ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK No. 0977/Pdt.G/2013/PA/Gs TENTANG KASUS PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL TANPA IZIN PEJABAT.

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
AGAMA GRESIK No. 0977/Pdt.G/2013/PA/Gs TENTANG KASUS
PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL TANPA IZIN PEJABAT
SKRIPSI
Oleh
Ahmad Choiri
NIM. C01210052

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwalus Syakhshiyah
Surabaya
2015

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
AGAMA GRESIK No. 0977/Pdt.G/2013/PA/Gs TENTANG KASUS
PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL TANPA IZIN PEJABAT

SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh
Ahmad Choiri
NIM.C01210052

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Perdata Islam Prodi Ahwalus Syakhshiyah
Surabaya
2015

i

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ii


iii

iv

ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Analisis
Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Gresik No.0977/ Pdt.G/2013/
PA/GS tentang Kasus Perceraian Pegawai Negeri Sipil Tanpa Izin Pejabat”.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tentang : Apakah Pertimbangan dan
Dasar Hukum yang dipakai Hakim dalam mengabulkan cerai talak, serta
bagaimana analisis yuridisnya.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Jo. No. 45 Tahun 1990
tentang bahwa bagi Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan Perceraian
diwajibkan meyertakan surat izin ( pemohon ) dan surat keterangan ( termohon ),
dalam realitas ditemukan putusan Pengadilan Agama Gresik dari pemeriksaan
hingga putusannya tanpa adanya penyertaan surat keterangan dari atasannya.
Data penelitian dihimpun melalui interview dan documenter selanjutnya
dianalisis dengan teknis Deskriptif dan pola pikir Deduktif.
Sebagai Pegawai Negeri Sipil yang hendak melangsungkan perceraian
wajib menyertakan Surat Keterangan dari atasannya sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Jo. No. 45 Tahun 1990. Akan tetapi
dalam waktu yang ditentukan tidak dapat izin dari atasannya. Kemudian putusan
tentang perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat pertimbangan
Hakim lebih pada rasa keadilan bagi semua pihak karena tak dapat lagi
meneruskan hubungan perkawinannya dengan sebab seringnya terjadi
perselisihan dan pertengkaran, dirasa cukup sebagai alasan dalam permohonan
cerainya sesuai dengan pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Jo.
Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf f
Kompilasi Hukum Islam sebagai dasara hukumnya.
Bagi Termohon seharusnya terlebih dahulu melapor dan meminta surat
keterangan dari atasannya, bukan menunggu waktu hingga 6 bulan agar
persidangan dapat dilangsungkan kembali, karena mengingat resiko besar
terhadap pekerjaannya dan keadaan sang anak juga. Bagi penegak hukum dan
atasan seharusnya lebih memikirkan lagi tentang strategi bagaimana dapat
mempersulit terjadinya perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil. Karena jika
Pegawai Negeri Sipil yang menengah ke atas mungkin tak mempertimbangkan
finansial. Maka yang terjadi adalah mudah melakukan perceraian..
Kata kunci: PNS, Cerai, Tanpa Izin

v


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ............................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iv
ABSTRAK………………………………………………...…………………v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii
DAFTAR TRANSLITERASI .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi ..................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
D. Kajian Pustaka ................................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian .............................................................. 9

G. Definisi Operasional ........................................................................ 10
H. Metode Penelitian ........................................................................... 12
I. Sistematika Pembahasan.................................................................. 14
BAB II PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DI
INDONESIA
A. Landasan Yuridis Perceraian……………………... ........................ 16

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Cerai talak .................................................................................. 28
2. Cerai gugat................................................................................. 20
B. Ketentuan Ketentuan Dalam Perceraian Pegawai Negeri
Sipil .................................................................................................. 24
C. Alasan Alasan Dalam Perceraian Pegawai Negeri Sipil ................. 27
D. Prosedur Dalam Memperoleh Izin Perceraian ................................. 31

E. Sanksi Hukum Bagi Pegawai Negeri Sipil tanpa Izin
Pejabat dalam Perceraian… ........................................................... 32
BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK TENTANG
PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL TANPA IZIN
PEJABAT
A. Data Pengadilan Agama Gresik ...................................................... 35
1. Profil dan dasar hukum berdirinya Pengadilan
Agama Gresik ........................................................................... 35
2. Kedudukan, tugas pokok, fungsi pengadilan ........................... 36
3. Wilayah hukum Pengadilan Agama Gresik ............................. 39
4. Struktus organisasi Pengadilan Agama Gresik ........................ 40
B. Diskripsi Kasus ............................................................................. 42
C. Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim Dalam
Memutuskan Perkara No. 0977/Pdt. G/2013/PA/Gs .................... 44
BAB

IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN
AGAMA
GRESIK

No.
0977/PDT.G/PA/GS
A. Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam
Meutuskan.................................................................................... 49
B. Analisis Yuridis Terhadap Dasar Hukum Hakim dalam
Memutuskan ................................................................................ 54

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 57
B. Saran .............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mensyariatkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang serta untuk memelihara
kelangsungan hidup manusia dengan melahirkan keturunan sebagai generasinya
di masa yang akan datang. Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada
semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi
makhluk-Nya untuk berkembangbiak, dan melestarikan hidupnya. 1 Hal itu
ditegaskan dalam Al-Quran bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu
secara berpasang-pasangan, sebagaimana firman-Nya dalam surat Yasin ayat 36:
           
 

“Maha suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berjodoh-jodoh, baik
tumbuh-tumbuhan maupun diri mereka sendiri dan lain-lain yang tidak mereka
ketahui”.2
Secara yuridis perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No.

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1 undang-undang itu menyebutkan
bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan

1
2

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal: 9.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Asy-Syifa’, 2000), hal: 978.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 3 Selain itu dalam Kompilasi
Hukum Islam pasal 2-3 disebutkan bahwa Pernikahan adalah akad yang sangat
kuat untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan suatu
ibadah, serta bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah
mawaddah warahmah.4
Setiap suami istri mendambakan ikatan perkawinannya kokoh hingga

akhir hayatnya. Dalam kenyataannya, tidak selamanya hubungan suami istri
dapat tercipta dan berlagsung dengan baik tanpa mengalami suatu hambatan dan
gangguan. Bermacam-macam kendala dan keadaan yang menyebabkan hubungan
suami istri terganggu sehingga dapat menghambat terciptanya suatu keadaan
yang efektif dalam upaya membentuk kehidupan keluarga yang sakinah.
Munculnya berbagai masalah dalam suatu rumah tangga merupakan suatu
hal wajar yang dialami oleh sepasang suami istri. Penyelesaian masalah-masalah
tersebut membawa dampak positif dan negatif tergantung dari sepasang yang
menjalaninya. Jika berhasil menyelesaikan maka dapat dikatakan bahwa
pasangan tersebut dalam hidup berumah tangga sukses, jika tidak maka jalan
terakhir adalah Perceraian.
Perceraian di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 Pasal 39 ayat 1-2 yang berbunyi:
1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

Pengadilan yang bersangkutan
mendamaikan kedua belai pihak

3


berusaha

dan

tidak

berhasil

Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, hal: 5.
Ibid, hal: 180.

4

2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.5
Pasal 39 di atas mengatur masyarakat pada umumnya, namun terdapat
perbedaan sekaligus tambahan jika suami atau istri tercatat sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Perbedaan tersebut bertujuan mempersulit terjadinya perceraian
bagi Pegawai Negeri Sipil, selaku aparatur negara, abdi Negara dan abdi
masyarakat yang harus menjadi tauladan yang baik bagi masyarakat dalam
tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku,

termasuk

menyelenggarakan

kehidupan

keluarga.6

Sehingga

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1983 Jo. No. 45 tahun 1990
tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dan lebih
spesifikasinya dalam kasus ini adalah pasal 3 ayat 1-3 yang berbunyi:
1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib
memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
2. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat
atau sebagai tergugat untuk memperoleh surat atau keterangan yang
dimaksud dalam ayat 1 harus mengajukan permintaan secara tertulis.
3. Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan
perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan
alasan yang lengkap yang mendasarinya. 7
Dari Pasal tersebut tampak betapa pemerintah cenderung mempersulit
pelaksanaan perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil semaksimal mungkin
dengan cara melibatkan atasan /pejabat dalam hal pemberian izin. Jelas kiranya
dalam permasalahan ini, setiap Pegawai Negeri Sipil yang hendak melaksanakan
perceraian wajib terlebih dahulu mendapatkan surat izin tertulis dari

