BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Keterampilan Berbicara - EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA WAYANG KULIT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENDONGENG KREATIF SISWA DI SD N 1 KUTASARI, BATURRADEN - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Keterampilan Berbicara Berbicara menuru Tarigan (2008: 3) adalah keterampilan berbahasa

  yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosakata yang dipelajari oleh anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Vygotsky (Moeslichatoen, 1999: 18) ada tiga tahap perkembangan bicara anak yang menentukan tingkat perkembangan berfikir dengan bahasa; a. Tahap pertama, tahap eksternal merupakan tahap berpikir dengan bahasa yang disebut berbicara secara eksternal. Maksudnya, sumber berpikir anak datang dari luar dirinya. Sumber itu terutama berasal dari orang dewasa yang memberi pengarahan anak dengan cara tertentu, misalnya orang dewasa bertanya kepada anak: “Apa yang sedang kamu lakukan?” Anak memberi jawaban: “Main dengan kucing”, orang itu lalu meneruskan pertanyaan: “Mana ekornya?”, dan seterusnya.

  b. Tahap kedua, yaitu tahap egosentris merupakan tahap dimana pembicaraan orang dewasa tidak lagi menjadi persyaratan. Dengan suara khas anak berbicara seperti jalan pikiranya: “Ini pusi, ini ekornya”.

  c. Tahap ketiga, merupakan tahap berbicara secara internal. Di sini anak menghayati sepenuhnya proses berpikirnya. Sesuai dengan tahap ini anak memproses pikiranya dengan pemikiranya sendiri. Sesuai dengan contoh anak yang sedang menggambar kucing tersebut diatas, pada tahap ini anak memproses pikiranya dengan pemikirannya sendiri.

  6 Tujuan keterampilan berbicara anak menurut Suharto (Widianti, 2015) 1) Supaya anak memiliki perbendaharaan kata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari. 2) Supaya anak mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat. 3) Supaya anak mampu mengungkapkan pendapat dengan sikap dan lafal yang tepat. 4) Supaya anak berminat untuk menggunakan bahasa yang baik. 5) Supaya anak berminat untuk menghubungkan antara bahasa lisan dan tulisan.

  Jadi, keterampilan berbicara pada anak perlu dilatih sejak dini agar anak dapat mengekspresikan gagasan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa lisan. Selain itu dengan memiliki keterampilan berbicara yang baik akan menjadi kebiasaan yang baik pula pada anak.

  Misalnya saja anak dapat berbicara dengan baik kepada kedua orang tuanya anak juga akan memiliki lebih banyak kosakata.

2. Pengertian Dongeng

  Dongeng menurut Kosasih (2008: 51-53) adalah sebuah cerita yang bisa dibumbui dengan hal-hal yang tidak masuk akal atau tidak mungkin terjadi kecuali dalam khayalan, misalnya orang yang dapat menjelma berganti rupa, binatang yang dapat berkata-kata seperti manusia, dan orang yang dapat menghilang atau terbang. Dongeng berkembang dalam masyarakat lama. Walaupun demikian, kisah-kisahnya banyak yang relevan dengan masa sekarang, misalnya dongeng malin kundang. Dongeng tersebut berkisah tentang perlunya seorang anak berbakti kepada orang tuanya. Bakti seorang anak tidak hanya berlaku pada zaman dahulu, tetapi juga pada zaman sekarang.

  Dongeng memang menarik, menurut (Kosasih.2008) daya tariknya terletak pada hal-hal berikut: a. Tokohnya lucu dan menghibur

  b. Jalan ceritanya menegangkan

  c. Temanya yang baru d. Tempat dan waktu kejadiannya berkesan.

  Dongeng menurut pengertian Sugiarto (2009: 9) adalah cerita yang berdasarkan pada angan-angan atau khayalan seseorang yang kemudian diceritakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi dalam proses berkembangnya, dongeng senantiasa mengaktifkan tidak hanya aspek- aspek intelektual, tetapi juga asek kepekaan, ketulusan budi, emosi, seni, fantasi, dan imajinasi. Cerita atau dongeng menawarkan kesempatan menginterpretasi dengan mengenali kehidupan di luar pengalaman langsung.

