BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI DAN RESISTENSI Mycobacterium tuberculosis DARI SPUTUM PASIEN TUBERKULOSIS TERHADAP RIFAMPISIN - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Paru Menurut Rasyid dalam Yuniarti (2011), Tuberkulosis adalah suatu

  infeksi yang disebabkan oleh basil M.tuberkulosis yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma yang menimbulkan nekrosis pada jaringan. Infeksi ini dapat mengenai berbagai organ di dalam tubuh, tetapi yang paling sering terkena adalah jaringan paru.

  Sebagian besar infeksi M.tuberculosis menyerang organ paru, namun pada kondisi tertentu infeksi juga dapat terjadi pada organ lain seperti tulang, otak, saluran pencernaan dan lain-lain. Orang yang menderita TB ditandai dengan terbentuknya granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan pada paru-paru. Sedangkan secara klinis penderita TB sering dijumpai gejala berupa batuk berdahak yang tidak sembuh selama lebih kurang satu bulan setelah ditreatment dengan antibiotik, nafsu makan berkurang, berat badan turun dan berkeringat pada malam hari tanpa ada faktor pemicu (Smith,2003). Menurut Depkes RI (2002), tipe penderita dibagi ke dalam beberapa tipe, yaitu kasus baru; kambuh (relaps); pindahan (transfer in); putus minum obat (drop-out); gagal dan kasus kronik.

1. Etiologi

  Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri M. tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh bakteri ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).

2. Patogenesis

  Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan (Depkes RI, 2006).

  Di alveoli, beberapa basil tuberkel mati, tetapi sebagian berkembang biak di dalam alveoli dan memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Basil dapat mencapai setiap bagian dari tubuh, termasuk daerah di mana penyakit TB lebih mungkin untuk dikembangkan. Daerah tersebut termasuk bagian atas paru-paru, serta ginjal, otak, dan tulang. Bagaimanapun dalam waktu 2 sampai 8 minggu, sistem kekebalan tubuh biasanya aktif, menghentikan replikasi dan mencegah penyebaran lebih lanjut. Sistem kekebalan tubuh merupakan sistem sel dan jaringan dalam tubuh yang melindungi tubuh dari zat-zat asing. Pada titik ini, orang tersebut telah laten infeksi tuberkulosis (CDC, 2008).

  Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia bervariasi, antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2006).

  Gambar 1. Faktor Risiko Kejadian TB dan riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati (Depkes RI, 2006)

  Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

  Sebagian besar (95%) dari orang tertular atau terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis paru. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita tuberkulosis paru adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau terinfeksi HIV/AIDS (Depkes RI, 2008).

3. Klasifikasi TB

  Tabel 1. Sistem klasifikasi Tuberkulosisdalam U.S.Departement of , (CDC; Centers for Disease Control, 2008)

  Health and human services Kelas Tipe Keterangan

Tidak ada pajanan TB Tidak ada riwayat terpajan

  Tidak terinfeksi Hasil TST atau QFT-G negatif

  1 Terpajan TB Riwayat terpajan

Tidak ada bukti infeksi Hasil TST atau IGRA negatif

  2 Ada infeksi TB Hasil TST atau IGRA positif Bukan penyakit TB Pemeriksaan bakteri negatif (bila dilakukan) Tidak ada bukti klinis atau sinar-x penyakit TB aktif

3 TB, aktif secara klinis Biakan positif (jika dilakukan) untuk

  M. tuberculosis jika hasil TST atau IGRA positif, danterbukti penyakit TB secara klinik, bakteriologi, atausinar-x

  4 Penyakit TB sebelumnya Hasil TST atau IGRA positif (tidak aktif secara klinis) Abnormal tapi penemuan sinar-x stabil Hasil TST atau IGRA positif Pemeriksaan bakteri negatif (bila dilakukan) Tidak ada bukti klinis atau sinar-x penyakit TB aktif

  5 Dicurigai TB Tanda dan gejala penyakit TB, tetapi evaluasi belum lengkap

B. M.tuberculosis

  Pada jaringan tubuh bakteri tuberkulosis berbentuk batang ramping berukuran 3 sampai 4 x 0,4 μm, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dapat diwarnai dengan agen khusus ( Ziehl-Neelsen, Kinyoun, fluorescence, p.

  212f). TB merupakan bakteri anaerob obligat. Reproduksinya ditingkatkan

  oleh adanya CO 2 5-10% di atmosfer (Kayser et al, 2005).

  M.tuberculosis mendapatkan energi dari oksidasi berbagai senyawa

  karbon. Aktivitas biokimia tidak khas dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari bakteri lain. Waktu penggandaan basil M.tuberculosis adalah sekitar 20 jam. Suhu optimum pertumbuhan 37 C (Utji dan Harum, 1994).

