. Spektrogram Operating Time menggunakan spektrofotometer UV-Vis ....................................................
42 Gambar 10. Spektrum panjang gelombang maksimum kompleks boro- kurkumin menggunakan spektrofotometer UV-Vis ............
43
DAFTAR LAMPIRAN
halaman Lampiran 1. Daftar tempat pengambilan sampel...................................
51 Lampiran 2. Peraturan Perundang-Undangan ......................................
52 Lampiran 3. Spektrum serapan Operating Time ..................................
57 Lampiran 4. Spektrum panjang gelombang serapan maksimal kompleks boro-kurkumin .................................................
58 Lampiran 5. Spektrum serapan sampel pada panjang gelombang sinar tampak ..............................................................................
59
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Legendar atau yang juga biasa disebut gendar ataupun puli merupakan
makanan tradisional yang terbuat dari beras. Biasanya legendar digunakan sebagai makanan camilan di pagi hari. Legendar dapat dijadikan sebagai camilan karena harganya relatif murah dan mudah ditemui di pasar terutama di pasar tradisional.
Di kota Magelang, legendar diproduksi oleh industri rumah tangga dan langsung dijual kepada konsumen di pasar-pasar tradisional. Pada umumnya legendar dijual bersama dengan ketan, cenil, serta lopis dan disajikan dengan kelapa yang diparut dan larutan gula merah.
Pada pembuatan legendar, sering ditambahkan garam bleng yang di dalamnya mengandung boraks. Boraks merupakan salah satu jenis bahan berbahaya, sehingga dilarang untuk ditambahkan dalam makanan.
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan pokok dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari bahan tambahan makanan digunakan oleh produsen makanan sebagai bahan pembantu dalam pengolahan pangan. Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk memperbaiki karakter makanan supaya kualitasnya meningkat. Penggunaan bahan tambahan makanan, tentunya tidak terlepas dari aspek-aspek pemilihan atau penetapan, pembelian, aplikasi, cara mendapatkannya, ketersediaan bahan tambahan makanan, dan peraturan pemerintah mengenai bahan tambahan makanan. B
Boraks (Na
2 B
4 O 7 .10H 2 O) merupakan bentuk garam dari asam borat.
Boraks berfungsi sebagai pengawet dalam makanan dan kosmetik, namun paling sering digunakan dalam makanan supaya kualitasnya menjadi lebih baik. Selain itu boraks juga mempunyai sifat fisik lain, yaitu menimbulkan efek kenyal yamg khas pada adonan sehingga dapat dihasilkan produk makanan dengan sifat fisik yang lebih bagus dan tahan lama.
Penambahan boraks pada makanan dilakukan karena beberapa alasan diantaranya adalah cara tersebut murah, bahan kimianya mudah diperoleh di pasaran, pengerjaannya relatif mudah, pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun, dan tidak menimbulkan efek negatif seketika (Anonim, 2006). Meskipun boraks dilarang keberadaannya dalam makanan namun sesungguhnya boraks merupakan zat yang penting dalam industri kaca dan keramik. Boraks seharusnya digunakan sebagai antiseptik untuk pemakaian luar badan (Daintith, 1997).
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah melarang penggunaan boraks dalam makanan. Larangan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1168/MenKes/Per/X/1999 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MenKes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 1999 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan tersebut mencantumkan bahwa asam borat dan senyawa turunannya adalah salah satu dari sepuluh jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan.
Boraks dilarang ditambahkan dalam makanan karena dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 472/Menkes/Per/V/1996 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan, boraks merupakan bahan berbahaya yang bersifat racun dan karsinogenik.
Menurut Food and Drug Administration (2006), asam borat dan boraks memiliki sifat toksikologi yang serupa sehingga dari studi yang dilakukan diketahui bahwa asam borat memiliki nilai toksisitas akut menyerupai boraks. Menurut Goldfrank et al. (1986), meskipun saat ini keracunan kronis jarang terjadi namun boraks yang terakumulasi dalam tubuh dapat menimbulkan pengaruh buruk, bila menyerang susunan syaraf pusat akan menyebabkan depresi, kekacauan mental, dan pada anak-anak kemungkinan akan menyebabkan retardasi mental. Boraks yang merupakan zat kimia berbahaya selain bersifat racun juga memiliki sifat karsinogenik.