  Secara metaforis dongeng dapat diartikan sebagai berita atau sesuatu yang lain yang dikatakan orang tidak memiliki kebenaran faktual dianggap sebagai dongeng belaka atau sebagai cerita fiktif Nurgiantoro (2016: 198-199). Dari paparan di atas, dapat disimpulkan dongeng adalah suatu cerita khayalan, berisi cerita yang mungkin terjadi dan mungkin tidak terjadi yang diceritakan secara turun temurun.

3. Unsur Intrinsik Dongeng

  Unsur pembentuk cerita menurut Kosasih (2008: 52-64) adalah sebagai berikut: a. Tema

  Tema adalah gagasan yang menjalin struktur cerita. Tema menyangkut segala persoalan yaitu persoalan kemanusiaan, kekuasaan, dan kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.Untuk mengetahui tema suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan.

  Bisa saja tema “dititipkan” dalam unsur penokohan, alur atau latar. Tema jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema secara fisik, seorang pembaca harus mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai oleh pengarang untuk mengembangkan cerita fisiknya.

  b. Alur Merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh gabungan sebab akibat. Pola pengembangan cerita cerpen atau novel tidak saragam. Jalan cerita suatu novel kadang-kadang berbelit-belit dan penuh kejutan, tapi kadang sederhana. Hanya saja, bagaimanapun sederhananya alur suatu novel, tidak akan sesederhana jalan cerita dalam cerpen. Novel akan memiliki jalan cerita yang lebih panjang. Itu karena tema cerita yang dikisahkannya lebih kompleks dengan persoalan para tokohnya yang juga lebih rumit.

  Secara umum jalan cerita terbentuk atas bagian-bagian berikut ini: 1) Pengenalan situasi cerita (exposition) 2) Pengungkapan peristiwa (complication) 3) Menuju pada adanya konflik (rising action) 4) Puncak konflik (turning point) 5) Penyelesaian (ending)

  Bagian-bagian alur tersebut tidaklah seragam. Kadang-kadang susunanya langsung ke penyelesaian, lalu kembali pada bagian pengenalan. Ada pula novel yang diawali dengan pengungkapan peristiwa, lalu pengenalan, penyelesaian peristiwa, dan puncak konflik.

  c. Latar Latar atau setting adalah waktu dan tempat suatu peristiwa dalam drama (Djuanda, D., dan Iswara,P. 2006: 358). Latar meliputi latar tempat dan latar waktu. Tempat dan waktu dirujuk dalam cerita bisa merupakan sesuatu yang faktual atau imajiner (Kosasih, 2008).

  Sebuah pertunjukan drama akan menjadi sempurna bila didukung oleh setting yang tepat dan baik. dikatakan tepat apabila setting benar-benar cocok dengan situasi waktu maupun situasi tempat. Menata setting tidak sekedar menempatkan perlengkapan atau peralatan di panggung atau penta. Penataan harus tahu bagaimana warna dan nada ceritanya. Kapan cerita itu terjadi dan dimana cerita itu berlangsung (Suroto, 1989: 138)

  d. Penokohan Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter tokoh, pengarang dapat menggunakan tekhnik berikut ini.

  a) Penggambaran langsung oleh pengarang.

  b) Penggambaran fisik atau perilaku tokoh. e. Point of view atau sudut pandang Posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi pengarang dalam membawakan cerita terdiri atas dua macam, yaitu berperan langsung sebagai orang pertama dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.

  f. Amanat Merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Tidak jauh berbeda dengan cerita lainya amanat dalam cerita pendek akan disampaikan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu untuk menemukanya, tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf, melainkan harus menghabiskan sampai tuntas.

  g. Gaya Bahasa Dalam cerita, pengguaan bahasa berfungsi untuk menciptakan nada atau suasana persuasif dan merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antar tokoh. Kemampuan sang penulis dalam menggunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan, dan objektif atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan yang seram, adegan cinta, peperangan, keputusasaan, atau harapan.

  Bahasa dapat pula digunakan pengarang untuk menandai karakter tokoh. Karakter jahat atau bijak dapat digunakan dengan jelas melalui kata-kata yang digunakanya. Tokoh anak-anak dewasa dapat pula dicerminkan dari kosakata dan struktur kalimat yang digunakan oleh tokoh-tokoh yang bersangkutan.

