BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekstraksi - EKSTRAKSI SILIKA DARI ABU SEKAM PADI MENGGUNAKAN PELARUT NaOH - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekstraksi

  Ekstraksi padat-cair merupakan suatu proses yang melibatkan perpindahan massa antar fasa. Perbedaan aktivitas kimia antara fasa padatan dan fasa pelarut mencerminkan seberapa jauh sistem berada dari kesetimbangan, sehingga akan menentukan pula laju zat terlarut antar fasa.

  Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi (Lucas, 1949).

  Pada ekstraksi padat-cair, komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut (ekstraktan). Pada penelitian ini bahan padat yang digunakan adalah abu sekam padi, ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut maka pelarut akan bereaksi dengan bahan padat dan membentuk larutan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar bahan padat.

2.2. Silika Abu Sekam Padi

  Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan (Aina, 2007). Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan gabah akan dihasilkan 16,3-28% sekam (Nugraha dan Setiawati, 2006). Komposisi kimia sekam padi menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengandung beberapa unsur kimia penting yang ditunjukkan pada tabel 2.1:

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Sekam Padi

  Komponen Kandungan (%) Menurut Suharno (1979)

  Kadar Air 9,02 Protein Kasar 3,03

  Lemak 1,18 Serat Kasar 15,68

  Abu 17,71 Karbohidrat Kasar 33,71

  Menurut DTC-IPB

  Karbon (arang) 1,33 Hidrogen 1,54

  Oksigen 33,64 Silika 16,98

  Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2009) Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986). Menurut Sarkawi (2003) sekam padi terdiri dari 34 - 44 % selulosa, 23- 30 % lignin, 13 - 39 % abu dan 8 - 15 % air. Abu dari hasil pembakaran sekam padi memiliki komponen kimia yang ditunjukkan pada tabel 2.2:

Tabel 2.2. Komponen Kimia Abu Sekam Padi Komponen Kandungan (%)

  86.90

  • – 97.30 SiO2

  0.58

  • – 2.50 K2O

  0.00 – 1.75 Na2O

  CaO

  0.20

  • – 1.50 MgO

  0.12

  • – 1.96 0,54

  Fe2O

  0.2 P2O 3 – 2.85

  0.1 SO3 5 – 1.13 Cl

  0.42 Sumber: Wen-Hwei (1986) dalam Jaya (2002) Abu sekam padi sebagai limbah pembakaran memiliki unsur yang bermanfaat untuk peningkatan mutu beton, mempunyai sifat pozolan dan mengandung silika yang sangat menonjol, bila unsur ini dicampur dengan semen akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi (Bali dan Prakoso, 2002). Abu sekam padi apabila dibakar secara terkontrol pada suhu tinggi (500

  • – 600 oC) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia (Putro, 2007). Menurut Aina (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kristalinitas

  β-Ca2SiO4 dari abu sekam o o o padi yang diabukan pada temperatur 600

  C, 700

  C, dan 800 C lebih tinggi dibandingkan dengan kristalinitas β-Ca2SiO4 dari abu sekam padi yang

  o

  diabukan pada temperatur 900

  C. Pemanfaatan dan aplikasi dari abu sekam padi sebagai sumber silika sangat luas seperti dalam pembuatan semen, keramik dan lain sebagainya.

  Secara umum penggunaan sekam di Indonesia masih terbatas yaitu sebagai media tanaman hias, pembakaran bata merah, alas ternak untuk unggas, kuda, sapi, kambing, dan kerbau. Di Indonesia dan Filipina, sekam padi juga dipakai dalam penetasan telur itik. Sebagai pupuk, sekam padi mempunyai nilai yang rendah karena kadar NPK-nya yang rendah. Tetapi penambahan abu sekam atau sekam ke dalam lahan memberikan pengaruh positif, terutama dalam penyerapan silika (Tangendjaja, 1991).