1. Permasalahan
Permasalahan yang muncul adalah apakah para produsen legendar di kota Magelang masih menggunakan garam bleng yang mengandung boraks dalam pembuatan legendar?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh yang diketahui oleh penulis, analisis boraks dalam legendar yang beredar di kota Magelang untuk mengetahui ada tidaknya boraks dalam legendar yang beredar di kota Magelang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian adanya boraks dalam kerupuk nasi yang beredar di Kabupaten Bantul pernah dilakukan oleh Yohanes Sutoyo (2004), penelitian tentang analisis boraks sebagai pengawet dan pengenyal dalam lontong dari produsen di kota Yogyakarta pernah dilakukan oleh Liniati G (2006).
Selain itu Hari Utomo (1995) juga pernah meneliti adanya boraks didalam pentol bakso yang beredar di Malang.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan usaha produksi pangan rakyat yang aman bagi kesehatan b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kepada masyarakat bahwa pembuat legendar yang beredar di kota Magelang cenderung menggunakan bleng yang mengandung boraks dalam membuat legendar. Selain itu, dengan memberikan penyuluhan kepada para produsen legendar, diharapkan dapat membantu mencegah atau mengurangi penggunaan boraks sehingga timbulnya gangguan-gangguan kesehatan secara meluas dalam masyarakat sebagai akibat dari mengkonsumsi boraks yang terkandung dalam bleng menjadi sedikit.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks dalam legendar yang beredar di kota Magelang. Untuk mengetahui ada tidaknya boraks dalam legendar dilakukan uji secara kualitatif yaitu dengan uji nyala api, uji biru gliserol bromotimol, dan uji kertas kunyit. Selain itu untuk menegaskan uji kualitatif tersebut dilakukan pengujian secara spektrofotometri visible .
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Legendar 1. Deskripsi Legendar Legendar merupakan produk basah yang diperoleh dari hasil olahan
beras. Legendar dikenal dengan istilah lain yaitu gendar maupun puli. Pembuatan legendar dilakukan oleh industri rumah tangga yang biasanya bersifat turun- temurun. Sebagai makanan tradisional yang sudah ada sejak lama, legendar masih menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk digunakan sebagai camilan terutama saat pagi hari.
Penyajian legendar biasanya dengan lopis, cenil, dan ketan kemudian di atasnya diberi taburan parutan kelapa dan larutan gula merah (Anonim, 2005).
2. Proses Pembuatan Legendar
Legendar dibuat dengan cara beras ditanak sampai setengah matang kemudian diberi garam bleng yang telah dilarutkan dalam air dan dicampur rata kemudian ditanak lagi hingga matang. Setelah itu dimasukkan kedalam tenggok atau bakul yang sudah dilapisi dengan daun pisang, kemudian dilumatkan sampai lumat dan permukaannya diratakan. Setelah dingin, daun pisang baru bisa dilepaskan (Moertjipto,1993).
B. Bahan Tambahan Makanan 1. Pengertian bahan tambahan makanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 722/MenKes/Per/IX/88 pengertian bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas suatu makanan baik yang mempunyai nilai gizi maupun yang tidak mempunyai nilai gizi, yang digunakan secara sengaja ditambahkan dalam makanan pada proses produksi makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen yang mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Anonim,1989a).
Eddy Setyo Mudjajanto, Dosen departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan. Tujuannya, untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat (Indriasari L,2006).
Bahan tambahan makanan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan dalam makanan dan bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ada dalam makanan. Pada umumnya bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan dalam makanan berfungsi untuk meningkatkan daya tahan, meningkatkan nilai gizi, menjadikan makanan lebih menarik (Sakidja,1998). Bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ditambahkan dalam makanan dapat berupa residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi.
2. Manfaat bahan tambahan makanan
Dalam dunia modern saat ini, bahan tambahan makanan akan sangat mudah ditemui dalam berbagai macam produk yang dikonsumsi. Secara teknis, penggunaan bahan tambahan makanan diperlukan untuk produk-produk makanan olahan, misalnya untuk membantu proses pengolahan, memperpanjang masa simpan, memperbaiki penampilan dan cita rasa, serta pengaturan keseimbangan gizi (Wijaya, 2000).
