PENGARUH PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA PEKERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI THE VILLAGE PURWOKERTO - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Mangkunegara (2005), keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat

  menyebabkan kebakaran, ketakutan, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik, dan mencakup tugas- tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan serta pelatihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

  Menurut Rivai (2004) keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut.

  Kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cedera yang diakibatkan gerakan berulang-ulang, sakit punggung, sindrom carpal tunnel, penyakit-penyakit kardiovaskular, berbagai jenis kanker seperti kanker paru-paru dan leukimia.

  OHSAS 1800 1: 2007 mendefinisikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor) dan juga tamu orang lain berada di tempat kerja.

  Part of the overall management system that facilitates the management of the OH&S risks associated with the business of the organization. This includes the organizational structure, planning activities, responsibilities, practices, processes and resources for developing, implementing, achieving, reviewing and maintaining the organization’s OH&S policy.(Shamsul Efendi Dismal, 2002).

  Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel ditempat kerja agar tidak mengalami kecelakaan ditempat kerja dengan mematuhi atau taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja yang tercermin pada

  Jackson (1999) mengatakan, apabila perusaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.

  2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.

  3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

  4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

  5. Fleksibilitas dan databilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan rasa kepemilikan.

  6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan.

  7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungan nya secara subtansial.

  Robiana (2007), menjelaskan manfaat penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan, antara lain :

  1. Pengurangan Absentisme Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cidera atau sakit akibat kerja pun semakin berkurang.

  2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan keselamatn dan kesehatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera dan sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan atau kesehatan dari mereka.

  3. Pengukuran Turnover Pekerja Perusahaan yang menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa pihak manajeman menghargai dan memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa bahagia dan tidak mau keluar dari pekerjaan nya.

  4. Peningkatan Produktivitas Dari hsil penelitian yang ada memberikan gambaran bahwa, baik secara individu maupun bersama-sama penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja.

  Menurut Mangkunegara (2001), tujuan kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya sebagai berikut:

  1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

  2. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

  3. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

  4. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.

  5. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

  6. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian, dan partisipasi kerja.

  7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

1. Strategi dan Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

   Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan

  dapat membandingkan insiden, kegawatan dan frekuensi kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan. Strategi untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Schuler dan Jackson dalam Jati (2010) meliputi :

  1. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan dan penyakit kerja, misalnya terlihat keadaan finansial perusahaan, kesadaran karyawan tentang kesalamatan dan kesehatan kerja, serta tanggung jawab perusahaan dan karyawan, maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum.

  2. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja bersifat formal atau informal. Secara formal dimaksudkan setiap peraturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan, dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan. rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul.

  4. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajat keselamatan dan kesehatan kerja yang tinggi sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan nya.

  Strategi untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja, menurut Schuler,(1999) seperti tabel 2.1

  1. Berikan pelatihan dan saran

  2. Tingkatkan partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan

  1. Ciptakan program- program pengendalian stress kerja

  5. Tentukan tujuan dan saran Lingkungan Kerja Sosiopsikologis Stess dan Kecelakaan Kerja

  4. Komunikasi informasi

  3. Perbaiki lingkungan kerja

  2. Cacat penyakit tersebut

  3. Bentuk panitia keselamatn kerja

Tabel 2.1 Sumber dan Strategi Untuk meningkatkan Keselamatan dan

  2. Rancang kembali lingkungan kerja

  1. Cacat kecelakaan tersebut

  b. Penyakit Akibat Pekerjaan

  a. Kecelakaan Kerja

  Lingkungan Kerja Fisik

  Kesehatan Kerja Sumber 1 Strategi 1 Sumber 2 Strategi 2

  3. Berikan kesempatan libur Sumber : Schuler, (1999) Menurut Malthis, (2012) Pendekatan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang efektif adalah seperti pada gambar 2.1

