Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Down Syndrome (Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak yang Mengalami Down Syndrome di Kota Bandung)

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi yang terjadi antara Orang tua dengan anak Down syndrome di kota Bandung, menciptakan pola komunikasi antara keduanya. Cara berkomunikasi Orang tua dengan anak down syndrome tentu memerlukan cara berkomunikasi yang berbeda dengan anak-anak lainnya, karena anak down syndrome memiliki masalah pada proses tumbuh kembang baik dalam perkembangan mental,fisik, dan berbicara di kehidupan sehari hari.

Umumnya anak penderita down syndrome memiliki keterbatasan kemampuan dalam hal komunikasi, pola perilaku, dan interaksi sosial. Karena itu perlu penanganan khusus pada tahap perkembangan agar mereka dapat menajalani kehidupan layaknya anak-anak normal lainnya. Setiap anak mempunyai kekurangan, namun sekaligus mempunyai kelebihan. Oleh karena itu, dalam penanganan komunikasi Orang tua dengan anak down syndrome memerlukan perhatian pada segi kemampuan dan sekaligus ketidak mampuannya tersebut.

Sebagai Orang tua yang memiliki anak down syndrome, Orang tua merupakan orang yang paling dekat dan ikut memperhatikan tumbuh


(2)

kembang anak yang memiliki kebutuhan khusus, cara berkomunikasi Orang tua sebagai komunikator harus disesuaikan dengan kemampuan anak down syndrome untuk mencapai kesamaan makna antara keduanya, sehingga hambatan komunikasi antara komunikator dan komunikan bisa di minimalisir. Orang tua yang bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan untuk masalah perkembangan berbicara atau berkomunikasi anaknya yang memiliki masalah pada bagian perkembangan fisik, mental, dan komunikasi seperti anak down syndrome.

Namun pada umumnya banyak Orang tua yang tidak mempersiapkan diri mereka untuk lebih memahami anaknya yang memiliki cara yang berbeda untuk berinteraksi atau berkomunikasi sehari harinya seperti anak down syndrome. Di satu sisi anak down syndrome memiliki pemahaman sendiri mengenai pesan komunikasi yang diharapkannya yang dapat dimengerti oleh Orang tua tidak menyadari atau tidak memiliki kemampuan cukup untuk memahami apa yang dikomunikasikan anaknya.

Seringkali Orang tua gelisah ketika anaknya tidak bisa berkomunikasi seperti anak usia lainnya, Orang tua lalu mencari segala cara untuk bagaimana anaknya bisa berkomunikasi dan memahami apa yang dibicarakan oleh Orang tuanya sendiri maupun orang lain disekitar lingkungan anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti anak down syndrome. Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak


(3)

sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda, dan oleh kaarena itu setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda beda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuiakan sejalan dengan hambatan komunikasi dan kebutuhan masing-masing anak anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.

Permasalahnya timbul ketika proses komunikasi yang dilakukan anak down syndrome ternyata memiliki perbedaan dengan Orang tua, oleh karena itu interaksi yang terjadi diantara keduanya memiliki kemungkinan untuk tidak berjalan secara efektif. Oleh sebab itu adanya hambatan yang mungkin akan timbul selama proses komunikasi yang berlanjut antara Orang tua dengan anak yang mengalami down syndrome, penempatan komunikasi atau penyampaian yang biasanya bagi orang tua pada umumnya benar bisa menjadi hal yang membingungkan dan tidak dimengerti oleh anak yang mengalami down syndrome tersebut.

Ketidak tepatan komunikasi Orang tua dikategorikan sebagai suatu kewajaran bagi Orang tua yang menempatkan sifat anaknya berlaku layaknya anak-anak lain atau memiliki kecenderungan seperti dirinya yang


(4)

komunikasi yang dilakukan anak down syndrome ternyata memiliki perbedaan dengan orang tua, oleh karena itu adanya proses komunikasi terjadi diantara keduanya tidak berjalan secara efektif atau akan menemui yang namanya hambatan komunikasi.

Komunikasi yang sangat efektif pada anak berkebutuhan khusus seperti anak down syndrome sangat diperlukan agar Orang tua dan anak bisa memahami apa saja maksud dan pesan yang akan disampaikan oleh Orang tua ke anak maupun sebaliknya. Pada umumnya setiap Orang tua mempunyai pola komunikasi yang berbeda beda dan bervariasi. Didalam buku Syaiful Djamarah Bahri (2014:1) pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap, sedangkan komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara tepat sehingga pesan yang dimaksud dipahami. Dengan demikian yang dimaksud dengan pola komunikasi adalah hubungan antara dua orang atau lebih dalam penerimaan dan pengiriman pesan dengan cara yang tepat sehingga dapat dipahami.

Perbedaan cara pandang, sifat, dan pola-pola pemahaman anak down syndrome memungkinkan untuk berbeda dari anak sesusia lainnya sehingga perlu usaha lebih bagi Orang tua untuk memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan anak agar komunikasi diantara mereka dapat membangun persamaan makna atau inti pesan yang disampaikan dapat diterima oleh keduanya.


(5)

Penanganan down syndrome dapat dilakukan beberapa cara seperti terapi wicara, yaitu suatu terapi yang di perlukan untuk anak down syndrome atau anak bermasalah dengan keterlambatan bicara, dengan deteksi dini diperlukan untuk mengetahui dari awal mungkin gangguan awal berkomunikasi. Selain itu dapat juga dilakukan terapi perilaku.

Tetapi terapi sendiri tidak akan berhasil apabila tidak diikuti dengan penanganan bersama oleh keluarga dan sekolah. harus tercipta suasana yang kondusif bagi anak down syndrome di lingkungan keluarga dan sekolah, karena di dua tempat inilah anak down syndrome dapat berkembang dan berinteraksi dengan banyak orang. Selain itu penanganan terapi ini tentu membutuhkan pertolongan seseorang yang ahli untuk menangani perkembangan anak down syndrome tersebut seperti orang terdekat Orang tua yang menjadi pelindung utama dan pembentuk pola perilaku seorang anak yang melakukan interaksi sehari hari di lingkungan keluarga.

Seorang anak dilahirkan tanpa bisa memilih latar belakang keluarga dan fisik seperti apa yang diinginkan. Setiap Orang tua sangat mendambakan anak tanpa adanya sesuatu kekurangan fisik maupun kekurangan mental, adanya istilah Down syndrome yang merupakan istilah terhambatnya proses tumbuh kembang anak secara mental, emosi dan fisik. Anak down syndrome dalam karaterikstik berinteraksi tentu memerlukan berupa perhatian khusus dari Orang tua sebagai orang paling dekat dan ikut


(6)

memperhatikan tumbuh kembang anak yang memerlukan berupa sosialisasi khusus yang dapat disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

Berbeda dengan anak autis, yang memang selintas terlihat seperti anak yang normal, anak-anak down syndrome memang langsung bisa dilihat perbedaannya dengan anak normal lainnya yang tidak menderita down syndrome. Wajah mereka bundar seperti bulan purnama (moon face), dengan mata sepit yang ujung-ujungnya tertarik ke atas, yag menjadi penyebab pemicu kelainan genetik penyebab down syndrome ini. Down syndrome merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifesti klinis yang cukup khas. Kelainan itu berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan mental dan fisik (E.kosasih,2012:3).

Gambar 1.1

Ciri-ciri wajah anak Down syndrome


(7)

Untuk mendukung tersampaikannya pesan dari Orang tua dengan anak down syndrome proses komunikasi diperlukan untuk memberikan pemahaman mengenai adanya keterlibatan lambang-lambanag verbal, nonverbal sebagai alat utama dalam komunikasi.

Sebagai Orang tua yang memiliki anak down syndrome, tentunya memiliki suatu pola komunikasi yang terus berulang-ulang dan terjadi setiap harinya antara Orang tua dengan anak. Pada bagian pola komunikasi Orang tua dengan anak down syndrome adanya suatu hambatan berkomunikasi yang bisa menghalangi maksud pesan antara si Orang tua sebagai komunikator dan si anak sebagai komunikan dalam keluarganya.

Dari uraian-uraian pada penjelasan dari latar belakang di atas, maka peneliti mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui pola komunikasi anak down syndrome dengan Orang tuanya ketika berinteraksi, dengan judul penelitian Pola Komunikasi Orang tua dengan Anak Down syndrome. Dengan subjudul Studi Deskriptif mengenai Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Yang mengalami Down syndrome di Kota Bandung.