  Menurut Mittal (1997) sekam padi merupakan salah satu sumber penghasil silika terbesar setelah dilakukan pembakaran sempurna. Abu sekam

  o

  padi hasil pembakaran yang terkontrol pada suhu tinggi (500-600

  C) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses kimia (Putro, 2007). Houston (1972) mengatakan bahwa abu sekam padi mengandung silika sebanyak 86%-97% berat kering, dan Mittal (1997) mengatakan abu sekam padi mengandung silika sebanyak 90-98% berat kering. Silika dinotasikan sebagai senyawa silikon dioksida (SiO

  2 ), yang

  dalam penggunaannya dapat berupa berbagai macam bentuk, contohnya amorphous yang dalam variasi bentuknya. Silika sering digunakan sebagai

  dessicant , adsorben, media filter, dan komponen katalisator. Silika

  merupakan bahan baku utama pada glass industry, keramik, industri refraktori dan bahan baku yang penting untuk produksi larutan silikat, silikon dan alloy (Kirk-Othmer, 1967).

  Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan silika mineral, dimana silika sekam padi memiliki butiran halus, lebih reaktif, dapat diperoleh dengan cara mudah dengan biaya yang relatif murah, serta didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui. Dengan kelebihan tersebut, menunjukkan silika sekam padi berpotensi cukup besar untuk digunakan sebagai sumber silika, yang merupakan bahan material yang memiliki aplikasi yang cukup

  2

  luas penggunaannya. Keberadaan silika, khususnya dalam bentuk SiO , dalam padi telah diketahui sejak tahun 1938. Menurut Soepardi (1982), kandungan silika tertinggi pada padi terdapat pada sekam bila dibandingkan dengan bagian tanaman pada lain seperti helai daun, pelepah daun, batang dan akar.

  Menurut Karo-karo (2009), silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan mudah dan sederhana yaitu dengan cara pengabuan dan ekstraksi padat-cair.

  Kalapathy et al. (2000) menjelaskan bahwa kelarutan dari silika dari abu sekam padi sangat rendah pada pH<10, dan meningkat secara tajam pada pH>10. Berdasarkan informasi tersebut, ekstraksi silika dari abu sekam padi banyak dilakukan dengan menggunakan pelarut alkali. Untuk mendapatkan pengendapan silika setelah proses ekstraksi, maka dilanjutkan dengan proses pengendapan pada pH rendah menggunakan larutan asam. Menurut Mittal (1997) silika yang didapat berbentuk SiO 2 .

  Beberapa peneliti telah banyak melakukan penelitian tentang ekstraksi silika dengan proses ekstraksi dengan pelarut alkali dan pengendapan silika dengan asam. Menurut Kalapathy (2000), mengekstrak silika dari sekam padi menggunakan NaOH 1 N dengan metode ekstraksi dua siklus dan menghasilkan yield sebesar 91%. Menurut Pandiangin et al. (2008), melakukan ekstraksi silika dari sekam padi menggunakan larutan KOH pada berbagai variasi konsentrasi serta larutan HNO

  3 10% sebagai pengendap, dan mendapatkan massa rendemen terbesar yaitu 1,8690 gram dari 50 gram abu sekam padi pada konsentrasi larutan KOH 1,5% selama 30 menit. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Suka et al. (2008), yield terbesar yaitu 40,8% didapatkan dengan penggunaan pelarut KOH 5% dengan waktu reaksi satu jam. Berdasarkan informasi di atas, penelitian mengekstrak silika dari sekam padi dengan ekstraksi pelarut alkali dan pengendapan dengan HCl 1 N.

  Sekam padi memiliki kandungan silika yang cukup tinggi yaitu

sebesar 18-22% (Luh,1991). Oleh sebab itu sekam padi merupakan bahan

baku yang cukup potensial sebagai sumber bio-silika dari sumber terbarukan

dan sekaligus mampu meningkatkan nilai tambah sekam padi. Silika banyak

  dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan berbagai ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, adsorben, dan lain-lain (Kirk-Othmer, 1984; Sun, 2001). Silika yang terdapat di dalam sekam padi memiliki sifat amorf, memiliki ukuran ultra

  

fine , dan sangat reaktif (Chandrasekhar, 2003). Dengan demikian

  penggunaan bio-silika akan menghasilkan produk yang memiliki sifat yang berbeda dengan kualitas yang lebih baik. Penambahan silika amorf ke dalam adonan keramik mampu memberikan kekuatan keramik yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan silika kristalin (Hanafi, 2010).

  Silika dapat diisolasi dari sekam padi secara sederhana dengan cara pembakaran. Namun, tanpa perlakuan pembakaran yang tepat maka abu hasil pembakaran sekam padi hanya akan mengandung silika kristalin yang bersifat membahayakan dan dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan senyawa-senyawa pengotor inorganik lainnya, yang mengandung K dan Na yang dapat menurunkan titik leleh silika yang dihasilkan sehingga dapat mempercepat perubahan fasa menjadi kristalin (Umeda, 2009). Zat-zat inorganik dalam sekam padi seperti mineral- mineral dalam jumlah yang sedikit dapat dihilangkan melalui perlakuan dengan asam menggunakan H2SO4, HCl, atau HNO3 (Chakraverty, 1988). Menurut Chandrasekhar (2006), asam klorida merupakan bahan

  kimia yang sangat efektif untuk mengurangi pengotor

  • – pengotor yang terdapat di dalam sekam padi. Akan tetapi asam klorida sendiri cukup berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Penggunaan asam kuat juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk peralatan anti korosi, penggunaan air yang banyak untuk membilas sekam padi, dan perlakuan khusus untuk pembuangan limbah. Untuk menghindari hal tersebut baru- baru ini digunakan asam sitrat sebagai pelarut untuk perlakuan awal (Umeda, 2008). Asam sitrat merupakan asam organik dan bersifat non-

  toksik, sehingga penggunaannya lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan dengan asam klorida yang bersifat korosif. Pembakaran

  sekam padi yang didahului dengan perlakuan dengan asam sitrat dengan konsentrasi 5% terbukti dapat menghasilkan silika dengan kemurnian yang o tinggi dan bersifat amorf walau dibakar hingga temperatur 1000 C

  (Umeda, 2008).

  Sekam padi yang telah dimurnikan dari pengotor inorganic kemudian dibakar untuk penghilangan senyawa-senyawa organik.

  Namun pembakaran yang dilakukan harus memiliki temperatur yang terkontrol (Harsono, 2002). Pemanfaatan sekam padi yang paling umum adalah sebagai bahan bakar. Penggunaan sekam padi sebagai bahan bakar yang paling umum adalah pada proses pembakaran batu bata. Industri semen saat ini juga memanfaatkan sekam padi sebagai bahan bakar alternatif. Hasil pembakaran sekam padi adalah abu sekam padi. Selama ini abu sekam padi belum dimanfaatkan secara optimal, hanya dijadikan sebagai abu gosok. Potensi pemanfaatan abu sekam padi adalah kandungan silikanya. Menurut Mittal (1997), abu sekam padi mengandung silika sebanyak 90-98% berat kering, dan apabila nilainya mendekati atau dibawah 90% kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah.

  Senyawa kimia silika (SiO

  2 ) adalah suatu senyawa yang sangat luas

  aplikasinya mulai bidang konstruksi seperti bahan campuran untuk membuat keramik seni, semen, dan beton (Harsono, 2002). Selain itu, dapat dimanfaatkan juga sebagai pembuatan membran silika dan sebagai bahan baku pembuatan zeolit sintesis (zeolit buatan) yang dapat digunakan berbagai keperluan.

  Beberapa parameter proses penting ekstraksi silika dari abu sekam padi adalah temperatur pemanasan, waktu pemanasan dan konsentrasi basa yangdigunakan.