FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN PENCAPAIAN DESA UCI (UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION) DI UPTD PUSKESMAS KUTA PADANG LAYUNG KECAMATAN BUBON KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI

  FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN PENCAPAIAN DESA UCI (UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION) DI UPTD PUSKESMAS KUTA PADANG LAYUNG KECAMATAN BUBON KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI ROSI WAHYUNI NIM : 09C10104114 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Menurut perkiraan WHO, lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun yang meninggal setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Serangan penyakit tersebut akibat status imunisasi dasar yang tidak lengkap pada sekitar 20% anak sebelum ulang tahun yang pertama. Berdasarkan estimasi global yang dilakukan WHO tahun 2007, pelaksanaan imunisasi dapat mencegah kurang lebih 25 juta kematian balita tiap tahun akibat penyakit Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan) dan Campak (dalam Savitri, 2009:16).

  Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) secara resmi pada tahun 1997, yang menganjurkan agar semua anak diimunisasi enam macam penyakit yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberkulosis, Polio dan Campak. Kemudian Departemen Kesehatan RI juga mengembangkan program imunisasi Hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin. Salah satu target keberhasilan kegiatan imunisasi adalah tercapainya

  

Universal Child Immunization (UCI). Desa UCI adalah desa dengan cakupan

  imunisasi dasar lengkap bayi sebelum berumur 1 tahun secara merata di seluruh desa/kelurahan. Imunisasi lengkap yaitu 1 dosis vaksin BCG (Bacillus Calmette-

  

Guerin), 3 dosis vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), 4 dosis vaksin Polio, 1

  dosis vaksin Campak dan 3 dosis vaksin Hepatitis B yang diberikan sebelum anak

  Seluruh desa atau kelurahan pada tahun 2014 harus mencapai 100% UCI

(Universal Child Immunization). Target ini sesuai dengan Kepmenkes No.

  482/Menkes/SK/IV/2010 tentang GAIN (Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional)

  

UCI 2010-1014. Pada tahun 2011, Desa UCI di Indonesia mencapai target 74,13%

  dari 77.029 desa yang ada di Indonesia, sedangkan target Menkes tahun 2011 minimal 85% desa yang mencapai Desa UCI. Di Indonesia tahun 2012, cakupan Desa UCI mencapai 79,3%, padahal target Menkes pada tahun 2012 Desa UCI harus mencapai minimal 90% dari 80.026 desa yang ada di Indonesia (dalam Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

  Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang cakupan pencapaian Desa UCI masih rendah. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, target Desa UCI di Aceh pada tahun 2011 hanya 62,32% dari 6.451 desa yang ada di Provinsi Aceh. Kemudian tahun 2012, pencapaian Desa UCI di Aceh hanya 69,4% dari 6497 desa yang ada. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa target Desa UCI di Aceh bahkan belum mencapai 80% (dalam Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

  Saat ini Provinsi Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang sampai saat ini dominan merupakan daerah yang bermasalah kesehatan, termasuk Kabupaten Aceh Barat yang menduduki peringkat ke-8. Pencapaian Desa UCI Kabupaten Aceh Barat tahun 2010 mencapai 42,4%, tahun 2011 mencapai 46,3% dan tahun 2012 sebesar 52,5%. Pencapaian ini masih sangat rendah dari target yang diinginkan (100%). Kecamatan Johan Pahlawan sudah mencapai UCI yaitu wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosisi Hepatitis B, dan 1 dosis Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis Campak dan 2 dosis TT (dalam Profil Dinkes Aceh Barat, 2013).

  Kabupaten Aceh Barat memiliki 12 kecamatan, salah satunya Kecamatan Bubon yang merupakan wilayah kerja UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung.

  UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat memiliki masalah dalam pencapaian target Desa UCI pada tahun 2012.

