DAFTAR ISI - Proceeding : Akulturasi Seni Dan Budaya Di Desa Pegayaman Buleleng Bali - ISI Denpasar

  

DAFTAR ISI

  i HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… SAMBUTAN KETUA PANITIA ii ……………………………….......................

  SAMBUTAN REKTOR INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ……………… iv SAMBUTAN DEKAN FAULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI

  INDONESIA ENPASAR …………...…………………………...………………….… vi DAFTAR ISI vii

  ……………………….…………………...……………...…….… MAKALAH ix SESI UTAMA……………………................................................ NASIONALISME, KONTESTASI DAN NEGOSIASI IDEOLOGIS

  DALAM SEJARAH SENI RUPA INDONESIA Prof. Dr. Faruk, SU..............................................................................................

  1 PERAN PERGURUAN TINGGI SENI DALAM MEMBANGUN SENIMAN DAN DESAINER BERKARAKTER KEBANGSAAN Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum ……………………………

  11 KOMIK WAYANG INDONESIA DALAM POLITIK IDENTITAS Dr. Seno Gumira Ajidarma, S.Sn., M.Hum

  34 ………………………………....... NUSARUPA: SILANG BUDAYA Drs. Eddy Soetriyono...........................................................................................

  38 MAKALAH CALL PAPER................................................................................

  48 SENI DAN BUDAYA BALI DALAM KEPUNGAN PARIWISATA Dr. Drs. I Wayan Mudana, M.Par........................................................................

  49 AKULTURASI SENI DAN BUDAYA DI DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI Dr. I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Si …………………………………….

  74 SENI RUPA REPRESENTASIONAL INDONESIA DAN KEMUNGKINAN PEMBACAAN SEJARAH BARU Drs. Hardiman, M.Si............................................................................................

  84

  PARADOK YADNYA DAN JUDI DALAM KARYA RUPA Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.Sn. Dr. I Ketut Suteja, S.ST., M.Sn.

  Dra. Ni Kadek Karuni, M.Sn...............................................................................

  96 BINEKON: ANIMASI UNTUK MENGHARGAI KEBERAGAMAN

  INDONESIA (IDEALISME KREATOR DALAM MEMPRESENTASIKAN SEMANGAT KEBANGSAAN MELALUI IKON KARAKTER ANIMASI) Ehwan Kurniawan, M.Sn.....................................................................................

  116 PENANAMAN NILAI DAN KARAKTER BANGSA DALAM SENI RUPA

  DAN DESAIN MELALUI KARTUN STUDI KASUS: MAJALAH KARTUN

  BOG-BOG EDISI 2010-2012 Dr. Drs. I Wayan Swandi, M.Si...........................................................................

  133 NASIONALISME DALAM BAHASA RUPA UANG KERTASINDONESIA MASA REVOLUSI NATIONALISM IN THE VISUAL LANGUAGE OF INDONESIAN BANK NOTE REVOLUTIONARY PERIOD Drs. Baskoro Suryo

  Banindro, M.Sn………………………………….……… 147

  SENJATA DEWATA NAWA SANGGA SPIRIT PERJUANGAN MENUJU MASYARAKAT EGALITER Drs. I Nengah Wirakesuma, M.Sn

  ……………………………….……………

  165 PEMASARAN PRODUK SENI BERBASIS PRAMUWISATA UNTUK MEMBANGKITKAN KINERJA SENIMAN PADA ERA GLOBALISASI DI GIANYAR BALI Pande Ketut Ribek, SE., M.M..............................................................................

  185 EUFORIA MENCECAP RASA MILITER Dr. Andrian Dektisa H......................................................................................... 200 MANAJEMEN PRODUKSI BILINGUAL DOKUMENTER TOPENG ARSA WIJAYA Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A, Ni Kadek Dwiyani, S.S., M. 221 Hum…...……. PERKEMBANGAN FESYEN KEBAYA DI ZAMAN POSTMODERN DI KOTA DENPASAR Dewa Ayu Sri Suasmini, S.Sn. M.Erg.................................................................

