RITUAL ETU MASYARAKAT KAMPUNG OLAEWA FLORES 1978 – 1981

  RITUAL ETU MASYARAKAT KAMPUNG OLAEWA FLORES 1978 – 1981 SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

  Program Studi Ilmu Sejarah

  Disusun Oleh Kriwirinus Yosida Kalvaristo 024314021 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  Persembahan

  Skripsi Ini Saya Persembahkan Buat:

  

Tuhanku Yesus Kristus, yang sangat baik dan penuh kesetiaan yang tinggi

terhadap saya. Karena kasihnya dan kebesaran kuasanyalah saya bisa

menyelesaikan Skripsi. Banyak halangan, rintangan yang mencoba menerjang

saya, tak kuasa saya menahan derita ini, namun karena kepasrahan yang saya

serahkan kepadanya dan atas doa darinya yang memberikan kesabaran bagi

saya, halangan, rintangan yang mencoba menerjang saya luntur berkat

kekuatan Tuhanku Yesus Kristus. Thanks Tuhan....

  Kedua orang tuaku: Hyasintus. Proklamasi Maxi Ebutho dan Yohanna Fransiska Sarjumiyati yang selalu memberikan doanya, mengajarkan bagaimana pentingnya hidup, bagaimana memberikan cinta kasih, dan bagaimana hidup dengan kesederhanaan, bagaimana menahan rasa gengsi yang tinggi. Terimakasih, I Love You Papa, I Love You Mama.

  Adikku Yohanes Baptista yang sangat jenius. Makasih ya dek atas segala nasehat, doamu, kesabaranmu. Tanpa kamu saya tidak akan bisa seperti sekarang ini.

  My Sweet Girls ”Maria Magdalena Wijayanti/White Pig” yang selalu setia menungguku dan sabar membimbingku, kemarahanmu adalah kekuatanku, kasihmu adalah surgaku, kesabaranmu adalah cahaya hidup bagiku. Bapak, Ibuku di Wonosobo yang selalu menasehatiku layaknya orang tuaku sendiri, terimakasih atas semuanya.

  Almamater saya yang saya cintai, kebanggaan yang takkan pernah saya lupakan sampai kapanpun: Fakultas Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

THANKS YOU ALL

  MOTTO: ” Takkan Ada Yang Tak Mungkin BisaJika Kita Bisa Berkata Bisa”

  

Pernyataan Keaslian Karya

  Skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertentu yang dijadikan sumber.

  Penulis bertanggungjawab penuh atas kebenaran fakta-fakta berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini.

   Yogyakarta,8 Desember 2007

  Penulis

  Kwirinus Yosida Kalvaristo

  

ABSTRAK

  Penulisan Skripsi dengan judul: “Ritual Etu Masyarakat Kampung Olaewa Flores 1978-1981”, berusaha mendeskripsikan dan menganalisa mengenai perkembangan ritual Etu yang dipegang teguh oleh masyarakat adat di kampung Olaewa ketika masyarakatnya sampai bermukim di wilayah kawasan pemukiman yang baru sebagai dampak dari akibat adanya gerakan program pada tahun 1978 oleh Gubernur NTT Band Boi, untuk kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat dan pada tahun 1981 masyarakat menempati kawasan yang dijadikan perkampungan bagi masyarakat adatnya.

  Latar belakang masyarakat adat di kampung Olaewa melaksanakan ritual Etu, proses pelaksanaan ritual dan sejauhmana kontribusinya ritual terhadap masyarakat adat, yang semuanya akan dijelaskan dengan mendeskripsikan dan juga menganalisiskannya. Teori yang akan digunakan dalam menganalisis fenomena di atas adalah dengan menggunakan teori fungsional milik Bronislaw Malinowski, sedangkan metode yang digunakan adalah pengumpulan data, analisis data dan penulisan.

  Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah masyarakat yang menghuni kampung Olaewa merupakan masyarakat yang memiliki tradisi untuk menghargai orang lain sekaligus memiliki rasa saling menghormati, masyarakat adat sadar bahwa sebagai komunitas yang baru sudah seharusnya memperkenalkan diri kepada masyarakat di luar komunitas mereka. Ritual Etu menjadi pegangan hidup bagi masyarakat adat, adanya ritual Etu bagi masyarakat pendukungnya mendapatkan kontribusinya dengan menciptakan eksistensi kepada masyarakat luas serta pandangan yang positif sebagai masyarakat yang berbudi luhur dan memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat, ikatan hubungan kekeluargaan yang mereka tanamkan tidak dapat digeser oleh kekuatan modernisasi.

  

ABSTRACT

  The thesis with the title “Ritual Etu of society in village Olaewa Flores 1978- 1981”, tried to describe and analyze about Etu tradition development that the society of Olaewa Village when their people lived in the new village as the results of program movement in 1978 by Band Boi, Governor of NTT, for the welfare of all the aspect of society in 1981 the society lived in the place which is made as the new settlement for their society.

  The background of society in Olaewa village did the Etu ritual as a proces and how it contributes to the society will be explained by describing and analyzing it. The theory which is used to analyze the “fenomena” is by using the fungsional theory by Bronislaw Malinowski, the method which is used is collecting the data, analyzing the data and finally writing it.

  The conclusion which can be draw from this experiment is the society who lived in Olaewa village are society who have tradition to appreciate other people the society realize as the new community introduced them selves to a new society outside their community, that they must explain they are a society who was a brief history. Etu tradition for gets its reward from get thing its contribution from the existension of this society in the other society’s eyes as a people with history and tradition, has a high collaborative connection with each other that can’t be destroyed by the effect of modernization.

KATA PENGANTAR

  Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas jalan yang diberikannya, cintanya, pertolongan dan kasihnya, penulis berhasil mewujudkan impian dan cita-cita selama ini dengan menyelesaikan skripsi dengan judul: “Ritual Etu Masyarakat Kampung Olaewa Flores 1978-1981”.

