BAB II TINJAUAN PUSTAKA H. Hiperbilirubinemia - Eko Waluyo BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H. Hiperbilirubinemia

  1. Pengertian Hiperbilirubinemia merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg/dl pada minggu pertama yang ditandai berupa warna kekuningan pada bayi atau di sebut dengan ikterus. keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut ikterus neonatarum yang bersifat patologis atau yang lebih dikenal dengan hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut yang berpotensi menyebabkan kern ikterus yang merupakan kerusakaan otak akibat perlengketan bilirubin indirek di otak (Hidayat, 2005).

  Hiperbilirubinemia adalah suatu istilah yang mengacu terhadap kelainan akumulasi bilirubin dalam darah. Karakteristik dari hiperbilirubinemia adalah jaundice dan ikterus (Wong, 2007).

  Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90%. Ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus akan secara klinis tanpak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin dalam darah 5-6mg/dl (Soleh, 2010).

  2. Jenis Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL setiap jam.

  Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, alergi, penurunan berat badan yang berlebihan, dan asupan kurang) (Maharani, 2005). hiperbilirubinemia fisiologi merupakan konsentrasi bilirubin plasma meningkat dari nilai normal kurang dari 1 mg/dl menjadi rata-rata

  5mg/dl selama 3 hari pertama kehidupan. Kemudian secara bertahap turun kembali ke nilai normal sewaktu hati mulai berfungsi dan keadaan ini berhubungan dengan ikterik ringan (kekuningan) pada kulit bayi dan terutama pada sklera mata selama satu atau dua minggu (Guyton & hall, 2008).

  Menurut Ganong (2003) hiperbilirubin merupakan akibat dari bilirubin bebas atau terkonjugasi menumpuk dalam darah, warna kuning, sklera dan membran mukosa menjadi kuning.Biasanya dapat terdeteksi apabila bilirubin plasma lebih besar dari pada 2 mg/dl. Penyebab hiperbilirubinemia:

  1. Pembentukan bilirubin berlebih (anemiahemolitik) 2. Penurunan ambilan bilirubin oleh sel-sel hati.

  3. Gangguan konjugasi atau peningkatan protein intra sel.

  4. Gangguan sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam kanalikulus biliaris.

  5. Sumbatan duktus biliaris intra atau ekstra hepatik.

  Sedangkan menurut Price (2005) ada empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus: a. Pembentukan bilirubin yang berlebih

  b. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hati c. Gangguan konjugasi bilirubin.

  d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekskresi heparik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis.

  Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme pertama, Sedangkan mekanisme keempat terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

  3. Pembentukan Hiperbilirubinemia Menurut Price (2005) pembentukan bilirubin yang berlebih atau hiperbilirubinemia disebabkan Peningkatan hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit yang merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebih.Ikterus yang sering timbul disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta bersifat kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresikan melalui urine dan tidak terjadi bilirubinuria.Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine. Urine dan feses akan berwarna lebih gelap.

  Penyebab lazim ikterus hemolitik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibody dalam serum (inkompatibilitas Rh atau transfusi atau akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat, dan peningkatan hemolisis. Sebagian besar kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sum-sum tulang (thalassemia, anemia pernisiosa dan porfiria).

  4. Tanda hiperbilirubinemia (jaundice) Jaundice dan ikterus merupakan keadaan diskolorasi kuning pada jaringan (kulit, sclera, dan lain-lain), yang disebabkan oleh deposisi bilirubin. Jaundice berasal dari bahasa prancis: jaune, yang berarti kuning. Ikterus berasal dari bahasa yunani yaitu: ikteros. Jaundice merupakan tanda dari hiperbilirubinemia (misalnya kadar total kadar bilirubin serum lebih dari 1,4 mg/dl setelah usia 6 bulan: 1 mg/dl) (Juffrie, 2010).

