TEKNIK KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK PENYANDANG TUNARUNGU (Studi Deskriptif Teknik Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penyandang Tunarungu yang bersekolah di SLB 01 Kota Serang) - FISIP Untirta Repository

  TEKNIK KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK PENYANDANG TUNARUNGU

  

(Studi Deskriptif Teknik Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penyandang Tunarungu yang

bersekolah di SLB 01 Kota Serang)

  SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana (S-l )

  Pada Program Studi llmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan llmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  Oleh : Syifa Apriliyanti

  6662140778 KONSENTRASI ILMU HUMAS PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

  SERANG - BANTEN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan untuk mamah, papah, adik-adikku,

umi tersayang, ema dan appa tersayang.

  Ini sebagai pemenuhan janjiku pada keluarga tercinta.

Terima kasih karena selalu memberikan semangat dan do’a yang

  ABSTRAK

Syifa Apriliyanti. NIM 6662140778. Skripsi. TEKNIK KOMUNIKASI

ORANG TUA TERHADAP ANAK PENYANDANG TUNARUNGU (Studi

Deskriptif Teknik Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penyandang

Tunarungu yang bersekolah di SLB 01 Kota Serang). Pembimbing I: Andin

Nesia, M.I.Kom dan Pembimbing II: Ronny Yudhi Septa P, M.Si

  Manusia merupakan mahluk sosial, maka dari itu komunikasi menjadi bagian terpenting dalam hidup manusia. Jika dilihat dari sifatnya, komunikasi dibagi menjadi dua macam, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi tentu tetap harus dilakukan oleh penyandang tunarungu untuk mengutarakan perasaan yang sedang dirasakan. Orang tua yang memiliki anak tunarungu pun tetap harus melakukan interaksi dengan anaknya, maka dari itu dibutuhkan kemampuan khusus untuk dapat membuat komunikasi dipahami oleh kedua pihak. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana teknik komunikasi yang digunakan orang tua untuk berkomunikasi dengan anak penyandang tunarungu. Teori yang digunakan adalah teori akomodasi komunikasi dari Giles (1973). Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi. Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa orang tua menggabungkan teknik komunikasi verbal dan non verbal secara bersamaan saat berinteraksi dengan anak tunarungu (tuli), orang tua kurang memahami mengenai cara penggunaan bahasa isyarat yang pada umumnya digunakan oleh orang yang meyandang tunarungu (tuli) dan orang tua merasa lebih nyaman saat menggunakan bahasa yang telah mereka ciptakan bersama anak dibandingkan dengan menggunakan bahasa isyarat yang ada.

  

Kata Kunci: Komunikasi, Anak Tunarungu, Komunikasi Verbal dan Non Verbal

  

ABSTRACK

Syifa Apriliyanti. NIM 6662140778. Thesis. PARENT COMMUNICATION

TECHNIQUES ON DEAF CHILDREN (Descriptive Study of Parent

Communication Techniques On Deaf Children Who Attended Extraordinary

School 01 of Serang). Mentor I: Andin Nesia, M.I.Kom and Mentor II:

Ronny Yudhi Septa P, M.Si

Humans are social beings, therefore communication is the most important part of

human life. In naturally, communication is dividing into two types, namely verbal

and nonverbal communication. Communication is also used by deaf people to

express feelings that are being felt. Parents with deaf children still have to

interact, for that reasons special abilities are needed to make a

mutualunderstanding communication for both of them. The purpose of this study

was to found out how communication's techniques used by parents to

communicate with deaf children. The theory concept that used is the

communication accommodation theory from Giles in This research used

qualitative descriptive as a method. Data was collected by in-depth interviews and

observation technique. The results explained that parents are combined verbal and

non-verbal communication's techniques at the same time when interacted with

deaf children, parents do not understand about the uses of sign language which is

generally used by people who are deaf and parents felt more comfortable when

used the language that they has created with their children beside to used sign

language.

  Keywords: Communication, Deaf Children, Verbal and Non Verbal Communication

  

Kata Pengantar

  Assalamuallaikum Wr. Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Teknik

  Komunikasi Non Verbal Orang Tua Terhadap Anak Penyandang Tuna Rungu (Studi Deskriptif Penggunaan Komunikasi Nonverbal Orang Tua Terhadap Anak Penyandang Tunarungu yang bersekolah di SLB 01 Kota Serang).

  Penulisan skripsi ini dibuat guna memenuhi syarat untuk meraih gelar kesarjanaan starta satu (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang-Banten.

  Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena terbatasan ilmu, waktu, pengalaman, dan pustaka yang dimiliki oleh penulis. Namun penulis tetap berusaha untuk menyajikan yang terbaik.

  Skripsi ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada: 1.

  Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M. Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa beserta jajarannya.

  3. Dr. Rahmi Winangsih, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

  4. Darwis Sagita, M.I.Kom., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi.

  5. Andin Nesia, M.I.Kom selaku pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan berbagai arahan dalam pengerjaan skripsi ini.