  Dinding M. tuberculosis banyak mengandung lemak yang terdiri dari asam mikolat, lilin dan fosfolipida. Lipid dalam batas tertentu bertanggung jawab terhadap sifat tahan asam bakteri. Sifat tahan asam ini dapat dihilangkan dengan asam panas dan eter. Tiap tipe mikobakteria mengandung beberapa protein yang menimbulkan reaksi tuberkulin. Protein yang terikat pada lilin bila disuntikan dapat merangsang sensitivitas terhadap tuberkulin. Zat tersebut dapat pula menimbulkan pembentukan berbagai antibodi (Brooks et al , 2001).

  C. Sputum

  Sputum adalah bahan yang didorong keluar dari trakhea, bronkhi dan paru melalui mulut. Sekresi eksudat bronkus paru-paru sering kali diteliti melalui pemeriksaan sputum. Aspek yang paling menyesatkan dari pemeriksaan sputum adalah kontaminasi dengan saliva dan flora mulut yang tidak dapat dihindari (Jawet et al, 2007).

  Menurut Arsyad (2001) dahak adalah materi yang dikeluarkan dari saluran nafas bawah oleh batuk. Adanya dahak selalu menunjukkan suatu penyakit. Batuk kering tanpa dahak dapat disebabkan radang mukosa laring, trakea atau bronkus seperti pada fase dini infeksi saluran pernafasan, inhalasi debu atau asap pada perokok. Batuk dengan dahak menunjukkan adanya eksudat bebas dalam saluran pernafasasan seperti pada bronchitis kronik, bronkiektasis, dan kavitas.

  D. Obat Anti tuberkulosis untuk TB

  Untuk menanggulangi masalah TB, digunakan berbagai jenis obat-obatan sebagai anti TB. Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan TB dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. OAT primer lebih tinggi efektifitasnya dan lebih baik keamanannya dari OAT sekunder.OAT primer yang umum digunakan adalah INH, RIF, Ethambutol(EMB), Pyrazinamide (PZA).

  Dengan keempat macam OAT primer itu kebanyakan penderita TB dapat disembuhkan. Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan selama 6 bulan. Keempat macam OAT primer itu diberikan sekaligus setiap hari selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan dua macam obat (INH dan RIF) selama 4 bulan berikutnya (Muchtar, 2004).

  Mekanisme kerja dari obat rifampisin adalah dengan cara memblok sintesis mRNA dengan menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikroorganisme lain dengan menekan permulaan terbentuknya rantai RNA dalam sintesis RNA (Yulika, 2009).

E. ResistensiM.tuberculosis

  Problem resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik mula-mula ditemukan pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus multipel resisten pada strain bakteri S.pneumonia, M.tuberculosis, S.aureus dan E.faecalis. Semakin tinggi penggunaan antibiotik, semakin tinggi pula tekanan selektif proses evolusi dan proliferasi strain mikroorganisme yang bersifat resisten. Mikroorganisme patogen yang resisten terhadap antibiotik sangat sulit dieliminasi selama proses infeksi, dan infeksi oleh beberapa strain bakteri dapat berakibat letal (kematian) (Pratiwi, 2008).

  Brooks et al (2001) mengatakan, mikroorganisme dapat menjadi resistensi melalui beberapa mekanisme diantaranya mikroorganisme menghasilkan enzim yang merusak obat aktif dan mengubah permeabilitasnya terhadap obat serta mengembangkan sasaran struktur yang dirubah terhadap obat. Jasad renik dapat kehilangan bentuk sasaran khusus untuk suatu obat selama beberapa generasi dan resistensi.

  Berbeda dengan resistensi pada kebanyakan bakteri lain terhadap antibiotik, basil M.tuberculosis mempunyai kemampuan secara spontan melakukan mutasi kromosom yang mengakibatkan basil tersebut resisten terhadap antimikroba. Mutasi yang terjadi adalah unlinked, oleh karena resistensi obat yang terjadi biasanya tidak berkenan dengan obat yang tidak berhubungan. Munculnya resistensi obat menggambarkan peninggalan dari mutasi sebelumnya, bukan perubahan yang disebabkan karena terpapar dengan pengobatan. Mutasi yang bersifat unlinked ini menjadi dasar utama dalam prinsip pengobatan tuberkulosis modern (Sharma dan Mohan, 2004).

  Obat rifampisin merupakan salah satu antibiotik yang sering digunakan untuk mengobati penderita tuberkulosis pada lini pertama. Antibiotik ini dapat menghambat sintesis asam nukleat yaitu dengan menghambat RNA polimerase.