  236 KAJIAN IKONOGRAFI COMMISSIONED WORKSTREET ART WAYAN MUSTIKA

  I 252 Gusti Ngurah Wirawan, S.Sn………...……………………………..................

  TO BUILD THE WORLD A NEW: STUDI IKONOGRAFI DESAIN EKSIBISI

  PAVILIUN INDONESIA DI WORLD’S FAIR NEW YORK TAHUN 1964-

  1965

  I Kadek Dwi Noorwatha, S.Sn., M.Ds.................................................................

  265

  INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR SEBAGAI PENGAJEG SENI DAN SENIMAN YANG BERKARAKTER 286 I Nyoman Payuyasa, S.Pd., M.Pd........................................................................

  MELACAK VISUALISASI NILAI PERJUANGAN DALAM CERITA TANTRI 301 Dr. Dra Sri Supriyatini, M.Sn.............................................................................. CILI SEBAGAI SUMBER IDE PENCIPTAAN BRAND COKELAT BALI Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn., M.Sn..............................................................

  317

PERANAN WACANA “AJEG BALI” DALAM MENINGKATKAN SENI

  338 KERAJINAN SARANA UPACARA DI GIANYAR BALI

  Dra. Ni Kadek Karuni, M.sn., Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.Sn …………… PEMBUATAN DESAIN ILUSTRASI FOTO PADA BAJU KAOS ENGAN MEDIA FOTOGRAFI DIGITAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BUDAYA DI PURA TANAH LOT TABANAN DAN PURA TAMAN AYUN

  359 BADUNG BALI

  I Made Saryana, S.Sn., M.Sn., Anis Raharjo, S.Sn.,M.Sn., Amoga Lelo Octaviano, S.Sos., M.Sn

  ……………………………………………………… PROGRAM BERITA TELEVISI BERBAHASA BALI “GATRA BALI” DI

  385 TVRI BALI DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI MASSA

  Ni Kadek Dwiyani, S.S., M.Hum, I Kadek Puriartha, S.Sn., M.Sn ……………

  401 NOTULEN…………………………………………………………………… SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL 2017........................................ 415

  

AKULTURASI SENI DAN BUDAYA

DI DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI

  Oleh: Dr. I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Si Program Studi Televisi dan Film, Fakultas Seni Rupa dan Desain

  Institut Seni Indonesia Denpasar email: arbawirawan10@gmail.com

  Abstrak

  Penelitian ini merupakan dokumentasi data tertulis dan audio visual dalam bentuk film dokumenter. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini untuk menciptakan film dokumenter

  

observational/direct cinema akulturasi seni dan budaya masyarakat Hindu dan Islam di Desa

  Pegayaman, Buleleng, Bali. Tujuan khusus yang ingin dicapai melalui usulan penelitian ini adalah

  a). Mengidentifikasi berbagai seni dan budaya di Desa Pegayaman, Buleleng, Bali. b). Mengetahui persepsi masyarakat tentang seni dan budaya di Desa Pegayaman, Buleleng, Bali. c). Merumuskan akulturasi seni dan budaya di Desa Pegayaman, Buleleng, Bali sebagai ide penciptaan film dokumenter. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif. Sumber data ditentukan melalui metode purposive sampling. Lokasi pengambilan sample dilakukan di Desa Pegayaman, Buleleng, Bali. Metode yang akan dipergunakan dalam pencapaian tujuan tersebut adalah metode

  