5

Ibid, Hal: 17
Surat Edaran Nomor:08/SE/1983, bab Umum butir 4
7
Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, hal:154
6

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

pejabat/atasannya. Dalam realita yang ada ditemukan suatu putusan dari
Pengadilan Agama Gresik yang bernomorkan 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs, yaitu
putusan cerai talak yang termohon seorang Pegawai Negeri Sipil hingga
diputuskannya tanpa adanya surat izin dari pejabat/atasannya.
Dalam perjalanan sidangnya oleh Majlis Hakim, pemohon (suami) dan
termohon (istri), karena termohon adalah seorang Pegawai Negeri Sipil sebagai
Guru Sekolah Dasar di wilayah tandes, kota Surabaya, maka sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Jo. Peraturan Pemerintah No. 45
Tahun 1990, bahwa untuk melakukan perceraian Termohon harus mendapat surat
keterangan dari atasannya. Karena termohon belum mendapatkan surat
keterangan dari atasannya, maka dibuatlah surat pernyataan oleh termohon yang
intinya Termohon bersedia menanggung resiko apapun mengenai Pegawai Negeri
Sipil yang berkaitan dengan perceraian yang dilakukan Termohon dengan
Pemohon. Dengan adanya surat pernyataan dari Termohon tersebut, sidang
dilanjutkan hingga diputuskannya oleh majlis hakim Pengadilan setempat.8
Pembahasan mengenai Perceraian Pegawai Negeri Sipil yang belum
mendapatkan surat keterangan dari atasan atau pejabat dan hanya digantikan
dengan Surat Pernyataan dari pihak Termohon yang isinya bersedia menanggung
resiko di kemudian hari pasca diputuskannya perceraian tersebut mendorong
penulis untuk mengkaji persoalan perceraian oleh Pegawai Negeri Sipil tanpa
keterangan pejabat dengan menfokuskan bahasan pada Pertimbangan Hakim

8

Salinan Putusan Pengadilan Agama Gresik No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Pengadilan Agama Gresik serta Dasar Hukum Hakim dalam memutuskan
perceraian tersebut. Untuk membahas masalah tersebut penulis merumuskan
judul penelitian “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Gresik
No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs Tentang Kasus Perceraian Pegawai Negeri Sipil
Tanpa Izin Pejabat”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Hal-hal yang melatarbelakangi perceraian.
2. Syarat-syarat perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
3. Implementasi Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Jo. No. 45 Tahun
1990.
4. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam memutuskan
perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat.
5. Dasar hukum Hakim Pengadilan Agama Gresikdalam memutuskan
perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat.
Mengingat masalah yang teridentifikasi tersebut masih luas maka penulis
membatasi hanya pada masalah-masalah berikut ini:
1. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam memutuskan
perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat
2. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam memutuskan
perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

C. Rumusan Masalah
Masalah yang telah dibatasi di atas dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah

Pertimbangan

Hakim

Pengadilan

Agama

Gresik

dalam

memutuskan perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat?
2. Apakah Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam
memutuskan perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat?

D. Kajian Pustaka
Perihal pembahasan perceraian Pegawai Negeri Sipil, pada dasarnya telah
banyak dibahas dengan berbagai pendekatan. Terdapat beberapa kajian serupa
yang sudah pernah ditulis oleh penulis sebelumnya, diantaranya:
Skripsi Adi Wijaya yang berjudul “ Analisis Hukum Islam terhadap
kewajiban penyertaan izin pejabat dalam pemeriksaan perceraian Pegawai Negeri
Sipil “. Dalam pembahasannya menjelaskan proses pelaksanaan perceraian
Pegawai Negeri Sipil yang berbeda dengan perceraian subyek hukum pada
umumnya, terdapat tambahan kesertaan izin pejabat yang bersifat administrative
yang

bertujuan

mempersulit

bentuk

perceraian

dengan

menambah

persyaratannya, dan bagaimana jika ketentuan di atas ditinjau dari hukum islam,
mengingat bahwa adanya ketentuan penyertaan izin pejabat ini tidak diatur
dalam aturan hukum Islam. Namun dalam penelitian skripsi ini menjawab
sebagai bentuk kepatuhan masyarakat terhadap ulil amri, karena dalam hal

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

perceraian adalah kebijakan keduniaan yang pengaturannya tidak bertentangan
dengan syariat Islam. Jadi daqlam tinjauan hukum Islam sangat diperbolehkan.9
Skripsi Abdul Malik yang berjudul “ Analisis Hukum Islam terhadap
ketentuan hukum dalam PP No. 10 tahun 1983 tentang pelaksanaan perceraian
Pegawai Negeri Sipil “. Pembahasan dalam skripsi tersebut menjelaskan
kedudukan izin pejabat dalam pemeriksaan perceraian Pegawai Negeri Sipil
berfungsi sebagai persyaratan administrative yang perlu dipenuhi oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dan Implementasi Peraturan PemerintahNo. 10
Tahun

1983,

kemudian

bagaimana

pandangan

Hukum

Islam.

Dalam

penelitiannya mendiskripsikan bahwa Hukum Islam dapat membenarkan adanya
kewajiban izin pejabat dalam perceraian Pegawai Negeri Sipil tidak bertentangan
dengan hukum Islam serta dengan pertimbangan mencegah mafsadah yang
mungkin timbul dan menarik maslahah yang lebih besar 10
Sejauh ini memang banyak yang meneliti secara umum perceraian
Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi pendekatan dan titik tolak pembahasan yang
dikemukakan berbeda dengan skripsi penulis. Dan letak perbedaannya penelitian
ini lebih diarahkan terhadap putusan, bahkan fokus pembahasannya berbeda
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah yang berlaku. Setiap perceraian Pegawai
Negeri Sipil yang berlangsung harus terlebih dahulu mendapatkan surat
keterangan dari atasannya, sedangkan skripsi penulis ini di dalamnya tanpa

9

Adi Wijaya,“ analisis Hukum Islam terhadap kewajiban penyertaan izin pejabat dalam
pemeriksaan perceraian Pegawai Negeri Sipil “( Skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).
10
Abdul Malik,“ analisis hukum islam terhadap ketentuan hukum dalam PP No. 10 tahun 1983
tentang pelaksanaan perceraian Pegawai Negeri Sipil “( skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya,
2003 )

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

adanya surat keterangan dari atasannya tetap dipersidangkan hingga diputuskan.
Untuk mengetahui alasan-alasan di atas perlu adanya suatu analisis yuridis
terhadap putusan Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam memutuskan perkara
perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat tersebut agar dapat
mengetahui pertimbangan dan dasar hukum yang dipakai oleh Hakim dalam
memutuskannya.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Gresik
dalam memutuskan perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin
pejabat

dengan Undang-Undang No. 1 Tentang Perkawinan dan

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahum 1983 Jo. No. 45 Tahun 1990.
2. Untuk menganalisis dasar hukum Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam
memutuskan perkara perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat
dengan Undang-Undang No. 1 Tentang Perkawinan dan Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahum 1983 Jo. No. 45 Tahun 1990.

F. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian yang peneliti
lakukan ini diharapkan memberikan kegunaan sebagai berikut:
1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai upaya bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang perceraian, serta menambah

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

khazanah ilmu pengetahuan dan kepustakaan terutama di bidang
perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil, selain itu juga dapat
digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti-peneliti berikutnya
khususnya yang berhubungan dengan perceraian Pegawai Negeri Sipil.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih
pemikiran sebagai bahan kajian dan rujukan bagi peneliti selanjutnya
yang relevan dengan tema skripsi ini, khusus pada permasalahan
perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil dalam melangsungkan
perceraian dan bagi Hakim dalam memutuskan perkara perceraian
Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat.

G. Definisi Operational
Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang diangkat,
maka penulis perlu memberikan definisi dari judul tersebut, yakni dengan
menguraikan sebagai berikut:
Analisis yuridis

: suatu penguraian hukum atas perundangundangan yang berlaku.11 Dalam pembahasan
ini penulis akan menganalisis putusan No.
0977/Pdt.G/2013/PA.Gs tentang

perceraian

Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat di
Pengadilan Agama Gresik dengan PP No. 10
Tahun 1983 Jo. PP No. 45 Tahun 1990.
11

Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barri, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hal: 29.

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Perceraian PNS tanpa
Izin Pejabat

: perceraian berasal dari kata “ cerai “ yang
berarti pisah, memutuskan hubungan untuk
tidak sebagai suami istri lagi.12 Dalam Hal ini,
kategori perceraian Pegawai Negeri Sipil yang
disebabkan Termohon tercatat sebagai Guru
Dasar Negeri yang diatur dalam

Peraturan

Pemerintah, namun dalam keberlangsungan
perceraiannya

tidak

menyertakan

surat

keterangan dari atasannya.
Jadi yang dimaksud dengan “ Analisis Yuridis Terhadap Putusan
Pengadilan Agama Gresik No. 0977/Pdt.G/2013/PA/Gs Tentang Kasus
Perceraian Pegawai Negeri Sipil Tanpa Izin Pejabat “ adalah menganalisis
Putusan Pengadilan Agama Gresik mengenai kasus perceraian Pegawai Negeri
Sipil yang belum mendapatkan surat izin atau keterangan dari pejabat yang
membawainya dengan undang-undang yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun1983
Jo. No. 45 Tahun 1990.

12

Peter Salim, kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Hal : 279-280

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah
untuk dipahami dan disimpulkan, dengan langkah sebagai berikut:
1. Data yang dikumpulkan
a. Pertimbangan yang digunakan oleh Majlis Hakim Pengadilan Agama
Gresik yang memutuskan perkara No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs
tentang perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat.
b. Dasar Hukum yang digunakan oleh Majlis Hakim Pengadilan Agama
Gresik yang memutuskan perkara No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs
tentang perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat.
2. Sumber data
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Sumber data primer
Sumber primer dalam penelitian ini adalah Ketua Majlis, Dua Hakim
Anggota beserta Panitera persidangan yang turut memutuskan perkara
No. 0977/Pdt.G/2013/PA/Gs yang nantinya dimintai keterangan dan
pihak-pihak yang berperkara yakni Pemohon dan Termohon.

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b. Sumber data sekunder
Yaitu data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka dengan
mencari data atau informasi berupa benda-benda tertulis. 13 Adapun
dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder berupa bukubuku yang terkait dengan pembahasan ini, yaitu:
1. Salinan Putusan No. 0977/Pdt.G/2013/PA/Gs
2. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
3. Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975
4. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Jo. No. 45
Tahun 1990
5. Surat Edaran Mahkamah Agaung No. 5 Tahun 1984
petunjuk Teknis Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
1983
6. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
7. Ghalia, Izin Perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil serta
petunjuk pelaksanaannya
8. Jurnal Perceraian bagi PNS tinjauan dari PP No. 45
Tahun 1990 http://thegankhukum.blogspot.com/2010/03/perceraian-bagi-pnstinjauan-dari-pp-no.html, diambil pada puku 01.05, 25
desember 2014.
13

Suharismi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), hal: 115.

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9. Sumber-sumber lain yang berkaitan dengan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara (interview)
Wawancara atau interview ini penulis akan berhadapan langsung
kepada Hakim Pengadilan Agama Gresik yang turut memutuskan
perkara No. 0097/Pdt.G/2013/PA/Gs tentang perceraian Pegawai
Negeri Sipil tanpa izin pejabat untuk memperoleh informasi tentang
pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan.
b. Studi dokumen (dokumenter)
Studi dokumen atau dokumenter ini dilakukan dengan cara mengkaji
dan menelaah atas dokumen yang berupa Putusan Pengadilan Agama
Gresik No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs tentang perceraian Pegawai
Negeri Sipil tanpa izin pejabat kemudian di analisis dengan UndangUndang terkait guna menjawab atas pertimbangan dan dasar hukum
Hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
4. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan penulis dalam menganalisis data yang berhasil
dikumpulkan adalah:
a. Teknik deskriptif
Yaitu suatu teknik yang mendiskripsikan data secara sistematis
sehingga

memperoleh

pemahaman

secara

menyeluruh

dan

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

mendalam.14 Pada teknik ini, peneliti menggambarkan tentang adanya
Putusan Pengadilan Agama Gresik No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs
tentang perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat, kemudian
mencari dasar pertimbangan dan hukumya sehingga kasus ini dapat
dipersidangkan dan diputuskan.
b. Pola pikir deduktif
Pola pikir yang berasal dari pengetahuan yang bersifat umum yang
kemudian digunakan untuk menilai suatu kejadian yang bersifat
khusus. 15 Dalam hal ini penulis mengawali dengan mengemukakan
teori-teori bersifat umum yaitu tentang syarat-syarat perceraian yang
pada umumnya berdasarkan Undang-undang yang berlaku, kemudian
menghubungkan dengan hal yang bersifat khusus yaitu Putusan
Pengadilan Agama Gresik No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs tentang
perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat dengan
menggunakan data yang ada, kemudian ditarik sebuah kesimpulan dan
dianalisis dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Jo. Nomor
45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai
Negeri Sipil.

14

Ibid., hal: 24
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, (Yogjakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
Uniersitas Gadjah Mada, 1983), hal: 36.

15

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk memudahkan
penulisan dan pemahaman. Oleh karena itu, skripsi ini disusun dalam beberapa
bab, pada tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab, sehingga pembaca dapat
dengan mudah memahaminya. Adapun sistematika pembahasan ini adalah
sebagai berikut:
Bab pertama, adalah Pendahuluan. Pada bab ini berisi latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan dan kegunaan hasil penelitian, definisi operational, metodologi penelitian,
dan yang terakhir sistematika pembahasan.
Bab kedua, Landasan Yuridis Perceraian Pegawai Negeri Sipil, meliputi:
ketentuan-ketentuan perceraian, perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, alasanalasan perceraian, prosedur perceraian dan izin pejabat, sanksi hukum bagi
Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat dalam perceraiannya.
Bab ketiga, Pada bab ini memaparkan hasil penelitian atau data penelitian
yang terdiri atas: gambaran umum tentang Pengadilan Agama Gresik yang terdiri
dari profil, dasar hukum berdirinya, kedudukan, tugas pokok, fungsi, wilayah
yuridis, dan struktur organisasi Pengadilan Agama Gresik, yang kemudian
dilanjutkan dengan deskripsi kasus, diteruskan dengan pertimbangan dan dasar
hukum Hakim dalam memutuskan perkara No. 0977/Pdt.G/2013/PA.Gs tentang
perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat.
Bab keempat, Pada bab ini merupakan analisis terhadap hasil penelitian
memuat isi pokok dari permasalahan yaitu analisis pertimbangan dan dasar
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

hukum Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam memutuskan perkara No. 0977/
Pdt.G/ 2013/PA.Gs tentang perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa izin pejabat.
Bab kelima, adalah Penutup. Pada bab ini merupakan bab terakhir dalam
skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Landasan Yuridis Perceraian
Dalam bahasa Indonesia kata perceraian berasal dari kata cerai yang
berarti pisah.16 Perceraian merupakan lepasnya ikatan perkawinan antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, yang dilakukan di depan sidang
Pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri untuk non muslim dan Pengadilan Agama
bagi yang beragama Islam. Sedangkan pengertian perceraian menurut hukum
perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan
salah satu pihak dalam perkawinan itu.17
Perceraian menurut hukum di Indonesia adalah yang tercantum dalam
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9
tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974, Undang-undang No. 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas secara
umum disebutkan bahwa penyebab putusnya perkawinan dapat dikarenakan oleh
tiga hal, yaitu kematian, perceraian, dan keputusan pengadilan.
Pada pasal 39 Undang-undang No. 1 tahun 1974 disebutkan secara garis
besar tentang tata cara perceraian, diantaranya :
1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
16

Lukman Ati et al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Bumu Aksara, 1991. Hal: 185
Djumairi Achmad ,Hukum perdataII, 1990, hal.65

1717

17

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri itu
tidak akan hidup rukun sebagai suami istri.
3. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.18
Penjelasan mengenai tata cara perceraian yang sesuai dalam pasal 39
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tertulis lengkap dalam PP No. 9 tahun 1975
dalam bab V pasal 14-36 sebagai pelaksananya.
Peraturan perundangan perceraian secara sah ketika perceraian itu
dinyatakan di depan sidang Pengadilan sesuai dengan pasal 18 PP No.9 Tahun
1975 yang berbunyi Perceraian itu terjadi pada saat perceraian itu dinyatakan di
depan sidang Pengadilan. 19 Oleh karena itu perceraian yang dilakukan di luar
sidang Pengadilan dianggap tidak pernah ada, sehingga akibat hukum yang
terjadi setelah itu tidak dilindungi dan tidak dijamin oleh negara, karena
peristiwa perceraian yang demikian tidak memiliki kekuatan hukum tetap
(inkrakh).
Sesuai dengan pasal 39 Undang-undang No. 1 tahun 1974 Pengadilan
akan memutuskan perceraian pada pihak suami istri yang berselisih jika terdapat
alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum seperti disebutkan dalam pasal
19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun1975, alasan-alasan tersebut yaitu:
a) Salah satu pihak berbuat zina, atau pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan.
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya.
c) Salah satu pihak mendapat penjara 5 ( lima ) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

18
19

Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, hal: 17
Ibid. hal: 47

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
f) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.20
Selain itu, pembahasan dalam bab ini juga akan memuat ketentuan
dalam UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yang memberikan
aturan lebih spesifik mengenai perceraian. Dalam tata beracara di Pengadilan
Agama, perceraian terbagi dalam 2 macam, yakni
1. Cerai Talak
Cerai talak ialah perceraian yang berangkat dari inisiatif suami
melalui jalur hukum dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan agar
pengadilan mengadakan persidangan guna mengizinkan suami mengucapkan
ikrar talak. Perkara cerai telak bersifat dua pihak dimana suami berkedudukan
sebagai pemohon, sedangkan istri sebagai termohon.
Pemeriksaan perkara cerai talak bukan hanya sekedar persidangan
guna menyaksikan ikrar talak, akan tetapi hak suami dalam menjatuhkan
talak sebagian besar beralih ke tangan pengadilan. Boleh atau tidaknya suami
menjatuhkan

talak kepada istri, bergantung kepada penilaian

dan

pertimbangan majlis hakim setelah mendengarkan pendapat dari bantahan
istri.21

20

Ibid. hal.48
M Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama-Undang-Undang No.
7 Tahun 1989, Jakarta, Sinar Grafika, 2001. Hal: 216
21

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Walaupun Undang-undang menentukan sifat perkara cerai talak
berupa “permohonan” yang identik dengan gugat volunteer yang murni pada
umumnya. Gugat volunteer yang murni adalah sepihak, hanya pemohon saja.
Pihak lain yang disebut hanya sebagai obyek, tidak berdiri sebagai subyek.
Oleh karena itu, perkara cerai talak pada dasarnya tidak berbeda dengan
gugat contentiosa pada umumnya atau gugat sengketa. Istri sebagai termohon
berdiri dan berkedudukan sebagai pihak dan subyek perdata. Istri memiliki
hak penuh untuk membela kepentingannya dalam proses persidangan yang
bersifat contradictoir, istri berhak mengajukan duplik, alat-alat bukti dan
bahkan mengajukan upaya banding.22
Mengenai tata cara dalam melaksanakan cerai talak dalam pasal 39
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tertulis lengkap dalam PP No. 9 tahun
1975 dalam bab V pasal 14-18 sebagai pelaksananya, sebagai berikut:
Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan
di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud
menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada
Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi Surat yang dimaksud dalam
Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
memanggil pengirim Surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu.
Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan
untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14 apabila
22

Ibid hal: 216

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19
Peraturan Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami
isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun
lagi dalam rumah tangga.
Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat suratketerangan
tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian ituterjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan
sidang pengadilan.23
2. Cerai Gugat
Cerai gugat adalah bentuk perceraian lain yang diatur dalam undangundang. Ketentuan mengenai cerai gugat tertera dalam undang-undang No. 7
tahun 1989, Bab IV, bagian kedua paragraf 3. Dalam cerai gugat ini yang
bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat adalah istri, sedangkan suami
ditempatkan sebagai pihak tergugat. Dengan demikian suami istri masingmasing telah memiliki cara tersendiri dalam menempuh upaya hukum untuk
menuntut perceraian. Suami melalui cerai talak, smentara istri melalui cerai
gugat.
Begitu juga mengenai tata cara cerai gugat yang sesuai dalam pasal 39
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tertulis lengkap dalam PP No. 9 tahun
1975 dalam bab V pasal 20-36 sebagai pelaksananya, sebagai berikut:
Pasal 20

23

Ibid. hal. 46-47

21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

a) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
b) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau
tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian
diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
c) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri gugatan perceraian
diajukan kepada Pengadilan di tempat tempat kediaman penggugat. Ketua
Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui
Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 21
a) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b,
diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
b) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2
(dua)tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
c) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan
sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.
Pasal 22
a) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f,
diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.
b) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas
bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
itudan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang
dekat dengan suami-isteri itu.
Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami-isteri mendapat
hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai
dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk mendapatkan putusan
perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan
Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan
bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 24
a) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat
atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin
ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami-isteri tersebut untuk
tidak tinggal dalam satu rumah.
b) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat
atau tergugat, Pengadilan dapat :
(1) Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami

22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

(2) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak ;
(3) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya
barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau
barang- barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang
menjadi hak isteri.
Pasal 25
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya
putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu.
Pasal 26
a) Setiap kali diadakan siding Pengadilan yang memeriksa gugatan
perceraian baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka
akandipanggil untuk menghadiri sidang tersebut
b) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita Pengadilan
Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan Agama.
c) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang
bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan melalui
Lurah atau yang dipersamakan dengan itu.
d) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan
secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau
kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka.
e) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.
Pasal 27
a) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20
ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada
papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu
atau beberapa surat, kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh
Pengadilan.
b) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass
media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang
waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.
c) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat
(2)dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
d) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat
(2)dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima
tanpahadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak
beralasan.
Pasal 28

23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia
setempat.
Pasal 29
a) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat gugatan
perceraian.
b) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan
perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan
diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau
kuasa mereka.
c) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20
ayat (3), sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurangkurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan
perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan.
Pasal 30
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang sendiri
atau mewakilkan kepada kuasanya.
Pasal 31
a) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua
pihak.
b) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 32
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian
baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan
telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.
Pasal 33
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 34
a) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka.
b) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya
terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor
pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama
Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Pasal 35
a) Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban
mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan sebagaimana
dimaksud Pasal 34 ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat
ditempat perceraian itu terjadi, dan Pegawai Pencatat mendaftar putusan
perceraian dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
b) Apabila perceraian dilakukan pada daerah hukum yang berbeda dengan
daerah hukum Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, maka
satu helai salinan putusan dimaksud ayat (1) yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap/telah dikukuhkan tanpa bermeterai
dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat tempat perkawinan
dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian
pinggir dari daftar catatan perkawinan, dan bagi perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri, salinan itu disampaikan kepada Pegawai
Pencatat di Jakarta.
c) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1) menjadi
tanggungjawab Panitera yang bersangkutan apabila yang demikian
itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya.
Pasal 36
a) Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah
perceraian diputuskan menyampaikan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap itu kepada Pengadilan Negeri untuk
dikukuhkan.
b) Pengukuhan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan katakata "dikukuhkan" dan ditandatangani oleh hakim Pengadilan Negeri
dan dibubuhi cap dinas pada putusan tersebut.
c) Panitera Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah
diterima putusan dari Pengadilan Agama, menyampaikan kembali putusan
itu kepada Pengadilan Agama.24
B. Ketentuan-Ketentuan Dalam Perceraian Pegawai Negeri Sipil
Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama menetapkan
bahwa peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman

24

Ibid. hal. 48-54

25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

yang berwenang menerima, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara perdata
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
c. Wakaf, zakat, infaq, Shadaqoh
d. Ekonomi Syariah25
Oleh karena itu, bagi warga negara Republik Indonesia yang beragama
Islam, dalam permasalahan-permasalahan tersebut di atas terikat dengan
ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 7 tahun 1989. Akan tetapi bagi
Pegawai Negeri Sipil, di dalam bidang perkawinan berlaku “aturan tambahan”,
yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 Jo. Peraturan Pemerintah No. 45
tahun 1990 yang merupakan peraturan yang mengatur tentang izin perkawinan
dan perceraian bagi Pegawai negeri Sipil.
Yang dimaksudkan dengan Pegawai Negeri Sipil adalah :
1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor.
8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian. (Dalam UU No. 8 tahun
1974 pasal 1 bagian a disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan Pegawai
Negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan
Negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan
sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku).26
2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil, yaitu :
a) Pegawai bulanan di samping pensiun,
25

Perceraian bagi PNS tinjauan dari PP No. 45 Tahun 1990 http://thegankhukum.blogspot.com/2010/03/perceraian-bagi-pns-tinjauan-dari-pp-no.html, diambil pada puku
01.05, 25 desember 2014.
26
Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, hal: 96

26

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

b)
c)
d)
e)
f)

Pegawai Bank Milik N