(8)

1.2 Rumusan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti merincikan secara jelas dan tegas dari fokus pada rumusan masalah yang masih bersifat khusus ke umum dengan subfokus-subfokus terpilih dan dijadikannya sebagai rumusan masalah makro dan mikro, yakni :

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Dari beberapa penjabaran yang telah dijelaskan oleh peneliti pada latarbelakang masalah penelitian diatas, peneliti dapat membuat suatu rumusan masalah penelitian (pertanyaan Makro) sebagai berikut

“ Bagaimana Pola Komunikasi Orang tua Dengan Anak

Down syndromedi Kota Bandung?”

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Adapun rumusan masalah tersebut peneliti membuat pertanyaan mikro sebagai berikut :

1. Bagaimana Proses Komunikasi Orang tua dengan Anak Down syndrome di Kota Bandung ?

2. Bagaimana Hambatan Komunikasi Orang tua dengan Anak Down syndrome di Kota Bandung ?


(9)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini pun memiliki maksud dan tujuan yang menjadi bagian dari penelitian sebagai ranah untuk kedepannya, adapun maksud dan tujuannya sebagai berikut :

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana “Pola Komunikasi Orang tua Dengan Anak Down syndromedi Kota Bandung”

1.3.2 Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini pun memiliki maksud dan tujuan yang menjadi bagian dari penelitian sebagai ranah untuk kedepannya, adapun maksud dan tujuannya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Proses Komunikasi Orang tua dengan Anak Down syndrome di Kota Bandung

2. Untuk mengetahui Hambatan Komunikasi Orang tua dengan Anak Down syndrome di Kota Bandung


(10)

1.4 Kegunaan Penelitian

Secara teoritis penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dengan baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan bagi pengembangan ilmu komunikasi yang diperoleh oleh peneliti secara teoritis selama proses akademik. Baik ilmu komunikasi secara umum dan khususnya dalam pola komunikasi dalam konteks komunikasi Interpersonal.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun hasil penelitian ini secara praktis, diharapkan bisa memberikan suatu masukan atau refrensi tambahan yang dapat diaplikasikan dan menjadi pertimbangan kegunaan secara praktis pada penelitian sebagai berikut :


(11)

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna secara praktis bagi peneliti sebagai aplikasi ilmu yang selama menempuh studi di jurusan ilmu komunikasi secara teori, khususnya tentang pola komunikasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan serta sebagai salah satu rujukan untuk meneliti lebih lanjut dari sisi dan masalah penelitian yang dalam konteks komunikasi. Selain itu pula dapat menjadi acuan dan dapat memperdalam pengetahuan dan teori mengenai informasi yang berhubungan dengan studi ilmu komunikasi

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Universitas

Penelitian yang dilakukan berguna bagi mahasiswa/i Universitas Komputer Indonesia secara umum dan mahasiswa/i Program Studi Ilmu Komunikasi khususnya sebagai literature terutama bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dibidang dan kajian yang sama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk seluruh mahasiswa/i untuk menambah wawasan pengetahuan mahasiswa/i tentang pola Orang tua dengan komunikasi anak down syndrome di Kota Bandung.


(12)

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi mengenai pola komunikasi tentang Orang anak down syndrome yang berinteraksi dengan Orang tuanya tuanya dan mengetahui bagaimana komunikasi sekunder anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti anak down syndrome. Secara khusus bisa memberikan saran dan refrensi tambahan bagi anak down syndrome yang memiliki masalah keterbatasan berkomunikasi dan berinteraksi dengan Orang tua.


(13)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan proses umum yang kita lalui untuk mendapatkan teori lebih dahulu. Mencari kepustakaan yang terkait dengan penelitian nantinya, lalu menyusunnya. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (Ardianto, 2010:37).

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menjelaskan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Tinjauan pustaka berisikan tentang beberapa data-data sekunder yang peneliti peroleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian lain yang dapat dijadikan asumsi-asumsi yang memungkinkan terjadinya penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan peneliti.

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu peneliti gunakan sebagai referensi penelitian yang sedang peneliti lakukan. Dalam tinjauan penelitian, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki keterkatian dan relevansi dengan penelitian yang dilakukan


(14)

peneliti. Dengan demikian peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai untuk memberikan gambaran awal mengenai kajian terkait permasalahan dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti menggunakan penelitian terdahulu untuk menampah pemahaman peneliti mengenai penelitian yang sedang dilakukan. Berikut ini merupakan temuan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pola komunikasi:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Yang Diguna-kan Hasil Penelitian Perbedaan Dengan Penelitian Peneliti 1. Ufit

Apriyanti, 2013 Program Studi Ilmu Komunikasi UNIKOM 2013 Pola Komunikasi Si Wanita Karir Single Parent Dengan Anaknya Di Kota Bandung. (Studi Deskriptif tentang Pola komunikasi Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi, hambatan dan harapan wanita single parent kepada anaknya. Pendeka -tan kualitatif dengan metode deskripti f. Pola Komunikasi akan berjalan dengan baik dan hambatan bisa diatasi di dalamnya jika wanita karir ini bisa memberikan Peneliti Ufit meneliti bagaimana proses komunikasi , hmabatan dan harapan wanita single parent kepada


(15)

Wanita Karir Single Parent Dengan Anaknya) perhatian kepada anaknya dan kebersamaa n yang terjalin bisa membuat komunikasi semakin baik adapula yang menjadi kekuatan wanita karir single parent ini adalah anak dan keluarganya karena menjalanka n peran sekaligus peran karir juga peran sebagai Ayah ini tidak membutuhk anaknya sedangkan dalam penelitian peneliti penelitian peneliti meneliti proses komunikasi primer, hambatan komunikasi primer Orang Tua dengan anak yang mengalami Down syndrome di Kota Bandung


(16)

an

keseimbang an dalam melakukann ya.

2. Nadia Fahluvina, Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas UNIKOM 2014 Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara Suku Batak Karo (Studi Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara Suku Batak Karo yang Melakukan Studi di Universitas Komputer Indonesia dalam Berinteraksi dengan Untuk mengetahui Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara Yang Melakukan Studi di Universitas Komputer Indonesia Dalam Berinteraksi Dengan Lingkungan Kampusnya Pendeka -tan kualitatif dengan metode deskripti f. Menunjuk-kan bahwa proses komunikasi didapatkan dari interaksi yang dilakukan di dalam hubungan yang dijalin seperti percakapan, diskusi, belajar mengajar, dan kegiatan lain yang dilakukan bersama. Hambatan yang dihadapi dalam Penelitian Nadia Fathluvina meneliti bagaimana proses komunikasi dan hambatan komunikasi antara mahasiswa asal Sumatera Utara Batak Karo dengan lingkungan nya Sedangkan penelitian peneliti meneliti proses komunikasi primer,


(17)

Lingkungan Kampus-nya) penelitian ini seperti hambatan semantik, hambatan mekanik, hambatan antropologis , dan hambatan psikologis. hambatan komunikasi primer Orang Tua dengan anak yang mengalami Down syndrome di Kota Bandung 3. Parihat,

Program Studi Ilmu Komunikasi 2010 UNISBA Pola Komunikasi Pada Wanita Karir Dengan Anak Remajanya Untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi Pada Wanita Karir Dengan Anak remajanya di kota Bandung Metode yang di gunakan oleh peneliti menggun akan pendekat an kualitatif dengan metode studi kasus Bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi keluarga pada wanita karir dan anak remajanya di kota Bandung Penelitian Parihat meneliti bagaimana pola Komunikas i keluarga pada wanita karir dan anak remajanya di kota Bandung Sedangkan penelitian peneliti meneliti proses komunikasi


(18)

primer, hambatan komunikasi primer Orang Tua dengan anak yang mengalami Down syndrome di Kota Bandung Sumber: Catatan Peneliti, 2015

Ketiga penelitian terdahulu di atas pada dasarnya memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti sekarang mengenai penerapan pola komunikasi. Meskipun memililki persamaan pada ketiga penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang, tetapi penelitian terdahulu ketiganya memiliki perbedaan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan sekarang. Perbedaan ketiga penelitian terdahulu dengan yang peneliti lakukan antara lain objek, rumusan masalah, metode penelitian dan serangkaian metodologi lainnya. Perbedaan dengan ketiga penelitian terdahulu menunjukan bahwa penelitian terdahulu hanya dijadikan sebagai bentuk referensi pendukung penelitian guna lebih memahami pola komunikasi yang ada.