Representing reality. Bahwa film dokumenter upaya menceritakan kembali sebuah kejadian atau

  realitas, menggunakan fakta dan data. Jadi prinsipnya film dokumenter dibuat berdasarkan fakta dan dituntut untuk setia kepada fakta tersebut. Hasil dan pembahasan penelitian dan penciptaan film dokumenter jenis observational/direct cinema. Film ini mengisahkan tentang beberapa orang di Desa Pegayaman. Subjek-subjek dalam film ini tidak dalam kondisi yang sama, namun samasama berjuang melestarikan akulturasi budaya Islam dan Hindu Bali di wilayah tersebut. Bangun informasi dalam film ini merupakan gabungan dari hasil interview subjek-subjek yang terpilih, dari hasil riset visual. Pada akhirnya penelitian dan penciptaan ini mampu sebagai kampanye akulturasi masyarakat Indonesia yang multikultur danberkarakter kebangsaan.

  Key words : akulturasi seni dan budaya di desa Pegayaman Abstract

This research is documentation of written data and audio visual in the documentary film. The long-

term goal of this research is to create an observational / direct cinema documentation that

acculturates art and culture of Hindu and Muslim communities in Pegayaman Village, Buleleng,

Bali. Specific objectives to be achieved through this research proposal are: a). Identifying various

art and culture in Pegayaman Village,

Buleleng, Bali. B). Exploring people's perception about art and culture in Pegayaman Village,

Buleleng, Bali. C). Formulating acculturation of art and culture in Pegayaman Village, Buleleng,

Bali as the idea of creating documentary film.This research is qualitative descriptive research.

Data source is obtained by purposive sampling method which done based on accidental sampling

technique. Sampling location is Pegayaman Village, Buleleng, Bali. The method that used in

achieving the goal is the Representing Reality method. That documentary film attempts to retell

an event or reality, using facts and data. So the principle of documentary is based on facts and is

required to be faithful to that fact.

  

The results and discussion of research of documentary film is categorized as type of observational

/direct cinema. This film describes some people in Pegayaman Village. The subjects in the film are

not in the same condition, but they equally struggling to preserve the acculturation of Islamic and

Hindu Balinese culture in the region. Build information in this film is a combination of the results

of interview subjects selected, from the results of visual research. At the end this research and film

making is capable as a multicultural acculturation campaign of Indonesian society and national

character. Keywords: acculturation arts and culture in Pegayaman village.

  PENDAHULUAN

  Pentingnya penelitian dan penciptaan seni film dokumenter di Desa Pegayaman terdapat tiga alasan. Pertama, mencari bentuk-bentuk akulturasi seni dan budaya di Desa Pegayaman. Kedua, mengetahui persepsi masyarakat, dan ketiga, merumuskannya sebagai ide penciptaan film dokumenter. Salah satu ide penciptaan Tari Bordah yang berkembang sejak Islam masuk ke desa ini tahun 1887. Tari Bordahmerupakan akulturasi seni dan budaya Bali. Namun generasi muda Desa Pegayaman tidak lagi tertarik menarikan tari yang mengandung unsur keagaman Islam. Seni dan budaya desa khususnya Tari Bordah dewasa ini mulai ditinggalkan.

  Untuk itu penulis melaksanakan penelitian dan penciptaan selama tiga tahun. Tahun pertama, untukpenelitian secara mendalam seni dan budaya Desa Pegayaman. Akulturasi Hindu dan Islam.

  Pegayaman adaang dihuni oleh lebih dari 5.600 jiwa dengan 90% di antaranya beragama Islam. Hubungan kerjasama antara masyaraka sekitarnya telah terjalin sejak abad ke-16 Masehi. Masyarakat Muslim di daerah tersebut menyerap banyak budaya Bali, contohnya dalam penggunaahari-hari (logat Buleleng). Dalam sistem pengaturan desa, Pegayaman menerapkan sistem banjar dengan membagi desa menjadi lima banjar, yaitu Dauh Margi (Barat Jalan), Dangin Margi (Timur Jalan), Kubu Lebah,

  

Kubu , dan Amertasari. Pertaniannyapun di daerah Pegayaman mengandalkan sistem pengairan Akulturasi seni dan budaya Hindu dan Islam di Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Bali, telah berkembang sejak abad ke-16. Penduduk Desa di