4. Tujuan Mendongeng

  Slamet dalam (Setyanto, 2016) menjelaskan bahwa mendongeng adalah suatu kegaiatan bercerita yang dilakukan oleh seseorang. Kegiatan mendongeng ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berkomunikasi secara lisan dengan baik. Keterampilan berbicara mendongeng adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan cerita dongeng secara lisan kepada orang lain. Dengan menguasai keterampilan berbicara mendongeng ini, maka siswa akan mampu untuk menyampaikan pikiran, ide, dan gagasan mereka secara lisan tanpa mengalami kesulitan.

5. Mendongeng Kreatif

  Kreativitas diperlukan ketika mendongeng agar dapat terlihat menarik, ciri-ciri kreatif mendongeng dapat dilihat dari pendongeng mampu mengkolaborasikan antara kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaoborasi atau kerincian (Munandar. 2009: 65). Jika membacakan naskah dongeng, kadang-kadang ia harus menambahkan kata-kata tertentu, tetapi kadang-kadang sebaliknya atau mungkin menggantinya pada kata yang lebih tepat. Beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendongeng kreatif: a. Mengenal wilayah panggung dan wataknya Ada dua hal yang perlu dipahami berkaitan dengan panggung, yakni arah panggung dan wilayah panggung.Arah panggung terdiri atas kanan dan kiri, garis tengah, layar, dinding, tangga. Wilayah panggung terdiri dari: 1) Kanan Atas, adegan-adegan kecil yang tidak penting, baik dilakukan di sini. Watak wilayah ini lembut, lemah dan jauh.

  2) Tengah Atas, meskipun jauh dan dingin, cukup kuat. Daerah ini baik untuk memulai suatu adegan penting yang bakal bergerak ke bawah, untuk memulai suatu adegan baru. 3) Kiri Atas, lembut, jauh. Untuk adegan tidak penting, sama dengan kanan atas, tetapi lebih lemah. Daerah ini amat efektif untuk adegan-adegan horror, adegan-adegan hantu sebab daerah ini mengungkapkan kualitas dunia abstrak.

  4) Kanan bawah, akrab, hangat, kuat. Adegan ini sangat tepat untuk adegan perikemanusiaan dan cinta kasih. Karena konotasinya dengan hati dan iklim rumah tangga, setting pada banyak repertoire Barat menempatkan perapian di daerah ini.

  5) Tengah Bawah, daerah ini paling kuat, penuh tekanan, agung.

  Wilayah ini bisa digunakan pada saat kekuatan-kekuatan dalam cerita saling berhadapan.

  6) Kiri Bawah, petak ini sebenarnya berkualitas seperti kanan bawah, tetapi lebih lemah. Wilayah ini amat baik untuk tindak lanjut dari adegan-adegan yang sudah dimulai pada kanan bawah. Namun, ciri wilayah ini adalah untuk adegan- adegan “penuh rahasia”.

  b. Mengenal property Properti adalah segala benda yang dimanfaatkan sebagai kelengkapan pementasan,baik yang diletakan di panggung maupun dibawa oleh pemain.

  c. Mengenal Berbagai Watak Tokoh Dongeng Pengenalan terhadap tokoh mencakup tiga dimensi, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi fisiologis yaitu jenis kelamin, umur, dan postur tubuh. Dimensi sosiologis diantaranya adalah pergaulan, stasiun sosial dan aktivitas sosial. Dimensi psikologis diantaranya adalah cita-cita, masa lalu, dan waktunya. Jadi, pengenalan terhadap pemain lain tidak hanya sebatas mengenal nama.

  d. Mengenal Akting Akting merupakan gerak-gerik pendongeng, baik mimik maupun pantomimik, di panggung/kelas untuk mengekspresikan atmosfer dongeng dan watak pemain. Jadi, acting hakikatnya penampilan pendongeng secara utuh di panggung/kelas. Dengan acting itulah pendongeng tampak sedih, gembira, benci, dendam, dll. Sarana yang digunakan untuk acting adalah tubuh dan anggota tubuh dengan bagian-bagianya. Untuk mengekspresikan kesedihan biasanya orang menangis. Nah, suara yang digunakan untuk menangis misalnya mulut, mata, hidung dan tangan.

  e.