Penggunaan bahan tambahan makanan pada produk pangan terikat pada norma-norma yang harus dipatuhi secara moral. Bahan tambahan makanan yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, antara lain: dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, dan menarik bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan.
Tujuan penambahan bahan tambahan makanan secara umum adalah untuk: (1) meningkatkan nilai gizi makanan, (2) memperbaiki nilai sensori makanan, (3) memperpanjang umur simpan makanan, dan (4) memproduksi makanan untuk kelompok konsumen khusus. Penggunaan bahan tambahan makanan dibenarkan apabila: (1) dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan, (2) tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan, (3) tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan, dan (4) tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.
Penggunaan zat tambahan dalam makanan mempunyai fungsi yang beragam. Zat tambahan dapat membantu kestabilan dalam penyimpanan makanan seperti membuat awet dan membuat menarik dari tempat awal produksi sampai pada tempat pemasaran. Bahan pangan butuh zat tambahan karena dipengaruhi oleh banyak faktor kondisi lingkungan misalnya perubahan temperatur, oksigen, dan pencemaran mikroorganisme (Buckle, dkk, 1986).
Menurut Eddy Setyo Widjajanto, fungsi bahan tambahan makanan antara lain untuk mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan, dan membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, serta lebih enak di mulut. Bahan tambahan pangan juga digunakan untuk memberi warna dan aroma agar menarik dan meningkatkan kualitas mutu makanan (Indriasari, L. ,2006).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 bahan tambahan makanan dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu: (1) antioksidan, (2) anti kempal, (3) pengatur keasaman, (4) pemanis buatan, (5) pemutih dan pematang tepung, (6) pengemulsi, pemantap, dan pengental, (7) pengawet, (8) pengeras, (9) pewarna, (10) penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa, dan (11) sekuestran.
Melihat luasnya fungsi bahan tambahan makanan, tampaknya memang sulit untuk lepas sama sekali dari penggunaannya. Hal ini terlihat pada sering terjadinya kasus-kasus yang merugikan, dimana bahan tambahan makanan digunakan pada situasi yang seharusnya tidak diperlukan, penggunaan yang berlebihan dan penggunaan bahan-bahan yang dilarang (Wijaya, 2000).
3. Bahan pengenyal makanan
Menurut Hari Utomo (1995), bahan pengenyal merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan efek kenyal pada bahan makanan atau makanan. Bahan pengenyal yang digunakan dalam pengolahan makanan harus aman sehingga tidak menimbulkan masalah terhadap kesehatan. Sodium polifosfat dan karboksi metil selulosa atau CMC merupakan contoh bahan pengenyal yang biasa digunakan dalam industri makanan. Selain itu dapat juga digunakan guargam dan karagenan yang berasal dari rumput laut sebagai bahan pengenyal.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan dan Perundang-Undangan yang terkait dengan penelitian ini antara lain Undang-Undang RI Nomor: 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam Undang-Undang ini khususnya pasal 21 ayat (3) mencantumkan bahwa makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan dan disita untuk dimusnahkan. Jika melanggarnya maka akan dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta rupiah. Namun untuk produsen makanan dan minuman seperti industri rumah tangga belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Dalam Undang-Undang RI Nomor: 7 tahun 1996 tentang pangan, pada
pasal 10 mencantumkan bahwa produsen pangan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang. Pada
Peraturan Pemerintah RI Nomor: 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan mencantumkan bahwa produsen pangan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang.
Mengingat masyarakat sebagai konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan serta perlindungan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 8 tahun 1999 tentang Perlinduingan Konsumen pasal 4, maka sesuai pasal 8 ayat (1)a pemerintah mengatur bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut, seperti tercantum dalam pasal 62 ayat (1) dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak dua miliar rupiah.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya, dalam lampiran I peraturan ini boraks termasuk salah satu dari tiga ratus empat puluh delapan bahan berbahaya yang bersifat racun dan karsinogenik. Terkait dengan sifat racun dan karsinogenik yang dimiliki boraks maka pemerintah mengaturnya sebagai salah satu bahan yang dilarang untuk ditambahkan dalam makanan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.