(19)

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

Pada mulanya, kajian tentang komunikasi apalagi Ilmu Komunikasi adalah sesatu yang tak pernah ada dalam khazanah ilmu pengetahuan. Ketika pada mulanya semua masalah manusia masih dalam kajian filasafat, maka komunikasi selain tidak terpikirkan atau dipikirkan oleh manusia (laten fenomena). Namun pada abad ke-5 sebelum masehi, di Yunani, berkembang suatu ilmu yang mengkaji proses pernyataan antar manusia.

Komunikasi sebagai ilmu, komunikasi sebagai bentuk keterampilan dapat menjelma sebagai ilmu melalui beberapa persyaratan tertentu. Persyaratan ini disebut sifat ilmiah. Salah memiliki sifat ilmiah yaitu memiliki metode. Ciri ilmu yaitu memiliki metode. Metode berarti penelitian ilmu tersebut berlangsung menurut suatu rencana tertentu.

2.1.2.1 Definisi Ilmu Komunikasi

Sebagai makhluk sosial senantiasa butuh berhubungan dengan makhluk lainnya. Rasa ingin tahu memaksa manusia untuk saling berkomunikasi. Sebelum masuk pada pembahasan permasalahan yang akan diteliti, terlebih dahulu peneliti akan mendefinisikan komunikasi. Ada beragam definisi komunkiasi yang dikemukakan oleh para ahli. Tetapi definisi secara umum


(20)

yaitu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Ilmu komunikasi merupakan salah satu kajian yang menitik beratkan pada pengetahuan mengenai pristiwa komunikasi yang berlangsung.

Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (Devito, 2011:24)

“Onong Uchjana Effendy mengatakan komunikasi sebagai

proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan


(21)

2.1.2.2 Unsur-unsur Komunikasi

Menurut Harold Laswell dalam buku Deddy Mulyana bahwasanya terdapat lima unsur komunikasi yang meliputi :

1. Sumber (source)

Nama lain dari sumber adalah sender, communicator, speaker, encoder atau originator. Merupakan pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber bisa saja berupa individu, kelompok, organisasi, perusahaan bahkan Negara.

2. Pesan (massage)

Merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai gagasan atau maksud dari sumber (source). Menurut Rudolph F Verderber, pesan terdiri dari 3 komponen yaitu makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna dan bentuk/organisasi pesan.

3. Saluran (Channel Media)

Merupakan alat atau wahana yang digunakan sumber (Source) untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran pun merujuk pada bentuk pesan dan cara penyajian pesan.


(22)

Nama lain dari penerima adalah destination, communicate, decoder, audience, listener dan interpreter dimana penerima merupakan orang yang menerima pesan dari sumber.

5. Efek (Effect)

Merupakan apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut.

2.1.2.3 Proses Komunikasi

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul

“Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek” mengemukakan

bahwa, proses komunikasi menunjukan adanya serangkaian tahapan dalam melakukan komunikasi yang berkenaan dengan cara atau media apa yang digunakan dalam mendukung komunikasi yang dilakukan. Proses komunikasi inilah yang yang membuat komunikasi, berarti ada suatu alat yang digunakan dalam prakteknya sebagai cara pengungkapan komunikasi tersebut. Proses komunikasi ini terbagi menjadi dua tahap yakni komunikasi primer dan sekunder sebagaimana diungkapkan (Effendy, 2009: 11-18).

1. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secaara primer merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol)


(23)

sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi merupakan bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara

langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau

perasaan komunikator kepada komunikan. Komunikasi secara primer tersebut menempatkan beberapa elemen lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi. Elemen-elemen tersebut antara lain:

a. Bahasa

Bahasa digambarkan paling banyak digunakan dalam proses komunikasi karena bahasa dengan jelas mampu menerjemahkan pikiran seseorang untuk dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain secara terbuka. Bahasa sebagai bagian utama yang paling banyak digunakan, baik lisan maupun tulisan. b. Kial (Gesture)

Kial (Gesture) merupakan terjemahan pikiran dari pikiran seseorang sehingga dapat terekspresikan secara nyata dalam bentuk fisik, tetapi kial ini hanya dapat mengkomunikan hal-hal tertentu secara terbatas.


(24)

Isyarat merupakan cara pengkomunikasian yang

mengguanakan alat “kedua” se;ain bahasa yang

biasa digunakan seperti misalnya kentongan, semaphore (bahasa isyarat menggunakan bendera), sirine dan lain-lain. Pengkomunikasian ini juga sangat terbatas dalam penyampaian pikiran.

d. Warna

Warna sama seperti halnya isyarat yang dapat mengkomunikasikan dalam bentuk warna-warna tertentu sebagai pengganti bahasa dengan kemampuannya sendiri. Dalam hal ini kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang, warna tetap tidak

“berbicara” banyak untuk menerjemahkan pikiran

seseorang karena kemampuannya yang sangat terbatas dalam menstramisikan pikiran seseorang kepada orang lain.

e. Gambar

Gambar sebagai lambang yang lebih banyak porsinya digunakan dalam komunikasi memang melebihi kial, isyarat dan warna dalam hal kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang, tetapi tidak dapat melebihi kemampuan bahasa


(25)

dalam pengkomunikasian yang terbuka dan transparan.

Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, tetapi tidak semua orang dapat mengutarakan pikiran perasaan yang sesungguhnya melalui kata-kata yang tepat dan lengkap. Hal ini juga diperumit dengan adanya makna ganda yang terdapat dalam kata-kata yang dipergunakan dan memungkinkan kesalahan makna yang diterima. Oleh karena itu bahasa isyarat, kial, sandi, simbol, gambar dan lain-lain dapat memperkuat kejelasan makna.

2. Proses Komunikasi Secara Skunder

Proses komunikasi secara skunder merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relative jauh atau dengan jumlah yang banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televise, film, internet dan


(26)

lain-lain adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (massmedia) dan media nirmassa atau nonmassa (non-mass media).

Media kedua ini memudahkan proses komunikasi yang disampaikan dengan meminimalisir berbagai keterbatasan manusia mengenai jarak, ruang dan waktu. Pentingnya peran media yakni media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efesiensi dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio atau televise misalnya, merupakan media yang efesien dalam mencapai komunikan dalam jumlah banyak. Media massa seperti surat kabar, radio, televise, film dan lain-lain memiliki cirri missal yang dapat tertuju kepada sejumlah orang yang relative banyak. Sedangkan media normasa atau media nonmassa seperti telepon, surat, telegram, spanduk, papan pengumuman dan lain-lain tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit.


(27)

2.1.2.4 Fungsi Komunikasi

Menurut pandangan Onong Uchjana Effendy yang menjelaskan bahwasnnya terdapat empat fungsi dari komunikasi fungsi-fungsi tersebut adalah:

1. To Inform

Maksudnya adalah memberikan informasi kepada masyarakat dan memberitahukan kepada masyarakat mengenai pristiwa yang terjadi, ide atau pikiran dan tingkah laku orang lain serta segala sesuatu yang disampaikan oleh orang lain.

2. To Educate

Maksudnya adalah sebagai sarana pendidikan. Bahwasannya dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada orang lain sehingga orang lain mendapatkan informasi.

3. To Entertain

Maksudnya adalah komunikasi berfungsi untuk menyampaikan hiburan atau menghibur orang lain.

4. To Influence

Maksudnya adalah fungsi mempengaruhi setiap individu yang berkomunikasi dengan cara saling mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauh lagi berusaha


(28)

mengubah sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan yang diharapkan.

Beragam fungsi komunikasi yang ditunjukan pada kutipan di atas telah menunjukan bahwa komunikasi menjadi suatu hal yang mendasari kehidupan manusia. Komunikasi dapat menunjukana identitas, sejarah, serta kemajemukan makna yang ditimbulkannya. Komunikasi bukan hanya menjadi alat dalam menjalankan interaksi, tetapi juga menjadi alat untuk melihat perkembangan manusia dan sosialitasnya. Komunikasi dapat menunjukan nilai-nilai yang berkenaan dengan individualitas manusia serta kedudukannya sebagai makhluk sosial. Komunikasi dapat merujuk pada keterlibatan individu dan keberadaannya dalam sosialnya, untuk itu keterkaitan budaya memiliki kajian yang erat dalam komunikasi dan memiliki interaksi nyata diantara keduanya dalam proses komunikasi manusia.