  Pendekatan Organisasi

  1. Mendesain pekerjaan

  2. Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan keaman kerja

  3. Memanfaatkan komite keselamatan kerja

  4. Mengkoordinasikan penyelidikan kecelakaan dan penyakit kerja Pendekatan Rekayasa Teknis

  PENDEKATAN TERHADAP KESELAMATAN DAN

  1. Mendesain lingkunagan KESEHATAN KERJA

  2. Meninjau peralatan kerja YANG EFEKTIF

3. Mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi

  Pendekatan Individual

  1. Mendorong motivasi dan sikap terhadap Keselamatan dan Kesehatan

Kerja

  2. Memberikan pelatihan K3 kepada karyawan

3. Memberi penghargaan melalui program

  Sumber : Malthis, (2012)

  

insentif

Gambar 2.1 Pendekatan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja

  Proses pembangunan proyek konstruksi pada umum nya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Tim manajemen sebagai pihak yang bertanggung jawab selama proses pembangunan berlangsung harus mendukung dan mengupayakan program-program yang dapat menjamin agar tidak terjadi atau meminimalkan kecelakaan kerja atau tindakan-tindakan pencegahan nya. Elemen-elemen yang perlu dipertimbangkan dalam mempertimbangkan dan mengimplementasikan program keselamatan dan kesehatan kerja menurut Ervianto (2005), adalah sebagai berikut :

  • Komitmen pimpinan perusahaan untuk mengembangkan program yang dilaksanakan
  • Kebijakan pimpinan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
  • Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya kesehatan dan keselamatan dalam bekerja
  • Ketentuan pengawasan selama proyek berlangsung
  • Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung
  • Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan
  • Pemeriksaan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja
  • Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja
  • Pendokumentasian yang memadai dan pencatatan kecelakaan kerja secara kontinu.

  Dalam UU No. 1 Tahun 1970, menjelaskan tentang tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, tempat tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber-sumber bahaya. Kecalakaan kerja adalah kecelakaan dan atau penyakit yang menimpa tenaga kerja karena hubungan kerja di tempat kerja.

  Penyebab terjadinya kecelakaan kerja dalam proyek konstruksi, salah satunya adalah karakterdari proyek itu sendiri. Proyek konstruksi memiliki konotasi yang kurang baik jika ditinjau dari asspek kebersihan dan kerapian nya, karena padat alat, pekerja, material. Faktor lain terjadinya kecelakaan kerja adalah faktor pekerja konstruksi yang cenderung kurang mengindahkan ketentuan standar keselamatan kerja, pemilihan mode kerja yang kurang tepat, perubahan tempat kerja sehingga haruss selalu menyesuaikan diri, perselisihan antar pekerja sehingga mempengaruhi kinerjanya, perselisihan pekerja denagn tim proyek, peralatan yang digunakan dan masih banyak faktor lain.

  Jumlah pekerja yang besar dalam proyek konstruksi membuat perusahaan sulit untuk menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif.

  Menurut Ervianto (2005) faktor terjadinya kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi :

  1. Faktor pekerja itu sendiri

  2. Faktor metode konstruksi

  4. Manajemen Usaha-usaha pencegahan timbulnya kecelakaan kerja perlu dilakukan sedini mungkin. Adapun tindakan yang mungkin dilakukan adalah :

  1. Mengidentifikasi setiap jenis pekerjaan yang beresiko dan mengelompokan nya sesuai tingkat resiko

  2. Adanya pelatihan bagi para pekerja konstruksi sesuai dengan keahliannya

  3. Melakukan pengawasan secara intensif terhadap pelaksanaan pekerjaan

  4. Menyediakan alat pelindungan kerja selama durasi proyek

  5. Melaksanakan pengaturan dilokasi konstruksi

3. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

  Pemerintah memberikan jaminan kepada tenaga kerja dengan menyusun Undang-Undang No 13 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 2013, merupakan bukti tentang penting nya keselamatan kerja dalam perusahaan (Kusuma, 2013)

  Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebutlah yang menjadi pijakan utama dalam menafsirkan aturan dalam menentukan seperti apa ataupun bagaimana program K3 tersebut harus diterapkan. Rizky Argama yang dikutip Kusuma (2010) menjelaskan, sumber-sumber yang menjadi dasar penerapan program K3 di Indonesia adalah sebagai berikut :