  Penulis menghaturkan rasa hormat kepada bapak Hery Santosa yang dengan segala kesabaran dan ketelitian yang dimilikinya, bersedia memberikan bimbingan kepada penulis. Selaku ketua Program Studi jurusan Ilmu Sejarah walaupun dengan kesibukan dan waktunya yang cukup padat, beliau membimbing dan mengoreksi skripsi ini hingga terwujud. Terimakasih atas nasehat, saran, dan motivasi yang bapak berikan.

  Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari peran pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan baik berupa moril maupun materil, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis juga ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada:

1. Para dosen-dosen sejarah karena mereka saya bisa seperti sekarang, kepada Bapak

  Aji Sampurno (Indonesiana), SRL, Bapak Sandiwan Suharso, Almarhum Bapak G. Moedjanto, Teuku Ibrahim Alfian, Romo Baskara Tulus Wardaya (PUSdEP).

  SJ, Bapak H. Purwanto, Bapak Budiawan, Romo Banar. SJ, Bapak St. Sunardi, Ibu Susilawati Endah Peni, Bapak Anton Haryono, Ibu Lucia Yuningsih, Bapak Manu.

  2. Kepada keluarga besar masyarakat kampung Olaewa bapak Pius Dhay Gu, bapak Piet, dan semua pihak yang sudah memberikan waktunya.

  3. Bapak Band Boi yang sudah meluangkan sedikit waktunya, terimakasih.

  4. Bapak Bupati Piet Nuwa Wea, terimakasih.

  5. Kepada keluarga besar saya, keluarga mama : Kakekku, Almarhum Nenek, bu Tutik dan om Mamat, bu Rita dan om Sigit, bude Tri, bu Yanik dan om Wayan, tante Yanti dan om Agus, tante Yuni, tante Ani, om Santo Rawaseneng, bude saya yang ada di Rawaseneng, keluarga dari papa: om Rama, om John, om Piter, om Sensi, tante Diana, mama Ida, mama Devi, mama As(almarhum), om Fensi, Nenek Felix Feto Wea, nenek Pius Dhay Gu, nenek Piet Lengi, nenek Piet, om Oskar, keluarga kampung Olaewa, keluarga Kelimado, keluarga kampung Boawae, dan semua keluarga besar lainnya, terimakasih atas doa dan kesabaran serta dorongannya.

  6. Saudara-saudaraku, Kakak-kakakku, Adik-adikku; Hanes, Nanang, Dira, Indah, Yoga, Singgih, Fajar, Lucky, Wikmon, Valdo, Nastri, Billy, Tedi, Ade, Tris, Kak Mira, Ebi, Karin, Manda, Lia, dik Lia, Mbak Siska, Ino, Ivan, Ririn, Meri, dek Lia, kak Betsi, kak Jane, Salmin, Bernard, Gede, Yuce, Serly, mbak Siska, kak Venny, kalian semua penyemangatku, terimakasih atas doa dan dukungannya.

  7. Untuk sahabat saya Tina terima kasih atas dorongannya.

  8. Mas Tri (sekretariat ilmu sejarah) terimakasih atas bantuannya.

  9. Kepada bapak Bupati Ngada Piet Nuwa Wea, bapak Band Boi.

  10. Special sangat special, yang hanya bisa aku temukan di Yogyakarta, teman seperjuangan angkatan 02 ilmu sejarah you’re My Best Friends; Gusty Yaser

  Arafat, Hendrik Eka Rama K, Daniel Dwi Nugroho, Sukarno, Erlangga Hari Murti (Elang), Markus Y, Iyus, Trex, Biba, Hananto, Eko Fibrianto, Teo (ada rokok), Yoan C, Agus Tabuni, Rogerio, Yohannes Vianey, Theodorus Noviardi, Heridawati, Vila, Devi, Rini, Feni S, Mamik, Nana, Margaretha Eva, Ratih, terimakasih untuk segalanya, ilmu maupun nasehatnya akan aku kenang dan aku coba tuangkan di dalam kehidupanku. Robert (sastra Indonesia), Agus (sastra Indonesia), Kentung (sastra Indonesia), teman KKN 32(Agnes, Danang, Rendeng, Rini, Lukas, mas Vincent, Murni, Afril)dan kelompok-kelompok Ngandong, Pak Lurah Ngandong”Pak Joko teman ilmu sejarah Icsmi, Teo, Ifa, Atik, Teo, Eric, Darwin, Bondan, Suster, Edy Pramana, Keke, Afda, Anggi, Yoga, Sundari, Dedi, Anong, Anggoro, Luperno, Ana, Nana, Max, Hafein, Eno, Mita, mbak Monik, Kae Hendrik (papi), pokoknya mulai dari angkatan 1999-2006 tanpa kalian semua saya tidak akan bisa seperti sekarang. Thanks Thanks

  11. Kos Holiwood, ketenangan, kedamaian, curahan hati yang tak terlupakan serta spirit yang kalian beri, Wawan, Salvan(wartawan kompas), Inus, Daniel, Nanto, kak Berno, Ale, mas Paul, Bima, Edi, untuk semuanya Thanks banget juga Nana&Bram..