  6. Ronny Yudhi Septa P, M.Si yang telah memberikan pengarahan dalam setiap lembar skripsi yang disusun peneliti.

  7. Seluruh Dosen FISIP UNTIRTA yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang tidak ternilai.

  8. Seluruh staf karyawan Prodi Ilmu Komunikasi UNTIRTA yang telah membantu kepentingan penulis dalam berbagai hal selama pengerjaan skripsi ini.

  9. Mamah dan Papah yang dengan sabar telah memberikan semangat kepada penulis, do’a yang tidak pernah putus, dukungan moral dan material yang tidak ternilai.

  10. Umi, Ema dan Appa yang memberikan do’a terbaik dan banyak motivasi penting di saat penulis merasa takut dan putus asa.

  11. Muhammad Fahmi Pradipta, M. Jagat Satria, M. Raditia Erlangga, M.

  Afnan Faeza Rizky Ghaisan, M. Layang Jamuskalimusada yang telah menjadi penyemangat dikala rasa putus asa melanda.

  12. Teman-temanku Novita Dewi Suci A, Nadhira Puteri U, Dhea Dhestantya, Dinda Novitha, Suci Sekar A, Fadil Andriansyah, Sridanyanti, Annisa Ayu yang sudah menemani perjuangan selama kuliah, yang selalu mengingat kan mengenai banyak hal, terutama dalam pengerjaan skripsi. Yang menemani hari-hari peneliti selama 4 tahun kuliah.

  13. Tubagus Muhamad Roehtomy yang selalu memberikan semangat dan dorongan di segala hal, yang menemani disetiap keadaan susah maupun senang, teman berfikir dan berbagi cerita dalam segala hal.

  14. Ibu Ayu, Ibu Vivi dan Ibu Urayatun selaku informan yang dengan baik hatinya memberikan waktu selama penelitian ini berlangsung.

  15. Ibu Euis Andariah S.Pd salaku informan pendamping yang sudah memberikan banyak pengetahuan mengenai materi penelitian peneliti.dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.

  16. Temanku lisa, nana, fani yang selalu memberikan semangat kepada penulis, menemani penulis dalam berbagai kondisi

  17. Mih inda dan om topan yang tidak pernah lupa untuk mengingatkan penulis akan cita-cita yang ingin di capai.

  Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis dalam pelaksanaan penyusunan skirpsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini.

  Serang, September 2018 Penulis

  

Daftar Isi

  MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ............................................................................................... i ABSTRACK............................................................................................ ii KATA PENGANTAR .......................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................... vi DAFTAR BAGAN DAN TABEL ...................................................... viii DARTAR GAMBAR ............................................................................. ix

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 7

  1.3 Identifikasi Masalah ............................................................. 7

  1.4 Tujuan Penelitian ................................................................. 8

  1.5 Manfaat Penelitian ............................................................... 8

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Komunikasi ......................................................................... 10

  2.1.1 Tujuan Komunikasi .................................................... 11

  2.1.2 Fungsi Komunikasi .................................................... 12

  2.1.3 Proses Komunikasi ..................................................... 14

  2.1.4 Hambatan Komunikasi ............................................... 15

  2.2 Komunikasi Verbal dan Non Verbal .................................. 17

  2.2.1 Komunikasi Verbal ................................................... 17

  2.2.2 Komunikasi Non Verbal ........................................... 18

  2.3 Tunarungu ........................................................................... 21

  2.3.1 Bahasa Isyarat ............................................................. 26

  2.4 Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak ................................ 28

  2.5 Teori Akomodasi Komunikasi ............................................ 30

  2.6 Kerangka Berfikir ................................................................ 32

  BAB III METEDOLOGI PENELITIAN

  3.1 Pendekatan Penelitian ......................................................... 35

  3.2 Sifat Penelitian .................................................................... 36

  3.3 Metode Penelitian ................................................................ 37

  3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 38

  3.5 Informan Penelitian ............................................................. 41

  3.6 Analisis Data ....................................................................... 44

  3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian .............................................. 46

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  4.1 Deskripsi Objek Penelitian ................................................... 47

  4.2 Hasil Penelitian .................................................................... 51

  4.2.1 Penyesuaian Gaya Komunikasi Orang Tua ................. 52

  4.2.2 Bentuk Komunikasi Yang Diciptakan Orang Tua ...... 58

  4.2.3 Kendala Orang Tua Dalam Berkomunikasi ................ 64

  4.2.4 Pemahaman Orang Tua Terhadap Bahasa Isyarat ...... 67

  4.3 Pembahasan .......................................................................... 72

  BAB V PENUTUP

  5.1 Kesimpulan .......................................................................... 76

  5.2 Saran ..................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

  

Daftar Bagan dan Tabel

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir ................................................................ 34Tabel 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 46

  

Daftar Gambar

Gambar 2.3.2.1 ...................................................................................... 27Gambar 2.3.2.2 ....................................................................................... 27Gambar 2.3.2.3 ...................................................................................... 28

  BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Manusia merupakan mahluk sosial, dimana salah satu kebutuhan pokoknya adalah berinteraksi dengan mahluk lain. Salah satu cara untuk berinteraksi adalah dengan melakukan komunikasi, dimana komunikasi merupakan salah satu proses sosial yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia, manusia memiliki keinginan untuk mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi. Komunikasi berlangsung untuk menjalin hubungan antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok lainnya.