  Target Desa UCI yang ditargetkan sebanyak 17 desa, namun yang memiliki status sebagai Desa UCI hanya 10 desa saja (58,8%). Desa-desa tersebut antara lain Alue Bakong, Seumuleng, Kuala Pling, Ulee Blang, Seunebok Trap, Suak Pangkat, Peulante, Cot Keumuneng, Liceh dan Cot Lada. Target pencapaian Desa

  

UCI tersebut masih rendah dibandingkan dengan Puskesmas atau kecamatan

  lainnya. Pencapaian Desa UCI di Kecamatan Bubon ini masih menduduki peringkat ke 4 terendah dari 13 Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Barat (dalam Profil Dinkes Aceh Barat, 2013).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa cakupan pencapaian Desa UCI masih merupakan kendala yang besar. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang inilah peneliti perlu mengadakan penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang berhubungan cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung, Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan telah menggambarkan sebagian tentang pencapaian Desa UCI, maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  1.3.2 Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  b. Untuk mengetahui hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  c. Untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

1.4 Hipotesis Penelitian

  a. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  Ha : Ada hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian Desa

  UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  b. Ho : Tidak ada hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  Ha : Ada hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa

  UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  c. Ho : Tidak ada hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014. Ha : Ada hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

  1.5.1 Manfaat Teoritis

  Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya Ilmu Kesehatan Masyarakat, serta memberi informasi tentang Desa UCI terhadap peningkatan kesehatan masyarakat di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

  1.5.2 Manfaat Praktis

  1. Bagi Masyarakat Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan pengetahuan bagi masyarakat terutama mengenai Desa UCI, terutama ibu balita.

  2. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan informasi bagi petugas kesehatan mengenai pengetahuan masyarakat terhadap pencapaian Desa UCI dan memberi wawasan bagi instansi terkait.

  3. Bagi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan kepustakaan untuk memperkaya pustaka yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan oleh peserta didik berikutnya dalam proses pendidikan di profesi pendidikan kesehatan. Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desa UCI ( Universal Child Immunization )

2.1.1 Imunisasi

  Imunisasi adalah proses untuk membuat individu mempunyai imunitas dan resistensi terhadap infeksi, biasanya dengan cara memberikan vaksinasi (WHO, 2009). Imunisasi merupakan satu dari sepuluh kebijakan yang paling popular di abad 20 ini. Selain itu imunisasi juga merupakan cara paling efektif untuk mencegah penyakit infeksi. Oleh karena itu, imunisasi dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian anak di berbagai negara. Menurut data WHO (2008), dapat diprediksi bahwa imunisasi dapat menurunkan angka penyakit infeksi yang dapat mengancam kehidupan sebanyak dua juta kematian tiap tahunnya. Oleh karena itu, WHO mengambil peran dan tanggung jawab untuk meningkatkan angka cakupan imunisasi di berbagai negara (dalam Waluyanti, 2009:12-13).

  Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin dalam tubuh agara tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Imunisasi adalah upaya untuk merangsang kekebalan tubuh dari serangan penyakit menular tertentu melalui pemberian vaksin. Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal terhadap invasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kecepatan untuk menyerang tubuh (Maryunani,

  Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan. Universal Child Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (umur 0-11 bulan). Definisi desa atau kelurahan UCI ialah desa/kelurahan dimana ≥ 85 % dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Rahmawati, 2007:15).

  Hal tersebut juga diutarakan oleh Plotkin (1994), bahwa dampak imunisasi terhadap kesehatan penduduk dunia sangatlah besar karena dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas di dunia, sehingga imunisasi merupakan tanggung jawab dari setiap pelayanan primer di semua negara. Imunisasi merupakan bentuk perlindungan terhadap penyakit, spesifiknya terhadap penyakit menular (dalam Waluyanti, 2009:13).

  Adapun tujuan imunisasi bagi individu anak adalah memberikan kekebalan pada bayi dan balita agar dapat terhindar dari penyakit dan terhindar dari kematian akibat penyakit yang sering terjangkit. Diperkirakan 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan, dan 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit Tetanus, jika tanpa imunisasi. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 anak akan menderita penyakit Polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Secara umum tujuan imunisasi adalah mencegah dan mengeradikasi penyakit (Waluyanti, 2009:13).

  Sejarah telah membuktikan tujuan tersebut mulai tercapai pada tahun 1977 ketika cacar dapat dieradikasi dan poliomyelitis dapat dieliminasi di AS tahun 1991. American Academy of Pediatrics (AAP) (1997) menyebutkan bahwa eradikasi dan eliminasi penyakit tersebut disusul oleh eliminasi penyakit lain seperti Tetanus, Dipteria, Campak, Parotitis, Pertusis, Rubella, dan Haemofilus influenza tipe B (HiB). Pada tahun 1994 dideklarasikan secara internasional untuk melakukan eliminasi Polio di dunia bagian Barat. Sementara itu di Asia dilaporkan proses eradikasi Polio dari tahun 1988-2007 sudah mencapai eradikasi tidak tersertifikasi dan termasuk area non-endemik Polio (dalam Waluyanti, 2009:14).