  1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

  2. Undang-Undang No 3 Tahun 1993 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

  3. Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial tenaga Kerja

  4. Keputusan Presiden No 22 tahun 1993 Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja

  5. Peraturan Presiden No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

  6. Undaang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

B. Kinerja

  Dalam proyek konstruksi, rasio kinerja adalah nilai yang diukur selama proses konstruksi, dapat dipisahkan menjadi biaya tenaga kerja, material, uang , metoda, dan alat. Sukses dan tidaknya proyek konstruksi tergantung pada efektifitas pengelolaan sumber daya. Sumber daya yang digunakan selama proses konstruksi adalah matriale, machines, man, method, money (Evrianto, 2005).

  Suatu lingkungan kerja yang aman membuat pekerja menjadi sehat dan produktif. Faktor lingkungan kerja juga dapat meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proyek konstruksi secara langsung seperti tekanan yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan keselamatan kerja yang diberikan pada pekerja, kurangnya pengawaasan terhadap keselamatan kerja para pekerja.

  Menurut Yuni (2012), budaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat terbentuk dari faktor-faktor dominan, yaitu sebagai berikut :

  1. Komitmen top management

  2. Peraturan dan prosedur K3

  3. Komunikasi

  4. Kompetensi pekerja

  5. Keterlibatan pekerja

  6. Lingkungan kerja

C. Tenaga Kerja Konstruksi

  Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan suatu proyek karena pengaruhnya yang cukup besar terhadap biaya dan waktu penyelesaian suatu pekerjaan proyek. Namun perlu diperhatikan juga bahwa manusia merupakan sumber daya yang komplek dan sulit diprediksi sehingga diperlukan adanya usaha dan pemikiran lebih mendalam dalam pengelolaan tenaga kerja. Dalam manajemen tenaga kerja terdapat proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan: 1. Penentuan ukuran dan jumlah tenaga kerja.

  2. Recruitment dan pembagian tenaga kerja kedalam kelompok kerja.

  3. Komposisi tenaga kerja untuk setiap jenis pekerjaan.

  4. Pengendalian jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan selama proyek berlangsung.

  5. Perencanaan, penjadualan, pengarahan dan pengawasan kegiatan tenaga kerja.

  Dalam hal ini tenaga kerja yaitu semua orang yang terlibat dalam pemborong/ buruh. Penempatan tenaga kerja harus disesuaikan antara keahlian tertentu sehingga pekerjaan yang dihasilkan manjadi efisien dan efektif. Dalam pelaksanaan pekerjaan, tenaga kerja dibagi beberapa bagian sebagai berikut.

  1. Tenaga kerja ahli, adalah pegawai yang ditempatkan dalam pekerjaan proyek yang sedang berlangsung. Jenis tenaga kerja ini memegang peranan yang penting terhadap sistem koordinasi dan sistem manajemen dengan tenaga kerja lainnya untuk menghasilkan prestasi yang baik dalam melaksanakan pekerjaan. Meliputi tenaga pelaksana yang tingkat pendidikannya sarjana, sarjana muda dan memiliki pengalaman dibidang masing-masing.

  2. Mandor, dituntut untuk memiliki pengetahuan teknis dalam taraf tertentu, misalnya: dapat membaca gambar konstruksi, dapat membuat perhitungan ringan, dapat membedakan kualitas bahan bangunan yang akan digunakan, menangani pekerjaan acuan, pembesian, pengecoran, dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja bawahannya.

  3. Tenaga tukang, harus ahli dalam bidangnya berdasarkan pengalaman dan cara kerja yang sederhana. Tukang dalam proyek

  ’tempat penulis kerja

praktek, dibagi menjadi lima bagian yaitu tukang besi (rebarman), tukang batu

  (mason), tukang kayu (carpenter), tukang las, dan tukang listrik (ME). Tukang besi mengurusi segala macam kegiatan yang berhubungan degan pembesian/pemasangan tulangan, tukang batu bertugas dalam pengecoran dan pembuatan lantai kerja, tukang kayu bertugas untuk mengurusi segala macam pekerjaan yang berhubungan dengan kayu baik bekesting hingga servis lainnya.