D.
Boraks
1. BoraksO O O Na O B B B B O O N a
O Gambar 1. Struktur natrium tetraborat
Boraks atau natrium tetraborat merupakan serbuk hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar diudara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Mempunyai sifat larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Anonim,1995).
Menurut Encyclopedi Britanica dan Encyclopedi Nasional Indonesia, kata boraks berasal dari kata Arab, yaitu bouraq, dan istilah Melayunya tingkal, yang berarti putih, merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air. Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu jenis senyawa kimia alami yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O). Beberapa jenis borat jarang ditemui, dan terjadi hanya pada daerah tertentu saja, sebaliknya beberapa diantaranya, misalnya boraks, kernile dan colemanite, secara komersial ditambang untuk pembuatan boraks, asam borat serta berbagai garam boron sintetis (Winarno dan Rahayu, 1994).
Boron merupakan unsur yang jarang terdapat dalam kerak bumi, tetapi banyak dijumpai sebagai deposit dalam senyawa garamnya, yaitu boraks, kernite, dan kolemanit. Struktur ion borat sesungguhnya lebih rumit dari formula yang dinyatakan tersebut. Misalnya, boraks sesungguhnya tersusun oleh ion
2-
[B
4 O 5 (OH) 4 ] (gambar 2) ; jadi, formula boraks tersebut lebih merupakan
penyederhanaan dari Na
2 [B
4 O 5 (OH) 4 ] ·8H2O (Sugiyarto, 2001).
H
O
H B O O B O B O O O OB
H O H Gambar 2. Struktur ion borat dalam boraks (Sugiyarto, 2001) 2.Asam Borat
Asam ortoborat atau sering diringkas sebagai asam borat dapat diperoleh dari hidrolisis boron halida menurut persamaan reaksi:
3
2 (l)
BX
3 H O
- (s)
3 (s)
H BO (aq)
3
3 HX Asam borat berupa padatan putih yang sebagian larut dalam air. Asam ini juga dapat diperoleh dari oksidasi unsur boron dengan larutan hidrogen peroksidáşµ30%). Dalam larutan air bersifat asam mono lemah dan bukan bertindak sebagai donor proton melainkan sebagai asam Lewis, misalnya
menerima OH menjadi [B(OH)
4 ] menurut persamaan reaksi: H
3 (s) 2 (l ) 4 (aq) (aq) B(OH) + H O [B(OH) ]
- (Sugiyarto, 2001).
3 BO 3 ), asam piroborat (H
2 B
4 O 7 ) dan asam metaborat (HBO 2 ).Asam ortoborat
adalah zat padat kristalin yang putih, yang sangat sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 100 C, akan diubah menjadi asam metaborat dan pada 140 C dihasilkan asam piroborat.
Bentuk garam dari asam borat yang berasal dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Berbeda dengan bentuk garam dari asam borat yang berasal dari logam- logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan amonium klorida. Sebagai contoh, natrium tetraborat atau boraks merupakan garam dari asam borat yang larut dalam air (Vogel, 1979).
B
3. Kegunaan boraks
Boraks merupakan garam natrium Na
2 B
4 O 7 ·10H
2 O, yang banyak
digunakan diberbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu dan keramik. Di samping itu, boraks juga digunakan untuk industri makanan, seperti dalam pembuatan mie, lontong, ketupat, bakso, bahkan juga untuk pembuatan kecap (Winarno dan Rahayu, 1994).
Boraks dan asam borat banyak digunakan dalam dunia farmasi dan pertanian. Bahan kimia tersebut mempunyai efek bakteristatik dan fungistatik.
Keduanya lazim digunakan sebagai antiseptik untuk pemakaian luar badan atau antiseptik di toilet. Salap asam borat yang berkhasiat sebagai antiseptik dibuat pada pH 5,1. Larutan asam borat juga digunakan sebagai larutan pencuci mata.