2.1.2.5 Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi merupakan salah satu faktor penting untuk dipelajari terkait dengan berbagai gangguan yang mungkin ditimbulkan pada saat komunikasi berlangsung yang menghambat komunikasi (Effendy, 2003:45) antara lain:


(29)

1. Gangguan

Terdapat dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi. Menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik (mechanical, channel noise) atau gangguan pada saluran komunikasi dengan semantik (semantic noise). Gangguan mekanik merupakan gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Sementara gangguan semantik bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian istilah atau konsep yang disampaikan komunikator yang diartikan lain oleh komunikan sehingga menimbulkan kesalah pahaman.

2. Kepentingan

Kepentingan atau interest akan membuat seseorang selektif dalam menaggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada hubungan dengan kepentingaanya, karena kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian, namun juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita akan merupakan sikap reaktif terhadap segala


(30)

perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan.

3. Motivasi Terpendam

Motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan tujuan kebutuhannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang, maka kemungkinan komunikasi tersebut semakin besar ataupun sebaliknya.

4. Prasangka

Prasangka atau prejudice merupakan salah satu hambatan dalam suatu komunikasi. Orang yang mempunyai prasangka telah berprasangka yang tidak baik pada awal komunikasi oleh komunikator sehingga sulit bagi komunikator untuk mempengaruhi komunikan. Prasangka komunikan menjadikannya berpikir tidak rasional dan berpandangan negatif terhadap komunikasi yang sedang terjadi.

Beberapa hambatan yang terjadi pada saat komunikasi seperti hambatan fisik yang dapat mengganggu komunikasi menjadi tidak efektif, cuaca, alat komunikasi dan lain-lain. Hambatan semantik, seperti kata-kata yang digunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara memberi pesan dan


(31)

menerima pesan. Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi misalnya perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan. Berikut adalah hambatan-hambatan komunikasi di samping hambatan semantik dan fisik (Hidayat, 2012:38):

a. Hambatan dari pengirim pesan, seperti pesanyang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi perasaan atau situasi emosional.

b. Hambatan dalam penyandian atau simbil, hal ini terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai aarti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.

c. Hambatan media adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media berkomunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.

d. Hambatan dalam bahasa sandi, sering terjadi karena dalam penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.

e. Hambatan dalam bahasa, terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima,


(32)

f. Hambatan dari penerima pesan, seperti kurangnya perhatian pada saat menerima atau mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang kelitu tidak menggambarkan apa adanya, akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi Antarpribadi atau Komunikasi Interpersonal didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang yang mempunyai hubungan yang terlihat jelas antara mereka, misalnya percakapan seorang ayah dengan anak, sepasang suami isteri, guru dengan murid, dan lain sebagainya. Dalam definisi ini setiap komunikasi baru dipandang dan dijelaskan sebagai bahan-bahan yang terintegritas dalam tindakan komunikasi antarpribadi. (Devito, 1997 : 231)

Komunikasi antarpribadi yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy berdasarkan definisi berdasarkan Joseph A Devito adalah :

“Proses pengiriman dan penerimaan pesan –pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik

seketika”. (the process of sending and receiving massages


(33)

with some effect and some immediate feedback). (Effendy, 2002 : 158).

Dari definisi diatas, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang dapat berlangsung antara dua orang yang memang memungkinkan terjadinya komunikasi itu sendiri, seperti yang dicontohkan suami istri yang sedang bercakap-cakap, ataupun antara orang tua dan anak. Situasi komunikasi antarpribadi seperti ini sangat penting, karena dalam proses menjalankannya berlangsung secara dialogis/dialog.

2.1.3.2 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Seseorang berkomunikasi dengan orang lain tentu mempunyai tujuan tertentu, termasuk di dalamnya komunikasi antarpribadi. Ada beberapa tujuan yang ingin di capai dalam komunikasi antarpribadi, antara lain (Purwanto, 2006:22-23):

1. Menyampaikan Informasi

Ketika berkomunikasi dengan orang lain, tentu saja seseorang memiliki berbagai macam tujuan dan harapan. Salah satu di antaranya adalah untuk menyampaikan informasi kepada orang lain, agar orang tersebut mengetahui sesuatu.


(34)

2. Berbagi Pengalaman

Selain menyampaikan informasi, komunikasi antarpribadi juga memiliki tujuan membagi pengalaman pribadi kepada orang lain mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang menyedihkan/menyusahkan. Saling berbagi rasa ini pada umumnya tidak disampaikan kepada setiap orang, tetapi hanya kepada seseorang yang dapat dipercaya atau teman dekatnya saja. Ketika terpilih menjadi salah satu pengalaman yang sangat berharga dengan orang lain tentang proses menuju sukses. Sebaliknya, ketika kita sedang ditimpa suatu musibah, maka seseorang juga dapat saling berbagi pengalaman pahitnya kehidupan tersebut dengan orang lain atau teman dekatnya.

3. Menumbuhkan Simpati

Simpati adalah suatu sikap positif yang ditunjukkan oleh seseorang yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam untuk ikut merasakan bagaimana beban, derita, musibah, kepedihan dan kepiluan yang sedang dirasakan oleh orang lain. Komunikasi dapat juga digunakan untuk menumbuhkan rasa simpati seseorang kepada orang lain. Berbagai cara untuk menumbuhka rasa simpati seseorang kepada orang lain antara lain dapat dilakukan dalam


(35)

bentuk dukungan moril, bantuan dana, obat-obatan, aneka barang kebutuhan pokok, perlengkapan rumah, perlengkapan penerangan, bahan bangunan dan menjadi sukarelawan.

4. Melakukan Kerjasama

Melakukan kerja sama antara seseorang dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu atau untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Sebagai contoh, seseorang melakukan kerja sama atau saling membantu antara seseorang dengan orang lain di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Adanya kerja sama yang baik antara seseorang dengan orang lain tersebut akan semakin mempermudah dan mempercepat suatu pekerjaan.

5. Menceritakan Kekecewaan atau kekesalan

Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan seseorang untuk menceritakan kecewa atau kesalahan kepada orang lain. Pengungkapan segala bentuk kekecewaan atau kekesalan kepada orang lain. Pengungkapan segala bentuk kekecewaan atau kekesalan secara tepat secara tidak langsung akan mengurangi beban pikiran. Apabila setiap permasalah disimpan sendiri, beban pikiran yang ditanggung akan semakin berat dan semakin mempersulit


(36)

dirinya. Selanjutnya, kalau seseorang beban pikirannya semakin berat, bukan tidak mustahil kalau ujung-ujungnya mengarah pada sakit kejiwaan atau stress. Komunikasi antarpribadi bukan saja merupakan cara untuk mencurahkan isi hati, tetapi juga merupakan cara mencari jalan keluar atau alternative solusi masalah yang dihadapi. 6. Menumbuhkan Motivasi

Melalui komunikasi antarpribadi, seseorang dapat memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu yang baik dan positif. Motivasi adalah dorongan kuat dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Pada dasarnya, seseorang cenderung untuk melakukan sesuatu karena dimotivasi orang dengan berbagai cara, seperti pemberian insentif yang bersifat finansial maupun nonfinansial, seperti pemberian pengakuan atau prestasi kerjanya dan memberikan penghargaan kepada orang lain.

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal

Secara sederhana, komunikasi verbal merupakan komunikasi yang menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Deddy Mulyana dalam

bukunya yang berjudul “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”

menjelaskan bahwa, bahasa verbal merupakans sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal


(37)

menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi tealitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang menimbulkan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. Misalnya kata rumah, kursi, mobil atau mahasiswa (Mulyana, 2014:261).

2.1.4.1 Fungsi Bahasa

Menurut larry L. Barker, dalam buku Deddy Mulyana

yang berjudul “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”

mengemukakan bahwa, bahasa selain dapat menjadi identitas dan sarana aksentuasi pikiran melalui perannya sebagai alat komunikasi, bahasa juga memiliki beberapa fungsi lain. Barker menyatakan tentang keberadaan bahasa yang mempunyai tiga fungsi, yaitu (Deddy Mulyana, 2014: 266):

1. Penamaan (naming atau labeling)

Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.