  Maka dari itu komunikasi menjadi bagian terpenting dalam hidup manusia, manusia tidak dapat berinteraksi dengan manusia lainnya tanpa terjalinnya sebuah komunikasi. Untuk itu, komunikasi berfungsi sebagai medium bagi pembentukan dan pengembangan pribadi individu melalui kontak sosial. Dalam proses komunikasi antara individu tersebut, terjadi kontak sosial melalui penyampaian pesan, penerimaan pesan dan saling berbagi makna bersama, baik makna verbal maupun nonverbal.

  Dalam pelaksanaanya komunikasi yang berjalan dengan baik dapat menentukan berhasil atau tidaknya tujuan dari komunikasi itu sendiri, selain itu komunikasi juga dapat membangun sebuah hubungan dengan sesamanya, karena pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah oleh lawan dijumpai, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal, yaitu dalam proses penyampaian pesan, pengiriman pesan, hingga sampai pemahaman pesan yang disampaikan oleh lawan bicara, hal tersebut yang dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam komunikasi.

  Jika dilihat dari sifatnya, komunikasi dibagi menjadi dua macam, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal, dimana komunikasi verbal dilakukan dengan jelas dengan menggunakan lisan maupun tulisan dan hal tersebut menjadi lambang dari komunikasi verbal, sedangkan komunikasi nonverbal di lambangkan dengan komunikasi yang menggunakan pesan- pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa kornunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis, biasanya menggunakan gerak tubuh, gerak wajah dan gerak muka.

  Komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang menggunakan lambang sebagai media untuk menyampaikan pesan, diantaranya menggunakan gerak tubuh, ekspresi wajah, sandi serta simbol. Salah satu contoh dari komunikasi nonverbal adalah dengan melakukan gerakan tubuh, disaat seseorang tidak dapat menyampaikan pesan dengan lisan, maka gerak tubuh dapat mewakilinya sehingga lawan bicara dapat memahami pesan yang ingin disampaikan. Seperti dengan mengangguk sebagai tanda “Ya” serta menggelengkan kepala sebagai tanda “Tidak”.

  Biasanya komunikasi nonverbal juga digunakan untuk melakukan komunikasi dengan orang yang kurang cakap dalam berkomunikasi. Salah Satunya yaitu penyandang tunarungu. Penyandang tunarungu mengalami gangguan pada indra pendengarannya, pendengarannya cukup rendah, bahkan pada sebagian penyandang ada yang sama sekali tidak dapat mendengar sehingga tidak memahami apa yang disampaikan kepadanya. Selain itu, penyandang tuna rungu pada umumnya mengalami kesulitan saat melakukan komunikasi secara verbal dengan orang lain, sehingga lawan bicaranya sulit memahami pesan yang disampaikan.

  Komunikasi tentu tetap harus dilakukan oleh penyandang tunarungu untuk mengutarakan perasaan yang sedang dirasakan, dalam melakukan komunikasi penyandang tunarungu menggunakan simbol-simbol dalam penyampaian pesan kepada orang lain. Seperti mengekspresikan rasa marah, bahagia, kecewa, haus, dan lapar. Untuk itu perlu dilakukan cara agar dapat mempermudah proses komunikasi yang berlangsung yaitu dengan cara mempelajari teknik serta bahasa kamunikasi non verbal, hal tersebut bisa di dapatkan salah satunya dari sekolah luar biasa.

  Di lingkungan masyarakat sendiri keberadaan anak tunarungu sering kali tidak mendapatkan tempat, bahkan tidak jarang ada anak seusia anak tunarungu yang menjadikan kekurangan tersebut sebagi lelucon. Pengetahuan yang kurang akan tunarungu membuat masyarakat merasa hal tersebut menjadi tabu dan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman untuk melakukan interaksi dengan anak tuna rungu tersebut, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan yang minim akan pendidikan, sehingga membuat anak tersebut sedikit terasingkan dari lingkungan. Untuk itu kemampuan berkomunikasi sangat di butuhkan oleh anak tunarungu (tuli) agar tetap dapat berkomunikasi dengan individu lain guna meminimalisir berbedaan yang ada.

  Teknik tersebut juga digunakan saat berinteraksi dengan keluarga khususnya orang tua. Interaksi yang dilakukan antara orangtua dan anak secara tidak sadar dapat menumbuhkan komunikasi yang bersifat pendidikan, karena orang tua mengajarkan nilai-nilai kehidupan sebagaimana tanggung jawab yang mereka miliki sebagai orangtua. Mengingat cara komunikasi yang dilakukan dengan terhadap anak normal tentu akan berbeda dengan cara orang tua berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus, apabila dengan anak normal orang tua dapat melakukan komunikasi dengan cara verbal maupun non verbal, tetapi berbeda dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (tunarungu) hanya dapat melakukan komunikasi secara non verbal.