  Pegayaman berasal dari Makasar-Jawa dan Bugis-Makasar yang datang pada masa Ki Barak Panji

  

Sakti . Akulturasi seni dan budaya yang terjadi tidak sebatas mengadopsi nama-nama orang Bali,

  seperti: Wayan Muhhamad, Made Hanif, Komang Ibrahim dll. Tetapi akulturasi juga terjadi pada seni budayKekayaan seni dan budaya Bali membawa perkembangan seni dan budaya masyarakat Pegayaman. Berbagai aktivitas keagamaan yang dilaksanakan mengalami sentuhan seni tradisional Bali.

  Keanekaragaman dan akulturasi seni budaylihat di desa ini pada beberapa hal, contohnya seni burde (burdah) dan sokok base

  

(daun sirih) . Seni burde adalah perpaduan lantunan sholawat, seni tabuh dan gerak tari

  Pegayaman. Seni tabuh dan tari ini terdapat nada, lagu, dan tariannya mirip dengan seni tradisional Bali. Sementara sokok base adalah rangkaian dagi masyarakat Hindu. Maka menarik diteliti keprihatinan terhadap karya seni dan budaya masyarakat Desa Pegayaman yang mulai ditinggalkan. Generasi muda desa tidak lagi mau mewarisi seni yang bernuansa agama dan sarat denga makna akulturasi Hindu dan Islam.

  Permasalahan yang diketengahkan dalam penelitian ini, antara lain: 1). Bagaimana bentuk- bentuk akulturasi seni dan budaya di Desa Pegayaman Buleleng, Bali?; 2). Bagaimana persepsi masyarakat Pegayaman terhadap akulturasi seni dan budayanya? dan Bagaimana merumuskan akulturasi seni dan budaya di Desa Pegayaman, Buleleng,

  Bali sebagai ide penciptaan film dokumenter ?

  Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah. Teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2008: 1). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi/pengamatan, wawancara, perekaman dan studi dokumentasi (foto dan berita). Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil analisis disampaikan dengan metode informatif. Penentuan sumber data dilakukan dengan purposive sampling.

  

Purposive sampling yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang

  dapat memberikan data secara maksimal. Teknik sampling ini digunakan untuk mengambil sampel wawancara tokoh masyarakat Desa Pegayaman. Sedangkan accidental sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yang tidak dirancang pertemuannya terlebih dahulu, dilakukan untuk mendapatkan data dari responden mengenai jenis-jenis seni dan budaya yang ada. Sumber data dari responden dikumpulkan menggunakan metode wawancara, kuisioner dan metode sarasehan (FGD). Data

  • –data yang dikumpulkan bersifat deskriptif. Berwujud kata- kata, kalimatkalimat, paragraf-paragraf yang dinyatakan dalam bentuk narasi bersifat deskriptif .

  PEMBAHASAN Ada sejumlah penelitian tentang Desa Pegayaman yang berkaitan dengan penelitian ini.

  termasuk tesis Susi (2006), Abadi (2012), Soviawan (2013), dan skripsi Ni Ketut Puspa Cahyani (2015), berkait erat karena meneliti aspek seni budaya dan arsitektur di

  Desa Pegayaman Denpasar Bali. Sehingga Peneliti juga menghimpun berbagai referensi terkait yang bersumber pada tesis, dan jurnal diantaranya :

  Tesis dengan judul: Stereotif Masyarakat Pegayaman Dalam Komunikasi Antarbudaya: (2006) hasil penelitian Susi Andri. Penelitian ini bertujuan untuk

  Sebuah Kajian Budaya

  mengetahui dan mengkaji bagaimanakah proses terbentuknya setereotif, faktor penyebab, dan dampak stereotif terhadap masyarakat Pegayaman. Sehingga tesis ini merupakan pintu masuk bagi penulis.Namun karena perbedaan teori yang dipergunakan membedah permasalahan maka dipergunakan secara selektif.