  Proses pemberantasan penyakit yang dapat disembuhkan dengan imunisasi melalui tiga tahapan yaitu : a. Tahap reduksi dimana tahap ini terbagi menjadi : (1) tahap pengendalian penyakit, terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi > 80% dan interval terjadinya kejadian luar biasa antara 4-8 tahun; (2) tahap pencegahan kejadian luar biasa, dimana cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval Kejadian Luar Biasa (KLB) relatif lebih panjang.

  b. Tahap eliminasi dimana cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil terjadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan segera agar terkurangi risiko terkena PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi).

  c. Tahap eradikasi terjadi setelah cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus sudah tidak ditemukan (Waluyanti, 2009:14-15).

  Terdapat dua jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan agar tubuh dapat memproduksi antibodi sendiri seperti imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat seperti penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami kecelakaan atau bayi baru lahir yang mendapat antibodi dari ibunya (Waluyanti, 2009:15).

  Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003) disebutkan bahwa kekebalan aktif jika anak mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari penyakit tertentu seperti sembuh dari penyakit Campak maka anak akan mempunyai kekebalan terhadap Campak. Sementara kekebalan pasif didapat dari ibu melalui plasenta dan ini bersifat sementara atau didapat dari serum antibodi. Imunisasi aktif merupakan cara untuk memberikan kekebalan aktif dengan memberikan mikroorganisme atau modifikasinya (seperti toxoid, antigen terseleksi/tertentu, atau antigen rekayasa) yang merangsang terjadinya respon imunologi melalui respon infeksi alami (dalam Waluyanti, 2009:15-16). beberapa yang lainnya memerlukan multi dosis. Selain itu vaksin juga efektif dengan pemberian injeksi dan ada juga melalui pemberian oral. Kombinasi vaksin dipertimbangkan agar anak mendapat manfaat perlindungan dari infeksi dengan sedikit pemberian apalagi jika melalui injeksi, misalnya DPT. Berdasarkan penjelasan tersebut maka beberapa negara menggunakan istilah program imunisasi dasar untuk anak seperti 4:3:1:3. Artinya imunisasi dasar bagi anak adalah 4 dosis DPT, 3 dosis Polio, 1 dosis Campak dan 3 dosis HiB (Haemophilus (Waluyanti, 2009:16).

  influenzae type B)

  Sementara untuk Indonesia imunisasi yang diberikan pada anak sebagai imunisasi aktif adalah : a. BCG untuk mencegah penyakit TBC dengan 1 kali dosis.

  b. Hepatitis B untuk mencegah penyakit Hepatitis B dengan 3 kali dosis.

  c. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit Difteri, Pertusis, dan Tetanus dengan 3 kali dosis.

  d. Polio untuk mencegah penyakit Poliomyelitis dengan 4 kali dosis.

  e. Campak untuk mencegah penyakit Campak (measles) dengan 1 kali dosis (Waluyanti, 2009:16-17).

  Menurut RSPI SS (2007) imunisasi mempunyai beberapa manfaat, diantaranya : 1) Untuk anak : mencegah kesakitan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian; 2) Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan secara psikologis jika anak mengalami sakit, membangun keyakinan memperbaiki tingkat kesehatan, membangun bangsa yang kuat dan siap melanjutkan pembangunan negara (dalam Waluyanti, 2009:18).

2.1.2 Mekanisme Penyelenggaraan Program Imunisasi

  1. Penyusunan perencanaan Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan program imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisis situasi, alternatif pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara efisien untuk mencapai tujuan program (Rahmawati, 2007:17).

  2. Menentukan jumlah sasaran Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting karena menjadi dasar dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.

  Sumber resmi antara lain : (1) angka jumlah penduduk, pertambahan penduduk serta angka kelahiran diperoleh dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), (2) unit terkecil dari hasil sensus adalah desa, dan angka ini menjadi pegangan, untuk selanjutnya pengelola program imunisasi melakukan proyeksi untuk mendapatkan jumlah penduduk dan sasaran imunisasi sampai ke tingkat desa (Rahmawati, 2007:17-18).