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih terdapat banyak kekurangan kekurangan, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik untuk membangun sebuah karya yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

  Penulis

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN.................................................. .......................ii HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN........................................... .........................iv HALAMAN MOTTO.......................................................... ....................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................ ..........................vi ABSTRAK........................................................................... ........................... vii ABSTRACT...................................................................................... ............. vii KATA PENGANTAR.................................................................... ............ ..xi DAFTAR ISI....................................................................................................xii DAFTAR TABEL...........................................................................................xvi

  BAB I: PENDAHULUAN.................................................................... ............1 A. Latar Belakang Masalah....................................................... ...........1 B. Identifikasi Masalah...................................................................... ......6 C. Rumusan Masalah......................................................................... ......8 D. Tujuan Penelitian.......................................................................... ......8 E. Manfaat Penelitian........................................................................ ......9 F. Kajian Pustaka............................................................................. .....10 G. Landasan Teori............................................................................ ...13 H. Metode Penelitian.......................................................................... ...17 1. Pengumpulan Data................................................................. .....18 2. Analisis Data.............................................................................. .20 3. Penulisan........................................................... .........................21 I. Sistematika Penulisan............................. ........................................22 BAB II: KONDISI MASYARAKAT OLAEWA FLORES............................23 A. Gambaran Umum Pulau Flores...................................................... ....23

  1. Flores........................................................................................ ..23

  2. Lingkungan dan Masyarakat Flores....................................... .....25

  3. Religi....................................................................... ....................26

  4. Pola Perkampungan di Flores.......................... .......................28

  B. Sejarah Nagekeo................................................ ..............................30

  C. Asal-Usul Masyarakat Kampung Olaewa..................................... ..32

  1. Kondisi Sosial Masyarakat .........................................................32

  1.1. Orang Dhuge................................................................ ........32

  1.2. Latar Belakang.................................................................. ...32

  a. Tingkatan Gae atau Ata Kai.......................................... .....33

  b. Tingkatan Kuju Noe Walu Halo atau Ata Kisa........... .......34

  c. Tingkatan Ata Hoo.............................................. ...............34

  1.3. Sistem Kekerabatan ...............................................................35

  a. Kekerabatan dalam keluarga inti........................................35

  b. Kekerabatan dalam klan.....................................................35

  2. Sejarah Masyarakat Kampung Olaewa................................ . .......36

  D. Letak Wilayah Kampung Olaewa................................................. ....37

  E. Kondisi Mata Pencaharian Masyarakat Kampung Olaewa ...............39

  1. Kondisi Topografi .......................................................................39

  2. Mata Pencaharian Masyarakat Kampung Olaewa........................40

  F. Simbol-Simbol Adat Masyarakat Kampung Olaewa........................45

  BAB III: RITUAL ETU BAGI MASYARAKAT.. ........................................47 A. Ritual Etu Sebagai Adat .................................................................47 B.

  ..50 Ritual Etu Sebagai Penyeimbang Kehidupan Bermasyarakat.

  1. Ungkapan syukur ........................................................................56

  2. Pengikat masyarakat dengan kampung ........................................57

  C. Asal Mulanya Ritual Etu di Masyarakat ..........................................58

  1. Mitologi tentang ritual Etu .........................................................58

  2. Waktu dan tempat penyelenggaraan ............................................60

  3. Tahap-tahap pelaksanaan ..........................................................67

  BAB IV: KONTRIBUSI RITUAL ETU BAGI MASYARAKAT KAMPUNG OLAEWA 1978-1981................ .......................................................70 A. Kondisi Sosial Masyarakat Kampung Olaewa ..........................70 B. Modernisasi di Tengah-Tengah Masyarakat .............................74

  1. Perpindahan kampung tahun 1981 ........................................74

  2. Operasi Nusa Hijau (ONH), Operasi Nusa Makmur (ONM), dan Operasi Nusa Sehat (ONS) berintegrasi dengan budaya lokal............................................................................................... 77

  C. Dampaknya Ritual Etu Bagi Masyarakat Kampung Olaewa Secara Luas................................................................................................82

  1. Sadar akan pluralistik yang dimiliki masyarakat. ......................82

  2.Masyarakat diakui, dihargai, dan dihormati........................... ....84

  3.Menyatukan dan menumbuhkan semangat solidaritas antar warga masyarakat ............................................................................. .......87 D. Usaha Masyarakat Adat terhadap Eksistensi Ritual Etu... . .... ......93

  E. Nilai Positif Masyarakat Olaewa.......................................... ..........96

  BAB V: PENUTUP.................................................................................. ....103 A. Kesimpulan......................................................................... ..........103 B. Saran.................................................................................... .........105 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................107 LAMPIRAN......................................................................................... .........114 A. Lampiran 1: Gambar Peta Kabupaten Nagekeo B. Lampiran 2: Kronologis Bentuk dan Kondisi, dan Situasi Kampung Masyarakat Adat. C. Lampiran 3: Suasana masyarakat pada saat melaksanakan ritual Etu

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Beberapa penyebutan wujud Tertinggi orang Flores.............................27 Tabel 2. Beberapa altar atau tempat pemujaan orang Flores...............................28 Tabel 3. Curah hujan di kecamatan Boawae 2005...............................................39 Tabel 4: Gelar hubungan kekeluargaan dalam masyarakat Nagekeo..................92

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pepatah mengatakan bahwa sejarah berulang!!! Pernyataan ini tidak

  hanya menekankan pada peristiwa melainkan bentuk atau polanya. Sejarah cenderung berkaitan dengan kegiatan manusia di masa lalu. Sejarah mengandung dua unsur di dalamnya, yakni sejarah dalam arti subjektif dan sejarah dalam arti objektif. Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, bangunan yang disusun sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta-fakta yang terangkaikan dalam

  1

  menggambarkan suatu gejala sejarah baik di dalam proses maupun struktur, sedangkan sejarah dalam arti objektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwanya itu sendiri, yang merupakan proses sejarah dalam aktua litasnya, sehingga sejarah dikatakan berulang, disini mau menekankan bahwa sejarah dalam arti objektif, sedangkan seseorang harus bisa belajar dari sejarah, sehingga

  2

  hal ini akan lebih menunjuk sejarah dalam arti subjektif. Kesadaran akan sejarah merupakan sumber inspirasi serta aspirasi penting yang saling berhubungan karena keduanya sangat potensial untuk membangkitkan sense of pride (kebanggaan) dan sense of obligation (tanggungjawab dan kewajiban).