   Mengenal Gesture dan Business

Gesture hakikatnya gerak (anggota) tangan yang kecil-kecil yang

  dimaksud untuk memperkuat acting dalam rangka mengekpresikan watak atau keadaan emosi tertentu. Misalnya, pada saat mendongeng, pendongeng mempermainkan jarinya ke hidung, mulut, ke kepala, dll. Mungkin juga ia menggerak-gerakkan jarinya ke kursi, meja, atau benda-benda lain pada saat gelisah.

  

Business merupakan gerak pendongeng yang dilakukan untuk

  memperkuat adegan dan acting. Misalnya, untuk menggambarkan kegelisahan, pendongeng berjalan mondar-mandir.

  f. Mengenal ekspresi wajah Ekspresi mata merupakan peranan yang sangat penting untuk ekspresi wajah. Untuk menunjukan berbagai ekspresi emosi mata merupakan media yang sangat dominan. Orang marah, gembira, atau bingung dapat ditunjukan dengan pandangan pendongeng. Sementara itu, mulut memperkuat peranan mata. Oleh karena itu, kedua sarana itu harus dilatih secara teknis agar dapat berfungsi secara optimal dan lentur.

  g. Mengenal Posisi dan Gerak Kaki Kaki mempunyai fungsi memperkuat watak dan emosi pendongeng.

  Dengan posisi tegak lurus misalnya kaki mempunyai fungsi mengekspresikan emosi tertentu, mungkin sedang mengekspresikan ketegasan sikap ketika menghadapi masalah. Dengan posisi lain ada maksud lain pula yang diekspresikan.

  Gerak kaki bermacam-macam. Namun, yang perlu diingat adalah kesesuaiannya dengan watak dan kondisi emosi yang diperankanya.

  Dalam kondisi gelisah misalnya, gerak kaki tidak teratah.Gerak kaki dalam keadaan normal dan lazim ialah melangkah maju. Namun, dalam keadaan terdesak, takut atau terkejut kaki dapat digerakan mundur (Fakhrudin, M., 2003: 8-11).

6. Media Wayang

  a. Pengertian Media Media berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti tengah “perantara” atau “pengatar” Azhar (2007: 3), sedangkan menurut Heinich, dkk dalam Fatchul (2011) media merupakan alat saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” secara harfiah berarti “perantara” yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan.

  Media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi (proses belajar mengajar) Rohani (1997: 3).Media menurut Gerlach dan Ely (dalam Azhar 2007: 3) diartikan sebagai manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Penggunaan media yang baik akan memudahkan seseorang untuk menyampaikan gagasan kepada orang lain. Media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap (Anitah, 2009: 2). Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah alat bantu yang dapat digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan.

  b. Pengertian Wayang Dalam kamus umum bahasa Indonesia, wayang diartikan gambar atau tiruan orang dan sebagainya yang terbuat dari kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional. Kata wayang yang berarti “bayangan” bermula dari pertunjukan bayangan, karena boneka- boneka yang muncul dalam pertunjukan ini menimbulkan bayang- bayang, fenomena ini yang mungkin mendukung penamaanya. Tetapi sudah sejak ratusan tahun lalu boneka-boneka itu diberi warna-warna yang tidak hanya mengandalkan efek bayang saja.

  Pola-pola bentuk dan warnanya terus berubah dari masa kemasa, sehingga sampai pada bentuk yang dibakukan pada pertengahan abad 19 (seperti yang kita lihat saat ini). Lambat laun paradigma wayang berkembang bukan hanya untuk menyebut pertunjukan yang menimbulkan bayang-bayang, tetapi juga kesenian yang berkaitan dengan cerita, lakon, struktur dramatik dan sebagainya; seperti dalam pergelaran wayang beber, wayang golek dan wayang wong (M ulyono, 1975). Wayang mengandung arti “berjalan kian- kemari, tidak tetap, sayup

  • –sayup (dalam substansi bayang-banyang (Mulyono, 1979).

  Berdasarkan jurnal Wayang Authoring ”: A Web-based

  

AuthoringTool for Visual Storytelling for Childrenoleh

(Widjajanto, Wahju Agung., Lund, Michael., Schelhowe, Heidi.

  2008) menyebutkan bahwa, Wayang Kulit consists of two words, Wayang and Kulit.