  Derajat kuning berhubungan dengan kadar bilirubin serum dan jumlah deposisi bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler. Hiperkarotemia dapat menyebabkan kulit berwarna kuning, tetapi sclera akan tetap berwarna putih. Banyak keadaan yang berhubungan dengan neonatal jaundice.Beberapa keadaan ini begitu umum sehingga disebut fisiologis. Sebaliknya jaundice dapat merupakn tanda hemolysis, infeksi ataupun gagal hati. Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir, walaupun jaundice akan timbul segera setelahnya. Hal ini dikarenakankemampuan plasenta untuk membersihkan bilirubin dari sirkulasi fetus dalam beberapa hari berikutnya, hampir semua bayi mengalami peningkatan kadar bilirubin serum (1,4mg/dl). Peningkatan kadar bilirubin serum, kulit akan menjadi leih jaundice dengan urutan sefalo-kaudal. Mula-mula ikterus tanpak dikepala dan bergerak kearah kaudal ketelapak tangan dan telapak kaki. Kramer menemukan kadarbilirubin indirek serum sebagai perkembangan jaundice, kepala dan leher= 4-8mg/dl, tubuh sebelah atas= 5-12 mg/dl, tubuh sebelah bawah dan paha= 8-16 mg/dl, lengan dan tungkai bawah = 11-18 mg/dl, telapak tangan dan kaki jika >15mg/dl, walaupun demikian jika kadar bilirubin >15mg/dl, seluruh tubuh akan ikterus. Cara terbaik untuk melihat jaundice adalah dengan menekan kulit secara hati-hati dengan jari dibawah peneranganyang cukup. Setidaknya 1/3 bayi akan jaundice (Juffrie, 2010).

  5. Toksisitas neonatal Hiperbilirubinemia (jaundice) Toksisitas ini berupa kern ikterus (kern= nucleus, icterus= kuning) merupakan temuan neuropatologis yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi berat dan dinamakan demikian karena timbulnya warna kuning pada beberapa tempat di otak, misalnya ganglia basalis, cereblum, dan nuclei di dasar ventrikel ke IV. Manifestasi klinis yang berhubungan dengan kern ikterus disebut bilirubin enselopati, termasuk gangguan reflek moro, opistotonus, hipotonia, vomitus dan kematian. Manifestasi jangka panjang berupa spastisitas, koreoatetosis, dan tuli sensorineural (Juffrie, 2005).

  Ensefalopati bilirubin adalah komplikasi ikterus neonatorum non fisiologis akibat efek toksis bilirubin indirek terhadap susunan saraf pusat.Kejadian ensefalopati bilirubin tersebar di seluruh dunia, baik di negara maju, maupun berkembang. Ensefalopati bilirubin klinis terdiri dari 2 tahap yaitu fase akut dan fase kronis. Pada fase awal dan intermediate dari fase akut bersifat reversible (sementara) yang masih aman jika segera diterapi (transfusi ganti dan foto terapi). Fase lanjut dan kronis bersifat irreversible (menetap) yang berakhir dengan gejala sisa neurologis/bersifat fatal, biarpun dilakukan transfusi ganti dan foto terapi. Ensefalopati bilirubin sebagian besar bersifat preventable, apabila tenaga kesehatan dan rumah sakit mau mengikuti rekomendasi petunjuk tatalaksana ikterus neonatorum secara benar (Usman, 2007).

  Menurut Madan (2005) mengatakan bahwa enselopati bilirubin merupakan manifestasi klinis dari efek toksin bilirubin di SSP, sedangkan istilah kern ikterus didefinisikan sebagai suatu perubahan neuropatologi yang ditandai deposisi pigmen dari beberapa daerah diotak terutama di ganglion basalis, pons dan cereblum.

  I. Ikterus

  1. Pengertian Ikterus Ikterus berasal dari kata “ikterus” berarti warna kekunigan pada jaringan tubuh termasuk kekuningan pada kulit dan jaringan dalam

  (Guyton,2012). Ikterus merupakan keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkoonjugasi yang berlebih. Secara klinis akan timbul dan tampak pada bayi baru lahir (Soleh, 2010).

  Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus.

  Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sclera, kulit, atau urine yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0,3 sampai 1,0 mg/dl. Jaringan yang kaya elastin, seperti sclera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali.Ikterus (jaringan tubuh yang berwarna kuning) merupakan gejala yang sering ditemukan dan timbul akibat gangguan ekskresi bilirubin (Price,2005).

  Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada badan neonatus menurut kramer adalah dengan jari telunjuk ditekan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang, hidung, dada dan lutut (Saifuddin, 2007).

Tabel 1.1 penilaian ikterus menurut kramer

  Derajat Luas ikterus Perkiraan kadar ikterus bilirubin

  I Kepala dan leher 5 mg/dl

  II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9 mg/dl

  III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11mg/dl tungkai atas (di atas lutut)

  IV Sampai lengan dan kaki di bawah lutut 12 mg/dl

  V Sampai telapak tangan dan kaki

  16 g/dl

  2. Jenis ikterus

  a. Ikterus fisiologik Ikterus fisiologik merupakan ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketigayang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada minggu pertama atau selambat-lambanya 10 hari pertama (Wiknjosastro, 2007).

  Ikterus fisiologi merupakan salah satu yang terjadi pada bayi cukup bulan maupun kurang bulan selama satu minggu kehidupan yang mempunyai frekuensi cukup bulan dan kurang bulan yaitu mencapai 50%- 60% dan 80% untuk kebanyakan bayi pada keadaan ini merupakaan keadaan yang ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik tidak disebabkan oleh satu faktor melainkan kombinasi dari beberapa faktor yang berhubungan dengaan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru lahir disebabkan oleh peningkatan kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearen bilirubin (Soleh, 2010). Tanda-tanda dari ikterus dikatakan fisiologik apabila: a. Timbul pada hari kedua dan ketiga. b. Kadat bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam pada neonatus cukup bulan kadar bilirubin > 12 mg/dl dan neonates kurang bulan kadar bilirubin > 10 mg/dl.

  c. Kecepatn peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari.

  d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1m/dl.

  e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

  f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

  Dapat dimengerti bahwa walaupun ikterus fisiologi yang mempunyai dasar etilogi tidak menutup kemungkinan kadarbilirubinya dapat meningkat sedemikian rupa sehingga disebut hiperbilirubinemia (Wiknjosastro, 2007).

  b. Ikterus patologik ikterus patologik merupaka ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubinya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.Hal tersebut kadar dari bilirubin dari ikterus patologis dapat membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan dapat menyebabkan morbiditas pada bayi. Morbiditas sangat berperan dalam menetapkan hiperbilirubinemia (Wiknjosastro, 2007).

  Ikterus patologi mempunyai kriteria yang berbeda dari ikterus ikterus fisiologi yaitu meliputi: 1) Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam 2) Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi.

  3) Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5mg/dl/jam. 4) Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi

  (muntah, letargi, malas menelan, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil).

  5) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan (Soleh, 2010).

  3. Etiologi dan Faktor risiko ikterus

  a. Etiologi Menurut Guyton (2012)Banyaknya bilirubin di dalam cairan ekstra sel. Kadar konsentrasi bilirubin plasma yang normal mempunyai rata-rata 0,5 mg per 100 ml plasma. Tetapi keadaan abnormal kadar tersebut dapat meningkat sampai tinggi yaitu 40mg per 100 ml.Penyebab ikterus yang lazim adalah:

  1. Peningkatan destruksi sel darah merah dengan pelepasaan bilirubin yang cepat dalam darah.

  2. Obstruksi saluran empedu atau kerusakan sel-sel hepar sehingga bilirubin dalam keadaan yang biasapun tidak dapat diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, kedua jenis ikterus ini masing- masing dinamai ikterus hemolitik dan ikterus obstuktif.

  Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etilogi itu dapat dibagi menjadi (Rusepno, 2007):

  a. Produksi yang berlebih, lebih dari pada kemampuan bayi untuk mengeluarkannya misalnya pada: hemolisia yang meningkat inkopatibilitas darah Rh, ABO, devisiensi enzim G-6-PD, piruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.

  b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjuugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil tranferase. Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar.

  c. Gangguan dalam transportasi yaitu bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian dianggkut kehepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat- obatan misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar. Kelainan didalam hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

  b. faktor risiko American Academic of Pediatric (AAP) (2004) mengelompokan faktor resiko menjadi 3 kelompok:

  1. Resiko mayor

  a. Kadar TSB/TCB pada zona / daerah risiko tinggi b. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama.

  c. Usia kehamilan 35-36 minggu d. Saudara sebelumnya mendapat terapi sama.

  e. Sefalhematom atau memar hebat.

  f. ASI eksklusif, terutaa bila perawatan tak baik dan terjadi penurunan berat badan.

  g. Ras Asia Timur

  2. Resiko minor

  a. Bayi laki-laki

  b. Usia ibu 25 tahun

  ≥

  c. Bayi makrosomia dari ibu DM

  d. Saudara sekandung sebelumnya ikterus e. Usi kehamilan 37-38 minggu.

  f. Kadar TSB/TCB pada “area high intermediate risk

  b. Kahamilan 41 minggu

  ≥

  c. PASI/ formula

  d. Ras kulit hitam e. Pulang dari RS setelah usia 3 hari.

J. Bilirubin

  1. Pengertian Bilirubin Salah satu produk hasil akhir utama dari pemecahan hemoglobin merupakan bilirubin. Pemecahan yang dilakukan hemoglobin yaitu di pecah menjadi globin dan heme, lalu cincin hem cepat di konversi menjadi bilirubin, dan di lepaskan kedalam plasma (Guyton,2012).

  Bilirubin adalah pigmen Kristal yang berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan hasil katabolisme melalui prosesreaksi oksidasi-reduksi (Wong,2007).Sedangkan menurut Juffrie (2011) Bilirubin merupakan produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin, dan 25% berasal dari heme di hepar (enzim sitokrom, katalase dan heme bebas) mioglobin otot, serta eritropoiesis yang tidak efektif di sum-sum tulang.

  Bilirubin (pigmen empedu) adalah hasil akhir metabolisme dan secara fisiologi tidak penting, namun merupakan petunjuk adanya penyakit hati dan saluran empedu yang penting karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang kontak dengannya (Prince, 2005).

  2. Pembentukan Bilirubin Bilirubin merupakan pigmen berwarna jingga dan merupakan hasil akhir pemecahan katabolisme heme melalui reaksi oksidasi-reduksi.

  Proses oksidasi yang pertama menghasilkan biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase (enzim yang terdapat pada hati). Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Keadaan bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi satu gram heme akan menghasilkan 34 mg bilirubin dan sisanya 25% terbentuk dari pelepasan hemoglobin karena eritropoesisyang tidak efektif didalam sumsum tulang belakang (Soleh, 2010).

  Bilirubin merupakan hasil akhir protoprofin besi atau heme, yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar(enzim sitokrom, katalase dan heme bebas), myoglobin otot, serta eritropoieesis yang tidak efektif di sum-sum tulang belakang (Juffrie, 2010).

  3. Metabolisme Bilirubin Pada individu normal, pembentukan sekitar 80 hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritosit tua dalam system monosit makrofag.

  Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari.Setiep hari eritrosit dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350 bilirubin.Kini diketahui bahwa sekitar 15 sampai 20% pigmen empedu berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sum-sum tulang (hematopoiesis tak efektif), dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati (price, 2005).

