BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Hipertensi - Eko Setyo Wibowo BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Hipertensi Seseorang dikatakan mengalami hipertensi apabila tekanan darah

  sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg (Rachman, 2011). Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel kanan / left ventricle,

  hypertrophy (untuk otot jantung) dengan target organ diotak berupa stroke,

  hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian (Bustan, 2007).

2. Klasifikasi Hipertensi

  Secara klinis hipertensi dapat dikelompokan sesuai rekomendasi dari “Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,

  Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ” (Muchid, A., 2006)

  sebagai berikut :

  

9

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun Tek darah sistolik Tek darah diastolic

  Klasifikasi tekanan darah mm Hg mm Hg Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi stage 1 140-159 90-99 Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100 3.

   Jenis jenis hipertensi a.

  Hipertensi esensial / primer Tekanan darah meningkat disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus seperti keturunan, perubahan pada jantung dan pembuluh darah, bertambahnya umur, juga stress psikologis (Martuti, A., 2009). Hipertensi primer atau yang dikenal dengan hipertensi essensial atau idiopatik merupakan kasus hipertensi terbanyak, yaitu sekitar 95% dari kejadian hipertensi secara keseluruhan (Adrogué & Madias, 2007 dalam Widyasari, D.F., & Candrasari, A., 2010).

  b.

  Hipertensi sekunder Hipertensi yang penyebab spesifiknya sudah diketahui, seperti gangguan pada ginjal, terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah, pengaruh obat obatan seperti pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropeitin, kokain, penyalahgunaan alkohol, kayu manis (dalam jumlah yang sangat besar) (Martuti, A., 2009).

  4. Pengendalian Hipertensi Hipertensi adalah memang penyakit yang berbahaya. Namun penyakit hipertensi dapat dikontrol, untuk itu dibutuhkan pengendalian tekanan darah yang tepat, salah satunya yaitu dengan memodifikasi gaya hidup. Oleh sebab itu semua pasien hipertensi harus melakukan perubahan pola hidup (therapeutic lifestylechanges), seperti berolahraga teratur, menurunkan berat badan bagi yang kelebihan berat badan, berhenti merokok, mengurangi asupan garam, dan lain-lain (Tedjasukmana, P., 2012 ).

  Sutomo, B. (2009) mengelompokan menjadi 2 faktor risiko hipertensi, yaitu faktor yang bisa diubah dan tidak bisa diubah.

  a.

  Faktor risiko yang tidak bisa diubah 1.

  Ras Suku berkulit hitam berisiko lebih tinggi terkena hipertensi (Sutomo, B., 2009).

2. Usia

  Hipertensi bisa terjadi pada semua usia. Tetapi semakin bertambahnya usia seseorang, risiko terserang hipertensi semakin meningkat. Hal ini terjadi akibat perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon (Sutomo, B., 2009). Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik (Hardiman, A., 2006).

  3. Riwayat keluarga Hipertensi bisa diturunkan. Anak yang salah satu orangtuanya mengidap hipertensi, memiliki risiko 25% menderita hipertensi juga.

  Jika kedua orangtua hipertensi, 60% keturunannya mendapatkan hipertensi (Sutomo, B., 2009). Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial) (Hardiman, A., 2006).

  4. Jenis kelamin Hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya. Sebaliknya, hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita setelah berusia 55 tahun, atau yang mengalami menepouse (Sutomo, B., 2009).

  b.

  Faktor risiko yang bisa dikendalikan dan di ubah (berupa pola hidup) 1.

  Status berat badan Ada beberapa sebab mengapa kelebihan berat badan bisa memicu hipertensi. Massa tubuh yang besar membutuhkan lebih banyak darah untuk menyediakan oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Artinya, darah yang mengalir dalam pembuluh darah semakin banyak sehingga dinding arteri mendapatkan tekanan lebih besar. Tak hanya itu, kelebihan berat badan membuat frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah meningkat. Kondisi ini menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Lemak jenuh dan lemak trans yang masuk ke dalam tubuh patut diwaspadai. Konsumsi kedua lemak ini secara terus-menerus menyebabkan penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Akibatnya arteri menyempit dan perlu tekanan lebih besar untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh (Sutomo, B., 2009).

  Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler, 1991 dalam Hardiman, A., 2006).