Untuk maksud ini, larutan 3,5% asam borat dicampur dengan air dengan volume yang sama. Larutan boraks gliserin 10 % digunakan sebagai obat sariawan.
Gliseroboric acid terbentuk melalui pembebasan tiga molekul air dari reaksi antara gliserin dan asam borat dengan sejumlah molekul yang sama pada suhu 140 C – 150 C (Soine dan Wilson, 1957).
4. Toksisitas boraks
Senyawa borat dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan pencernaan atau absorbsi melalui kulit yang luka atau membran mukosa. Absorbsi ini berlangsung cepat dan sempurna, sedangkan absorbsi pada kulit yang normal tidak cukup untuk menimbulkan keracunan (Olson, 1994). Dalam lambung, boraks akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala keracunannya pun sama dengan asam borat. Setelah diabsorbsi akan terjadi kenaikan konsentrasi dan ion borat dalam cairan serebrospinal, konsentrasi tertinggi akan ditemukan dalam jaringan otak, hati, dan lemak (Mujamil, 1997).
Boraks atau asam borat dapat diabsorpsi malalui saluran pencernaan, dapat pula berpenetrasi melalui permukaan kulit yang tipis (lecet karena gesekan), jaringan granulair, cairan jaringan dan melalui membran muka. Kurang lebih 50% dari jumlah yang terabsorpsi diekskresikan melalui air kencing selama 12 jam, sedangkan sisanya diekskresi selama 3-7 hari atau lebih.
Asam borat dan senyawanya dalam pemakaian sedikit dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kumulatif pada lemak, hati, otak, testis dan ginjal. Dalam tubuh manusia dan hewan akumulasi dapat terjadi karena senyawa borat tidak termetabolisme. Ikatan boron-oksigen yang kuat dari asam borat tidak mampu dipecah oleh tubuh karena untuk memecahnya dibutuhkan energi yang sangat besar sehingga senyawa borat tetap dapat terakumulasi meski 50% dapat dikeluarkan lewat urin (Food and Drug Administration, 2006).
Efek toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia, sianosis, delirium, koma, dan kematian (Anonim, 1996c).
Tanda dan gejala akut (jangka pendek) yang muncul bila terpapar boraks adalah sebagai berikut : bila terhirup/inhalasi, dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dengan batuk-batuk dan dapat diabsorbsi menimbulkan efek sistemik seperti badan merasa tidak enak (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastro entritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala. Bila kontak dengan kulit, dapat menimbulan iritasi pada kulit dan dapat diabsorbsi melalui kulit yang rusak. Bila kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata memerah dan rasa perih.
Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan rasa tidak enak (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastro entritis disetai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala (Anonim, 2003).
Boraks dan asam borat yang terkandung dalam bleng memberikan reaksi yang lemah terhadap bakteri, sehingga pemakaiannya harus relatif banyak. Asam borat dan boraks sebanyak lebih dari 5 gram pada setiap kilogram berat badan dapat menyebabkan kematian bagi bayi, 5-10 gram pada setiap kilogram berat badan menyebabkan kematian anak kecil dan 15-20 gram pada setiap kilogram berat badan menyebabkan kematian bagi orang dewasa (Renawati, 1989).
E.
Isolasi Boraks
Isolasi boraks dalam suatu contoh bahan dapat dilakukan dengan mengabukan bahan uji. Terlebih dahulu bahan dipanaskan dengan menggunakan kompor hingga menjadi arang. Arang yang berwarna hitam kemudian diabukan dengan menggunakan tungku pengabuan. Abu mengandung material kasar yang secara umum terdapat dalam sisa bahan yang tertinggal setelah pembakaran. Abu ini biasanya mewakili garam anorganik yang secara alami terbentuk, atau ada karena dicampurkan sebagai bahan tambahan untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, abu yang dihasilkan dari proses pengabuan bisa digunakan sebagai dasar pendugaan, identifikasi, dan informasi yang berhubungan dengan pencampuran bahan anorganik (Glenn and Jenkins, 1967).