  Sumber referensi lain jurnal: Moh. Mashur Abadi (2012), dengan judul”PesantrenDesa

  Pegayaman Meleburnya Jagat Bali dalam Kearifan Islam

  ” Kesadaran diri muslim Desa Pegayaman sebagai orang Bali, meneruskan dan membimbing mereka seperti para pendahulunya.

  Memberikan perspektif seorang peneliti muslim terhadap muslim Desa Pegayaman. Penelitian lainnya karya I Putu Sovian, (2013), “Menyama BrayaDalam Kehidupan Masyarakat Islam dan

  Hindu di Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng

  ”. Hasil penelitian konsep

  

menyama braya dapat mempererat hubungan Hindu dan Islam. Penelitian ini juga penting sebagai

penelitian penulis, walaupun hanya membandingkan konsep menyama braya.

  Sumber referensi penelitian Ni Ketut Puspa Cahyani (2015), dengan judu l “Tari Bordah Di

  

Desa Pegayaman Sukasada, Buleleng . Penelitian ini khusus membahas tentang Tari Bordah

  menggunakan teori bentuk dan teori fungsi. Hasil penelitian menunjukkan Tari Bordah dipertunjukkan dalam tari tunggal dan berpasangan. Gerakannya mengambil gerakan pencak silat kuno yang berasal dari Irak. Tari Bordah berfungsi sebagai tarian hiburan pada saat upacara besar Islam yakni Maulud Nabi. Penelitian ini sebagai sumber khususnya seni Tari Bordah. Penelitian ini juga berperan memperkaya penulis dalam meneliti seni dan budaya Desa Pegayaman dalam akulturasi

  Hindu dan Islam. Penelitian Cahyani menemukan hampir punahnya khususnya penari karena generasi muda tidak lagi menarikannya.

  Bordah

  Hasil penelitian di Desa Pegayaman terhadap bentuk-bentuk akulturasi seni dan budaya di Desa Pegayaman Buleleng, Bali terdapat pada tari Bordah dan Hardah. Kedua tarian ini mengadopsi bahasa Bali sebagai dari syair yang dilantunkannya. Begitu juga salah satu budaya

  

ngejot (membawakan kue dan makanan) saat lebaran kepada umat hindu. Ngejot saat galungan

(hari umat Hindu) membawakan kue dan makanan kepada umat muslim telah berlangsung lama.

  Pada saat hari raya umat Islam umat Hindu diundang untuk mengiringi dengan tetabuhan gong. Dilain pihak umat Islam menonton ketika ada tari-tarian atau bondres pada saat odalan di desa tetangga. Film dokumenter yang berkembang pada akhir abad ke-19, mendokumentasikan keluarga Eskimo selama lebih dari lima belas tahun oleh seorang geolog. Kumpulan dokumentasi tersebut kemudian died it menjadi sebuah film. Film yang berjudul “Nanook of the North”. Geolog yang bernama Robert J. Flaherty, yang kemudian disebut menjadi bapak film dokumenter (Tanzil,

  2010: 6). Bentuk film dokumenter dapat dibagi ketiga bagian besar, yaitu: a). Expository, b). Direct

  

Cinema/Observational , dan, c). Cinema Verite. Pembagian ini adalah ringkasan dari aneka ragam

  bentuk film dokumenter yang berkembang sepanjang sejarah. Film dokumenter yang pertama: Film dokumenter Expository adalah bentuk film dokumenter ini menampilkan pesan secara langsung, melalui narasi berupa teks maupun suara. Tokoh pembuat film dokumenter expository adalah John Grierson yang banyak bercerita tentang buruh, gelandangan (Barnouw, 1983: 90). Penciptaan karya seni film dokumenter tidak mempergunakan aliran ini, karena mempergunakan pendekatan observatif.