(38)

Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

3. Transmisi

Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

2.1.5 Tinjauan Tentang Komunikasi Nonverbal

Definisi mengenai komunikasi nonverbal diungkapkan Mulyana sebagaimana kutipan berikut ini :

“Secara sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat yang

bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsang verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim

atau penerima.” (Mulyana, 2005: 308).

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol pesan diluar dari aplikasi lisan. Komunikasi nonverbal memiliki cakupan yang luas sebatas tidak mempergunakan kepentingan verbalnya yang dapat dipraktekan melalui gerak tubuh,


(39)

warna, pakaian, simbol-simbol gambar, dan berbagai hal lainnya yang memiliki nilai objek selalin lisan.

2.1.6 Tinjauan Tentang Pola Komunikasi 2.1.6.1 Definisi Pola Komunikasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap. Sedangkan komunikasi adalah proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan. Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, hubungan, dan kontak.

Pola komunikasi merupakan proses yang pada intinya dilakukan sebagai cara dalam berkomunikasi, yang pada intinya menjadikan pesan sebagai hal utama dalam tujuan berkomunikasi.

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djarmah, 2004:1).


(40)

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa proses komunikasi merupakan komunikasi yang membutuhkan pola atau bentuk sedemikian rupa agar pesan atau informasi dapat dipahami dengan baik. Komunikasi yang sudah masuk dalam kategori pola komunikasi adalah sebagai berikut (Djarmah, 2004:1).

2.1.6.2 Pola Komunikasi dalam Keluarga

Dalam buku Djamarah yang berjudul Pola asuh orang tua dan komunikasi dalam keluarga menyatakan komunikasi adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa Komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran, dan sebagainya. Akibatnya, kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar untuk dihindari. Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak dan komunikasi antara anak-anak, perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik dalam keluarga (Djamarah, 2014:109).

Adapun Pola komunikasi yang sering muncul dalam keluarga menurut Djamarah adalah sebagai berikut (Djamarah,2014:109) :


(41)

1. Model Stimulus-Respons

Pola Komunikasi yang biasanya terjadi dalam keluarga adalah model stimulus-respons (S-R). Pola ini menunjukkan

komunikasi sebagai suatu proses “aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan). Isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal-balik dan mempunyai banyak efek. setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi berikutnya. Dalam realitas pola ini dapat pula berlangsung negatif. Dalam kehidupan sehari-hari sering dilihat orang tua memberikan isyarat verbal, nonverbal, gambar-gambar atau tindakan-tindakan tertentu untuk merangsang anak, terutama anak yang masih bayi, untuk memberikan tanggapan dengan cara tertentu. Ketika seorang ibu sedang memangku dan menyusui bayinya, dia tidak hanya membelai bayinya dengan sentuhan kasih sayang dan kehangatan cinta, tetapi juga memberikan senyuman, canda tawa. Walaupun ketika itu si bayi belum pandai berbicara,


(42)

tetapi dia sudah pandai meberikan tanggapan terhadap rangsangan yang diberikan oleh ibunya.

2. Model ABX

Pola Komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcomb dari persepektif psikologi-sosial. Newcomb menggambarkan seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai Sesuatu (X). Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (Sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi, yaitu: (1) Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif). (2) orientasi A terhadap B dalam pengertian yang sama, (3) Orientasi B terhadap X, (4) orientasi B terhadap A.

3. Model Interaksional

Dalam model interaksional sangat berlawanan dengan model S-R. Sementara model S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap bahwa manusia jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai pembentukan makna, yang penafsiran atas pesan atau perialku orang lain oleh para peserta komunikasi.


(43)

Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, diri orang lain, simbol, makna penafsiran, dan tindakan.

Interaksi yang terjadi antarindividu tidak sepihak antarindividu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam memaknai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. Semakin cepat memberikan pemaknaan dan penafisran terhadap suatu pesan yang disampaikan semakin lancar kegiatan komunikasi. Dalam keluarga interaksi terjadi dalam macam-macam bentuk yang mengawali interaksi tidak mesti dari orang tua kepada anak, tetapi bisa juga sebaliknya, dari anak kepada orang tua, atau dari anak kepada anak. Semuanya aktif reflektif, dan kreatif dalam interaksi . Suasana keluarga aktif dan dinamis dalam kegiatan perhubungan . Suasana dialogis lebih terbuka, karena yang aktif menyampaikan pesan tertentu tidak hanya dari orang tua kepada anak, tetapi juga dari anak kepada oarng tua atau dari anak kepada anak.

2.1.7 Tinjauan Tentang Keluarga

Keluarga adalah sebagai institusi yang terbentuk karena ikatan perkawinan. Didalamnya bersama pasangan suami istteri secara sah karena pernikahan. Mereka hidup bersama sehidup, semati, ringan


(44)

sama dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan damai dengan suatu tekad dan cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera lahir dan batin. (Djamarah, 2004 : 16).

Menurut Khaerudin H. Dalam bukunya yang berjudul sosiologi keluarga mengemukakan definisi keluarga, yaitu sebagai berikut :

1. Keluarga merupakan kelompok sosial yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

2. Hubungan sosial diantara anggota keluarga relative tetap yang didasarkan atasa ikatan darah, perkawinan atau adopsi.

3. Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.

4. Fungsi keluarga ialah merawat, memelihara, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial. (1995 : 9).

Pernyataan di atas dapat disimpulkan, bahwa berkumpulnya orang dalam satu persekutuan hidup yang dijalin kasih sayang, menimbulkan komunikasi timbal balik yang akrab dan prinsipil, sehingga komunikasi merupakan inti dari kehidupan keluarga.


(45)

2.1.8 Tinjauan Tentang Anak

Anak merupakan petualang dan pembelajar sejati yang penuh kejujuran dalam merelisasikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya. Anak juga merupakan dambaan setiap pasangan yang telah melakukan ikatan perkawinan. Dalam pandangan memiliki anak setelah menikah sampai saat ini masih kuat dan hal ini dipandang dapat meningkatkan hubungan harmonis dan mempererat yang namanya keintiman antara pasangan suami istri. Pengertian anak menurut Undang-Undang RI No.4 tahun 1979 tentang pengertian anak adalah "Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah menikah".(pasal 1), selain itu yang mengemukakan tentang pengertian anak, menurut Ahmadi adalah "Anak adalah seseorang yang menurut hukum mempunyai usia tertentu sehingga hak dan kewajibannya dianggap terbatas". (1996:40).

Menurut Jhon Locke (Gunarsa, 1986) " Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan"

2.1.8.1 Definisi Anak Down syndrome

E.kosasih menjelaskan Down syndrome dalam bukunya yang berjudul cara bijak memahami anak kebutuhan berkebutuhan khusus adalah suatu kondisi keterbelakangan


(46)

mental perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom itu terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat di dalam setiap sel di dalam tubuh manusia. Di dalamnya terdapat bahan-bahan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang (E.kosasih,2012:79)

Gejala atau tanda-tanda pada anak down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal, sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang khas pada anak down syndrome adalah adanya keterbelakangan fisik dan mental pada anak.

Dalam buku E.kosasih yang berjudul Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, anak down syndrome memiliki masalah secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan kecerdasan.

Pada awal masa pertembuhan, mereka mengalami keterlambatan dalam berbagaia aspek, dalam hal pergerakan, pertumbuhan tubuh, ataupun berkomunikasi Khususnya berkaitan dengan kelambanan berkomunikasi, penyebabnya adalah sebagai berikut (E.kosasih,2012:80)


(47)

a. Perkembangan otot yang lebih lambat

b. Kurangnya berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya

c. Komunikasi nonverbal bekerja terlalu baik d. Tidak cukup waktu untuk berbicara

e. Overstimulation

f. Terlalu banyak bahasa formal daripada bahasa komunikatif.

2.1.9 Tinjauan Tentang orang Tua 2.1.9.1 Definisi orang Tua

Orang tua adalah pria dan wanita yang mempunyai hubungan ikatan baik itu secara biologis maupun sosial dan mampu mendidik, merawat, membiayai serta membimbing hidup orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan.