  Menurut Ernisasupiah (2017), bagi orang tua umumnya wujud syukur atas anak sebagai anugerah Tuhan yang terindah adalah penerimaan yang sebaik-baiknya terhadap anak. Namun tidak menutup kemungkinan persepsi tersebut berubah ketika orang tua mendapati anaknya terlahir dengan hambatan tertentu. Tidak sedikit anak yang terlahir mengalami kecacatan tertentu .Tetapi hal tersebut tidak membuat orang tua patah semangat untuk dapat mengajarkan cara berkomunikasi kepada anak mereka, mengingat orang tua merupakan guru pertama bagi seorang anak untuk memulai belajar berkomunikasi, tentu hal tersebut menjadi sebuah tantangan bagi orang tua. Tidak semua orang tua mengetahui bagaimana caranya berkomunikasi dengan cara non verbal, banyak orang tua yang menggunakan teknik komunikasi non verbal yang mereka buat sendiri dengan sesederhana dan semudah mungkin agar dapat ditiru dan dipehami oleh anak penyandang tunarungu.

  Teknik komunikasi non verbal dilakukan untuk mencapai komunikasi yang efektif dalam penyampaian pesan, hal tersebut dimaksudkan agar komunikasi yang dilakukan dapat dipahami oleh semua pihak, dengan begitu komunikasi antara orang tua dan anak tidak akan mengalami

  

misunderstanding. Namun untuk sebagian orang tua yang memiliki anak

  penyandang tunga rungu, tentu menjadi kesulitan tersendiri dalam melakukan komunikasi, kerena beberapa orang tua tidak mengetahui cara berkomunikasi dengan teknik non verbal, sehingga hal tersebut membuat komunikasi yang terjalin tidak berjalan dengan baik. Karena dalam melakukan komunikasi dengan penyandang tunarungu tidak cukup hanya dengan menggunakan bahasa Verbal saja, tetapi lebih mengarah kepada pengguanaan tanda-tanda, simbol-simbol, sehingga pesan yang akan disampaikan dapat dimengerti oleh lawan bicara.

  Maka dari itu dibutuhkan kemampuan khusus untuk dapat membuat komunikasi dipahami oleh kedua pihak, oleh karena itu orang tua harus memiliki kemampuan khusus untuk mengetahui bagaimana cara komunikasi yang efektif. Seperti contoh orang tua mencari gaya bicara yang sesuai dengan anak yang menyandang tunarungu agar dapat memahani pesan yang disampaikan, salah satunya saat berbicara dengan penyandang tunarungu intonasi serta artikulasi harus jelas terucap serta fokus mata harus tetap tertuju kepada mereka, hal tersebut dilakukan untuk membuat mereka bisa memahami apa yang sedang di sampaikan, selain itu untuk menyampaikan kalimat yang sedikit sulit, orang tua dapat menyampaikannya dengan kata demi kata menggunakan isyarat yang dapat dimengerti penyanang tunarungu.

  Hal tersebut juga berlaku bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (tuna rungu) di kota serang. Aktivitas komunikasi orang tua pada anak tunarungu dilandasi dengan pembiasaan orang tua terkait dengan perilaku anak. Ketika orang tua membiasakan anak diperlakukan tidak beda dengan anak yang tidak tunarungu maka anak akan lebih mudah untuk melakukan komunikasi karena anak merasa orang tua mereka menerima keberadaannya, anak juga merasa percaya diri serta anak juga merasa dihargai (Agha, 2018). Menurut survei yang dilakukan oleh peneliti dengan cara observasi lapangan, mendapatkan temuan dimana orang tua mengalami kesulitan untuk melakukan komunikasi dengan anak dalam aktivitas sehari- hari, seperti untuk menyampaikan sebuah perintah ataupun memberikan arahan. Dan orang tua membuat teknik komunikasi sendiri dalam melakukan komunikasi dengan anak tersebut, ternik tersebut menggabungkan teknik komunikasi verbal dan non verbal.

  Tidak terkecuali bagi orang tua yang tinggal di kota serang, memiliki anak yang menyandang tuna rungu bisa jadi merupakan pengalaman pertama atau mungkin merupakan hal yang sudah tidak asing lagi, kesulitan yang dihadapi dalam berkomunikasi pun pasti berbeda. Pola komunikasi yang dilakukan setiap orang tua juga pasti berbeda.

  Jumlah anak penyandang tunarungu di kota serang yang masuk lembaga pendidikan mencapai 73 orang, jumlah tersebut di dapat dari hasil observasi peneliti pada 5 sekolah luar biasa (SLB) yang ada di kota serang, diantaranya yaitu SLB Negeri 01 Kota Serang, SLB Negeri 02 Kota Serang, SLB Pandita, Yayasan Anak Mandiri, SLB Madina Kota Serang. Dari kelima SLB tersebut SLB 01 Kota Serang memiliki jumlah murid tunarungu terbanyak yaitu sebanyak 36 orang. Dari data diatas maka peneliti memilih SKH 01 Kota Serang untuk dijadikan tempat melakukan penelitian

  Dari penjelasan diatas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana teknik komunikasi non verbal yang dilakukan orang tua untuk dapat melakukan komunikasi dengan anak yang menyandang tunarungu dan apakah komunikasi non verbal yang dilakukan sesuai dengan teknik komunikasi non verbal yang ada.