  Budaya lokal dengan segala masa lalunya menciptakan kesejahteraan sendiri bagi masyarakatnya. Sejarah sebagai rangkaian peristiwa masa lalu, 1 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodelogi Sejarah, PT Gramedia, 1990, hal.14. berperan aktif mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa kini dan masa yang akan datang, seperti Koentowijoyo dalam tulisannya mengatakan

  “sejarah menawarkan cara pandang yang kritis mengenai masa lalu, sehingga negara tidak akan terjebak pada archaisme dan makronisme, sekalipun kita berpijak pada jati diri 3 yang terbentuk di masa lampau sejarah kita”.

  Seandainya cara ini dilakukan dan dilaksanakan secara baik maka pembangunan dengan tujuan mencerdaskan bangsa dan sekaligus menciptakan ketertiban dunia sesuai pembukaan UUD 1945 akan berjalan sempurna.

  Situasi negara Indonesia yang akhir-akhir ini sering diwarnai berbagai konflik yang juga mengakibatkan hilangnya harta benda serta nyawa seperti peristiwa di daerah Ambon, Poso, dan Kalimantan, tentu saja merugikan pembangunan demi kesejahteraan bersama. Kasus yang terjadi tidak terlepas dari keseriusan peran pemerintah Indonesia dalam memahami kebudayaan masyarakat lokal sebagai potensi asli yang dimiliki yang mampu menyokong pembangunan Indonesia..

  Penulisan ini ingin membangkitkan sejarah kebudayaan masa lalu, sebagai identitas bangsa. Pembangunan di Indonesia yang ideal berlandaskan kebudayaan, sama halnya harapan Meutia Farida Hatta Swasono yang mengatakan:

  “perjalanan panjang hampir enam dasawarsa kemerdekaan Indonesia telah memberikan banyak pengalaman kepada warga negara tentang kehidupan berbangsa dan bernegara.

  Nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional belum dilandasi oleh suatu strategi budaya yang nyata, oleh karenanya kebudayaan nasional adalah sarana bagi kita untuk memberikan jawaban atas pertanyaan: siapa kita (apa identitas kita)? Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita? Watak bangsa semacam apa yang kita inginkan? Bagaimana harus mengukir wujud masa depan bangsa dan 4 3 tanah air kita?” Kuntowijoyo, Metodelogi Sejarah Edisi kedua, PT Tiara Wacana Yogya, 2003, hal.

  134. 4 Meutia Farida Hatta Swasono, Kebudayaan Nasional Indonesia:penataan pola pikir,

  Pertanyaan-pertanyaan di atas mengisyaratkan akan harapan mengenai kejelasan bangsa ini. Terkandung sebuah nilai di balik pernyataan diatas, agar menginginkan negara ini untuk sungguh-sungguh mengenali diri sendiri, dengan cara pemahaman akan sejarah kebudayaan. Menjadi PR (pekerjaan rumah) yang harusnya diselesaikan seluruh komponen lapisan masyarakat negara Republik Indonesia. Sudah saatnya bangsa ini bangkit, sudah saatnya bangsa ini bergerak,

  5

  caranya tidak lain melalui budaya. Mengenai siapa yang menjadi patner dari negara, dijelaskan oleh Jacob Burckhardt (1818-1897) bahwa negara tidak akan bisa melepaskan budaya seperti dalam karyanya Die Culture Der Renaissance in yang menuliskan “negara mempunyai hubungan dengan budaya, sebagai

  Italien

  pendorong munculnya bentuk budaya dan sebaliknya, negara adalah bagian dari

  6

  sistem budaya”, untuk itu kebudayaan penting untuk dikaji. Sejarah kebudayaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah umum, sisi kebudayaan dapat memberikan solusi yang tepat bagi kemajuan perkembangan bangsa dan negara. Joseph H. Greenberg menulis:

  “sejarah kebudayaan adalah bagian dari sejarah umum, mengenai perkembangan- perkembangan histories bangsa-bangsa yang belum mengenal tulisan, pada waktu 7 sekarang dan masa lampau”.

  Negara Indonesia dibangun atas dasar budaya, Kebudayaan Nasional Indonesia tidak lepas dari peranan kebudayaan lokal, salah satunya Flores yang merupakan salah satu daerah bagian timur wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  5 6 Sartono Kartodirjo, op.cit, hal. 195. 7 Ibid, hal. 117.

  Taufik Abdullah dan Abdul Surjomiharjo, Ilmu Sejarah dan Historigrafi: Arah dan Flores memiliki keanekaragaman budaya, hingga saat ini masih sering dijumpai upacara tradisional warisan masa lalu, yang mengandung nilai, ide dan semangat masyarakat. Ritual Etu masih dipahami oleh masyarakat yang tidak mengerti akan ritual ini sebagai sesuatu yang kejam, sadis, yang menggambarkan masyarakat adatnya, padahal Ritual Etu mengajarkan bagaimana rasa saling menghormati dan menghargai antar masyarakatnya.

  Kampung Olaewa merupakan daerah yang baru bagi masyarakat adat, masyarakat ini biasa juga disebut dengan orang Dhuge. Masyarakatnya sangat menghargai kebudayaan, sebagai warisan budaya leluhur Ritual Etu dilaksanakan secara sungguh-sungguh, dan penuh rasa hormat. Tidak sembarangan masyarakat dapat melaksanakan ritual ini, karena hanya masyarakat yang memiliki Peo, patung Bu’e Coo, dan sejarah masyarakat kampung yang jelas. Perpindahan kampung oleh masyarakat ke Olaewa menjadi sesuatu yang baru, masyarakat selama ini menetap di kampung yang memiliki sejarah dan ikatan emosionalnya yang jelas saat ini tinggal di kampung yang nyata-nyata tidak memiliki ikatan emosional, sebab dalam kebudayaan setempat oleh masyarakat dan kampung merupakan satu kesatua n. Menariknya Ritual Etu dilaksanakan justru tidak pada kampung yang memiliki kedekatan, ritual ini berada di tengah-tengah modernisasi.