Orang tua atau keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Orang tua dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dnegan yang lainnya. Dalam pengertian pedagosis, bahwa:

“Orang tua adalah “satu” persekutuan hidup yang dijalin

oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk


(48)

saling menyempurnakan diri. Dalam usaha saling melengkapi dan saling menyempurnakan diri itu terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang

tua”. (Solaeman, 1994 : 12).

2.1.9.2 Fungsi Orang Tua

Fungsi orang tua menurut Yusuf dalam buku Psikologi Anak dan remaja meliputi :

1. Fungsi Ibu dalam keluarga

Ibu berstatus sebagai ibu rumah tangga yang berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga, mengurus suami, dan biasanya mengurus anak-anak dalam mendidik dan membimbing, yang dilakukan bersama-sama dengan ayah dalam memberikan teladan sesuai dengan norma dan nilai yang ada.

2. Fungsi Ayah dalam keluarga

Sebagai kepala rumah tangga, ayah mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhan keluarga, yaitu sebagai pencari nafkah bagi keluarganya. Disamping itu perannya sangat dibutuhkan bagi anak-anaknya, yang terpenting yaitu sebagai teladan sesuai dengan norma dan nilai untuk memberikan adanya figur ayah juga dalam memberikan rasa aman bagi keluarga.


(49)

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur peneliti yang dijadikan sebagai skema pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini. Dalam kerangka pemikiran ini, peneliti akan mencoba menjelaskan masalah pokok masalah penelitian. Penjelasan yang disusun akan menggabungkan antara teori dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Penelitian ini didasari pula pada kerangka pemikiran secara teoritis maupun konseptual.

Komunikasi merupakan aktifitas penyampaian pesan atau informasi, komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia untuk berbagai informasi dan penyampaian pesan kepada sesamanya. Pada intinya komunikasi berguna untuk menyamakan pikiran antara komunikator dengan komunikan. Dalam proses komunikasi dan berinteraksi sehari hari anak Down syndrome tentu memiliki cara-cara berkomunikasi yang khusus dengan orang tuanya , baik cara berkomunikasi secara verbal dan nonverbal.

Penelitian ini pada dasarnya dilakukan guna mempelajari pola komunikasi anak Down syndrome dengan Orang tuanya atau bagaimana cara berinteraksi anak down syndrome dengan orang tuanya sehari hari.

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djarmah, 2014:1). Di dalam


(50)

rumusan masalah mikro terdapat proses komunikasi dan hambatan komunikasi.

Proses Komunikasi

Proses komunikasi menunjukan adanya serangkaian tahapan dalam melakukan komunikasi yang berkenaan dengan cara atau media apa yang digunakan dalam mendukung komunikasi yang dilakukan. Proses komunikasi inilah yang yang membuat komunikasi, berarti ada suatu alat yang digunakan dalam prakteknya sebagai cara pengungkapan komunikasi tersebut. Proses komunikasi ini terbagi menjadi dua tahap yakni komunikasi primer dan sekunder sebagaimana diungkapkan (Effendy, 2009: 11-18).

1. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secaara primer merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi merupakan bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain

sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan”

pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Komunikasi secara primer tersebut menempatkan beberapa elemen lambang sebagai media primer dalam proses


(51)

komunikasi. Elemen-elemen tersebut antara lain: bahasa, Kial (Gesture), isyarat, warna, gambar

Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, tetapi tidak semua orang dapat mengutarakan pikiran perasaan yang sesungguhnya melalui kata-kata yang tepat dan lengkap. Hal ini juga diperumit dengan adanya makna ganda yang terdapat dalam kata-kata yang dipergunakan dan memungkinkan kesalahan makna yang diterima. Oleh karena itu bahasa isyarat, kial, sandi, simbol, gambar dan lain-lain dapat memperkuat kejelasan makna.

2. Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara skunder merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relative jauh atau dengan jumlah yang banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televise, film, internet dan lain-lain adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan


(52)

sebagai media massa (massmedia) dan media nirmassa atau nonmassa (non-mass media).

Media kedua ini memudahkan proses komunikasi yang disampaikan dengan meminimalisir berbagai keterbatasan manusia mengenai jarak, ruang dan waktu. Pentingnya peran media yakni media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efesiensi dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio atau televise misalnya, merupakan media yang efesien dalam mencapai komunikan dalam jumlah banyak. Media massa seperti surat kabar, radio, televise, film dan lain-lain memiliki cirri missal yang dapat tertuju kepada sejumlah orang yang relative banyak. Sedangkan media normasa atau media nonmassa seperti telepo, surat, telegram, spanduk, papan pengumuman dan lain-lain tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit.

Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi merupakan salah satu faktor penting untuk dipelajari terkait dengan berbagai gangguan yang mungkin ditimbulkan pada saat komunikasi berlangsung yang menghambat komunikasi (Effendy, 2003:45) antara lain:

1. Gangguan

Terdapat dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi. Menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan


(53)

mekanik (mechanical, channel noise) atau gangguan pada saluran komunikasi dengan semantik (semantic noise). Gangguan mekanik merupakan gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Sementara gangguan semantik bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian istilah atau konsep yang disampaikan komunikator yang diartikan lain oleh komunikan sehingga menimbulkan kesalah pahaman. 2. Kepentingan

Kepentingan atau interest akan membuat seseorang selektif dalam menaggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada hubungan dengan kepentingaanya, karena kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian, namun juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita akan merupakan sikap reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan.

3. Motivasi Terpendam

Motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan tujuan kebutuhannya.


(54)

Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang, maka kemungkinan komunikasi tersebut semakin besar ataupun sebaliknya.

4. Prasangka

Prasangka atau prejudice merupakan salah satu hambatan dalam suatu komunikasi. Orang yang mempunyai prasangka telah berprasangka yang tidak baik pada awal komunikasi oleh komunikator sehingga sulit bagi komunikator untuk mempengaruhi komunikan.


(55)

Bagan 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Aplikasi Peneliti, 2015

Pola Komunikasi

Proses Komunikasi Hambatan

Komunikasi Orang Tua dengan

anak Down Dyndrome


(56)

Kerangka konseptual di atas kemudian diaplikasikan pada penelitian yang akan menjelaskan mengenai rumusan masalah penellitian yang akan dipaparkan pada beberapa hal, sebagai berikut:

1. Proses komunikasi

Proses komunikasi pada penelitian ini akan menunjukkan cara orang tua memanfaat pola komunikasi dengan menggunakan berbagai media komunikasi primer dan sekunder yang dapat berupa bahasa lisan maupun nonlisan serta berbagai penggunaan media komunikasi yang menunjang kemampuan komunikasi anak down syndrome.

2. Hambatan Komunikasi

Hambatan Komunikasi pada bagian ini diterapkan guna meminimalisir ketidak efektifan komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dengan anak yang menderita Down syndrome. Hambatan bisa berasal dari gangguan komunikasi

3. Pola Komunikasi Orang Tua dengan anak yang mengalami Down syndrome Dalam Berinteraksi di Kota Bandung

Pada bagian ini diketahui dari proses komunikasi anak Down syndrome dengan orang tuanya dan hambatan yang terjadi selama anak Down syndrome dalam berinteraksi dengan orang tuanya sehari hari baik dilingkungan keluarga maupun dilingkungan sosial lainnya.


(57)

57

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi merupakan proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi merupakan suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif teoritis itu sendiri merupakan suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain. Metode di ukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak bisa dinilai apakah suatu metode benar atau salah. Metode penelitian merupakan teknik-teknik spesifik dalam penelitian. (Mulyana, 2013:146)

3.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat diperlukan perencanaan dan perancangan dalam penelitian, agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan sistematis.

Secara kajian dari pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku sebagai prinsip-prinsip umum yang hidup dalam masyarakat. Gejala-gejala tersebut dilihat dari satuan yang berdiri sendiri dalam kesatuan yang bulat


(58)

dan menyeluruh. Sehingga pendekatan kualitatif sering disebut sebagai pendekatan holistik terhadap suatu gejala sosial. Pendekatan kualitatif mencakup berbagai metodologi yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya (subject of matter). Oleh karena itu, dalam penggunaan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiahnya dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Down Syndrome di kota Bandung ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat.