  1.1 Rumusan Masalah

  Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka diperoleh rumusan masalah yaitu, “Bagaimana Teknik Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penyandang Tunar ungu di Kota Serang?”

  1.2 Identifikasi Masalah

  Dari identifikasi masalah yang sempat dijabarkan pada latar belakang di atas maka peneliti merangkumnya ke dalam beberapa inti dari identifikasi masalah tersebut, yakni sebagai berikut:

  1. Bagaimana orang tua menyesuaikan gaya komunikasi saat melakukan interaksi dengan anak yang menyandang tunarungu? 2. Bagaimana bentuk komunikasi yang diciptakan orang tua saat berinteraksi dengan anak yang menyandang tunarungu?

  3. Apa kendala yang ditemui orang tua saat menyesuaikan gaya bicara dengan anak yang menyandang tunarungu?

  4. Bagaimana pemahaman orang tua terhadap bahasa isyarat yang umumnya digunakan orang penyandang tunarungu?

1.3 Tujuan Penelitian

  Dari identifikasi masalah yang telah dijelaskan di atas, adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui cara orang tua menyesuaikan gaya komunikasi saat melakukan interaksi dengan anak yang menyandang tunarungu.

  2. Untuk mengetahui seperti apa bentuk komunikasi yang diciptakan orang tua saat berinteraksi dengan anak yang menyandang tunarungu.

  3. Untuk mengetahui kendala yang ditemui orang tua saat menyesuaikan gaya bicara dengan anak yang menyandang tunarungu.

  4. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman orang tua terhadap bahasa isyarat yang umumnya digunakan orang penyandang tunarungu.

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan akademisi ilmu komunikasi secara umum, serta menjadi kontribusi pemikiran yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, khususnya pada bidang ilmu komunikasi yang berkaitan dengan komunikasi nonverbal.

  1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap teori-teori yang digunakan setelah diadakan penelitian pada informan. Melalui penelitian ini, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih mengenai Teknik Komunikasi NonVerbal.

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi

  Komunikasi atau

  “communication” berasal dari bahasa latin “communis”,

  sedangkan dalam bahasa Inggris disebut

  “commun” yang berarti sama (Rohim,

  2009:8). Dalam hal ini yang dimaksud sama yaitu makna yang dimaksudkan sama artinya. Ketika melakukan komunikasi, pembicara (komunikator) akan berusaha untuk menyampaikan makna yang sama kepada lawan bicara, hal tersebut dilakukan agar terhindarnya miss communication antara pihak yang terlibat dalam komunikasi yang berlangsung.

  Komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan. Komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti ia memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian menjadi giliran komunikan untuk mengawa-sandi (decode) pesan komunikator itu. ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator berfungsi sebagai penyandi (encoder) dan komunikan berfungsi sebagai pengawa-sandi (decoder) (Rohim, 2009:13).

  Pada komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anak penyandang tuna rungu, pesan yang disampaikan menggunakan gerak tubuh sebagai medianya. Dalam proses komunikasi tersebut, orang tua harus menyampaikan pesan kepada anak dengan bahasa tubuh yang mudah dimengerti agar anak dapat memahami apa yang disampaikan oleh orang tua. Dengan begitu hubungan komunikasi orang tua dengan anak akan terjalin dengan baik.

2.1.1 Tujuan Komunikasi

  Setiap orang yang melakukan komunikasi tentu memiliki tujuan, baik itu untuk menyampaikan sebuah gagasan, dukungan, penolakan, atau tujuan lainnya.

  Secara umum, komunikasi yang dilakukan biasanya mengharapkan sebuah timbal balik yang diberasal oleh lawan bicara dan pesan yang disampaikan dapat diterima serta memberikan efek setelah komunikasi selesai dilakukan.

  Menurut Onong Uc hjana Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi Teori

  dan Praktek

  ” menjelaskan bahwa terdapat beberapa tujuan berkomunikasi, yakni: (Effendy, 2005:8)

  • Perubahan sikap (attitude change)
  • Perubahan pendapat (opinion change)
  • Perubahan perilaku (behavior change)
  • Perubahan sosial (social change)

  Dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya setiap komunikasi yang dilakukan memiliki tujuan tergantung pada apa yang diinginkan oleh pembicara (komunikator). Begitu pun saat orang tua melakukan komunikasi dengan anaknya yang menyandang tuna rungu, pasti memiliki sebuah tujuan yang ingin di capai, mungkin saat pertama kali akan melakukan komunikasi kedua belah pihak tidak komunikasi non verbal maka orang tua dapat menyampaikan pesan dengan menggunakan gerak tubuh dan pesan dapat dimengerti oleh anak penyandang tuna rungu, maka pada saat itulah tujuan yang diinginkan oleh komunikator dapat tercapai.