  3. Menentukan target cakupan Menentukan target merupakan bagian yang penting dari perencanaan karena target dipakai sebagai salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan, dilengkapi (peta wilayah dengan wilayah dengan jumlah penduduk/sasaran, data wilayah, jumlah tenaga, jumlah peralatan imunisasi yang ada, data kesakitan dan kematian, hasil analisis Pantauan Wilayah Setempat). Hasil evaluasi dari data di atas ditetapkan masalah, faktor penyebab serta potensi yang dimiliki. (2) menghitung target aksesibilitas/jaringan program (cakupan DPT-1), wilayah I adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi secara teratur, minimal 4 kali dalam setahun, wilayah II adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi namun kurang dari 4 kali dalam setahun atau tidak teratur, wilayah III adalah wilayah yang tidak dapat dijangkau pelayanan imunisasi (Rahmawati, 2007:18).

  4. Merencanakan kebutuhan vaksin Pada dasarnya perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin berasal dari unit pelayanan imunisasi (Puskesmas). Cara menghitung berdasarkan jumlah imunisasi dasar, target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi, indeks pemakaian vaksin tahun lalu. Dengan cara menghitung kebutuhan vaksin, target cakupan secara rinci sampai ke masing-masing kontak antigen (Rahmawati, 2007:19-20).

  5. Perencanaan kebutuhan peralatan Cold Chain (Rantai Dingin) Setiap obat dari bahan biologis harus terlindung dari sinar matahari, vaksin yang sudah dilarutkan tidak dapat disimpan lama karena potensinya akan berkurang, oleh karena itu, untuk vaksin beku kering (BCG, Campak) kemasan

  2.1.3 Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi

  a. Persiapan petugas meliputi (1) inventaris sasaran (daftar bayi dan ibu hamil), sumber dari kelurahan, form registrasi bayi/ibu hamil, PKK, (2) persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin (jumlah vaksin yang dibawa harus sesuai dengan jumlah sasaran, peralatan rantai dingin yang akan dipergunakan di lapangan seperti termos), (3) persiapan ADS (Auto Disable

  Syringe ) dan safety box. Petugas harus mempersiapkan ADS dan safety box

  untuk dibawa ke lapangan sesuai dengan jumlah sasaran yang akan diimunisasi.

  b. Persiapan dan penggerakkan masyarakat mutlak harus dilakukan dengan kerja sama lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM dan petugas masyarakat/kader (Rahmawati, 2007:21).

  2.1.4 Macam-Macam Imunisasi Dasar

  1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin) Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin (BCG) hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio muskulus deltoideus. Bacillus Calmette Guerrin (BCG) dimanfaatkan untuk mencegah penyakit TBC atau Tuberculosis yang disebabkan oleh bakteri

  

Mycobacterium tuberculosa. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah

  penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita HIV). Reaksi yang a. Reaksi lokal : 1

  • – 2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan banjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan itu berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8
  • – 12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut yang disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka bila akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji (tuberkulin).

  Mantoux

  b. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa

  • – disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3 6 bulan (Anonim, 2010:20).

  Komplikasi yang mungkin timbul adalah :

  a. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan.

  Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.

  b. Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2

  • – 6 bulan (Anonim, 2010:21).

  2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap

  Difteri, Pertusis dan Tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta pernapasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang (Anonim, 2010:21).

  Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara suub cutan dalam. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT-1), 3 bulan (DPT-2), 4 bulan (DPT-3), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml (Anonim, 2010:22).

  DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut :

  o

  a. Demam tinggi (lebih 40,5

  C) c. Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarga) d. Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) (Anonim, 2010:22).

  Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak mempunyai riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah DT, yang hanya dapat diperoleh di puskesmas (kombinasi toksoid Difteria dan Tetanus (DT) yang mengandung 10

  • – 12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin Pertusis) (Anonim, 2010:22- 23).

  Satu sampai dua hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak -gerakkan lengan maupun tulang tungkai yang bersangkutan (Anonim, 2010:23).

  3. Imunisasi Polio Imunisasi Polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

  Poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

  Kontraindikasi pemberian vaksin Polio :

  a. Diare

  b. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid) c. Kehamilan (Anonim, 2010:23-24).

  Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang- kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat yang tertinggi (Anonim, 2010:24).

  4. Imunisasi Campak Imunisasi Campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

  Campak. Imunisasi Campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subsutan sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah Campak, dan ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka imunisasi Campak boleh diberikan (Anonim, 2010:24).

  Kontraindikasi pemberian vaksin Campak adalah sebagai berikut:

  o

  a. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 C

  b. Gangguan sistem kekebalan d. Alergi terhadap protein telur

  e. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin f. Wanita hamil (Anonim, 2010:24).

  Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang) (Anonim, 2010:24).

  5. Imunisasi HB (Hepatitis B) Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap Hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB 1 dan 4 minggu kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan 3 kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam dengan dosis 0,5 ml (Anonim, 2010:25).

  Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya sampai anak benar-benar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam bebarapa hari (Anonim, 2010:25).

2.1.5 Keberhasilan Imunisasi

  Tidak semua anak yang diimunisasi bebas dari serangan penyakit. Semua bergantung pada tingkat keberhasilan imunisasi yang dilakukan. Begitu pula, waktu yang lama, ada pula yang terlindungi hanya sebentar saja. Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor yaitu :

  1. Waktu pemberian Vaksin yang diberikan ketika anak masih memiliki kadar antibodi dari ibunya yang masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk waktu pemberian yang efektif pada setiap imunisasi berbeda-beda (Huda, 2009:9).

  2. Kematangan imunologik Pada bayi belum memiliki fungsi imun yang matang sehingga akan memberikan hasil yang kurang efektif dibandingkan pada anak. Individu dengan status imun rendah, seperti pasien yang mendapat pengobatan imunosupresan atau sedang mengalami infeksi, maka akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi, contohnya pada pasien HIV dan penggunaan kortikolsteroid jangka panjang pada penderita penyakit kronis (Huda, 2009:9).

  3. Keadaan gizi Gizi yang kurang menyebabkan kemampuan sistem imun lemah.

  Meskipun kadar imunoglobulin normal atau meningkat, namun tidak mampu mengikat antigen dengan baik karena kekurangan asam amino yang dibutuhkan dalam pembentukan antibodi (Huda, 2009:9).

  4. Cara pemberian vaksin Cara pemberian mempengaruhi respons yang timbul. Vaksin Polio oral polio parenteral (disuntikkan) hanya memberikan kekebalan sistemik saja (Huda, 2009:10).

  5. Dosis vaksin Dosis yang terlalu sedikit akan menimbulkan respon imun yang kurang pula. Dosis yang terlalu tinggi juga akan menghambat sistem kekebalan yang diharapkan (Huda, 2009:10).

  6. Frekuensi pemberian Jarak pemberian yang terlalu dekat, pada saat kadar antibodi masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sistem kekebalan (Huda, 2009:10).

2.1.6 Jenis-Jenis Vaksin

  Pada dasarnya isi vaksin dibuat dari :

  1. Kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan Virus atau bakteri ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan pembiakan berulang-ulang. Vaksin yang dimatikan dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia (seperti formalin). Contoh vaksin yang dimatikan antara lain vaksin Polio salk dan vaksin batuk rejan. Contoh vaksin yang dilemahkan yaitu vaksin BCG, vaksin Polio sabin dan vaksin Campak (Huda, 2009:7-8).

  2. Zat racun (toxin) yang telah dilemahkan (toxoid) Vaksin jenis ini dibuat dengan mengambil zat racun dari kuman.

  Contohnya toksoid Tetanus dan toksoid Difteri (Huda, 2009:8).

  3. Bagian kuman tertentu atau komponen kuman yang biasanya serupa dengan protein khusus Vaksin jenis ini, organisme tersebutdibuat murni dan hanya komponen- komponennya yang dimasukkan dalam vaksin, seperti kapsul polisakarida, bagian fraksional yang masuk sub unit kuman. Contohnya vaksin Hepatitis B, Pertusis, Tifoid vi, Pneumokokus dan Meningokokus (Huda, 2009:8).

2.2 Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

  Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo, 2007:140).

  Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

  1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

  2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja nya.

  5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  6. Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoadmodjo, 2007:140-142).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

  1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

  Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai

  2. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung

  (Palupi, 2011:9).