  Film dokumenter Direct Cinema/Observational adalah pendekatan observatif terhadap subjek film dengan shoting yang informal. Pembuat berusaha sedikit mungkin berpengaruh terhadap keseharian subjeknya (Rabiger, 1992: 23). Dalam penciptaan ini dipergunakan gaya

  Berbagai informasi yang penting diletakkan oleh pembuat film dalam susunan yang tidak ketat. Diusahakan tidak mengalami reduksi. Penonton memiliki kesempatan menyusun logikanya sendiri. Film dokumenter Cinema Verite adalah jenis yang melakukan intervensi dan menggunakan kamera sebagai pemicu memunculkan krisis. Dalam aliran ini pembuat film cenderung dengan sengaja melakukan provokasi untuk memunculkan kejadian-kejadian tak terduga (Taylor, 1997: 29). Dalam penciptaan ini tidak mempergunakan aliran ini.

  Film ini adalah Film dokumenter Direct Cinema/Observational dengan menambahkan beberapa ilustrasi kegiatan subjek pendukung. Film ini dibuka kondisi geografis di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali yang hijau persawahan dan desa yang berbentuk labirin. Ibu Rihil Manum (Ibu Manum) guru agama di SDN 1 Pegayaman tanpa sibuk memasak didapur. Beberapa kali ibu Manum (begitu panggilannya) tampak menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Pagi itu selepas memasak di dapurnya, Ibu Manum secara perlahan dan sabar mulai mengajari anak-anak membaca Al-Quran dengan menggunakan bahasa Bali.

  Dilain pihak Pak Salam membersihkan hama yang mengganggu padinya. Pagi itu Pak Salam tampak dengan tekun melakukan hal tersebut. Suara istri mengingatkan Pak Salam untuk segera berangkat menuju sekolah untuk mengajar kesenian Bordah dan Hadrah.

  Selain Bordah disekolah tersebut juga diajarkan tari Puspanjali. Sekolah sudah tanpak ramai, Sri (Ibu guru Tari Puspanjali)terlihat serius mengajarkan Tari Puspanjali kepada murid SD N 1 Pegayaman. Sri adalah guru praktek mahasiswa Undiksha

  Singaraja. Sri mulai mengajar murid-murid sejak 2 bulan yang lalu. Bukan uang yang membuat Sri mengajar, tetapi semangat anak-anak yang mendorong untuk melakukan hal itu. Kepala sekolah mendukung penuh kegiatan tersebut. Dia menjadi satu-satunya orang yang berani mencetuskan pembinaan tari Bali sejak usia dini di Desa Pegayaman, yang mayoritas beragama islam. Tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan kebijakan tersebut. Namun kepala sekolah dengan persetujuan orang tua siswa melaksanakan latihan tari Puspanjali tersebut. Namun tari Puspajali tersebut dilakukan penyesuaian dibidang pakaiannya yang tertutup dan mempergunakan sajadah. Hal ini lah menjadi simbul akulturasi budaya Islam dan Bali selain tari Bordah yang menjadi objek utama penelitian ini.

  Tari Bordah di Desa Pegayaman pertama kali dipentaskan sekitar tahun 1944 sebelum kemerdekaan RI. Tarian ini dibawakan oleh dua orang penari laki-laki yang umurnya di atas 40 tahun. Bordah biasanya dipentaskan mulai pukul 22.00 Wita sampai dengan keesokan harinya pukul 04.00 Wita. Dalam pementasannya tari Bordah dibawakan dengan menggunakan gerak- gerak improvisasi tergantung dari syair yang dilantunkan. Ada 160 bait syair yang di dalamnya benyak menggunakan bahasa Bali, dan syair yang dilantunkan mirip dengan kidung(nyanyian) yang dilantumkan pada saat upacara agama Hindu. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tarian ini adalah rebana besar yang berjumlah enam buah. Jumlah penari dan penabuh dalam pementasan Bordah tidak ditentukan, itu semua tergantung situasi upacara dan kondisi tempat pementasan. Pengaruh budaya Bali juga dapat dilihat dalam penggunaan kostum yang memakai udeng (ikat kepala tradisional Bali), dan kain

  kekancutan (kain tradisional Bali).