  Masyarakat pada tahun 1978, oleh pemerintah daerah mencanangkan program Operasi Nusa Hijau, Operasi Nusa Makmur, dan Operasi Nusa Indah, menginginkan adanya kesejahteraan bagi masyarakatnya. Pada tahun 1981 wujud dari program tersebut ialah perpindahan kampung oleh masyarakat yang dikenal sebagai orang Dhuge.

  Kebudayaan tidak begitu saja muncul tanpa memiliki maksud dan tujuannya, beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur mempunyai konsep tertentu

  8

  tentang desa maupun kampung yang dianggap sebagai mahluk hidup , mengutip tulisannya Koentjaraningrat bahwa kebudayaan menurut ilmu antropologi adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka

  9

  kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar” , sama seperti masyarakat yang dikenal dengan orang Dhuge. Kampung yang baru tidak menyurutkan nilai kebudayaan Ritual Etu yang tetap dip ertahankan oleh masyarakat. Namun masyarakat mampu menciptakan ketentraman, suasana yang harmonis di antara mereka, dan kondisi ini menjadikan masyarakat adat setempat dikenal dan dihargai sebagai masyarakat yang benar-benar menghargai adat.

B. Identifikasi Masalah Masyarakat Kampung Olaewa adalah masyarakat pemegang kebudayaan.

  Ritual Etu merupakan warisan leluhur yang masih sampai saat ini terus dan tetap

  10

  dilaksanakan. Masyarakat kampung Olaewa sangat pemali atau terlarang apabila Ritual Etu ini tidak dilaksanakan, karena akan sangat berakibat bagi masyarakatnya khususnya lingkungan tempat tinggal mereka. Masyarakat masih 8 Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Timur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

  1977/1978, hal. 10. 9 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Penerbit Rineka Cipta, 1990, Jakarta, hal. 80. 10 Pemali maksudnya sesuatu yang tidak boleh dilanggar, apabila dilanggar maka akan merasa yakin bahwa Ritual Etu memiliki kekuatan yang luar biasa. Masyarakat merasa meyakini adanya kekuatan leluhur yang bekerja dalam segala kehidupan umat manusia, menurut keyakinan masyarakat, leluhur bermukim di sebuah gunung yang disebut Ebu Lobo.

  Ritual Etu merupakan sebutan masyarakat adat, terbentuknya ritual ini terkait dengan adanya penciptaan bumi dan langit. Ritual ini hanya boleh dilakukan di tengah kampung yang lengkap dengan simbol masyarakat adat kampung Olaewa, menunjukan bagaimana kampung, masyarakat, dan leluhur (diyakini berada di dalam simbol adat) bergabung dalam satu ikatan Ritual Etu. Masyarakat kampung Olaewa me miliki sejarah perkembangan hidupnya, masyarakat pola hidupnya masih sangat tradisional, kampung masih dianggap sebagai tempat bertemunya masyarakat dan leluhur, konsep leluhur, alam, merupakan ciri kehidupan masyarakat, karena masyarakat percaya bahwa keselamatan tidak terlepas dari unsur alam dan leluhur.

  Kondisi masyarakat Olaewa saat ini merupakan dampak dari arus modernisasi yang begitu kuat. Struktur rumah yang tadinya hanya beratapkan jerami, namun saat ini sudah memakai seng, dinding rumah yang dahulunya menggunakan bambu saat ini sudah memakai tembok yang berbahan dasar batako.

  Masyarakat bermukim di kampung yang baru tidak semata- mata begitu saja menetap, namun terjadi proses yang cukup panjang. Awalnya di kampung induk, baru kemudian bergeser di kampung yang baru yakni Kampung Olaewa, proses perpindahan dari kampung lama menuju kampung yang baru jarak waktunya cukup lama, sehingga tidak jarang masyarakat Kampung Olaewa disebut juga sebagai orang Dhuge sebab Kampung Dhuge pernah berjasa memberikan rasa aman dan juga yang lainnya adalah memiliki kedekatan emosional langsung dengan Kampung Dhuge. Kampung Olaewa dipengaruhi modernisasi, usulan pemerintah agar masyarakat pindah di kampung ini agar kesejahteraan semakin meningkat dan akses transportasi, kegiatan kantor, sekolah mudah dijangkau, sudah terjadi modernisasi, faktor yang sangat penting yang mempengaruhi manusia memiliki sikap modern adalah pendidikan, lingkungan kekotaan,

  11 komunikasi massa, dan negara nasional dengan segenap aparatnya.

  Ritual Etu juga dianggap sebagian masyarakat sebagai ritual yang sadis, tidak manusiawi dan memiliki ciri khas seperti komunitas kaum barbar, karenanya masyarakat dianggap pencitraan dari ritual ini, ada kalanya masyarakat yang tidak memahaminya sering dalam ritual ini terjadi perselisihan paham dengan anggota masyarakat lain, ritual Etu juga sering dianggap sebagai ritual yang hanya memboroskan uang dan cendrung masyarakat dikatakan sebagai masyarakat yang suka pesta-pesta dan royal, tidak jarang masyarakat dikatakan masyarakat yang suka akan kemewahan. Modernisasi yang begitu kuat masuk dalam kehidupan masyarakat, membawa dampak sosial yang besar, masyarakat menjadi individualistik, masyarakat mulai mengukur segala sesuatu atas dasar uang.

C. Rumusan Masalah

  Berdasarkan dari identifikasi permasalahan di atas, yang mampu dikaji adalah diantaranya:

  1. Apa yang melatarbelakangi masyarakat adat Kampung Olaewa melaksanakan Ritual Etu?

2. Bagaimana Ritual Etu dilaksanakan di masyarakat? 3.

  Sejauhmana kontribusi dari Ritual Etu bagi masyarakat Kampung Olaewa 1978-1981 ?

D. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian dalam tulisan skripsi mengenai “Ritual Etu Masyarakat Kampung Olaewa Flores 1978-1981” adalah untuk memahami, mengetahui, serta menganalisis apa yang menjadi latarbelakang Ritual Etu dilaksanakan oleh masyarakat kampung Olaewa dan juga untuk mencermati nilai-nilai yang terkandung di dalam Ritual Etu sehingga masyarakat begitu meyakini bahwa Ritual Etu sebagai suatu budaya yang harus dipertahankan. Selain itu juga untuk mengetahui sejauhmana Ritual Etu dapat menjadi sebuah budaya yang memiliki keunggulan serta bagaimana cara Ritual Etu mempertahankan dirinya di zaman yang modern. dan pendokumentasian Ritual Etu yang erat kaitannya

  Inventarisasi

  dengan keyakinan masyarakat setempat diharapkan dapat mendukung usaha-usaha pelestarian budaya dalam sejarah Kebudayaan Nasional Indonesia, dan juga berusaha memperkenalkan budaya daerah ini kepada daerah lain sehingga terjadi adanya komunikasi antar budaya pada masyarakat Indonesia yang majemuk.

  Penulisan mengenai sejarah kebudayaan lokal ini juga sekaligus sebagai referensi baru atau sebagai sumbangan data bagi penelitian-penelitian baru di masa mendatang, pada sisi lain tulisan ini tidak saja penting bagi diri sendiri melainkan juga penting bagi orang lain. Melalui tulisan ini diharapkan mampu mengkomunikasikan masyarakat luas agar memahami budaya lain. Penulisan sejarah kebudayaan jika tidak dimulai saat ini, maka sejarah-sejarah kebudayaan lokal sebagai kekuatan sejarah nasional negara Republik Indonesia akan hilang ditelan zaman.

E. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian kali ini ialah menambah suatu karya tulis ilmiah mengenai sesuatu peristiwa sejarah yang baru di Indonesia, khususnya mengenai peristiwa sejarah lokal ya ng berbudaya yang jarang diangkat ke dalam koleksi sejarah nasional. Dari karya tulis ini diharapkan mampu menjembatani informasi- informasi yang ada di daerah pulau Flores, khususnya kabupaten Nagekeo, dengan masyarakat yang tinggal di daerah luar pulau Flores.

  Sehingga pada akhirnya dengan mengerti dan mengetahui informasi tadi diharapkan mampu menjadikan perbedaan budaya tersebut menjadi sebuah keunikan dan menjadi sebuah ilmu yang sangat berarti demi kelangsungan negara Indonesia ke arah yang lebih baik dan mampu memberikan sumbangan pengetahuan informasi kepada pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan kearah yang lebih baik. Sehingga semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” menjadi selaras dengan prinsip-prinsip hidup bermasyarakat yang semakin lama saat ini terasa semakin mengkhawatirkan. Dengan belajar sejarah semakin mampu membawa negara Indonesia menjadi dewasa.

F. Kajian Pustaka

  Tulisan ini mencoba melihat permasalahan yang sangat berbeda dengan masalah- masalah yang sudah diangkat oleh sejarawan lainnya. Data yang di peroleh untuk menunjang penulisan ini melalui studi pustaka, beberapa literatur berupa buku, artikel, internet, dan hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat, adat, maupun pemerintahan.

  Topik yang akan dikaji oleh penulis sebenarnya merupakan hal yang baru, dimana selama penulis membaca buku-buku budaya maupun sejarah penulis belum menemukan tulisan mengenai apa sebenarnya Ritual Etu sehingga begitu besar kekuatannya.

  Sumber-sumber yang akan digunakan dalam pembuatan tulisan dengan judul “Ritual Etu Masyarakat Kampung Olaewa Flores 1978-1981”, masih sangat sulit dan sifatnya terbatas sehingga perlu mengadakan penelitian langsung. Sumber-sumber buku yang ada belum menceritakan secara lengkap mengenai ritual Etu.

  Ada beberapa buku yang sudah menuliskan mengenai sejarah kebudayaan Flores tepatnya di daerah Ngada (lokasi wilayah ini telah dimekarkan sehingga muncul daerah baru Nagekeo), namun untuk secara khusus tentang budaya Ritual Etu (hanya terdapat di wilayah Nagekeo) secara khusus belum ada. Buku-buku ini biasanya digunakan sebagai gambaran umum untuk melengkapi sumber yang lainnya.

  Buku tersebut antara lain ialah REBA: Ritual Budaya ”Tahun Baru” Masyarakat Ngada (Cultural Ritual ”New Year” Society of Ngada), buku ini menceritakan mengenai sejarah orang Ngada seputar ulasan mengenai budaya tradisional REBA secara umum, disamping itu berisi juga tentang event-event budaya tahunan. Oleh karena itu sifat buku ini lebih merupakan buku panduan bagi mereka yang ingin berkunjung dan melakukan perjalanan wisata ke daerah ini. Buku ini hanya sekedar menyoroti karakter kehidupan kebudayaan masyarakat Ngada.

  Buku lain adalah “Manusia dan kebudayaan di Indonesia” yang disusun oleh Koentjaraningrat, me nceritakan mengenai kebudayaan Flores yang di dalamnya memuat antara lain identifikasi wilayah kelompok suku di Flores, pola perkampungan, religi. Sehingga sifat buku ini terbatas hanya menjelaskan pola- pola geografis dan organisasi sosial.

  Ada juga buku yang berjudul “Peranan Hukum Pertanahan Dalam Pembangunan Daerah Otonom Ngada”, buku ini ialah sekumpulan makalah- makalah dari beberapa sarjana-sarjana yang mengadakan seminar mengenai masalah tanah yang diadakan di Bajawa, 21-23 januari 2002. Buku ini tidak menjelaskan secara mendetail mengenai ritua l Etu.

  Dari Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur(NTT), yang berjudul “Upacara Tinju Tradisional (ETU) Di Kelurahan Natanage Kecamatan Boawae Kabupaten Ngada”, pada buku yang satu ini ada kesamaan mengenai objek kajian yakni sama-sama mengkaji Ritual Etu, sehingga buku ini hanya sekedar mendeskripsikan tahap-tahap upacara budaya ini berlangsung.