  3. Umur Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa (Palupi, 2011:10).

  4. Minat Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (Palupi, 2011:10).

  5. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya (Palupi, 2011:10).

  6. Kebudayaan Lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap (Palupi, 2011:10).

  7. Informasi Informasi merupakan salah satu unsur komunikasi karena komunikasi pada dasarnya adalah suatu proses penyampaian informasi dari komunikator

  (sender) kepada komunikan (receiver). Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru (dalam Palupi, 2011:11).

2.3 Sarana Kesehatan

  Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat perlu ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana kesehatan. Sarana kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Amri, 1997). Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan ditentukan sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya (dalam Sitompul, 2011:3).

  Kemudian ayat (2), sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk mendirikan sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah, tetapi juga diberikan kepada setiap anggota masyarakat atau swasta, sehingga akhir-akhir ini nampak peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta secara merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan sistem kesehatan nasional, semakin meningkat dan berkembang dengan didirikannya klinik-klinik swasta (dalam Sitompul, 2011:3-4).

2.4 Dukungan Tenaga Kesehatan

  Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dikutip oleh Adisasmito (2007), SDM kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sementara itu, SDM kesehatan menurut PP No.32/1996 yang juga dikutip oleh Adisasmito (2007) adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak untuk jenis tertentu melakukan wewenang dalam melaksanakan upaya kesehatan (dalam Lestari, 2008:14).

  Tenaga kesehatan menurut SKN yang dikutip oleh Adisasmito (2007) adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan professional di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak untuk yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan formal di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tindak tanduk tenaga kesehatan di suatu instansi kesehatan tertentu mempengaruhi kunjungan masyarakat ke instansi tersebut utuk memperoleh berbagai upaya pelayanan kesehatan (dalam Lestari, 2008:14).

2.5 Kerangka Teori Penelitian

  Desa UCI (Universal Child Immunization) merupakan salah satu tolak ukur dalam keberhasilan pencapaian pengembangan program imunisasi. Oleh karena itu, perilaku masyarakat dan lingkungan sekitar terhadap pencapaian Desa

  

UCI sangatlah penting. Berdasarkan teori Green (1980) dalam Notoadmojo

  (2007), ada tiga determinan perilaku dalam kesehatan yaitu :

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

  Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti dapat merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut.Teori Green,1980 dalam Notoadmojo,2007.

  

Variabel Bebas Variabel Terikat

  (Independen) (Dependen) Pengetahuan Ibu

  Cakupan Pencapaian Sarana kesehatan

  Desa UCI Dukungan Tenaga Kesehatan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI (Universal Child

  

Immunization ) di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon,

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 (Notoadmojo, 2010).

  3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

  Tempat penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon dan waktu penelitiannya dimulai dari 22 hingga 27 April 2014. Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon karena pencapaian Desa UCI di kecamatan tersebut masih rendah dan belum mencapai target.

  3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

  Berdasarkan data dari UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung, populasi penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi 0-11 bulan yang di imunisasi bertempat tinggal di Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat yang berjumlah 147 populasi.

3.3.2 Sampel

  Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis (systematic sampling) untuk penelitian dengan membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan (Notoadmojo, 2010).

  Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Notoadmojo, 2010).

  Keterangan : N = Besarnya populasi.

  n = Besarnya sampel. d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan, biasanya 10% atau 0,1.

  Diketahui :

  N = 147 jiwa Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti sebesar 60 jiwa.

Tabel 3.1 Jumlah Sampel yang Diteliti di Tiap Desa Kecamatan Bubon Kabupaten

  5 5 / 147 x 60 = 2,04

  1 Cot Keumuneng

  5 5 / 147 x 60 = 2,04

  2 Ule Blang

  7 7 / 147 x 60 = 2,86

  3 Sinebok Trap 14 14 / 147 x 60 = 5,71

  6 Suak Pangkat

  2 Cot Lada 12 12 / 147 x 60 = 4,90

  4 Liceh

  5 Peulante

  2 2 / 147 x 60 = 0,82

  1 Blang Sibetong 18 18 / 147 x 60 = 7,35

  7 Jumlah 147 Jumlah

  60

  Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat dengan teknik wawancara melalui alat ukur kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI di Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat.