  4. Tenaga kasar, memerlukan kondisi yang kuat dan sehat untuk pengangkutan bahan, alat, dan lain

  • – lain.

  5. Tenaga keamanan (security), bertugas menjaga keamanan lokasi proyek, prosedur penerimaan tamu serta membuka dan menutup pintu jika ada concrete mixer truck, concrete pump truck maupun truk bahan bangunan yang akan masuk ke lokasi proyek. Aurelia Sanjaya (2012).

D. Tinjauan Empirik

  Yuni (2012), dalam penelitian nya yang dilakukan di PT. Tunas Jaya Sanur, Bali menguji faktor-faktor yang mempengaruhi budaya keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi serta pengaruhnya terhadap kinerja proyek konstruksi. Pengambilan sampel pada 41 proyek konstruksi dengan menggunakan metode sloving. Hasil dari penelitian adalah kinerja perusahaan dapat ditingkatkan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja serta menganalisa seberapa besar pengaruh faktor tersebut terhadap kinerja perusahaan.

  Jati (2010), dalam penelitian nya yang dilakukan di PT. Bitratex Industries Semarang dengan metode kualitatif, mampu menggali lebih dalam tentang pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa dari kelima elemen pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja yang ada di PT. Bitratex Industries Semarang yaitu, jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, pelatihan keselamatan dan mencerminkan bahwa pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Bitratex Industries Semarang telah sesuai yang di inginkan, diharapkan, dan dibutuhkan oleh karyawan. Selain itu manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan tersebut adalah pengurangan absentisme, pengurangan biaya klaim kesehatan, pengurangan turnover pekerja serta peningkatan produktifitas.

E. Operasi Variabel

  Variabel independen pada penelitian ini terdiri dari 6 variabel yaitu :

  1. Variabel pertama komimen top management, Komitmen ialah sebuah keterikatan ataupun perjanjian untuk melakukan suatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu. Dalam hal kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diwujudkan dengan perhatian terhadap K3 dan perhatian terhadap tindakan-tindakan bahaya yang mengancam K3. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah perusahaan memberikan prioritas utama terhadap masalah K3, perusahaan akan memberhentikan pekerja yang membahayakan, ada usaha peningkatan kinerja K3 pada periode tertentu, ada pengawasan terhadap K3, dan perusahaan memberikan pelatihan K3 terhadap para pekerja.

  2. Peraturan dan prosedur K3, ialah aturan dan petunjuk yang ditetapkan dalam menjalankan manajemen K3. Hendaknya peraturan dan prosedur K3 tidaklah terlalu rumit senggga mudah untuk dipahami, mudah ditetapkan dengan benar, berkala sesuai dengan kondisi proyek kontruksi. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah peraturan dan prosedur K3 sangat diperlukan, Prosedur K3 mudah ditetapkan dengan konsisten, ada sanksi terhadap pelanggaran prosedur K3, peraturan dan prosedur K3 diperbaiki secara berkala, dan peraturan prosedur K3 mudah dimengerti.

  3. Komunikasi pekerja, ialah adanya penyampaian informasi atau pesan. Hal ini berkaitan dengan pernyataan bahwa komunikasi yang baik diperlukan antara pihak manajemen dan pihak pekerja, serta komunikasi yang baik antara sesama pekerja. Untuk mengukur variabel ini digunakan indikator adalah pekerja mendapat informasi mengenai K3, pekerja puas dengan penyampaian informasi pekerjaan, pekerja mendapat informasi mengenai kecelakaan kerja yang terjadi, adanya komunkasi yang baik antara pekerja dan pihak manajerial, dan adanya komunkasi yang baik antara sesama pekerja.