  Pada katabolisme hemoglobin (terutama tejadi pada limpa), globin mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu bilirubin diubah menjadi biliverdin.Bilirubin tak terkonjugasi kemudian terbentuk dari biliverdin.Biliverdin merupakan pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin.Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat di ekskresikan dalam empedu atau urine.

  Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin, kemudian diangkut oleh sel-sel darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah: ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi symbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat diikatalisis oleh enzim glukoronil tranferase dalam retikulo endoplasma.Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak,tetapi larut dalam air, dan dapat diekskresikan dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolism bilirubin dalam hati adalah transpot bilirubin terkonjugasi melalui membrane sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi. Bilirubin terkonjugasi terreduksi oleh bakteri usus menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen.Zat-zat ini yang menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 sampai 20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil di ekskrasi dalam urine(Price,2005).

  Metabolismebilirubin pada janin hepar belum banya berfungsi karena bilirubin dikeluarkan oleh janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek. Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat dari degradasi hemoglobin dalam sistem retikoloendotelial, bilirubin indirekyaitu bilirubin yang bereaksi tidak lansung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam airtetapi larut dalam lemak. Sedangkan bilirubin direk terbentuk di dalam hati yaitu mengalami proses konjugasi yang membutuhkan energi dan enzim glukoronin transferase sehingga terbentuk bilirubin direk (Wiknjosastro,2007).

  4. Peningkatan kadar bilirubin Penyebab terjadinya peningkatan produksi bilirubin dini adalah inkompatibilitas golongan darah fetus ibu akibat isoimunitas.Imunisasi ibu terjadi eritosit bocor dari fetus ke sirkulasi maternal.Eritrosit fetus membawa antigen yang berbeda yang dikenal sebagai benda asing oleh system imun ibu yang membentuk antibodi untuk melawanya.Antibodi ini (IgG) melewati barrier plasenta kedalam sirkulasi fetal dan terikat ke eritrosit fetal. Inkompabilitas Rh, sekuestrasidan penghancuran eritrosit yang berlapis antibodi mengambil tempat dalam system retikuloendothelial fetus. Inkompabilitas ABO,hemolysis terjadi intravaskuler, complement-mediated dan biasanya tidak seberat pada Rh disase. Walaupun hemolisis berkaitan dengan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi, fraksi bilirubin terkonjugasi juga dapat meningkat (Juffrie, 2005).

K. Faktor-faktor yang berperan pada kejadian hiperbilirubinemia

  1. Jenis Kelamin Fakih (2006) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Perubahan cirri dansifat- sifat yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender.

  2. Masa gestasi Menurut Soleh(2010) Klasifikasi masa gestasinya atau umur kehamilan yaitu bayi kuarang bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari). Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259-293hari).

  Sedangkan bayi lebih bulan merupakan bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi lebih dari 42 minggu(294 hari).

  Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan usia gestasinya, disebut bayi praterm atau premature yaitu bayi yang lahir sebelum usia gestasi 37 minggu dengan mengabaikan berat badan. Term (aterm) lahir antara awal minggu ke 38 minggu dan akhir gestasi 42 minggu. Pascamatur lahir setelah 42 minggu gestasinya mengalami efek insufisiensi plasenta yang progresif (Bobak,2004).

  Hasil penelitian Subanada (2003), menunjukan bahwa masa gestasi mempengaruhi terjadinya hyperbilirubinemia.Serta penelitian Keren (2006) juga mendapatkan hasil yang menunjukan bahwa masa gestasi merupakan faktor risiko hiperbilirubinemia.

  3. Berat badan lahir Berat badan bayi lahir dinilai saat bayi baru lahir atau sebelum satu jam usia kelahiran. Menurut Sholeh(2010)dapat di klarsifikasi sebagai berikut: 1) berat badan lahir rendah yaitu bayi berat lahir rendah adalah bayi yang dilahirkan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.

  2) Bayi berat lahir cukup atau normal adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih dari 2500-4000 gram 3) Sedangkan bayi dengan berat badan lahir lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lebih dari 4000gram.