  Pada sumber yang lain melalui internet dengan alamat situsnya, http://www.geocities.com/kapetmbay/event.htm,http://www.kompas.com/kompas cetak/0304/16/otonomi/259141.htm, isinya mengenai deskripsi tentang ritus tinju tradisional Etu yang diadakan selama setahun sekali dan tahap-tahapnya.

  Dalam penulisan skripsi ini dengan judul “Ritual Etu Masyarakat Kampung Olaewa Flores 1978-1981,” agak berbeda dengan tulisan yang sudah pernah di tulis oleh orang lain, ingin melihat bagaimana masyarakat adat begitu mempertahankan Ritual Etu hingga begitu sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Penulis berpendapat bahwa tidak ada budaya yang diciptakan tanpa memiliki fungsi yang bermanfaat bagi keberlangsungan pemilik kebudayaan yang bersangkutan.

G. Landasan Teori

  Perubahan kebudayaan di suatu masyarakat lebih disebabkan oleh masuknya kebudayaan asing. Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi manusia memiliki sikap modern adalah: pendidikan, lingkungan kekotaan,

  12

  komunikasi massa, negara nasional dengan segenap aparatnya. Sarjana antropologi budaya beranggapan hampir setiap observasi mengenai kebudayaan itu berarti mencatat fakta sejarah karena apa yang ada dalam suatu masyarakat merupakan produk dari apa yang telah manusia lakukan. Kebudayaan itu ada, hadir dalam masyarakat dan berubah lewat waktu, kebudayaan itu keluar dari

  13

  masa lalu, hadir pada masa kini, dan dilanjutkan pada masa yang akan datang, sebab masa sekarang tidak pernah terlepas dari masa lalu. Kaitan dengan Ritual Etu yang terjadi di masyarakat kampung Olaewa, menggunakan teori fungsional, 12 Prof. Harsojo, op.cit. menurut Malinowski fungsi diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan, dengan demikian pada akhirnya fungsi menjadi sesuatu yang melayani kehidupan dan kelanjutan hidup.

  Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Masyarakat tidak mungkin ada tanpa kebudayaan begitu sebaliknya kebudayaan hanya mungkin ada dalam satu masyarakat, hal tersebut di atas adalah dua pengertian kebudayaan dan masyarakat sebenarnya merupakan dua segi dari satu kenyataan kehidupan sosial manusia. Kondisi biologi dan psikologinya yang khusus, manusia harus mampu bekerjasama denga n manusia lain dalam ikatan masyarakat untuk dapat melangsungkan kehidupan jenisnya. Bronislaw Malinowski ialah tokoh yang memahami masyarakat melalui kebudayaan, yang mengemukakan bahwa semua unsur kebudayaan (cultural traits) merupakan bagian yang terpenting dalam masyarakat, karena unsur tersebut memiliki fungsinya, itu sebabnya setiap pola adat kebiasaan merupakan sebagian dari fungsi dasar dalam

  14

  kebudayaan, selanjutnya Bronislaw Malinowski mengatakan “dalam mencari kaidah-kaidah dalam masyarakat terdapat tiga masalah sebagai azas penting menurut pendekatan fungsional, yaitu (1) adakah sesuatu itu berfungsi; (2)

  15

  bagaimana sesuatu itu berfungsi; dan (3) mengapakah sesuatu itu berfungsi.” Malinowsi melihat bahwa masyarakat adalah gabungan dari sistem sosial yang sistemnya memuat unsur-unsur tentang kebutuhan dasar manusia yang harus

14 Museografia : Majalah Ilmu Permuseuman, 1985, Direktur Permuseuman Direktorat

  Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , hal. 55

  16

  dipenuhi. Kebutuhan dasar itu meliputi aspek-aspek yang menunjang kelangsungan kehidupan masyarakatnya, Ritual Etu merupakan bagian kekuatan masyarakat untuk dapat mengenali jati diri terutama asal-usul masyarakat sebagai komunitas yang memegang kebudayaan.

  Integrasi sosial menurut Durkheim ditemukan dalam pembagian kerja dalam masyarakat, yaitu semakin sama pembagian kerja dalam masyarakat semakin tinggi tingkat integrasi sosial, lebih lanjut Durkheim menguraikan dua tipe utama solidaritas, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

  Solidaritas mekanis yang berasal dari golongan masyarakat tradisional yang pembagian kerja dalam masyarakatnya masih rendah, norma-norma yang cendrung represif, dan masih adanya kesatuan sosial dalam tingkat yang tinggi. Solidaritas organik di sisi lain adalah sifatnya yang lebih maju, sebuah masyarakat industri dalam pembagian kerja yang begitu kompleks (tidak sama), meningkatnya hubungan kontrak (yang diikat dengan perjanjian) dan memiliki tingkat integrasi sosial yang lebih rendah. Dalam hal ini upaya kontrol individu menjadi lemah menuju suatu keadaan berkurangnya norma-norma yang lebih

  17

  tinggi dalam masyarakat. Durkheim mengatakan kekuatan sosial didasarkan pada pandangan kolektif yaitu berbagai bentuk kekuasaan yang bersandar pada struktur-struktur normatif dari kelompok tertentu selama kontrol itu diterapkan pada anggota kelompok melalui norma- norma ini. Ritual Etu merupakan norma yang dipegang oleh masyarakat, mampu mengontrol masyarakat dalam kehidupan sehari- hari, dalam kenyataan secara umum seluruh aspek struktur sosial termasuk 16 17 Ibid .

  Graham C. Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, penerbit

  18

  lembaga- lembaga bersandar pada sebuah sistem normatif masyarakat. Fungsi masing- masing kelompok sosial dalam masyarakat kampung telah ada, untuk mengatur kesejahteraan bersama, sebab prinsip masyarakat tradisional adalah kebersamaan

  Memahami gejala sosial ketika kampung berpindah ke kampung yang tidak ada kedekatan historis dengan masyarakat, agar memahami masalah membutuhkan teori Durkheim bahwa evolusi norma sosial didasarkan pada

  19

  kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam masyarakat , bahwa ikatan kekeluargaan tetap dipertahankan, solidaritas di antara suku-suku dalam kampung semakin menguat, terlihat kemasya rakatan, kehidupan bersama antara manusia ingin menunjukan adanya proses sosial dan relasi sosial. Proses sosial adalah cara interaksi sosial yang dapat dilihat apabila individu dan kelompok bertemu dan

  

20

  membentuk satu sistem relasi sosial, melihat masyarakat memakai sedikit konsep teori tradisi sosial (kemasyarakatan), menurut Herbert Spencer masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh dan berkembang sesuai dengan hukum- hukum evolusi alam, pada akhirnya proses alam yang menentukan masyarakat kampung Olaewa sebagai ikatan komunitas kekerabatan yang kuat.

  Subsistem ini mempertahankan masyarakat sebagai satu kesatuan utuh dalam sebuah perjalanan evolusi. Proses ini secara terus menerus berkembang jauh dari tingkat-tingkat baru sebagaimana ia berkembang dari masyarakat

  18 19 Ibid, hal. 89.

  Ibid.

  21

  primitif menuju masyarakat modern dan industri, teori struktural fungsional yang intinya tidak lepas dari sebuah usaha untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, dan teori psikologi sosial dimana mengadopsi dari Herbert Blumer bahwa bagi masyarakat baik secara individu maupun kelompok, telah disiapkan sebuah perbuatan yang berdasarkan makna- makna, yang objeknya terdiri atas dunia mereka, dijelaskan juga bahwa tindakan-tindakan sosial terus mengkonstruksikan sebuah proses yang para pelakunya mencatat, menafsirkan,

  22 dan menilai untuk menghadapi situasi mereka.

  Tersebarnya berbagai unsur kebudayaan ke berbagai wilayah, bermula dari suatu wilayah tertentu. Setiap unsur kebudayaan tidak berdiri sendiri dan terlepas satu sama lain, melainkan unsur-unsur kebudayaan saling mempengaruhi dan saling tergantung sama lain. Melalui studi kelompok sosial, akan mengerti bagaimana dan dengan cara apa manusia berprilaku di dalam kehidupannya. Manusia dalam kehidupannya telah membentuk apa yang disebut dengan masyarakat dimana di dalamnya terbagi ke dalam kelompok-kelompok sosial.

  Dalam hal ini ketika situasi modernisasi berkembang pesat, kebudayaan harus mampu berintegrasi dengan baik dan mampu berfungsi dengan baik.

  Masyarakat memegang ritual Etu sebagai senjata yang berarti dalam menangkis efek terburuk dari modernisasi.

21 Graham C. Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, penerbit Pustaka Setia Bandung, 2005, hal op.cit, hal. 83.

H. Metode Penelitian

  Tema yang akan diangkat tentang sejarah kebudayaan lokal “Ritual Etu Masyarakat Kampung Olaewa Flores 1978-1981,” maka menggunakan metode untuk melihat secara keseluruhan mengenai secara keseluruhan mengenai ritual adat ini. Metode sendiri merupakan cara, apabila dikaitkan dengan penelitian ini maka bagaimana caranya agar dalam perkembangan selanjutnya memperoleh hasil penelitian yang baik.

  Ritual Etu berada di Kabupaten Nagekeo dan lebih khususnya di Kampung Olaewa Kecamatan Boawae. Jarak antara Kampung Olaewa ke kota Kecamatan Boawae kurang lebih 8 km, berada di dataran tinggi. Masyarakat Kampung Olaewa hampir sebagian besar penduduknya masih menggantungkan sumber penghasilannya pada alam yakni bertani dan berladang, namun tidak sedikit juga yang menjual hasil bertaninya untuk dijual ke pasar, ada yang berbisnis, guru, atau pegawai negeri.

  Kebudayaan di daerah ini sangat unik, salah satunya adalah Ritual Etu, masyarakat yang hadir disambut oleh masyarakat pendukung Ritual Etu, masyarakat mempersilahkan masyarakat yang datang untuk makan di rumah masyarakat pendukung. Setiap rumah menyediakan makanan lebih untuk tamu yang hadir, seluruh lapisan masyarakat, kerabat keluarga, atau juga orang asing di layani dengan senang hati. Penelitian tentang penulisan ini menggunakan penelitian partisipan yakni sebagai peneliti terjun langsung di lokasi, berbaur bersama masyarakat sekaligus mengamati keseharian dalam kehidupan mereka selama mereka beraktivitas setiap harinya, dari pagi hingga malam hari. Sejarah tidak dapat hidup sendiri, karenanya sejarah menggunakan ilmu bantu dengan pendekatan yang dipakai adalah Antropologi. Terkait penulisan sejarah budaya, perlu menjelaskan secara terinci cara-cara apa saja yang dilakukan untuk memperoleh data akan diuraikan sebagai berikut:

  1. Pengumpulan data Sejarawan tidak pernah bisa melepaskan dari yang namanya data dan juga fakta dalam setiap penelitiannya. Untuk mendukung penelitian mengenai sejarah kebudayaan khususnya Ritual Etu dilakukan pencarian data, baik data primer maupun data sekunder. Data primer di dapat dengan berkunjung ke lokasi di daerah Flores tepatnya di Kabupaten Nagekeo Kampung Olaewa dengan wawancara para tokoh-tokoh masyarakat maupun tokoh adat Kampung Olaewa, wawancara dengan Bupati Ngada (tahun 1981 Kampung Olaewa masih dalam status wilayah Ngada tapi sekarang Nagekeo) yang terlibat langsung pada saat ritual ini dilaksanakan pada saat pindah kampung, dan mantan pejabat instansi seperti camat dan penilik kebudayaan Ngada. Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas (free interview). Hal ini dilakukan untuk memperoleh data dari sudut pandang masyarakat (emic), yakni kerangka mental yang dimiliki

  23