  Nilai IMT dihitung menurut rumus : Indeks Massa tubuh (IMT) = Berat badan (kg)

  2 Tinggi badan (m )

Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (II\/IT) Menurut WHO Indeks Massa Tubuh Kategori

  (IMT) (Kg/cm2) <16 Kurus tingkat berat 16,00 -16,99 Kurus tingkat ringan 17,00 -18,49 Kurus ringan 18,50 -24,99 Normal

25,00 -29,99 Kelebihan berat badan tingkat 1

30,00 -39,99 Kelebihan berat badan tingkat 2

>40 Kelebihan berat badan tingkat 3

  Sumber : WHO Exper Committee, 1996

Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Orang Indonesia

  IMT Keadaan Kategori

  (Kg/cm2) <

  17 Kekurangan berat badan tingkat berat Kurus 17,0 - 18,5 Kekurangan berat badan tingkat ringan 18,5 -25,0 Normal

  > 25,0 - < Kelebihan berat badan tingkat rinqan Gemuk 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat

  >

27 Sumber: Oil. Gizi Oepkes RI Jakarta, 1994 2.

  Aktivitas fisik Faktor ini merupakan salah satu langkah mengatasi faktor pertama dan kedua. Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi sehigga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap kontraksi (Sutomo, B., 2009).

  . a. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu (Mukti, A. G., 2012). Menurut Karim, F. (2002), Bergerak/aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran Kalori). Dengan majunya dunia tehnologi memudahkan semua kegiatan sehingga menyebabkan kita kurang bergerak

  (hypokinetic), seperti penggunaan remote kontrol, komputer, lift dan tangga berjalan, tanpa dimbangi dengan aktifitas fisik yang akan menimbilkan penyakit akibat kurang gerak

  b. Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Karim, F., 2002). Olahraga yang teratur adalah olahraga yang dilakukan dengan frekuensi 3 – 5 kali seminggu dengan selang waktu satu hari istirahat (Mukti, A. G., 2012).

3. Konsumsi garam a.

  Natrium Beberapa orang lebih sensitive terhadap natrium. Tubuh mereka akan menahan natrium di dalam tubuh sehingga terjadi retensi air dan peningkatan tekanan darah. Usia pun mempengaruhi kemampuan tubuh menahan natrium. Semakin tua umur seseorang, tubuhnya semakin sensitif terhadap natrium (Sutomo, B., 2009).

  Data dari suatu penelitian meta analisis didapatkan bahwa, adanya penurunan Na di dalam urine sebesar 1,8 gr per hari berbanding lurus dengan penurunan tekanan darah; (1) sistolik sebesar 2 mmHg dan 1 mmHg untuk tekanan darah diastolik pada pasien nonhipertensi, (2) 5 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 2,7 mmHg untuk tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa penurunan asupan natrium dapat mencegah hipertensi (Janah, M., Sulastri, D., & Lestari, Y., 2013) Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Hardiman, A., 2006).

  b.

  Penyedap rasa Budiarso (2003), menyatakan bahwa sumber utama natrium atau sodium di negara negara Barat adalah garam dapur. Akan tetapi di Indonesia, disamping garam dapur dan ikan asin, sumber lain yang lebih potensial adalah monosodium glutamate (MSG/Vetcin).

  Kadar Natrium/sodium dalam 1 gram garam dapur setara dengan kadar natrium/sodium yang terkandung dalam 3 gram (1 sendok teh) MSG/Vetcin. Satu gram garam dapur membuat 1 mangkok sop atau mie menjadi asin, Sebaliknya 3 gram MSG/Vetcin tidak terasa asin, malah terasa lezat dan gurih. Sehingga secara tidak sadar, bisa keracunan natrium atau sodium karena penambahan MSG/Vetcin yang berlebih.

4. Manajemen Stres

  Tekanan darah bisa sangat tinggi ketika stress datang, tetapi sifatnya hanya sementara. Stres juga bisa memicu seseorang berperilaku buruk yang bisa meningkatkan risiko hipertensi (Sutomo, B., 2009). Stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari, stres atau ketegangan emosional dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler, khususnya hipertensi, dan stres dipercaya sebagai faktor psikologis yang dapat meningkatkan tekanan darah (Muhlisin, A., & Laksono, R.A., 2011). Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi dan lain lain (Sunaryo., 2002). Untuk itu dibutuhkan manajemen stress. Memanajemen stres berarti Membuat perubahan dalam cara berpikir dan mekanisme koping dalam menghadapi tekanan hidup dan cara berperilaku dalam lingkungan ( Margiati, L.,(1999)). Menurut Ibnu, I.F., & Saleh, U., ( 2010) untuk mencegah mengalami stress, setidaknya ada 3 lapis.

  a.

  Lapis pertama (primary prevention) dengan cara merubah cara kita melakukan sesuatu. Untuk keperluan ini kita perlu memiliki skills yang relevan, misalnya: skill mengatur waktu, skill menyalurkan, skill mendelegasikan, skillmengorganisasikan, menata, dst.

  b.

  Lapis kedua (Secondary prevention), strateginya kita menyiapkandiri menghadapi stressor, dengan cara exercise, diet, rekreasi, istirahat , meditasi, dst.

  c. (Tertiary prevention), strateginya kita Lapis ketiga menanganidampak stress yang terlanjur ada, kalau diperlukan meminta bantuanjaringan supportive (social-network) ataupun bantuan profesional.