2.1.2 Fungsi Komunikasi

  Komunikasi memiliki beberapa fungsi, diantaranya: 1. Komunikasi Sosial

  “Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikator itu penting untuk membangun konsep-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain” (Mulyana, 2013:5).

  Fungsi komunikasi sosial ini menjadi penting untuk membangun rasa bahagia dan menghindari ketegangan dalam hubungan antara orang tua dan anak penyandang tunarungu, hal tersebut dapat memupuk hubungan menjadi lebih baik.

1. Komunikasi Ekspresif

  “Komunikasi ekspresif tidak secara otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi)” (Mulyana, 2013:21).

  Fungsi komunikasi ini sangat penting dalam komunikasi non verbal komunikasi ekspresif anak penyandang tunarungu dapat menunjukan perasaan (emosi) yang sedang dirasakan, seperti marah, senang, lapar, kecewa dan lain sebagainya.

  2. Komunikasi Ritual “Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam seseorang. Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Bukanlah substansi kegiatan ritual itu sendiri yang terpenting, melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan bahwa adanya keterikatan oleh sesuatu yang lebih besar daripada diri sendiri, yang bersifat abadi, dan bahwa diakui dan diterima dalam kelompok” (Mulyana, 2013:23).

  3. Komunikasi Instrumental “Mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau mengerakkan tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat peka terhadap berbagai strategi yang dapat digunakan dalam komunikasi untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan janga panjang” (Mulyana, 2013:30).

2.1.3 Proses Komunikasi

  Effendy (2013:33) mengatakan bahwa proses komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan atau pemikiran yang dilakukan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima). Proses komunikasi bisa terjadi dengan berbagai cara. Namun, Onong Uchjana Effendy membagi proses komunikasi kedalam 2 tahapan, yaitu : A.

  Proses Komunikasi Secara Primer Proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media.

  Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

  B.

  Proses Komunikasi Secara Sekunder. Proses penyampaian pesan oleh seorang komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seseorang menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

  Dalam melakukan komunikasi dengan anak penyandang tunarungu orang tua menggunakan semua proses komunikasi, namun proses komunikasi primer lebih dominan dilakukan karena menggunakan lambang sebagai media untuk melakukan komunikasi.

2.1.4 Hambatan Komunikasi

  Berikut ini merupakan hambatan dalam komunikasi yang perlu diperhatikan oleh komunikator agar dapat berkomunikasi secara efektif:

  1. Hambatan Semantis Hambatan semantis menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaaannya kepada komunikan.

  Demi kelancaran komunikasinya seorang komunikator harus benar-benar dapat memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah ucap dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication) (Effendy, 2004:14).

  Saat melakukan komunikasi, orang tua di haruskan dapat menyampaikan pesan dengan benar. Hal tersebut di karenakan penyandang tunarungu kurang cakap dalam memahami penyampaian pesan dengan verbal, maka orang tua harus mengucapkan pesan dengan perlahan dan pelafalan yang dapat dimengerti, dengan begitu misunderstanding dapat di hindari.

  2. Hambatan Mekanis Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Banyak contoh yang kita alami dalam kehidupan sehari- hari, seperti suara telepon yang tidak jelas, ketikan huruf yang buram pada surat, suara yang hilang-muncul pada pesawat radio, berita surat kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, gambar yang meliuk-liuk pada pesawat televisi, dan lain- lain (Effendy, 2004:14).

  Hambatan ini biasanya di temukan saat akan melakukan komunikasi jarak jauh dengan penyandang tunarungu, orang tua tidak dapat menggunakan telepon untuk melakukan komunikasi. Komunikasi mungkin hanya bisa dilakukan dengan melakukan panggilan video (video call).

  3.Hambatan Ekologis Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya komunikasi yang datangnya dari lingkungan. Seperti suara riuh orang-orang atau kebisingan lalu lintas, suara hujan atau petir, dan lain-lain ( Effendy, 2004:13) .

  Hal tersebut sering kali terjadi saat orang tua melakukan komunikasi dengan penyandang tunarungu, dalam melakukan komunikasi dibutuhkan fokus untuk dapat memahami pesan yang disampaikan. Suara bising dan keriuhan dapat memecah konsentrasi yang dibutuhkan.

  4.Prasangka Prasangka merupakan salah satu hambatan yang berat bagi kegiatan menentang komunikator. Pada orang yang bersikap prasangka emosinya menyebabkan dia menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran secara rasional ( Effendy, 2004:16)

  Dalam komunikasi yang dilakukan orang tua dengan penyandang tunarungu, prasangka menjadi salah satu hambatan yang sering muncul.

  Hambatan ini timbul karena kurangnya kecakapan orang tua dalam melakukan komunikasi non verbal, sehingga anak salah menyimpulkan maksud dari pesan yang disampaikan.