Desain penelitian desktriptif-kualitatif merupakan desain penelitian yang digunakan yang digunakan untuk makna dalam proses-proses komunikasi linier (satu arah), interaktif, maupun pada proses-proses komunikasi transaksional. Desain ini bersifat deskriptif untuk menjelaskan makna-makna dalam gejala sosial (Bungin, 2011:308).

“Menurut Denim, penelitian kualitatif merupakan perilaku artistik.

Pendekatan filosofis dan aplikasi metode dalam kerangka penelitian kualitatif dimaksudkan untuk memproduksi ilmu-ilmu lunak, seperti sosiologi, antropologi (komunikasi dan public relations). Kepedulian utama peneliti kualitatif adalah bahwa keterbatasan objektif dan kontrol sosial sangat esensial. Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Esensinya adalah sebagai


(59)

sebuah metode pemahaman atas keunikan, dinamika dan hakikat holistik dari kehadiran manusia dan interaksinya dengan lingkungan.

Peneliti kualitatif percaya bahwa “kebenaran” (truth) adalah dinamis

dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang dalam interaksinya dengan situaasi sosial kesejarahan. (Ardianto,

2010:59)”

Penelitian deskriptif ini mengamati objeknya dan, menjelajahi dan menemukan pengetahuan-pengetahuan sepanjang proses penelitian lebih jauh dan lebih dalam khususnya Pola Komunikasi Orang Tua dengan anak Down Syndrome

Menurut Jonathan Sarwono pengertian desain penelitian memiliki pengertian sebagai berikut:

“Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang

menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian

secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan”.

Metode deskriptif-kualitatif mencari teori bukan menguji teori atau hypothesis-generating, bukan hupothesis testing dan heuristic, bukan verifikasi. Deskriptif kualitatif menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak, bertindak sebagai pengamat. Ia membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasi (instrumennya adalah pedoman observasi). Ia tidak berusaha untuk memanipulasi variabel.(Ardianto, 2010:60)

Berdasarkan definisi diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa desain penelitian merupakan rencana dan struktur penyelidikan


(60)

terhadap pengumpulan data sehingga dapat menjawab pertanyaan dalam penelitian.

3.2 Informan Penelitian

Menurut Kuswarno menjelaskan mengenai informan peneliti adalah

“Seseorang yang memberikan informasi kepda orang lain yang belum

mengetahuinya. Dalam hal ini, informan merupakan sumber utama yang memberikan informasi dan gambaran mengenai pola perilaku

dari kelompok masyarakat yang diteliti”.

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah snowball sampling , dalam buku Deddy Mulyana yang berjudul Metode Penelitian Komunikasi Prosedur sampling bola salju bergantung terutama kepada perkenalan pribadi yang menghubungkan peneliti dengan informan-informan berikutnya (Deddy Mulyana,208:142). Untuk data peneliti lebih banyak data, peneliti juga terlibat dalam aktivitas-aktivitas orang-orang yang peneliti teliti, Dalam hal penarikan seperti ini Peneliti mengamati cara mereka berprilaku dan juga jawaban-jawaban mereka terhadap pertanyaan peneliti (Burges, 1984:55)

Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian adalah orang-orang pilihan, dan peneliti mendapatkan saran berbagai saran dari Dosen pembimbing untuk mencari informan . Para Informan tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini


(61)

Adapun informan penelitian ini adalah seorang ibu atau orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus anak Down Syndrome seperti tercantum dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Informan Penelitian

Sumber:Peneliti,2015

Alasan dipilihnya kedua orang tua ini adalah, dikarenakan informan tersebut memang memiliki anak yang mengalami Down Syndrome dan salah satunya yaitu ibu Rina sebagai pengurus organisasi Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS) Bandung.

Untuk memperkuat dan memperjelas data yang lebih baik dalam memperoleh informasi. Maka, diperlukan Informan pendukung sebagai penguat informasi juga sebagai Informan yang bisa memberikan informasi tambahan.

No. Nama Keterangan

1 Rainy Arjakusumah Orang Tua

2 Rina Niawaty Orang Tua

3 Sri Rezeki Orang Tua

4 Agus Husni Orang Tua

5 Endah H Physical Training untuk

anak berkebutuhan khusus


(62)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:

3.3.1 Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu pengumpulan data dilengkapi dengan studi pustaka, berupa bahan-bahan tulisan, buku, majalah, dokumen atau penjaringan data hasill yang berhubungan. Peneliti mengambil sumber dari buku-buku referensi serta jurnal-jurnal dan skripsi yang telah ada. Sehingga data yang diperlukan bisa akurat dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

“Menurut J. Supranto, studi pustaka adalah teknik pengumpulan

data yang dilakukan dengan materi data atau informasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia diperpustakaan (Ruslan, 2003:31).”

Untuk memahami apa yang diteliti dan agar penelitian menjadi penelitian yang baik. Maka perlu adanya bahan-bahan materi yang diperoleh dari pustaka-pustaka lainnya.


(63)

Adapun studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan mencakup beberapa cara yang diantaranya:

1. Studi Literatur

Pengambilan data dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian ini dan pencarian suatu usaha untuk mendapatkan informasi dengan cara mencari sumber-sumber dari literatur yang relevan dan berhubungan dengan masalah penelitian ini.

2. Penelusuran Data Online

Peneliti membuka alamat website yang berhubungan dengan kebutuhan peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti ini menggunakan layanan internet dengan cara membuka alamat pada mesin pencari (search engine). Penelusuran data online

menurut Burhan Bungin yaitu: “Tata cara melakukan penelusuran

data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data informasi online yang berupa data maupun data informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis (Bungin, 2008:148).


(64)

3.3.2 Studi Lapangan

Adapun studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang valid dan faktual yang diharapkan berkenaan dengan penelitian yang dilakukan menncakup beberapa cara diantaranya yakni:

1. Wawancara Mendalam atau In-depth Interview

Menurut Burhan Bungin menejelaskan mengenai wawancara mendalam adalah:

“Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan

terlibat dalam kehidupan soisal yang relatif lama”.

Dan sebagaimana juga dijelaskan oleh Masri Singaribun mengenai wawancara mendalam adalah sebagai berikut:

“Percakapan yang dilakukan oleh pewawancara dengan cara menyampaikan pertanyaan kepada responden, merangsang responden untuk menjawabnya, menggali jawaban lebih jauh bila dikehendaki dan mencatatnya

Untuk itu dibutuhkan keterampilan mewawancarai, motivasi yang tinggi dan rasa aman, artinya tidak ragu dan takut menyampaikan pertanyaan.


(65)

2. Observasi non Partisipan

observasi nonpartisipan adalah jenis metode observasi, dimana

seorang peneliti hanya berperan sebagai “penonton” saja tidak terjun sebagai “pemain” seperti dalam observasi partisipan (Ardianto. 2010:180). Jadi, selama mengamati orang tua yang memiliki anak Down Syndrome , peneliti seolah menjaga jarak , tidak terjun untuk langsung bisa berbaur dengan orang tua yang memiliki anak Down Syndrome tersebut. Dengan Instrumen data yang peneliti miliki berupa pedoman observasi, peneliti dapat mengamati segala kegiatan atau kejadian saat observasi.

3. Dokumentasi

Moleong (2007:161) menjelaskan mengenai dokumentasi, adapun penjelasannya mengenai dokumentasi sebagai berikut:

“Dokumentasi berasal dari catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen dapat berupa tulisan, gambar, foto, video dan sebagainya. Dokumen sudah lama dapat digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dlam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk

menguji, menafsirkanm bahkan meramalkan “.

Dokumentasi sendiri merupakan salah satu pengumpul data dimana sumber dokumentasi ini diperoleh dari beberapa data atau dokumen ini diperoleh dari beberapa data atau dokumen, laporan, buku, surat kabar, dan juga beberapa bacaan lainnya mendukung penelitian.


(66)

3.4 Uji Keabsahan Data

Uji Keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa proses pengujian. Peneliti menggunakan uji credibility (validitas interbal) atau uji kepercayaan terhadap suatu hasil penelitian. Uji keabsahan data ini diperllukan untuk menentukan valid atau tidaknya suatu temuan atau data yang dilaporkan peneliti dengan apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan.

Cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap hasil penelitian dilakukang sebagai berikut (Sugiyono, 2005:270):

1. Perpanjangan pengamatan, berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.

2. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi,atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda (Sugiyono, 2005:270-274).