  5. Status merokok Zat-zat kimia tembakau seperti nikotin dan karbonmonoksida dari asap rokok, membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah

  Dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang (Sutomo, B., 2009).

dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan

memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain (Komalasari & Helmi, 2000 dalam

  Oroh, D.N., kandou, G.D.,& Malonda, N.S., 2013 ).

  6. Sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik Faktor ini dipercaya para dokter sebagai faktor genetik. Glukosa hasil sintesa makanan akan diangkut oleh darah ke seluruh tubuh lalu diubah menjadi sumber energi. Agar glukosa bisa masuk ke dalam sel-sel tubuh dibutuhkan insulin. Namun, ada beberapa orang yang kurang mampu merespon insulin sehingga tubuh memproduksi lebih banyak insulin. Lama-kelamaan, pankreas tidak mampu lagi mengatasi resistensi insulin. Kondisi ini akan mengarah ke diabetes tipe II. Inilah kenyataan mengapa diabetes sangat berkaitan dengan hipertensi (Sutomo, B., 2009). Sindrom metabolik terutama disebabkan oleh obesitas dan resistensi insulin. Pada obesitas, terjadi resistensi insulin dan gangguan fungsi endotel pembuluh darah yang menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorbsi natrium di ginjal dan menyebabkan hipertensi. (Haris, S., & Tambunan, T., 2009).

  7. Kalium rendah Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam cairan sel. Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan di dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan sehingga risiko hipertensi meningkat (Sutomo, B., 2009).

  8. Konsumsi minuman beralkohol Sekitar 5-20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol. Hubungan alkohol dan hipertensi memang belum jelas. Tetapi penelitian menyebutkan, risiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika mengonsumsi alkohol tiga gelas atau lebih (Sutomo, B., 2009).

  Widyanto, F.C., (2013) penatalaksanaan hipertensi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu

1. Terapi Non farmakologis

  Terapi non farmakologis dalam mengatasi hipertensi ditekankan pada berbagai upaya berikut : a.

  Mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih b. Latihan fisik (olahraga) secara teratur c. Pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi buah dan sayur d.

  Mengurangi asupan garam dan lemak jenuh e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol f. Menciptakan keadaan rileks

  2. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat anti hipertensi yang secara khusus diharapkan : a.

  Mempunyai bioavailabilitas yang tinggi dan konsisten sehingga evektifitasnya dapat diperkirakan ( predictable) b.

  Mempunyai waktu paruh (plasma elimination half-life) yang panjang sehingga diharapkan mempunyai efek pengendalian tekanan darah yang panjang pula c. Smooth onset of action dengan kadar puncak plasma setelah 6 – 12 jam untuk mengurangi kemungkinan efek mendadak seperti takikardia d. Mengingatkan survival dengan menurunkan risiko gagal jantung dan mengurangi recurrent (serangan balik) infark miokard

  Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan hipertensi dengan farmakologis : a.

  Diuretik thiazide Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan hilangnya kalium melalu air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia,kegemukan, dan penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun.

  b.

  Penghambat andrenergik Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari a-blocker, b-bloker dan a-b-bloker labetalol. Obat ini menghambat efek system saraf simpatis yang merupakan sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Obat jenis ini yang paling sering digunakan adalah b-blocker, yang efektif diberikan pada klien usia muda, klien dengan riwayat serangan jantung, klien dengan denyut jantung yang cepat, angina pectoris (nyeri dada), dan sakit kepala migren.

  c. ACE-inhibitor (angiotensin-converting enzyme) ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan pada orang kulit putih, usia muda, klien gagal jantung, klien proteinuria karena penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, dan klien dengan impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain.

  d. Angiotensin-II-bloker Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor. e.

  Antagonis kalsium Penggunanaan antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang berbeda. Obat ini efektif diberikan pada orang kulit hitam, lansia, klienangina pectoris (nyeri dada), takikardi, dan sakit kepala migren. Contoh golongan obat antagonis kalsium adalah nifedipine dengan kerja yang cepat dan dapat diberikan per-oral (ditelan). Obat ini dapat menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.

  f.

  Vasodilator langsung Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.

  Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-hipertensi lainnya.

5. Tekanan darah

  Tekanan darah adalah tekanan yang dihasikan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau penurunan elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny, Setiawan , & Fatimah S., 2008). Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Darah mengalir melalui pembuluh darah dan memiliki kekuatan untuk menekan dinding pembuluh darah tersebut, inilah yang disebut sebagai tekanan darah (Martuti, A., 2009)

  Martuti, A. (2009) terjadinya peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : a.

  Meningkatkan kerja jantung yang memompa lebih kuat sehingga volume cairan yang megalir setiap detik bertambah besar.

  b.