  Berdasarkan Guidelines for the programmatic management of drug

  

resistant tuberculosis: Iemergency update oleh WHO (2008) resisten

  terhadap OAT dinyatakan bila hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya pertumbuhan M.tuberculosis in vitro saat terdapat satu atau lebih OAT. Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu:

  a. Mono resisten : resisten terhadap satu OAT lini pertama

  b. Poli resisten : resisten terhadap lebih dari satu OAT lini pertama selain kombinasi isoniazid dan rifampisin.

  c. Multi drug resistant (MDR) : resisten terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampisin d. Extensively drug resistant (XDR) : MDR TB ditambah kekebalan terhadap salah satu obat golongan fluoroquinolon dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin).

  Mono resistance MDR-TB

  XDR-TB

Resistance to one Combination of Resistance to

single anti TB drug resistance to Isoniazid Fluoroquinolone, one

and Rifampicin injectble agent (Amikacin, Kanamycin,

  Capreomycin) and Isoniazid, Rifampicin Gambar 2.Tahapan perkembangan TB resistensi OAT

F. PCR (Polymerase Chain Reaction)

  Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik untuk

  mengamplifikasi segmen DNA pada daerah yang spesifik yang dibatasi oleh sebuah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim polimerase yang dilakukan secara in vitro. Pada tahun 1985, Karry Mullis mengembangkan teknik ini pertama kali.

  Menurut Handoyo dan Rudiretna (2001) dalam Fatchulloh (2013), komponen-komponen yang dibutuhkan pada PCR yaitu :

  1. Template DNA Fungsi template DNA yaitu sebagai cetakan dalam pembentukan molekul DNA yang sama. Untuk memperoleh DNA template untuk proses PCR maka harus menggunakan metode lisis sel atau untuk mengisolasi baik DNA kromosom maupun DNA plasmid juga menggunakan metode isolasi dengan standar yang ada.

  2. Primer Peran primer dalam keberhasilan proses PCR sangat penting karena berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-

  OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA serta dalam meentukan spesifisitas dan sensitivitas PCR. Pasangan primer terdiri dari dua oligonukleotida yang mengandung 18-28 nukleotida. 3. dNTPs (deoxynucleotide triphosphates) dNTPs terdiri dari dATP (deoksiadenosin trifosfat), dTTP

  (deoksitimidin trifosfat), dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat). Campuran dari bahan-bahan tersebut digunakan untuk mensintesis untai DNA komplementer. Konsentrasi masing-masing dNTPs harus seimbang karena untuk meminimalisir kesalahan penggabungan serta untuk meningkatkan spesifisitas dan kepekaan PCR. Untuk memperoleh hal itu maka konsentrasi dNTPs harus lebih rendah, karena dapat meminimalkan mispriming pada daerah non target dan mencegah terjadinya perpanjangan nukleotida yang salah.

  4. Buffer PCR dan MgCl

  2 Buffer dibutuhkan pada proses PCR karena untuk menjamin pH 2+

  medium. Selain buffer juga diperlukan ion Mg dimana ion tersebut berasal dari MgCl

  2 untuk menstimulasi aktifitas DNA polimerase maka

  dibutuhkan MgCl

  2 yang bertindak sebagai kofaktor sehingga dapat

  meningkatkan interaksi antara primer dengan template yang membentuk komplek larut dengan dNTP.

  5. DNA Polymerase Merupakan enzim yang dapat mengkatalisis polimerisasi DNA.

  Enzim ini mempunyai aktivitas eksonuklease dari 5’ ke 3’, akan tetapi tidak mempunyai aktivitas eksonuklease dari 3’ ke 5’. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk PCR biasanya 0,5-2,5 unit. Jumlah enzim yang terlalu tinggi maka akan terjadi akumulasi produk non spesifik, sebaliknya apabila jumlah enzim terlalu rendah maka produk yang diinginkan akan sedikit.

  Menurut Kusuma (2010), ada tiga tahap proses amplifikasi pada PCR, yaitu:

  1. Denaturasi Pada proses ini terjadi pemisahan untai DNA ganda menjadi untai

  DNA tunggal. Pemisahan ini terjadi setelah dilakukan pemanasan pada

  o

  suhu 94

  C. Untai DNA tunggal inilah yang nantinya menjadi cetakan bagi DNA baru yang akan dibuat.

  2. Penempelan (annealing) Enzim Taq polymerase akan memulai pembentukkan DNA baru apabila ada primer yang menempel pda DNA target yang telah terpisah.

  o

  Pada suhu 55 C selama 30-60 detik, primer dapat menempel secara optimal dengan DNA target.