(67)

3. Membercheck, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Sehingga Informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud informan. (Sugiyono, 2005:275-276)

3.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan data selesai pengumpulan dalam periode tertentu. Teknik analisa data merupakan suatu kegiatan yang mengacu pada suatu hal dalam rangka mengetahui bagian-bagian, hubungan dan hubungan bagian dengan keseluruhan.

“Menurut Bogdan Biklen mengatakan bahwa, analisis data kualitatif

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005:248).”

Logika yang dilakukan dalam penarikan kesimpulan penelitian kualitatif bersifat induktif (dari yang khusus kepada yang umum), seperti yang yang dikemukakan oleh Faisal, adalah sebagai berikut:

“Faisal mengatakan, dalam penelitian kualitatif digunakan logika induktif abstraktif. Suatu logika yang bertitik dari “khusus ke umum”, bukan dari “umum ke khusus” sebagaimana dalam logika deduktif verifikatif. Karenanya, kegiatan pengumpulan data dan analisis data menjadi tak mungkin dipisahkan satu sama lain. Keduanya


(68)

berlangsung secara simultan atau berlangsung serempak. Prosesnya berbentuk siklus, bukan linier. (Bungin. 2003:68-69).”

Gambar 3.1

Komponen-komponen analisis data

Sumber: Miles & Huberman (1992:20)

Dalam penelitian diperlukan tahap-tahap penelitian yang memungkinkan peneliti untuk tetap berada pada jalur yang benar dan memiliki langkah-langkah yang akan diambil dalam penelitian. Tahapan-tahapan ini berguna sebagai sistematika proses penelitian yang akan mengarahkan peneliti dengan patokan jelas sebagai gambaran dari proses penelitian dan digunakan sebagai analisis data. Data yang diperoleh dari lapangan dilakukan analisis melalui tahap-tahap sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Penyajian data

Reduksi

data Penarikan


(69)

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses penyeleksian data, pemeriksaan kelengkapan dan kesempurnaan data. Memilah data yang didapatkan untuk dijadikan sebagai bahan laporan penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dianggap relevan untuk dijadikan sebagai hasil laporan penelitian. Data yang diperoleh kemungkinan tidak sejalan dengan tujuan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penyeleksian data yang dianggap layak sangat dibutuhkan. Penyeleksian data ini juga berfungsi sebagai cara untuk dapat memfokuskan pembahasan penelitian tertentu yang

2. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan proses data yang telah dikelompokkan selanjutnya disusun dalam bentuk narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian. 3. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data merupakan proses interpretasi data yaitu menginterpretasikan apa yang telah diinterpretasikan infoman terhadao penelitian.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan proses pengambilan kesimpulan berdasarkan susunan narasi yang telah disusun [ada tahap ketiga, sehingga dapat memberi jawaban atas masalah penelitian.


(70)

Dari Keempat Tahap analisis data diatas setiap bagian-bagian yang ada didalamnya berkaitan satu dengan yang lainya. Analisis dilakukan secara kontinu dari pertama sampai akhir penelitian, untuk mengetahui Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Down Syndrome di kota Bandung.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini memiliki lokasi yang menjadi lapangan penelitian dari peneliti serta waktu berlangsungnya penelitian ini, adapun lokasi dan waktunya :

3.6.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Bandung. Penelitian yang dilakukan tidak terfokus pada satu tempat, tetapi dilakukan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan informan.

3.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dan dilaksanakan oleh peneliti dengan menggunakan kurun waktu penelitian selama enam bulan mulai dari bulan Maret 2015 sampai Agustus 2015 dengan waktu penelitian sebagai berikut:


(71)

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

Sumber : Peneliti, 2015

No. Kegiatan Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Persiapan

Pengajuan judul Acc judul Persetujuan pembimbing 2. Pelaksanaan

Bimbingan Observasi dan pencarian data lapangan Penyusunan BAB I Bimbingan Penyusunan BAB II Bimbingan PenyusunanBA B III Bimbingan Seminar UP 3. Penelitian

Lapangan Pengumpulan Data Lapangan Wawancara Penelitian 4. Penyelesaian

Laporan PenyusunanBAB IV Bimbingan PenyusunanBAB V Bimbingan 5. Penyusunankes

eluruhan draft BAB I-V 6. Pendaftaran

dan

Pelaksanaan sidang


(72)

156

Bab ini merupakan bagian akhir dari hasil penelitian yang penulis lakukan selama penyusunan penelitian ini. Dalam Bab ini juga akan diuraikan mengenai kesimpulan penelitian dan saran-saran penulis.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada Bab IV telah diangkat subfokus yang menjelaskan mengenai Pola Komunikasi Orang tua Dengan Anak yang Mengalami Down Syndrome di Kota Bandung, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses komunikasi Orang Tua dengan anak Down Syndrome bisa berjalan tidak efektif jika adanya Orang Tua tidak mampu memahami anaknya yang mengalami Down Syndrome, untuk membuat anak Down Syndrome yang mengerti orang tuanya itu merupakan hal yang termasuk membuat si anak akan menjadi lebih bingung dalam menjalankan prose komunikasinya tersebut.

2. Bahwa tiap keluarga hampir sama proses komunikasinya dan adanya ketidak efektifan komunikasi yang berbeda-beda tiap keluarag yang memiliki anak yang mengidap Down Syndrome.


(1)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menemukan kesulitan dan hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuan peneliti, namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, disertai dengan keinginan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, maka akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan.

Untuk Mamah Fitri Yetti terima kasih untuk segala doanya, nasihat dan kasih sayangnya yang sungguh luar biasa. Almarhum Papah Makmur yang pernah mengisi kenangan masa kecil penulis terima kasih yang tak terhingga ketika Papah sempat memberikan kenangan masa kecil untuk penulis.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu baik itu dalam melakukan penelitian maupun dalam penyusunan skripsi, peneliti tidak mungkin menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih yang sebesar- sebesarnya kepada :

1. Yth. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, Msc, selaku Rektor

Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan kebijakan pada mahasiswanya untuk mengitu skripsi.


(2)

vi

2. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A., selaku Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, terima kasih atas segal bentuk perizinan yang diberikan kepada penulis.

3. Yth. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pengesahan kepada Skripsi ini.

4. Yth. Bapak Sangra Juliano P.,M.I.Kom, selaku Sekretaris

Program Studi Ilmu Komunikasi.

5. Yth. Bapak Inggar Prayoga M.I.Kom., selaku Dosen Wali yang

telah memberikan nasihat dan semangat arahan kepada penulis untuk menempuh studi di Universitas Komputer Indonesia.

6. Yth. Bapak Yadi Supriadi,S.Sos., M.Phil., M.I.Kom

Pembimbing peneliti yang telah memberikan pengarahan sebelum peneliti melaksanakan skripsi dan dengan sabar memberikan pengarahan, serta saran dan kritik yang membangun kepada peneliti selama bimbingan skripsi serta telah memberikan pengesahan pada skripsi untuk disidangkan.

7. Yth. Staf Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan kepada peneliti dari awal sampai akhir perkuliahan.

8. Yth. Ibu Ratna Widiastuti., Amd dan Ibu Astri


(3)

vii

administrasi selama berkuliah di UNIKOM dan selama penyusunan skripsi.

9. Narasumber yang saya hormati Ibu Rainy Arjakusumah, Ibu Rina

Niawaty, Ibu Sri Rezky, dan Bpk. Agus Husni, terima kasih sudah memberikan waktunya untuk diwawancarai.

10.Mariye Ristika dan Uci Mulia yang merupakan kakaku yang selalu memberikan semangat doa, dukungan dan nasihatnya. Serta Keponakan kecilku Al Fatih yang telah menyadarkan penulis bahwasanya masa depan itu merupakan lanjutan dari masa kecil. 11.Sahabat-sahabatku, terutama Asmi Munandar, Rizkianda, Irfan

Irawan, Rizki Chikita, Rama Nugraha, Febriyanti Claudia dll, yang telah memberikan bantuan, doa dan motivasi serta persahabatan yang luar biasa.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi mapun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu peneliti berharap dan berterima kasih atas segala saran dan kritik dari pembaca. Serta menerima saran dan kritik tersebut dengan hati yang terbuka.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Agustus 2015 Peneliti

Rahmat Sadikin NIM.41810800


(4)

(5)

(6)