2.2 Komunikasi Verbal Dan Non Verbal

2.2.1 Komunikasi Verbal

   Secara umum komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan

  kata-kata secara lisan dengan secara sadar dilakukan oleh manusia untuk berhubungan dan melakukan komunikasi dengan manusia lain. Dasar komunikasi verbal adalah interaksi semasa manusia, hal tersebut menjadi salah satu media untuk menyatukan pendapat, perasaan dan maksud yang ingin di sampaikan oleh komunikan. Deddy Mulyana (dalam Marhaeni, 2009:110) menyatakan bahwa Bahasa Verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Beberapa komponen-komponen komunikasi verbai adalah: (Marhaeni, 2009:111)

  a) Suara

  b) Kata-kata d) Bahasa Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi verbal menjadi salah satu media yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan. Begitu pun saat orang tua menyampaikan pesan kepada anak penyandang tuna rungu, namum dengan cara yang sedikit berbeda, contohnya saat melakukan komunikasi secara lisan, pesan yang disampaikan dilakukan dengan perlahan dan dengan pelafalan yang jelas.

2.2.2 Komunikasi Non Verbal

  Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang dilakukan tidak menggunakan bahasa lisan, melainkan menggunakan symbol atau isyarat untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Menurut Larry A.Samovar dan Richard

  E. Porter (dalam Mulyana, 2007:237) komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai potensial bagi pengirim atau penerima. Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan nonverbal dalam penyampaian pesan.

  Komunikasi nonverbal memiliki kategori komunikasi dalam penyampaiannya, Sendjaja Sasa Djuarsa (2005:20) menjelaskan kategori yang ada, antara lain vocalics atau (sentuhan), penampilan fisik (tubuh dan cara berpakaian), chronomics (waktu) dan olfaction (bau). Paralanguage, kinesic yang mencakup objek benda dan artefak, proxemics yang merupakan ruang dan teritori pribadi, haptics atau bahasa tubuh. Dimana bahasa tubuh dapat dipercayai sangat penting dalam melancarkan proses komunikasi. Dengan mengetahui arti dari bahasa tubuh maka dapat melihat perasaan seseorang yang sebenarnya. Bahasa tubuh sangat penting bagi komunikasi khususnya komunikasi non verbal.

  Jika dilihat dari fungsinya, perilaku komunikasi nonverbal memiliki beberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi dari pesan komunikasi nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai berikut (Mulyana, 2007:349)

  1. Emblem. Merupakan perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau ungkapan. Misalnya untuk isyarat “Oke”, “jangan ribut” dan “kemarilah”.

2. Ilustrator, seperti contoh untuk mengatakan “ayo bangun” dapat dengan cara menggerakkan tangan kearah menaik.

  3. Affect Display, merupakan gerakan wajah yang dapat menunjukan makna emosional gerakan ini menunjukan rasa marah, takut, kecewa, sedih, gembira. Seperti saat alis mata berkerut yang menunjukan makna ketidak setujuan. Karena penggunaan ekspresi wajah saat melakukan komunikasi dengan anak berkebutuhan khusus dimaksudkan agar anak mengerti bagaimana seharusnya mengekspresikan wajah saat komunikasi berlangsung (Della, 2014).

  4. Regulator, merupakan perilaku nonverbal mengendalikan pembicaraan orang lain, regilator terkait pada kultur dan tidak

  universal. Seperti saat anak tunarungu memalingkan wajah

  disaat melakukan komunikasi itu berarti anak tidak bersedia untuk melakukan komunikasi.

  5. Adaptor. Merupakan perilaku nonverbal bila dilakukan secara pribadi ataupun dimuka umum tetapi tidak terlihat, seperti saat seseorang sedang cemas menggigit kuku tangan untuk mengurangi rasa cemas.

  Komunikasi nonverbal juga memiliki fungsi, menurut Devito (dalam Sihabudin&Winangsih, 2012:104) komunikasi nonverbal dalam kehidupan manusia memiliki fungsi seperti:

  1. Untuk menekankan, menggunakan komunikasi nonverbal nenonjolkan beberapa pesan komunikasi verbal, seperti mengayunkan tangan kearah dalam seraya mengucapkan “ayok kemari” 2. Untuk melengkapi dan memperkuat pesan verbal. Contohnya mengerucutkan bibir saat menceritakan hal yang tidak menyenangkan.

  3. Untuk menunjukan kontradiksi. Seperti mata yang melirik kesegala arah saat berbicara, memberi isyarat bahwa hal yang dikatakan tidak benar atau sedang berbohong.

  4. Untuk mengatur. Misalnya menunjukan tangan saat ingin berbicara

  5. Untuk mengulangi. Contonya menggerakan kepala untuk mengulangi pesan verbal

  6. Untuk menggantikan. Contohnya menggelengkan kepala untuk mengatakan “tidak” Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa komuniksi nonverbal merupakan pilihan lain dari cara berkomunikasi tanpa menngunakan lisan maupun tulisan. Orang tua yang memiliki anak penyandang tunarunggu juga menggunakan teknik komunikasi ini untuk menyampaikan pesan selain menggunakan komunikasi verbal. Dengan komunikasi nonverbal anak akan lebih mengerti pesan yang disampaikan.