  3. Pemanjangan Inti dari tahap ini adalah ketika primer yang telah menempel pada

  DNA target, maka DNA polymerase akan memanjangkan dan membentuk DNA baru. Suhu yang digunakan pada tahap pemanjangan

  o

  ini biasanya 72 C karena ini merupakan suhu optimum enzim Taq .

  polymerase G.

   Identifikasi Real time PCR GeneXpert Real-time PCR adalah salah satu teknik yang paling banyak digunakan

  dalam molekuler modern biologi (Vaerman, 2004). Real-time PCR memiliki berbagai keunggulan, yaitu amplifikasi (perbanyakan DNA fragmen) dapat diamati secara cepat, dapat menentukan konsentrasi DNA yang terdapat pada sampel (Yepihardi, 2009).

  Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan analisis fenotipik dan genotipik.Analisis fenotipik mempelajari sifat fisiologis atau biokimianya, adapun analisis genotipik merupakan analisis secara molekuler.

  Xpert MTB/RIF test untuk digunakan dengan Sistem Cepheid GeneXpert

  adalah semi-kuantitatif berdasarkan real-time PCR tes diagnostik secara in

  vitro untuk; 1) deteksi DNA M.tuberculosis yang kompleks dalam sampel

  dahak atau sedimen yang terkonsentrasi disiapkan dari induksi atau ekspektorasi dahak baik yang basil tahan asam (BTA) positif atau BTA negatif; dan 2) deteksi resistensi rifampisin terkait mutasi gen rpoB dalam sampel dari pasien yang beresiko untuk resisten rifampisin. Sebuah tes MTB/RIF ini dimaksudkan untuk digunakan dengan spesimen dari pasien yang tidak diobati untuk adanya kecurigaan klinis TB (Tenover, 2009).

  Prinsip kerja GeneXpert Dx System mengintegrasikan dan mengotomatisasi pengolahan sampel, amplifikasi asam nukleat, dan deteksi target dalam sampel sederhana atau kompleks menggunakan real-time PCR dan reverse transcriptase PCR. Sistem ini terdiri dari instrumen, komputer pribadi, barcode scanner, dan perangkat lunak preloaded untuk menjalankan tes pada sampel yang dikumpulkan dan melihat hasilnya (Tenover, 2009).

  Pemeriksaan ini menggunakan metode nested real-time polymerase chain

  reaction (PCR) assay untuk mendeteksi mutasi pada regio gen rpoB,

  kemudian diperiksa dengan beacon molecular sebagai probe. Pengujian dilakukan pada platform GeneXpert MTB/RIF, mengintegrasikan sampel yang akan diolah dalam cartridge plastik sekali pakai. Cartridge ini berisi semua reagen yang diperlukan untuk dapat melisiskan bakteri, ekstraksi asam nukleat, amplifikasi, dan deteksi gen yang sudah diamplifikasi. Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu 2 jam. Pemeriksaan ini bersifat automatis dan tidak perlu tenaga ahli khusus (Sirait, 2013).

Dokumen yang terkait

STUDI PEMETAAN AWAL DNA Mycobacterium tuberculosis COMPLEX SECARA Spoligotyping PADA HASIL ISOLASI DAHAK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DARI 10 IBU KOTA PROPINSI (BAGIAN I)

0 0 17

DETEKSI Mycobacterium tuberculosis DI RONGGA MULUT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 111

DAYA BUNUH INTRASELULER TERHADAP Mycobacterium tuberculosis DARI MAKROFAG PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN INDIVIDU SEHAT BERISIKO TUBERKULOSIS PARU Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 159

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PEKERTI TAHUN I1 KARAKTERISASI MUTASI GEN rpoB Mycobacterium tuberculosis DARI SPUTUM PASIEN BTA POSITIF DI SUMATRA BARAT

0 0 40

POLA RESISTENSI Mycobacterium tuberculosis TERHADAP OAT, PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU, DI KABUPATEN SAMPANG YULIONO Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 149

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ANALISIS KEKAMBUHAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE SELAMA SATU TAHUN DI RSUD BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis - HUBUNGAN PER IL AKU PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN KEPATUHAN PROGRAM PENGOBATAN SISTEM DOTS DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT PURWOKERTO - repository perpustakaan

1 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENGARUH TERAPI LINGKUNGAN : BERKEBUN TERHADAP PENINGKATKAN HARGA DIRI PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RSUD BANYUMAS - repository perpustakaan

2 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI SEDIAAN KRIM ANTI ACNE DARI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus epidermidis DAN Propionibacterium acnes - repository perpustakaan

0 2 7

IDENTIFIKASI DAN RESISTENSI Mycobacterium tuberculosis DARI SPUTUM PASIEN TUBERKULOSIS TERHADAP RIFAMPISIN

0 0 15