  4. Kompetensi pekerja, ialah kemampuan yang dimiliki pekerja, sehingga diharapkan mampu meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerja dan dapat membantu mengkatkan kompetensi pekerja yang lain terhadap K3. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah tenaga kerja mengerti tanggung jawab terhadap K3, pekerja mengerti sepenuhnya resiko dari pekerjaan nya, pekerja mampu melakukan pekerjaan dengan aman, pekerja tidak melakukan pekerjaan diluar tanggung jawabnya, dan pekerja mampu memenuhi seluruh peraturan dan porsedur K3.

  5. Lingkunagn kerja, adalah kondisi atau keadaan yang terdapat pada loksi kerja yang mendorong K3 bila seluruh pekerjaanya mengutamakan program K3 dan diharapkan lingkungan kerja semakin mengutamakan program K3 dan diharapkan lingkungan kerja semakin kondusif dan meningkatkan motivasi para pekerja. Indikator untuk mengukur variabel ini adalah sebagai berikut : Pekerja mengutamakan K3, pekerja tidak bosan dengan pekerjaanya yang berulang-ulang, pekerja termotivasi karena program K3, pekerja puas dengan keamanan lingkungan kerja (alat pengaman, kebersihan agar tidak saling menyalahkan bila terjadi kecelakaan).

  6. Keterlibatan dalam K3, ialah peran pekerja dalam merumuskan perencanaan program K3 dan pekerja juga dilibatkan dalam penyampaian infofrmasi mengenai K3. Ada beberapa indikator untuk mengukur variabel ini, yaitu pekerja dilibatkan dalam perencanaan program K3, pekerja melaporkan jika terjadi kecelakaan atau situasi yang berbahaya, pekerja diminta mengingatkan pekerja lain tentang bahaya dan K3, dan pekerja dilibatkan dalam penyampaian informasi (Yuni, 2012 dalam Choeruddin, 2014).

  Variabel dependen pada penelitian ini adalah kinerja pekerja proyek konstruksi. Kinerja pekerja ialah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu (Evrianto, 2005)

  Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah tenaga kerja atau pekerja mampu bekerja sesuai target, proyek dikerjakan sesuai dengan kurun waktu yang ditentukan, tidak adanya kecelakaan kerja dilingkungan kerja, tidak adanya kesalahan dalam melakukan pekerjaan, pekerja memperhatikan keselamatan dalam menjalankan pekerjaanya dan pekerja hadir sesuai dengan jadwal kerja.

Dokumen yang terkait

ANALISA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KINERJA PEKERJA PROYEK KONSTRUKSI ( Studi Kasus pada Proyek Gunawangsa MERR Apartement Surabaya)

0 22 18

ANALISIS PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK KONSTRUKSI (Studi Kasus pada Proyek Pembangunan Gedung Marvell City Surabaya)

5 23 119

ANALISIS PENGARUH FAKTORFAKTOR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KINERJA PEKERJA PROYEK KONSTRUKSI (Studi Kasus Pada Proyek Guawangsa Merr Apartmen)

1 33 5

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) TERHADAP KINERJA PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN KERINCI ARTIKEL

1 4 14

ANALISIS PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KINERJA PEKERJA KONSTRUKSI (Studi kasus Proyek The Manhattan Mall and Condominium)

0 0 10

ANALISIS PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KINERJA PEKERJA KONSTRUKSI (STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN THE PARK SOLO BARU)

0 0 8

PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) TERHADAP TINGKATAN KECELAKAAN KERJA KONSTRUKSI

0 2 6

PEMODELAN PENGARUH BUDAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KINERJA PROYEK KONSTRUKSI TUGAS AKHIR - PEMODELAN PENGARUH BUDAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KINERJA PROYEK KONSTRUKSI

0 1 16

TUGAS AKHIR - PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA (STUDI PROYEK PIPELINE PEKERJAAN MANUAL BORING PT. PUTRA SILIWANGI DARAJAT JALUR MUARA KARANG – MUARA TAWAR JAKARTA) - repository perpustakaan

0 0 17

PENGARUH PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA PEKERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI THE VILLAGE PURWOKERTO

0 0 16