  Wayang is a Javanese word meaning shadow or ghost, kulit

  means leather,and added together it translates as „shadow from leather‟. The wayang kulit is a two-dimensional puppet, made of buffalo or goatleather; like paper dolls, but with arms that swivel (see Figure 1).A wayang kulit puppet is a representation of mainly humancharacters and the physical world. Every part of the puppets‟design has symbolic significance.

  Yang artinya, wayang kulit berasal dari dua kata yaitu wayang dan kulit. Wayang dalam bahasa jawa artinya adalah bayangan/hantu, kulit artinya adalah kulit, maka keseluruhanya adalah bayangan dari kulit. Wayang kulit adalah boneka dua dimensi terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Seperti boneka kertas tetapi terdapat bagian lengan yang bisa digerakan wayang kulit menggambarkan karakter utama dari manusia dan gambaran dunia dan setiap bagian dari boneka memiliki simbol dan makna tersendiri. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wayang merupakan banyang-bayang yang berjalan keana-kemari yang menyerupai tiruan orang dan sebagainya yang terbuat dari kulit.

7. Mendongeng yang Menarik

  Pendongeng atau guru ketika menyampaikan dongeng kepada anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Suara, gerak tubuh dan mimic serta sorot mata sangat menentukan kesuksesan dongeng yang kita bawakan. Mendongeng yang menarik menurut Tim Pena Cendekia (2013: 47-51) adalah sebagai berikut:

  a. Diawali dengan doa Usahakan sebelum melakukan kegiatan mendongeng, selalu mengawalinya dengan berdoa agar setiap aktivitas yang dilakukan senantiasa sukses.

  b. Posisi atau tempat kita berdongeng Berdongeng harus dilakukan di tempat yang tepat sehingga semua anak dapat melihat dengan jelas. Tempat yang tepat disesuaikan dengan kondisi acara, termasuk penempatan anak.

  c. Suara Suara harus lantang dan jelas agar dapat didengar oleh semua anak lainnya dengan jelas.

  d. Penguasaan materi cerita Penguasaan materi dalam melakukan kegiatan mendongeng sangat penting. Sehingga, pendongeng dapat mengetahui kapan harus menekan kata-kata tertentu atau memperlihatkan mimik muka tertentu. Jika sedang mendongeng orang yang sedang marah, maka harus benar-benar menirukan orang yang sedang marah, dengan muka yang agak sedikit seram. Begitu pula ketika sedang memerankan orang baik, maka mimik muka harus seperti orang baik, tersenyum dan sikapnya yang berwibawa.

  e. Penjiwaan Pendongeng harus mampu mengatur kapan saatnya memperbesar atau memperkecil suara, pendongeng juga harus mampu menjiwai isi ceritanya sehingga jika hal tersebut tercapai,maka mudah sekali menirukan suara-suara tertentu, misalnya suara anak kecil atau orang tua, suara orang memerintah atau suara lembut seorang ibu, suara orang ketakutan atau marah.

  f. Gerakan Melakukan kegiatan mendongeng, agar lebih menarik, pendongeng juga harus mampu memerankan anggota tubuh. Tunjukkan gerakan yang sesuai dengan cerita, misalnya jika bercerita tentang seorang yang sedang berbisik, tirukanlah gaya orang yang sedang berbisik. Hal yang tidak kalah penting dalam bercerita adalah gerakan mata. Jangan sekali-kali membiarkan mata menerawang ke angkasa. Tataplah mata siswa secara bergantian agar dapat membawa siswa dalam suasana cerita yang sedang berlangsung.

  g. Tangan tidak memegang apa-apa (kecuali alat peraga) Pendongeng juga harus memperhatikan gerakan yang dilakukan seperti melakukan kegiatan memasukkan tangan ke saku celana, kemudian memegang kunci yang ada di saku celana itu sehingga terlihat geraka-gerakan. Gerakan-gerakan tersebut dikhawatirkan akan mengakibatkan konsentrasi anak menjadi tidak fokus.

  h. Tidak memutus cerita dengan teguran Apabila sedang melakukan kegiatan mendongeng, kemudian ada siswa yang tiba-tiba ada anak yang sedang bermain, hendaknya seorang pendongeng tidak memutuskan cerita yang sedang di bawakannya. Namun, pendongeng dapat memasukkan teguran tersebut dalam cerita, misalnya melalui suara-suara yang menarik atau suara yang belum pernah mereka dengar. Hal tersebut bertujuan agar tidak memutus jalan pikiran siswa yang sedang asyik mendengarkan. i. Tidak tergesa-gesa