  Hasil penelitian didapatkan sebagian besar bayi ikterik memiliki berat badan kurang dari normal yaitu kurang dari 2500 gram dengan presentasi sebanyak 35,9% (Melati, 2013).

  4. Ketuban pecah dini Ketuban merupakan pembatas rongga amnion terdairi atas amnion dan korin yang sangat erat kaitanya, sedangakan lapiskan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi. Dalam keadaan normal, selaput ketuban akan pecah dalam proses persalinan.Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Keadaan Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korior, dan apoptosis membran janin.Mekanisme pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada dareah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.Kehamilan prematur disebabkan oleh adanyafaktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalardari vagina(Prawirahardjo, 2010).

  Ketuban pecah sebelum waktunya atau ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum ada pembukaan pada servik. Untuk primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Bila keadaan ini terjadi dapat mengakibatkan infeksi yang dapat membahayakan ibu dan janin (Wiknjosastro, 2007).

  5. Pemberian nutrisi bagi bayi Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh kelenjar mammae pada manusia. ASI merupakan salah satu-satunya makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006).

  ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Purwanti, 2007).

  Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa kejadian hiperbilirubinemia cenderung lebih tinggi pada neonatus dengan ASI dibanding dengan non ASI seperti susu formula hal ini pula yang diperoleh dari hasil penelitian Putri (2014). Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ (Wong, 2007).

  Menyusui eksklusif adalah tidak memberikan bayi makanan atau makanan lain, termasuk air putih, selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes) (Riskesdas, 2010)

  Non ASI (menyusui parsial) adalah menyusui bayi serta diberi makanan buatan selain ASI yang berbasis air deperti susu formula, bubur atau makanan lainnya sebalum bayi berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelakteal (Riskesdas, 2010).

L. Kerangka Teori

  Hiperbilirubinemia merupakan suatu akibat yang berasal dari sebab. Dalam epidemiologi perkembangan dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antar penjamu (Host) dengan berbagai sifatnya biologis (jenis kelamin, umur, ras, status gizi, keturunan), fisiologis(peningkatan kadar bilirubin, gangguan pada hati,dan gangguan pada empedu) dengan penyebab (ibu mengonsumsi obat-obatan, Pemberian nutrisi, ikterus, masa gestasi, bayi makrosomia dari ibu DM, ketuban pecah dini, saudara kandung sebelumnya menderita hiperbilirubin, ikterus) serta dengan lingkungan atau envirotment (Di dalam Rahim atau di luar rahim). Penjamu (Host): Umur Jenis kelamin Ras Status gizi: berat badan Keturunan Fungsi anatomi fisiologi

  Kejadian Hiperbilirubinemia

  Unsur penyebab (Agent): Ibu mengonsumsi obat- obatan Pembarian ASI atau susu formula Ikterus

  Lingkungan Masa gestasi

  (Envirotment): Di dalam Rahim

  Bayi makrosomia dari ibu Di luar rahim

  DM Ketuban pecah dini Saudara kandung sebelumnya menderita hiperbilirubin ikterus

Gambar 2.1 Kerangka Teori proses terjadinya penyakit

  Kerangka teori (Sumber): (Juffrie.M, 2011), (American Academi of Padiatric (AAP), 2004), (Price, 2005), dan (Noor, 2008).

M. Kerangka konsep

  Keterangan: yang tidak diteliti yang berada dalam garis: -------

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian N.

  Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Sugiyono,2009).Ada hubungan antara jenis kelamin, masa gestasi, berat badan lahir, ketuban pecah dini, dan pemberian nutrisi terhadap kejadian neonatus dengan hiperbilirubinemia.

  Jenis Variable Independent: 1) Jenis Kelamin 2) Masa gestasi 3) Berat badan lahir 4) Ketuban pecah dini 5) Pemberian nutrisi

  Variable Dependent: Neonetus dengan hiperbilirubinemia 6) Umur

  7) Ras 8) Keturunan