  2.3 Tunarungu Dalam hitungan normal, orang mampu rangsangan atau stimulus yang berbentuk suara secara luas baik dari segi kuatnya atau panjang pendeknya frekuensi. Orang yang memiliki kekurangan pada indra pendengarannya tentu kemampuan dalam hal ini akan ikut menurun, kekurangan tersebut biasa disebut dengan tunarungu. Dimana tunarungu merupakan peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan atau kekurangmampuan mendengar sehingga ia mengalami gangguan dalam melaksanakan kehidupannya sehari-hari. Secara garis besar tunarungu dapat dibedakan menjadi dua yaitu kurang dengar dan tuli. Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, dimana tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran (Haenudin, 2013:53).

  Tunarungu sendiri merupakan istilah dimana seseorang mengalamai keadaan kehilangan pendengaran baik sebagian (half of hearing) atau seluruhnya (deaf), kondisi ini disebabkan oleh adanya kerusakan atau ketidakfungsian pada indra pendengaran, sehingga membuat terhambatnya pengembangan bahasa dan dibutuhkan penanganan khusus untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

  Penyebutan tuna rungu sendiri dipakai oleh masyarakat untuk mengklasifikasikan penyandang tersebut. Namun saat ini muncul sebuah paradigma baru dimana penyandang tuna rungu lebih memilih di sebut sebagai tuli, seperti yang dijelaskan oleh seorang aktivis dan penyandang tuli Surya Putra Sahetapy bahwa istilah tuna rungu adalah hal yang kasar, karena tuna berarti rusak sehingga tunarungu berarti rusak pendengaran. Sementara tuli merupakan terminologi sosial budaya yang mempresentasikan bahwa kaum ini adalah pengguna bahasa isyarat. Ada beberapa cara komunikasi yang digunakan penyandang tuli, diantaranya bahasa isyarat, tulisan, verbal-lipreading (membaca gerak mulut).

  Tunarungu sendiri dapat di klasifikasikan berdasarkan etiologis atau faktor dari penyebab seseorang menjadi tunarungu dan berdasarkan kepentingan pendidikannya. Berdasarkan etiologis, penyebab tunarungu ada beberapa faktor, antara lain: (Somantri, 2007:94-95) a.

  Pada saat dilahirkan antara lain: salah satu atau kedua orang tua menderita tunarungu, karena penyakit dan karena kecanduan obat-obatan.

  b.

  Pada saat kelahiran, antara lain: sewaktu melahirkan ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan, dan prematur yaitu bayi yang lahir sebelum waktunya.

  c.

  Pada saat setalah kelahiran, antara lain: ketulian yang terjadi karena infeksi, pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak- anak, dan area kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pasa indra pendengaran bagian dalam.

  Orang yang mengalami tunarungu sebagian (half of hearing) sehingga mengalami kesulitan dalam mendengar, tetapi tidak menghambat seseorang tersebut untuk dapat memahami pembicaraan melalui indera pendengaran dengan atau tanpa alat bantu, sedangkan pada orang yang mengalami tunarungu seluruhnya (deaf) akan kesulitan dalam memahami pesan yang disampaikan melalui pendearannya dan harus menggunakan alat bantu pendengaran

  Sementara itu klasifikasi menurut kepentingan pendidikannya, kalsifikasi ini dapat diketahui dengan melakukan tes audiometris, yaitu: (Efendi, 2006:59- 61).

  a.

  Anak tunarungu yang kehilangan pendengarannya antara 20- 30 dB (slight losses) b.

  Anak tunarungu yang kehilangan pendengarannya antara 30- 40 dB (mild losses) c.

Dokumen yang terkait

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Down Syndrome (Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak yang Mengalami Down Syndrome di Kota Bandung)

5 41 108

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEROKOK AKTIF DI SURABAYA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Perokok Aktif di Surabaya)

0 0 21

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK KOMUNITAS PUNK di KOTA CIREBON (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak Yang Mengikuti Komunitas Punk)

0 1 17

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya )

0 0 15

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DAN ANAK REMAJA DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN YANG HARMONIS (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dan Anak Remaja dalam Menciptakan Hubungan yang Harmonis di Surabaya)

0 0 24

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEMAIN GAME ONLINE DotA DI SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Pemain Game Online DotA di Surabaya )

0 0 23

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PENGGUNA GADGET AKTIF (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Sekolah Dasar pengguna gadget aktif; handphone, playstation, dan laptop di Sidoarjo)

0 0 27

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PADA KASUS BALAPAN LIAR (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Yang Bekerja Dengan Anak Pada Kasus Balapan Liar di Surabaya)

0 0 18

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK HIPERAKTIF (Studi DeskriptifKualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Hiperaktif di Surabaya)

0 0 14

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PADA KASUS SEKS PRANIKAH (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Pada Kasus Seks Pranikah di Surabaya)

0 0 18