BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Skizofrenia - ROSALIA DIAH INDRA LASGITA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

  suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).

  Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2007).

  Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang dapat di terima secara sosial. Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) buruk (Hawari, 2007).

B. Gejala-Gejala Skizofrenia

  Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif (Maramis, 2005).

  9

  1. Gejala positif Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang.Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya.Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.

  Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan.

  Misalnya, para penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang berwarna merah, kuning, hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi paranoid, mereka selalu merasa sedang di amat-amati, diintai, atau hendak diserang.

  Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya.

  Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya.

  Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia, juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.

  2. Gejala Negatif Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena kliens kizofrenia hanya memilki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memilki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.

  Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia, mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta.Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, disamping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 sampai 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi.Diperkirakan penderita penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi.

C. Epidemiologi

  Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa.

  Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.

  Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003).

  Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008). Di seluruh dunia prevalensi seusia hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal usia dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai usia 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).

D. Tipe-Tipe Skizofrenia

  Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual

  

of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric

Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric

Assosiation, 1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation,

  2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davison, 2006)

  1. Skizofrenia Paranoid Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif

  2. Skizofrenia Disorganized Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.

  3. Skizofrenia katatonik Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativisme yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).

  4. Skizofrenia Undifferentiated Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.

  5. Skizofrenia Residual Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.

E. Etiologi Skizofrenia

  Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain :

  1. Faktor Genetik Menurut Maramis (2009), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7

  • – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7
  • – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.

  Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand, 2007).

  2. Faktor Biokimia Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).

  3. Faktor Psikologis dan Sosial Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak- anaknya. Keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya (Durand, 2007).

  F. Perjalanan Penyakit

  Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual. Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003).

  Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku.

  Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005).

  G. Penatalaksanaan

  Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi psikososial (Durand, 2007).

  1. Terapi Biologis Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan.

  Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an,

  

electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk

  skizofrenia. Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu.

  Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik.

  Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak (prefrontal lobotomy), yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang

  “stone of madness” atau disebut dengan batu gila yang

  dianggap menjadi penyebab perilaku yang terganggu. Cara ini cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

  2. Terapi Psikososial Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini.

  Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga.

  Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.

  Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

  Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang- kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

H. Kerangka Teori

  Kerangka teori adalah konsep-konsep teori yang digunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan tinjauan teori dan apa yang telah di uraikan maka di gunakan kerangka teori dalam bentuk bagan sebagai berikut :

  Etiologi:

  1. Faktor Genetik

  2. Faktor Biokimia

  3. Faktor Psikologis dan Sosial

  Jenis-Jenis Skizofrenia:

  Karakteristik pasien:

  1. Skizofrenia Paranoid

  1. Usia

  2. Skizofrenia

  2. Jenis kelamin Disorganized

  Skizofrenia

  3. Pendidikan

  3. Skizofrenia katatonik

  4. Pekerjaan

  4. Skizofrenia

  5. Status pernikahan Undifferentiated

  5. Skizofrenia Residual Penatalaksanaan :

  1. Terapi Biologis

  2. Terapi Psikososial

Gambar 2.1 Kerangka teori penelitian I.

   Kerangka Konsep Penelitian

  Kerangka konsep adalah hubungan-hubungan antara konsep yang satu dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka (Azwar, 2010). Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya.

  Pada penelitian ini, kerangka konsep yang diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut :

  Karakteristik pasien:

  1. Usia

  2. Jenis kelamin

  Skizofrenia

  3. Pendidikan

  4. Pekerjaan

  5. Status pernikahan Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian.