ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK.

ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN
MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN
GRESIK

SKRIPSI
Oleh:
NOERIS WIDIYA MASITA
NIM: C01211057

Universitas Islam NegeriSunanAmpel
FakultasSyari’ah dan Hukum
JurusanHukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al Syakhsiyah
SURABAYA
2015

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang ‚Analisi Yuridis
Terhadap Alasan-Alasan Mengajukan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil Di
Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik‛. Penelitian ini bertujuan

untuk menjawab dua pertanyaan. Pertama, Apa alasan alasan pengajuan izin
perceraian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kantor Pemerintahan kabupaten
Gresik. Kedua, Bagaimana analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin
perceraian PNS di lingkungan kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik
berdasarkan PP No.10 Tahun 1983.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) karena data
yang digunakan dalam penelitian ini, diperoleh dari masyarakat melalui proses
wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu
sumber primer dan sumber skunder. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir
deduktif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dapat dijadikan dasar bagi
seorang Pegawai Negeri Sipil dalam mengajukan izin perceraian di Lingkungan
Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik pada tahun 2012-2015 diantaranya
adalah cemburu, kekerasan/kekejaman fisik, ekonomi, tidak adanya tanggung
jawab, hadirnya pihak ketiga, ketidakcocokan, kurangnya keharmonisan semua
itu yang menimbulkan perselisihan/percekcokan yang terus menerus, sehingga
persoalan semakin rumit adan akhirnya berdampak pada suatu perceraian. Dalam
PP No. 10 Tahun 1983, alasan tersebut di atas bukanlah alasan yang bisa
diajukan untuk melakukan perceraian, akan tetapi alasan tersebut di atas dapat

menimbulkan pertengkaran atau terus menerus berselisih yang sangat memuncak
dan membahayakan, sehingga keutuhan rumah tangga yang demikian itu tidak
dapat dipertahankan lagi.
Bagi pasangan suami isteri hendaknya saling menghormati, saling
memahami, dan saling terbuka dalam rumah tangga untuk memecahkan masalah
yang dihadapi, sehingga tidak terjadi disharmonis dalam keluarga. Salah satunya
adalah harus ada yang mengalah dan saling menyadari satu sama lain, sehingga
perselisihan cepat terselesaikan dengan damai. Namun sebisa mungkin seorang
Pegawai Negeri Sipil tidak melakukan perceraian karena hal tersebut dapat
mengurangi citra seorang Pegawai Negeri Sipil sebagai teladan bagi masyarakat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN .................................................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ...................................... 10
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 11
D. Kajian Pustaka .................................................................................. 11
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 14
F. Kegunaan Hasil Penelitian................................................................ 14
G. Definisi Operasional ......................................................................... 15
H. Metode Penelitian ............................................................................. 17
I. Sistematika Penulisan ....................................................................... 21
BAB II PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF
A. Pengertian menurut hukum Islam ..................................................... 23
1. Perceraian menurut hukum Islam dan imam mazhab ................. 23
2. Perceraian menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ............ 28
3. Perceraian menurut Peraturan Pemerintah ................................ 32

B. Ketentuan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 ..................... 35

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Pemerintahan Kabupaten Gresik ...................................... 48
1. Letak geografis Kabupaten Gresik ............................................. 48
2. Deskripsi Pemerintahan Kabupaten Gresik ................................ 49
3. Visi dan Misi Pemerintahan Kabupaten Gresik ......................... 50
4. Jumlah Pegawai Negeri Sipil menurut pangkat dan
golongan di Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik ............... 53
B. Faktor Terjadinya Peningkatan Pengajuan Izin Perceraian
Pegawai Negeri Sipil di Kantor Pemerintahan Kabupaten
Gresik ................................................................................................ 53
C. Tingkat Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Pemerintahan Kabupaten Gresik ...................................................... 55
D. Alasan-alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri
Sipil di Lingkungan kantor pemerintahan Kabupaten Gresik.......... 56
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN
PENGAJUAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DI KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK
A. Alasan –alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri
Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik ........ 65
B. Analisis Yuridis terhadap Alasan-alasan Pengajuan Izin
Perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor
Pemerintahan Kabupaten Gresik ...................................................... 68
1. Analisis alasan-alasan Pengajuan Izin perceraian
Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan pemerintah No.
10 Tahun 1983 ............................................................................ 68
2. Analisis alasan-alasan perceraian menurut Undangundang No. 1 Tahun 1974. .......................................................... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................. 73

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai
kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan hukum nasional
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan
perkawinan yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Salah satu wujud kebesaran Allah Swt. Bagi manusia ciptaannya adalah
diciptakannya manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan
berpasang-pasangan. Manusia diberikan sebuah wadah untuk berketurunan
sekaligus beribadah dengan cara melaksanakan perkawinan sesuai tuntunan
agama.1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dengan wanita
menjadi suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Selain itu
pernikahan juga disebut sebagai suatu akad yang sangat kuat ‚Mi>tsaqan

ghali>dhan‛ untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan

suatu ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang saki>nah, mawaddah, wa rah}mah.3

1

Abd.Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 5.
Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
3
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
2

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Allah Swt. tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang
hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina
secara anargik atau tidak ada aturan. Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan

dan martabat manusia, maka Allah Swt. mengadakan hukum sesuai dengan
martabat tertentu. Dengan demikian, hubungan antara laki-laki dan
perempuan diatur secara terhormat berdasarkan kerelaan dalam ikatan berupa
pernikahan, bentuk pernikahan ini memberikan jalan yang aman pada naluri
seksual untuk memelihara keturunan dengan baik dan menjaga harga diri
wanita agar ia tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak
manapun dengan seenaknya.
Pergaulan suami istri diletakkan di bawah naungan keibuan dan
kebapaan, sehingga nantinya dapat menumbuhkan keturunan yang baik dan
hasil yang memuaskan, peraturan pernikahan semacam inilah yang diridhai
Allah Swt. dan diabadikan dalam Islam untuk selamanya.4 Perkawinan adalah
hubungan hukum yang merupakan pertalian yang sah antara laki-laki dan
seorang wanita yang memenuhi syarat-syarat perkawinan, untuk jangka
waktu yang selama mungkin. Disamping itu perkawinan merupakan ikatan
lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah dewasa
menurut perundang-undangan yang berlaku dan bersifat kekal dan abadi
menuju kehidupan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera.5

4


Slamet Abidin, H. Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 10.
Rusdi Malik, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Universitas Trisakti, 1990), 11.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Perkawinan menyangkut banyak segi yang melibatkan kedua belah
pihak (suami-istri). Keturunan mereka dalam garis lurus ke bawah dan ke
atas, harta benda, menyangkut hubungan masyarakat melalui kontak sosial,
hubungan hukum melalui kontak negara. Tidak mengherankan jika
perkawinan melahirkan berbagai masalah hukum baik perdata maupun pidana
yang tidak mungkin dicakup secara keseluruhan pada saat sekarang ini.
Bagi masyarakat Indonesia, sudah sudah menjadi pasangan hidup atau
pandangan hidup mereka sejak dahulu bahwa mengenai perkawinan,
kelahiran, dan kematian adalah sangat dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan
agama. Orang yang taat pada agamanya tidak mudah berbuat sesuatu yang
melanggar larangan agamanya dan kepercayaannya. Selain larangan-larangan,

agamanya juga mempunyai peraturan-peraturan yang memuat perintahperintah yang wajib yang harus ditaati.6
Disamping itu alquran juga menjelaskan, bahwa manusia baik pria
maupun wanita secara naluriah mempunyai keinginan terhadap anak
keturunan, harta kekayaan, dan lain-lain, juga mempunyai kecenderungan
menyukai lawan jenisnya. Maka kawinlah hamba-hamba sahayamu yang lakilaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka miskin, Allah
akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.
Allah Maha Luas (Pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. Dan orangorang yang tidak mampu kawin, sekali lagi Islam memberikan jalan keluar
6

Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

yang terbaik untuk melangsungkan sebuah hubungan lahir batin. Jalan keluar
tersebut terangkum dalam suatu ketentuan ikatan perkawinan. Yang sesuai
dengan firman Allah Swt.7 QS An-Nur 32-33 :
           
              

            
               
             
  
‚Dan nikahlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu,
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah
akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunianya. Dan
Allah maha luas (pemberiannya), maha mengetahui. Dan orang-orang
yang tidak mampu menikah hendaklah menjagakesucian (dirinya),
sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan
karunianya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan
perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan
berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang
dikaruniakannya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya
perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri
menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan
kehidupan duniawi. Barang siapa memaksa mereka, maka sungguh,
Allah maha pengampun, maha penyayang (kepada mereka) setelah
mereka dipaksa.‛ (An-Nur: 32-33)8
Sedangkan pengertian nikah (kawin) menurut arti adalah hubungan
seksual tetapi menurut arti maja>zi> (mathaporic) yang menjadikan halal
7

Sayyid Sabiq, Terjemah Fikih Sunnah, Volume. 6 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 1990), 1.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Surabaya: PT. Surya Cipta Aksara, 1993),
354.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang
wanita.9 Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata ‚kawin‛ yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga ‚pernikahan‛,
yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wat}hi).10
Hukum nikah yaitu sunah bagi orang yang berkehendak untuk nikah
dan wajib bagi seseorang yang khawatir akan berzina karena nafsunya yang
kuat, nikah termasuk sunah Nabi saw. Pernikahan juga didasarkan pada
sesuatu yang dituntut oleh agama yaitu berikut ini:
1. Pernikahan didasarkan pada agama, ini adalah tuntutan yang pertama.
Pernikahan juga boleh didasarkan pada kecantikan, keturunan, atau
kekayaan. Kalau keempatnya terdapat pada seseorang, hal itu sangat
dianjurkan.
2. Bahwa perempuan yang dinikahi itu hendaklah orang yang banyak
keturunan.
3. Perempuan yang dinikahi itu, kalau dapat, hendaknya masih perawan.
4. Kedua belah pihak hendaknya taat kepada Tuhan.11
Tujuan perkawinan sendiri menurut agama Islam adalah untuk
memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang
harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan
9

Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,1996), 1.
Abd.Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, 7.
11
H.Ibnu Mas’ud, H.Zainal Abidin S, Fiqih Madzhab Syafi’i Muamalat, Munakahat, Jinayat,
Vol.2, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), 252.
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir
dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya,
sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.
Aturan perkawinan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu
mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan perkawinan pun
hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama sehingga kalau
diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi
nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.
UU No. 1 Tahun 1974 juga menyebutkan tujuan daripada pernikahan
yaitu untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Hal
ini berarti perkawinan dilakukan bukan untuk sementara atau untuk jangka
waktu tertentu yang direncanakan, akan tetapi perkawinan dilakukan untuk
selama-lamanya dan tidak boleh diputus begitu saja. Dengan kata lain, dalam
sebuah perkawinan dibutuhkan adanya komitmen untuk hidup bersama, sebab
komitmen inilah yang dapat dipertahankan untuk selama-lamanya.12
Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditunjuk untuk selama hidup
dan kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri yang
bersangkutan. Keluarga kekal yang bahagia itulah yang dituju. Banyak
perintah Tuhan dan Rasul yang bermaksud untuk ketentraman keluarga
selama hidup tersebut. Perceraian adalah terlarang, banyak larangan Tuhan
dan Rasul mengenai perceraian antara suami istri.13

12
13

Abd.Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, 22.
Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, 98.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Kata cerai bukan berarti hanya menyangkut kedua belah pihak
pasangan saja, yaitu ayah dan ibu. Sayangnya, tidak banyak dari pasangan
yang memperhatikan bagaimana dan apa yang sedang terjadi pada anak
ketika proses perceraianakan dan sedang berlangsung. Kadangkala, perceraian
adalah satu-satunya jalan bagi orang tua untuk dapat terus menjalani
kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Namun, apapun alasannya
perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak, meskipun dalam
kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik daripada
membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang
buruk.
Sebelum perceraian terjadi, biasanya didahului dengan banyak konflik
dan pertengkaran. Faktor penyebab terjadinya perceraian dalam keluarga:
1. Perzinahan.
2. Ketidak harmonisan dalam keluarga.
3. Krisis moral dan akhlak.
4. Pernikahan dengan paksaan.
5. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan, masalah dalam perkawinan
itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut
dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan
pisah ranjang.
Faktor pendorong meningkatnya perceraian:
1. Status sosial ekonomi.
2. Usia mereka saat menikah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

3. Suku/ras.
4. Agama.
5. Tidak dikaruniai anak/keturunan.14
Mengenai proses perceraian untuk pasangan suami istri, baik yang
salah satunya PNS maupun keduanya bekerja sebagai PNS tidaklah semudah
proses perceraian untuk pasangan suami istri yang bukan PNS. Hal ini
disebabkan karena seorang PNS merupakan abdi masyarakat yang terikat
kerja dengan pemerintah, sehingga seorang PNS harus menjadi panutan bagi
masyarakat.
Seperti terjadi di Kabupaten Gresik, angka perceraian di kota pudak
ini mengalami peningkatan khususnya di kalangan PNS, selain dikenal
sebagai kota santri, Gresik juga dikenal sebagai kota industri. Adanya
industrialisasi besar-besaran di Gresik secara langsung maupun tidak
langsung merubah karakter masyarakatnya. Religiusitas masyarakat kota
santri benar-benar mengalami degradasi yang tajam diakibatkan nilai-nilai
yang dibawa oleh industri. Tingginya angka perceraian setidaknya menjadi
satu bukti kuat adanya penurunan kualitas keberagaman.
PNS selain harus tunduk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974,
PNS juga harus tunduk pada PP No. 10 Tahun 1983 jo tentang Peraturan
Pemerintah tentang izin perkawinan dan perceraian PNS. PNS mempunyai
beberapa kewajiban, antara lain wajib menaati segala peraturan perundangundangan yang berlaku dan dalam hal ini wajib memberi contoh yang baik
14

Mahasiswa KMM periode XVI ‛Terjadinya Perceraraian‛, perkara.net/v1/news_view.php?c, di
akses pada 09 Januari 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

dalam

masyarakat,

termasuk

dalam

menyelenggarakan

kehidupan

keluarganya. Untuk itu, guna meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil
dalam melakukan perkawinan dan perceraian, pemerintah telah mengeluarkan
PP No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS.
Untuk masalah pernikahan, pada prinsipnya Peraturan Pemerintah ini
menganut asas monogami, terkecuali dalam hal dikehendaki oleh yang
bersangkutan karena hukum dan agamanya mengizinkan seorang suami
beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami
dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihakpihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi
beberapa persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan. Selanjutnya
Peraturan Pemerintah ini juga menganut asas/prinsip mempersukar terjadinya
perceraian, karena tujuan perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga
yang bahagia, kekal, dan sejahtera. Oleh karenanya perceraian itu adalah
pintu darurat yang tidak perlu digunakan terkecuali untuk mengatasi suatu
krisis yang tidak mungkin lagi diatasi dengan cara lain.15
Perceraian PNS di Gresik sendiri mengalami peningkatan. Data kantor
Pengadilan Agama Gresik 2014 menunjukkan jumlah perceraian mencapai
2079 kasus, paling tinggi kasus perceraian adalah kasus perceraian pasangan
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari sekian banyaknya jumlah PNS yang
mengajukan permohonan cerai lebih banyak dari pihak istri dan sudah diputus
oleh persidangan KPA Gresik.
15

Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian, (Jakarta: CV.Rajawali, 1986), 89.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Sebagai kota dengan masyarakat yang religius, tingginya angka
perceraian khususnya pada PNS menjadi fenomena yang menarik untuk
diteliti, apa saja alasan terjadinya perceraian khususnya dilingkungan Pemkab
Gresik sehingga angka perceraian bagi PNS sendiri meningkat setiap
tahunnya. Apakah alasan, prosedur dan izin perceraiannya juga sesuai dengan
PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990.16
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
dapat mengidentifikasikan beberapa masalah yang dapat dibahas dalam
penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Latar belakang terjadinya peningkatan perceraian bagi PNS di
Pemerintahan Kabupaten Gresik.
2. Akibat hukum terjadinya perceraian bagi PNS.
3. Alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor
Pemerintahan Kabupaten Gresik.
4. Analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di
lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik berdasarkan PP
No.10 Tahun 1983?
Dengan demikian, dari pemaparan di atas, maka pembatasan
masalah dalam penelitian ini adalah :

16

Berita Metro, ‛Angka Perceraian Meningkat‛, dalam m.beritametro.co.id/jawa-timur/angkaperceraian meningkat-sambari-ingatkan-kades, di akses pada 20 Januari 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

1. Apa alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor
Pemerintahan Kabupaten Gresik.
2. Bagaimana analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin
perceraian

PNS

di

lingkungan

Pemerintahan

Kabupaten

Gresik

berdasarkan PP No.10 Tahun 1983.
C. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah tersebut diatas maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa alasan-alasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor
Pemerintahan Kabupaten Gresik?
2. Bagaimana analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin
perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik
berdasarkan PP No.10 Tahun 1983?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara
penelitian yang dilakukan dengan kajian atau penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Melalui penelusuran data yang telah dilakukan,
terdapat beberapa karya ilmiyah yang berhubungan dengan izin perceraian
Pegawai Negeri Sipil, di antaranya:
1. Skripsi saudara Abdul Malik, KS-2006 024, Analisis Hukum Islam
Terhadap Ketentuan Hukum Dalam PP No. 10 Tahun 1983 Tentang
Pelaksanaan Perceraian Pegawai Negeri Sipil. Hasil penelitian skripsi ini

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

yaitu bahwa menurut hukum Islam PP No. 10 Tahun 1983 yang mengatur
proses pelaksanaan perceraian PNS dengan prinsip memepersulit
terjadinya perceraian diperbolehkan, karena dianggap tidak menyimpang
dari syari’at hukum Islam, dan Islam memberikan kebebasan kepada
pemerintah untuk mengatur prosedur perceraian dengan dasar hukum
‚kewajiban mematuhi ‚Ulil Amri‛ yang di Indonesia dipegang oleh
pemerintah.17
2. Kemudian skripsi saudara Ach. Ibnus Sholah, KS-2006 087, Analisis
Hukum Islam Terhadap Cacat Badan Atau Penyakit Sebagai Alasan
Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No.
45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai
Negeri Sipil). Ketentuan tentang cacat badan atau penyakit tidak dapat
dijadikan alasan perceraian bagi PNS dalam pasal Peraturan Pemerintah
No. 10 Tahun 1983 jo.18
3. Kemudian skripsi saudara Zain Alwi Arafat, KS-2005 107, Analisis
Hukum Islam Terhadap Pasal 8 PP. No. 10 Tahun 1983 Tentang
Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Dan Penerapannya
Di PA Surabaya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa menurut
hukum Islam, pasal 8 PP. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan
perceraian bagi PNS di PA Surabaya tidak sesuai dengan ketentuan
17

Abdul Malik, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Ketentuan Hukum Dalam PP No. 10 Tahun
1983 Tentang Pelaksanaan Perceraian Pegawai Negeri Sipil‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel,
Surabaya, 2006). 14.
18
Ach. Ibnus Sholah, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Cacat Badan Atau Penyakit Sebagai
Alasan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990
Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil)‛ (Skripsi--IAIN Sunan
Ampel, Surabaya, 2006).13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

hukum Islam, hal ini sesuai dengan yurisprudensi MA No. 78 K/Ag/2001
tanggal 16 November tahun 2003. Sebab menurut ketentuan hukum Islam
adalah suami hanya memberi nafkah maddiyah, nafkah ‘iddah. Mut’ah,
bukan sebagaimana ketentuan pasal 8 ayat (6) PP. No. 10 Tahun 1983
tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS yaitu sampai bekas istri
kawin lagi.19
Walaupun banyak penelitian terdahulu yang terkait dengan izin
pereraian Pegawai Negeri Sipil, penelitian ini memiliki perbedaan dengan
penelitian yang lain. Adapun perbedaannya adalah:
1.

Obyek penelitian pelaksanaan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri
Sipil, yakni di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

2.

Ketentuan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil yang
dilaksanakan di Kantor Pemerintahan tersebut sangat jauh berbeda
dengan izin perceraian yang dilakukan pada penelitian-penelitian
tersebut di atas.

3.

Lokasi penelitian adalah pelaku yang mengajukan izin perceraian di
Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

4.

Dalam analisisnya, peneliti menggunakan kaidah-kaidah yang terdapat
dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang berlaku di Indonesia
sertaPeraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan
dan Perceraian para Pegawai Negeri Sipil.

19

Zain Alwi Arafat, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 8 PP. No. 10 Tahun 1983 Tentang
Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Dan Penerapannya Di Pengadilan Agama
Surabaya‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2005).13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

5.

Belum ada kajian yuridis yang membahas pengajuan izin perceraian di
Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti paparkan, maka tujuan
yang ingin dicapai oleh peneliti sendiri dalam penelitian yang hendak
dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja alasan-alasan pengajuan izin perceraian
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten
Gresik.
2. Untuk mengetahui analisis yuridis terhadap alasan-alasan pengajuan izin
perceraian Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kantor Pemerintahan
kabupaten Gresik Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1983.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Sesungguhnya, dengan adanya tujuan yang ingin dicapai dalam
sebuah penelitian, maka tentunya penelitian ini mampu memberikan manfaat
bagi beberapa pihak antara lain:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi terhadap
kajian akademis sekaligus sebagai masukan bagi penelitian sekaligus
sebagai masukan bagi peneliti yang lain dalam tema yang berkaitan.
Sehingga bisa dijadikan salah satu refrensi bagi peneliti berikutnya.
Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pengetahuan tentang fenomena perceraian PNS khususnya di Kabupaten
Gresik, dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan khususnya
para hakim-hakim di PA lain.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi wacana dan diskusi
bagi para mahasiswa al-Ahwal al-Syakhsiyyah UIN Sunan Ampel
khususnya, serta bagi para masyarakat umumnya. Dan diharapkan juga
sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang
sama.
G. Definisi Operasional
Judul skripsi ini adalah, ‚Analisis Yuridis terhadap Alasan-alasan
Mengajukan Izin Perceraian Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kantor
Pemerintahan Kabupaten Gresik.‛ Agar para pembaca mendapatkan
kesamaan pemahaman mengenai judul yang termuat dalam proposal skripsi
ini, maka penulis merasa perlu memaparkan istilah kata kunci sebagai
berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Analisis Yuridis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk
mengetahui keberadaan yang sebenarnya menurut hukum yang berlaku di
Indonesia, berkaitan dengan alasan-alasan pengajuan izin perceraian Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik. Dalam
hal ini menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Alasan-alasan perceraian adalah sebab-sebab yang menjadikan
seseorang mengakhiri perkawinannya dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik. Seperti alasan krisis
akhlak, alasan kurangnya nafkah, ketidak cocokan, dan sebagainya.
Sedangkan pengertian izin perceraian adalah pernyataan mengabulkan untuk
mengakhiri perkawinan seseorang karena hal-hal tertentu.
Pegawai Negeri Sipil Pemerintahan Gresik adalah setiap warga
Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan,
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, menurut skripsi adalah PNS yang
bertugas di lingkungan kantor Pemerintahan Gresik.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

H. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah field reseach (penelitian lapangan) yaitu
penelitian yang langsung terjun ke lapangan.
1. Data yang dikumpulkan
a. Data tentang alasan-alasan pengajuan izin perceraian Pegawai Negeri
Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.
b. Data tentang tingkat perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik.
c. Data tentang keterangan para pihak (PNS) yang melaksanakan izin
perceraian perceraian di Pemerintahan Kabupaten Gresik.
2. Sumber data
Sumber data yang dikumpulkan oleh penulis ada dua macam, yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer
Yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dan
diperoleh langsung dari sumber asalnya dan belum diolah dan diuraikan
oleh orang lain.20 Serta bisa didapat dari wawancara langsung dengan
Pegawai Negeri Sipil dan wawancara yang dilakukan penulis dengan
orang-orang yang bersangkutan.
1) PNS yang bersangkutan
a. Saudari inisial S.
b. Saudari inisial SN.
20

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005),
141.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

c. Ibu Rasyidah.
d. Saudara SW.
e. Saudari RN.
f. Saudara AK.
g. Saudara Anto.
h. Ibu Yana.
i. Saudara Muhammad Anas.
2) Bagian Tata Usaha yang menangani.
a. Sutrisno
b. Oedi
3) Pejabat yang terkait.
a. Nadlif.
4) Dokumen
b. Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder yaitu sumber tambahan yang berupa peraturan
perundang-undangan, buku, atau kitab, yang diperoleh dari bahan
pustaka yang relevan atau yang berhubungan dengan judul penelitian,21
di antaranya :
1) Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia.
2) Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian.
3) Sri Hartini, Hukum Kepegawaian Di Indonesia.

21

S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 113.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

4) KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
5) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Perkawinan dan
Perceraian.
3. Teknik pengumpulan data
Data yang sudah dikumpulkan diatas kemudian diolah. Dalam hal
ini penulis menggunakan tehnik yaitu :
a. Interview (wawancara).
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer)

yang

mengajukan

pertanyaan

dan

terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.22 Metode
pengumpulan data ini menggunakan pedoman wawancara yang bersifat
terbuka, dimana daftar pertanyaan telah disiapkan oleh peneliti
sebelumnya, dengan wawancara terbuka diharapkan akan diperoleh
jawaban yang lebih luas dan mendalam. Wawancara dilakukan dengan
narasumber yang berasal dari masyarakat yang berstatus sebagai PNS
yang bercerai dan beberapa pegawai yang menangani masalah yang
bersangkutan.

22

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2011),
186.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

b. Dokumentasi
Dokumentasi atau dokumen ialah setiap bahan tertulis.23 Penulis
akan menyelidiki dan memahami benda-benda tertulis, arsip, dokumen
dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, yaitu
dengan data PNS yang cerai.
c. Teknik analisis data
Analisis

data

merupakan

usaha-usaha

untuk

memberikan

interpretasi terhadap data yang telah tersusun. Analisis data ini dilakukan
dengan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif yang
bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek
penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.24
Kemudian data yang telah terkumpul dianalisis secara deduktif
yakni bermula dari hal-hal yang bersifat umum yaitu berupa buku-buku
atau kitab maupun peraturan Undang-Undang yang menjelaskan tentang
perceraian, khususnya yaitu dalam hal mengenai alasan perceraian dalam
Peraturan Pemerintah dan Undang-undang kemudian merujuk perceraian
Pegawai Negeri Sipil.
Dari hasil analisis inilah diharapkan bisa menjadi suatu jawaban
atas rumusan masalah diatas dan sekaligus sebagai bahan untuk
pembahasan hasil penelitian dan bisa ditarik suatu kesimpulan.

23
24

Ibid., 216.
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), 63.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan terhadap masalah yang
penyusun angkat. Maka penulis membagi menjadi lima bab, antara bab satu
dengan bab lainnya saling berkaitan, sehingga penulisan skripsi ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dibawah ini
diuraikan mengenai sistematika pembahasan dalam skripsi ini, untuk lebih
jelasnya, secara garis besarnya sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan, sebagai pengantar kepada isi tulisan yang
terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi & batasan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, yakni akan membahas tinjauan umum tentang perceraian
dan menguraikan tentang perceraian menurut berbagai perspektif diantaranya
perceraian menurut Peraturan Pemerintah, Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, dan menurut Hukum Islam dan para mazhab, ketentuan
PP No. 10 Tahun 1983 jo tentang prosedur izin perceraian bagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS).
Bab ketiga, membahas tentang letak geografis Kota Gresik, deskripsi
gambaran umum Pemerintahan Kabupaten Gresik, faktor terjadinya
peningkatan izin perceraian Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor
Pemerintahan Kabupaten Gresik, alasan-alasan pengajuan izin perceraian
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Pemerintahan Kabupaten Gresik,
dan prosedur pengajuan izin perceraian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Bab Keempat, adalah merupakan analisis yuridis terhadap alasanalasan pengajuan izin perceraian PNS di lingkungan Kantor Pemerintahan
Kabupaten Gresik berdasarkan PP No. 10 Tahun 1983 tentang Perkawinan
dan Perceraian bagi PNS.
Bab kelima, merupakan bab terakhir yang merupakan penutup, yang
berisi kesimpulan dan saran, setelah bab penutup dilengkapi pula dengan
berbagai lampiran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Perceraian dalam Hukum Islam
1. Perceraian Menurut Hukum Islam dan Para Mazhab
Hukum Islam mengenal berbagai cara untuk melakukan perceraian
yaitu salah satunya adalah t}alaq.1 Kata talaq berasal dari bahasa Arab yang
merupakan bentuk mas}dar dari lafal (fi‘il mad}i) ‫ طلق‬yang berarti melepaskan
ikatan.2 Secara bahasa, talak berarti pemutusan ikatan. Sedangkan menurut
istilah, talak berarti pemutusan tali perkawinan.3
Dalam istilah fikih perceraian dikenal dengan istilah t}alaq atau

furqah. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian,
sedangkan furqah berarti bercerai yang merupakan lawan kata dari
berkumpul. Perkataan talak dan furqah mempunyai pengertian umum dan
khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian yang
dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti
khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.4
Menurut hukum Islam, perceraian dapat dilakukan dengan beberapa
cara tergantung dari pihak siapa yang menghendaki atau berinisiatif untuk
1

M.Ridwan Indra, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), 112.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Vol. 8, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 1990), 192.
3
Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), 427.
4
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974,
(Yogyakarta: PT.Liberti, 2004), 103.

2

23

24

memutuskan ikatan perkawinan (perceraian) tersebut. Dalam hal ini ada
empat kemungkinan dalam perceraian;
a. Perceraian atas kehendak suami dengan lasan tertentu dan kehendaknya
itu dinyatakan dengan ucapan tertentu atau tulisan dan isyarat bagi yang
tidak bisa berbicara. Termasuk dalam hal ini t}alaq, ila’ dan z}hiha>r.
b. Perceraian atas kehendak istri dengan alasan istri tidak sanggup
melanjutkan perkawinan karena ada sesuatu yang dinilai negatif pada
suaminya sementara suaminya tidak mau menceraikannya.
c. Perceraian melalui putusan hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat
adanya sesuatu pada suami atau pada istri yang menunjukkan hubungan
perkawinan mereka tidak bisa dilanjutkan. Bentuk ini disebut sebagai

fasakh.
d. Perceraian (putusnya pernikahan) atas kehendak Allah Swt. yaitu ketika
salah satu dari pasangan suami dan istri meninggal dunia.5
Perceraian sendiri adalah terlarang, karena itu cerai tanpa sebab yang
wajar adalah haram. Dengan ‘illah tertentu, hukumnya dapat berubah
menjadi halal. Sungguh pun dengan ‘illah tertentu itu, hukum cerai dapat
menjadi halal, tetapi tetaplah dia, sesuatu yang halal yang dibenci Allah.6

5
6

Supriatna, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta: Teras, 2009), 17.
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI-PRESS, 1986), 99.

25

Berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw. Berikut ini:

Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda,
‚sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.‛ (Riwayat
Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Alquran menegaskan bahwa dengan segala cara diusahakan agar
kehidupan dapat diselamatkan, sekalipun bila para suami tidak puas dengan
istri-istri mereka, Allah tetap menekankan hendaknya para pria muslim tetap
memiliki kesabaran.8
Berkenaan dengan masalah perceraian terdapat perbedaan para
ulama/mazhab. Talak menurut ulama mazhab Hanafi dan Hambali
mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikatan perkawinan secara
langsung untuk masa yang akan datang dengan lafal yang khusus. Menurut
mazhab Syafii, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau
yang semakna dengan itu. Menurut ulama Maliki, talak adalah suatu sifat
hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.9
Perceraian menurut empat mazhab yakni disyaratkan bagi orangorang yang menalak hal-hal berikut ini:

7

Sunan Abu Daud, Muh}aqqiqun Wa Bitta’li>q 3 Bab Fi> Kara>hiyati T}ala>q, Juz:2, (Riya>d}: Da>ru asSala>m, 1419 H), 220.
8
Hisako Nakamura, Perceraian Orang Jawa, Terjemah. H. Zaini Ahmad Noeh (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1991), 31.
9
Muhammad bin ‘Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Terjemah. Abdullah Zaki
Alkaf, (Bandung: Hasyimi, 2010), 350.

26

a. Balig. Talak yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan tidak sah, sekalipun
dia telah pandai, demikian kesepakatn para ulama mazhab, kecuali
Hambali. Para ulama Hambali mengatakan bahwa, talak yang dijatuhkan
anak kecil yang menegerti dinyatakan sah, sekalipun usianya belum
mencapai sepuluh tahun.
b. Berakal sehat. Dengan demikian talak yang dijatuhkan oleh orang gila
baik penyakitnya itu akut maupun jadi-jadian (insidental), pada saat dia
gila, tidak sah. Begitu pula halnya dengan talak yang dijatuhkan oleh
orang yang tidak sadar, dan orang yang hilang kesadarannya lantaran
sakit panas yang amat tinggi sehingga ia meracau. Tetapi para ulama
mazhab berbeda pendapat tentang talak yang dijatuhkan oleh orang
mabuk. Imamiyah mengatakan bahwa, talak orang mabuk sama sekali
tidak sah. Sementara itu mazhab empat berpendapat bahwa, talak orang
mabuk itu sah manakala dia mabuk karena minuman yang diharamkan
atas dasar keinginannya sendiri. Akan tetapi manakala yang dia minum
itu minuman mubah (kemudian mabuk) atau dipaksa minum (minuman
keras), maka talaknya dianggap tidak jatuh.
c. Atas kehendak sendiri. Dengan demikian talak yang dijatuhkan oleh
orang yang dipaksa (menceraikan istrinya), menurut kesepakatan para
ulama mazhab tidak dinyatakan sah. Hal itu merupakan kesepakatan para
ulama mazhab kecuali Hanafi, mazhab yang disebut terakhir ini

27

mengatakan bahwa, talak yang dijatuhkan oleh orang yang dipaksa
adalah sah.
d. Betul-betul bermaksud menjatuhkan talak. Dengan demikian, kalau
seorang laki-laki mengucapkan talak karena lupa, keliru, atau main-main,
mazhab Hanafi mengatakan talak semua orang dinyatakan sah kecuali
anak kecil, orang gila, dan orang yang kurang akalnya. Dengan demikian,
talak yang dijatuhkan oleh orang yang mengucapkannya dengan mainmain, dalam keadaan mabuk akibat minuman yang diharamkan, dan
orang yang dipaksa dinyatakan sah. Maliki dan Syafii berpendapat talak
yang dijatuhkan dengan main-main itu tidak sah karena talak seperti ini
tidak memerlukan niat.10
Maliki, Syafi‘i dan Hambali juga berpendapat bahwa yang
menjatuhkan talak adalah laki-laki (suami), berbeda dengan Hanafi yang
berpendapat bahwa yang menjatuhkan talak adalah perempuan.11 Para imam
mazhab sepakat bahwa seorang istri, apabila sudah tidak senang lagi kepada
suaminya lantaran keburukan mukanya atau buruk pergaulannya, boleh
menebus dirinya dari suaminya dengan suatu pembayaran (khulu’).12

10

Moh. Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 2001), 441.
Muhammad bin ‘Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Cet. Ke-13, Terj. Abdullah
Zaki Alkaf (Bandung: Hasyimi, 2010), 366.
12
Ibid., 363.
11

28

2. Perceraian Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Perceraian adalah berakhirnya perkawinan yang telah dibina oleh
pasangan suami istri yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian dan
atas keputusan pengadilan, dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari
suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian
hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.13
Dengan lahirnya Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974
diundangkan tanggal 2 Januari 1974 sebagai hukum positif dan berlaku
efektif setelah disahkannya Peraturan Pemerintah No. 09 tahun 1975 yang
merupakan pelaksanaan Undang-undang perkawinan, maka peceraian tidak
dapat lagi dilakukan dengan semena-mena seperti yang terjadi sekarang ini.14
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu tentang ‚Putusnya
Perkawinan Serta Akibatnya‛, yaitu tertera dalam pasal berikut:
Pasal 38:
Perkawinan dapat putus karena: a. kematian, b. perceraian, c. atas putusan
pengadilan.
Pasal 39:
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhenti mendamaikan
kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami
istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
(3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturanperundangan tersendiri.
13
14

F.X. Suhardana, Hukum Perkawinan, (Jakarta: Penerbit Prenhallindo, 2001), 102.
Ibid., 103.

29

Pasal 40:
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan.
(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur
dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 41:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi
keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam
kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidup dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.15
Dari pemaparan di atas, perceraian menurut Pasal 38 UU No. 1 Tahun
1974 adalah ‚putusnya perkawinan