  3 3 / 147 x 60 = 1,22

  9 9 / 147 x 60 = 3,67

  Aceh Barat

  9 9 / 147 x 60 = 3,67

  Nama Desa Jumlah Populasi Rekapitulasi Perhitungan Sampel Jumlah Sampel

  Beurawang 11 11 / 147 x 60 = 4,49

  5 Rambung

  7 7 / 147 x 60 = 2,86

  3 Kuta Padang 17 17 / 147 x 60 = 6,94

  7 Layung

  4 Alu Lhok

  3 Kuala Pling

  6 6 / 147 x 60 = 2,45

  2 Alu Bakong

  8 8 / 147 x 60 = 3,27

  3 Gunong Panah

  6 6 / 147 x 60 = 2,45

  2 Seumuleng

  8 8 / 147 x 60 = 3,27

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

3.4.2 Data Sekunder

  Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan, laporan dan profil UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung untuk mengetahui jumlah penduduk Kecamatan Bubon dan cakupan Desa UCI di Kecamatan Bubon.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

  Variabel Independen Alat Hasil Skala No. Variabel Definisi Cara Ukur Ukur Ukur Ukur

  1. Pengetahuan Informasi yang Wawancara Kuisioner a. Ordinal Baik

  Ibu diketahui/didasari b.

  Kurang oleh responden mengenai UCI

  2. Sarana Tempat yang Wawancara Kuisioner a. Nominal Ada

  Kesehatan digunakan untuk

  b. Tidak menyelenggarakan upaya

  3. Dukungan Tindakan dari Wawancara Kuisioner a. Ordinal Baik

  Tenaga petugas kesehatan b.

  Kurang Kesehatan dalam melakukan imunisasi

  Variabel Dependen Alat Hasil Skala No. Variabel Definisi Cara Ukur Ukur Ukur Ukur

  1. Cakupan Pencapaian Wawancara Kuisioner a. Ordinal Baik pencapaian imunisasi dasar b.

  Tidak Desa UCI lengkap pada semua bayi yang ada di suatu desa

  Aspek Pengukuran

  Pada pengukuran variabel independen terhadap pengetahuan ibu untuk kemungkinan jawaban yaitu, “ Baik” dan “Kurang”. Untuk jawaban “Baik” maka diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Kurang” maka diberi skor nol (0).

  Pada pengukuran variabel independen terhadap sarana kesehatan untuk pencapaian Desa UCI terdiri dari 2 pertanyaan tertutup dengan dua (2) kemungkinan jawaban yaitu, “ Ada” dan “Tidak”. Untuk jawaban “Ada” maka diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Tidak” maka diberi skor nol (0). Pada pengukuran variabel independen dukungan tenaga kesehatan untuk pencapaian Desa UCI terdiri dari 4 pertanyaan tertutup dengan dua (2) kemungkinan jawaban yaitu, “ Baik” dan “Kurang”. Untuk jawaban “Baik” maka d iberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Kurang” maka diberi skor nol (0).

  Untuk mengukur variabel independen terhadap cakupan pencapaian Desa

  

UCI diukur dengan mengajukan 1 pertanyaan tertutup dengan dua (2)

Dokumen yang terkait

EFEK PEMBAGIAN WILAYAH KERJA KADER POSYANDU TERHADAP CAKUPAN IMUNISASI (SUATU USAHA PENCAPAIAN DESA UCI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ARJASA)

0 2 11

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN PROGRAM IMUNISASI DENGAN CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI (UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION) DI KABUPATEN LUMAJANG

0 3 19

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN PROGRAM IMUNISASI DENGAN CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI (UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION) DI KABUPATEN LUMAJANG

0 8 19

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN.

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA TAILELEU WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA SIBERUT KECAMATAN SIBERUT BARAT DAYA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI TAHUN 2012.

0 0 9

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENCAPAIAN LIMA IMUNISASI DASAR LENGKAP (LIL) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMAU PURUT KABUPATEN PADANG PARIAMAN TAHUN 2009.

0 1 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI KABUPATEN TEGAL.

0 2 95

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI UPTD PUSKESMAS LANGARA KECAMATAN WAWONII BARAT KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN TAHUN 2016

0 0 9

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA USIA 0-6 BULAN DI KECAMATAN PEUREULAK BARAT KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2015

0 0 18

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MP-ASI DINI DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SINDANGLAUT KECAMATAN LEMAHABANG KABUPATEN CIREBON

0 0 7