  KESIMPULAN

Tari Bordah masuk ke Bali pada tahun 1887, awalnya berkembang di kerajaan Goa Makasar.

  Selanjutnya berkembang ke Kampung Bugis Singaraja, lalu ke Desa Loloan, Jembrana. Akan tetapi keberadaan tari Bordah di Desa Loloan Jembrana tidak berkembang dengan baik. Akhirnya tari Bordah berkembang di desa Pegayaman Buleleng sampai sekarang. Bordah di Pegayaman berbeda dengan Bordah pada umumnya yang lebih pada kesenian qasidah atau pembacaan syair- syair salawat. Tarian ini sangat kental dengan ciri khas budaya Bali bila dilihat dari segi pakaian, syair, logat, dan iramanya bersumber dari kebudayaan Bali. Tari Bordah yang hampir punah

  Pegayaman, Kecamatan Sukasada Buleleng Bali. Siswa setiap hari sabtu melaksanakan latihan dengan mendatangkan guru dari desa tersebut. Selain Bordah SD N 1 Pegayaman juga mengajarkan tari Puspanjali, silat khas gaya Pegayaman dan Hardah. Tari Puspanjali sebuah tarian kreasi baru yang diciptakan oleh seorang seniman dari Bali yakni N.L.N. Swasthi Wijaya Badem pada tahun 1989. Nama dari Puspanjali sendiri berasal dari dua kata yakni puspa dan anjali yang masing-masing memiliki arti bunga dan menghormat. Dari nama tersebut tentu akan kita dapati tujuan tarian puspanjali yakni sebagai tarian penghormatan bagi para tamu. Tari Puspanjali yang diajarkan di Pegayaman disesuaikan dengan budaya Islam denganmemodifikasi kostum dan penambahan sajadah untuk penarinya. Semua gerakan sesuai dengan agem yang diajarkan. Tari Puspanjali di desa Pegayaman memiliki persepsi dan makna akulturasi

  Islam dan Hindu.

  Andrini, Susi. 2006. Stereotif Masyarakat Pegayaman Dalam Komunikasi Antarbudaya: Sebuah Kajian Budaya . Program Pascasarjana: Universitas Udayana.

  Barnouw, Erick. 1983. Documentary, A History of The Non-Fiction Film. New York: Oxford University Press. Cahyani, Ni Ketut Puspa. 2015. Tari Bordah di Desa Pegayaman Sukasada, Buleleng. Program Seni Tari: ISI Denpasar. Mashur Abadi, Moh. 2012. Pesntren Desa Pegayaman Meleburnya Jagat Bali dalam Kearifan Islam . Pascasarjana STAIN: Pemekasan.

  Rabiger, Michel. 1992. Directing Documentary. Focal Press: Boston-London. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Soviawan, I Putu. 2013. Menyama Braya Dalam Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng . Jurnal: Jurusan Pendidikan PKn. Taylor, L.& Barbara. 1997. I. Cross-Culture Film Making: A Handbook forMaking Documentary and Ethnographic Films and videos . University of California Press: Berkeley.

Lampiran

  Gambar 1 Masjid sebagai pusat kegiatan masyaraka desa Pegayaman.

  Sumber: Penulis Gambar 2 Pemandangan desa dari atas rumah seperti labirin.

  Sumber: Penulis Gambar 3 Persiapan upacar lebaran Sumber: Penulis

  Gambar 4 tari Bordah oleh anak-anak desa Pegayaman. Sumber: Tribun Bali

SENI RUPA REPRESENTASIONAL INDONESIA DAN KEMUNGKINAN

PEMBACAAN SEJARAH BARU