  Melakukan kegiatan mendongeng dengan tergesa-gesa akan membuat kesan yang ada dalam dongeng akan hilang dan alur cerita menjadi tidak sempurna. Sehingga, tujuan mendongeng untuk mendidik, memberikan teladan, dan hiburan tidak akan tercapai dan tidak akan dinikmati secara sempurna. j. Menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh siswa

  Gunakanlah kata-kata yang sesuai dengan perkembangan siswa agar tujua mendongeng mudah tercapai. k. Ikhlas dan bersyukur

  Seseorang yang ihklas, ketika tampil akan terlihat ceria karena tidak terbebani dengan hal lain selain mengharapkan ridho dari Alloh SWT.

B. Penelitian yang Relevan

  Penelitian tentang penggunaan media untuk meningkatkan kemampuan berbicara telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya:

  1. Dolhalit, M.L., Jun, M., Pee, A. (2013). Tentang The Development of

  Shadow Play Wayang Kulit Using Augmented Reality (Pengembangan

  Bayangan Wayang Kulit menggunakan Argumented Reality (AR) adalah suatu bentuk pengembangan aplikasi wayang kulit. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan eksistensi wayang kulit yang sudah mulai luntur pada kalangan muda. Upaya pembuatan aplikasi ini diharapkan membantu mengeksistensikan ikon seni tradisional tersebut sebagai salah satu upaya untuk melestarikan warisan negara. Studi ini dilakukan untuk memperkenalkan seni wayang kulit dalam bentuk aplikasi atau sistem yang mudah bagi pengguna untuk merasakan bagaimana bermain wayang kulit. Untuk menciptakan aplikasi, boneka dimodelkan dalam model grafis

  3D dan ARToolkit dipilih sebagai aplikasi yang menghamparkan citra virtual pada dunia nyata sedangkan Microsoft Visual C ++ digunakan untuk mengembangkan aplikasi. Aplikasi ini memiliki potensi yang sangat besar dalam mempromosikan wayang kulit dan sebagai daya tarik serta sebagai sarana untuk mempromosikan wayang kulit sebagai salah satu kesenian tradisional.

  2. Hildebrandt, K., Lewis, P., Kreuger, C., dkk. (2016) tentang

  “Digital Storytelling For Historical Undestending: Treaty Education for Reconciliation” (Digital dongeng untuk memahami sejarah: Pendidikan

  Perjanjian untuk Rekonsiliasi). Penelitian ini menyajikan temuan dari proyek penelitian yang berusaha untuk menginterogasi kemungkinan mendongeng digital sebagai jalur menuju pemahaman yang lebih lengkap tentang perjanjian dan hubungan perjanjian di bagian barat Kanada. Penelitian ini terletak di provinsi Saskachewan, pendidikan perjanjian (yaitu, pendidikan tentang sejarah perjanjian bernomor ditandatangani antara orang bangsa pertama dan British Crown, serta sejarah berikutnya dari hubungan perjanjian) telah wajib selama satu dekade. Pembelajaran dilakukan dengan cerita digital untuk mengambil perjanjian pendidikan di kelas mereka. Penyajian gambar dari proyek penelitian serta narasi dari guru, peneliti dan penjaga pengetahuan Creew semua terlibat dalam perjalanan penelitian ini. temuan penelitan narasi ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi kemungkinan bahwa cerita digital mungkin menawarkan kepada bangsa Kanada, bergerak ke arah rekonsiliasi dengan orang-orang Aborigin dalam Canadian konteks kolonialisme yang sedang berlangsung.