Proses pengabuan dapat dikerjakan secara langsung (pengabuan kering), secara tidak langsung (secara basah) atau secara konduktometri. Prinsip pengabuan secara langsung adalah dengan mengoksidasikan semua senyawa
o
organik pada suhu tinggi, sekitar 500-600
C. Pengabuan secara tidak langsung dilakukan dengan cara memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum pengabuan. Cara ini umumnya digunakan melalui digesti sampel dalam usaha penentuan trace element dan logam-logam beracun. Prinsip pengabuan secara konduktometri terjadinya proses disosiasi konstituen mineral (Christian, 2003).
Menurut Christian (2003), pengabuan kering tanpa bantuan bahan kimia biasa dilakukan terhadap material biologis dan material organik. Pengabuan kering biasanya dilakukan pada temperatur tinggi (400–700
C). Selanjutnya Price (1972), menegaskan bahwa pengabuan kering tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur yang mudah menguap, seperti: raksa, arsen, timah, antimon, dan molibdenum.
Sejumlah abu atau sisa dari proses pembakaran suatu bahan merupakan ukuran banyaknya material anorganik atau pengotor yang ada bersama material organik. Senyawa anorganik pada umumnya memiliki titik uap yang lebih tinggi daripada senyawa organik. Hal ini menyebabkan material anorganik sulit dipindahkan dalam proses pemurnian (Glenn dan Jenkins, 1967).
F.
Identifikasi Boraks
Identifikasi boraks dalam suatu sampel dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Secara kualitatif dapat dilakukan uji nyala api dan juga dengan reaksi warna. Uji-uji kualitatif yang dapat dilakukan antara lain: 1.
Uji nyala api
Jika sedikit boraks dicampurkan dengan 1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml metanol atau etanol dalam sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan; alkohol akan terbakar dengan dengan nyala yang pinggirannya hijau, hal ini disebabkan oleh pembentukan metil borat B(OCH
3 ) 3 atau etil borat
B(OC
2 H 5 ) 3 . Kedua ester ini beracun.
2. Uji kertas kunyit
Jika sehelai kertas kunyit dicelupkan ke dalam suatu larutan borat yang diasamkan dengan asam klorida encer, lalu dikeringkan pada 100 C, kertas ini menjadi coklat-kemerahan. Kertas dikeringkan paling sederhana dengan melilitkannya sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2–3 menit. Setelah kertas dibasahi dengan larutan natrium hidroksida encer kertas menjadi hitam-kebiruan atau hitam-kehijauan
3. Uji perak nitrat
Jika sedikit boraks ditambahkan larutan perak nitrat akan terbentuk endapan putih perak metaborat (AgBO ), yang larut baik dalam larutan amonia
2
encer maupun dalam asam asetat. Dengan mendidihkan endapan dengan air, endapan dihidrolisis sempurna, dan diperoleh endapan coklat perak oksida.
Endapan coklat perak oksida dihasilkan langsung dalam larutan-larutan yang sangat encer.
4. Uji barium klorida
Jika boraks ditambahkan dengan larutan barium klorida maka akan terbentuk endapan putih barium metaborat (Ba(BO ) ); endapan akan larut dalam
2
2
reagensia yang berlebihan, dalam asam-asam encer, dan dalam larutan garam- garam amonium.
5. Uji manik-boraks
Boraks yang telah dijadikan bubuk, bila dipanaskan dalam tabung pijar, atau di atas sebatang kawat platinum, akan mengembang banyak sekali, dan lalu menyusut, meninggalkan suatu keping kaca yang tak berwarna dari garam anhidratnya (Daintith, 1997).
6. Uji asam p-nitrobenzena-azo-kromotropat
OH OH
2 O N N N
3
3 SO H HO S
Borat menyebabkan reagensia yang semula berwarna lembayung-biru menjadi biru-kehijauan. Zat pengoksid dan fluorida akan mengganggu, hal ini dikarenakan terbentuknya boronfluorida-boronfluorida. Zat-zat pengoksid, termasuk nitrat dan klorat, dibuat tak mengganggu dengan menguapkan bersama hidrazina sulfat padat, sedangkan fluorida dapat dihilangkan sebagai silikon tetrafluorida dengan menguapkannya dengan asam silikat dan asam sulfat (Vogel, 1979).