  Arteri besar kaku, tidak lentur sehingga pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut ia tidak dapat mengembang. Darah kemudian akan mengalir melalui pembuluh yang lebih sempit sehingga tekanan naik. Menebal dan kakunya dinding arteri pada orang usia lanjut, dapat terjadi karena arteriosklerosis (penyumbatan pembuluh arteri). Peningkatan tekanan darah juga mungkin terjadi oleh adanya rangsang saraf atau hormone di dalam darah sehingga arteri kecil mengerut untuk sementara waktu.

  c.

  Pada penderita kelainan fungsi ginjal terjadi ketidakmampuan membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga naik.

B. Lansia 1. Definisi Lansia

  Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enampuluh) tahun ke atas”.

  2. Batasan – batasan Lanjut Usia Menurut World Health Organization (WHO) dalam Efendi, F., & Makhfudli.

  (2009), lanjut usia antara lain : a.

  Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45 – 59 tahun b. Lanjut usia (erderly) adalah kelompok usia 60 – 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) adalah kelompok usia 75 – 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

  3. Tipe Lansia

  5 tipe kepribadian lansia menurut

  Kartinah, & Sudaryanto, A, (2008)

  sebagai berikut: a.

  Tipe Kepribadian Konstruktif (construction personalitiy) Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

  b.

  Tipe Kepribadian Mandiri (independent personality) Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia. c.

  Tipe Kepribadian Tergantung (dependent personalitiy) Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

  d.

  Tipe Kepribadian Bermusuhan (hostility personality) Pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

  e.

  Tipe Kepribadian Kritik Diri (self hate personalitiy) Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

  Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluargannya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti wredha, lansia yang di rawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental (Maryam, R.S., et al, 2008).

4. Tugas perkembangan lansia

  Menurut Erikson dalam Maryam, R.S., et al, (2008), kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut di pengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada saat sebelumnya.

  Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut mereka akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukakn pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.

  Adapun tugas perkembangan pada lansia adalah sebagai berikut : a.

  Mempersiapkan diri untuk kondisi menurun b. Mempersiapkan diri unttuk pensiun c. Membentuk hubungan baik dengan seusianya d. Mempersiapkan kehidupan baru e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai f.

  Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

  5. Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia

  Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah (Tamher, S.,& Noorkasiani., 2009). Keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan antara lain dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan emosional ( Kresnawati, I., & Kartinah., 2010).

  6. Kesehatan Lanjut Usia Simanullang, P., Suska, F., & Asfriyati.

  Menurut Bustan (2007) dalam

  

(2011) , secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut

  usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan: (1) perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit, (2) perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf: otak, isi perut: limpa,hati, (3) perubahan panca indra: penglihatan,pendengaran, penciuman, perasa, dan (4) perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan di dalam bergerak.

  Selanjutnya menurut Bustan (2007) dalam Simanullang, P., Suska,

  F., & Asfriyati. (2011), penyakit atau gangguan yang menonjol pada kelompok lansia adalah: gangguan pembuluh darah (dari hipertensi sampai stroke), gangguan metabolik (diabetes mellitus), gangguan persendian (arthritis, encok dan terjatuh), gangguan psikososial (kurang penyesuaian diri dan merasa tidak berfungsi lagi).

C. Kerangka Teori

  Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

  1.Lingkungan 2. perilaku 3. pelayanan kesehatan 4. keturunan

D. Kerangka Teori

  Faktor risiko yang tidak bisa diubah:

1. Ras 2.

  Usia 3. Riwayat keluarga 4. Jenis kelamin

  • +

    Faktor risiko yang bisa dikendalikan dan di ubah : 1.

   Status berat badan 2. Aktivitas fisik 3.

konsumsi garam

4.

manajemen stres

status tekanan darah 5.

  status merokok 6. Sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik 7. Kalium rendah 8. Konsumsi minuman beralkohol status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor yaitu:

  1.Lingkungan 2. perilaku 3. pelayanan kesehatan 4. keturunan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

  Ket : Tidak diteliti-------------------- (garis putus putus) sumber : Sutomo, B. (2009), Hendrik L Blum dalam Siswanto, H. (2002).

  E.

  Kerangka Konsep Faktor risiko yang bisa dikendalikan dan di ubah :

  1.Status berat badan

  2.Aktivitas fisik status tekanan darah

  3.konsumsi garam

  4.Manajemen stres

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian F.

   Hipotesis

  Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini penulis rumuskan dalam hipotesis sebagai berikut :

  1. Ada hubungan status berat badan lansia dengan hipertensi terhadap status tekanan darah

  2. Ada hubungan aktivitas fisik lansia dengan hipertensi terhadap status tekanan darah

  3. Ada hubungan konsumsi garam lansia dengan hipertensi terhadap status tekanan darah