  3. Psomos, P., Kordaki, M. (2016) tentang

  “Digital Storytelling Pedagogical Evaluation Star: Vi ews of Teachers” (Dongeng Digital Pedagogis Bintang

  Evaluasi: Pandangan Guru) adalah model untuk evaluasi pedagogis pendidikan digital lingkungan cerita (EDSE). Hal ini didasarkan pada pandangan sosial dan konstruktivis modern pembelajaran dan terdiri dari enam belas dimensi pedagogis, yaitu: pembelajaran kolaboratif, kreativitas dan inovasi, beberapa representasi, motivasi, kepekaan budaya, kesetaraan gender, usaha kognitif, umpan balik, kontrak belajar, fleksibilitas, aktivitas peserta. Penelitian sebelumnya berfokus pada orientasi tujuan, nilai pengalaman, organisasi pengetahuan dan metakognisi. Penelitian ini berfokus pada eksplorasi persepsi guru pendidikan dasar menyangkut kapasitasnya untuk mengevaluasi berhasil tingkat kesehatan pedagogis dari EDSE. Lebih khusus, persepsi 33 guru pendidikan tingkat sekolah dasar diselidiki melalui kuisioner termasuk dekat dan terbuka pertanyaan dalam konteks sebuah lokakarya di mana „Mendongeng Digital Pedagogis Strar‟ disajikan dan dibahas. Analisis hasil penelitian menunjukan bahwa yang diusulkan Model dievaluasi secara positif oleh para guru.

  4. Widjajanto, W., Lund, M., Schelhowe, H. (2009) tentang

  “Wayang

Authoring”: A Web- based Authoring Tool to Support Median Literacy

For Children (Penulisan wayang: Sebuah web yang digunakan sebagai

  media pendukung bagi siswa) Peneliti mengusulkan pendekatan baru untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bercerita secara kreatif dan ekspresif. Dengan konsep media yang berbentuk seni kuno dari Indonesia berupa wayang. Pendekatan ini merupakan konsep gabungan antara dunia komputer (game) dengan konteks kesenian tradisional.

C. Kerangka Pikir

  Salah satu cara yang dilakukan guru dalam memperbaiki kualitas pembelajaran adalah dengan menggunakan media pembelajaran yang kreatif dan menarik. Media pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah media wayang kulit yang dapat digunakan sebagai sarana bagi siswa dalam mengatasi kesulitan dalam berbicara. Media yang tepat dalam melakukan aktifitas pembelajaran akan dapat memberikan pengaruh yang baik. Dengan berbantu media wayang kulit diharapkan siswa dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

  Media wayang kulit, selain sebagai bentuk pengenalan terhadap siswa dalam upaya mengenalkan kearifan budaya lokal, juga dapat digunakan sebagai sarana bagi guru untuk melatih siswa belajar kreatif melakukan aktifitas pembelajaran. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

  Siswa SD Penggunaan Meningkatkan pada dalam media kemampuan tahap wayang kulit mendongeng

  Operasional kreatif Konkrit

  Benda konkrit supaya lebih jelas

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Media wayang kulit efektif dalam meningkatkan kemampuan mendongeng kreatif siswa di kelas 5 SD N 1 Kutasari.

Dokumen yang terkait

KEMAMPUAN MENDONGENG GURU SD DENGAN TEKNIK PAGELARAN WAYANG BEBER UNTUK PEMBELAJARAN

0 0 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Media Pembelajaran - BAB II KAJIAN PUSTAKA

1 28 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Pengertian Kurikulum - FILE 5 BAB II

0 0 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - ANALISIS PENGGUNAAN AL QARDHUL HASAN DI BMT HARAPAN UMMAT KUDUS - STAIN Kudus Repository

0 0 32

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. ANDROID - PENGEMBANGAN APLIKASI PERMAINAN PETUALANGAN ( ADVENTURE GAME ) SEBAGAI MEDIA PENGENALAN SEJARAH BATURRADEN BERBASIS ANDROID - repository perpustakaan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL BERUPA FACEBOOK DAN INSTAGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN MAHASISWA NON KESEHATAN TENTANG DAGUSIBU DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy - HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN MINAT MEMBACA SISWA DI PERPUSTAKAAN SD NEGERI 1 SAMBIRATA - repository perpustakaan

0 0 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perpustakaan 1. Pengertian Perpustakaan Sekolah - PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN DALAM MENDORONG MINAT BACA SISWA DI SD N 2 KEDUNGMENJANGAN - repository perpustakaan

1 6 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut Usia (Lansia) - FAKTOR RISIKO TERJADINYA REMATIK ARTRITIS PADA LANSIA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS II BATURRADEN - repository perpustakaan

0 2 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA MESSENGGER WHATSAPP DAN LINE UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN MAHASISWA NON-KESEHATAN TENTANG DAGUSIBU OBAT - repository perpustakaan

0 5 11