10056264 Karakteristik Potensi Dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk an Pertanian Lahan Kering Di Indonesia

KARAKTERISTIK, POTENSI, DAN TEKNOLOGI
PENGELOLAAN TANAH ULTISOL UNTUK
PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN
KERING DI INDONESIA
B.H. Prasetyo1) dan D.A. Suriadikarta2)
1)

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2)Balai Penelitian Tanah,
Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123

ABSTRAK
Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25% dari total daratan Indonesia. Penampang
tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai
peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman
dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief. Kesuburan alami tanah
Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara
makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan
aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Selain
itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti berkurangnya pori mikro dan makro serta
bertambahnya aliran permukaan yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya erosi tanah. Penelitian
menunjukkan bahwa pengapuran, sistem pertanaman lorong, serta pemupukan dengan pupuk organik maupun

anorganik dapat mengatasi kendala pemanfaatan tanah Ultisol. Pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan
tanaman perkebunan relatif tidak menghadapi kendala, tetapi untuk tanaman pangan umumnya terkendala oleh
sifat-sifat kimia tersebut yang dirasakan berat bagi petani untuk mengatasinya, karena kondisi ekonomi dan
pengetahuan yang umumnya lemah.
Kata kunci: Ultisol, karakteristik fisika dan kimia tanah, pengelolaan tanah, pengembangan pertanian

ABSTRACT
Characteristics, potential, and management of Ultisols for agrilcultural upland development in Indonesia
Ultisols occupied almost 25% of total Indonesian land surface. The deep profiles and moderate to high cation
exchange capacities of the soil make the soil has an important role in agricultural upland development. Almost all
kinds of crops are able to grow and develop in this soil, except limited by climate and relief. The natural chemical
fertility of Ultisols is mostly restricted on the A horizon with low organic matter content. Major plant nutrients
such as phosphorous and potassium are often deficient in Ultisols, while acid to very acid soil reaction and high
aluminum saturation were also specific properties of Ultisols that restrict plant growth. The presence of argillic
horizon in the soil influences soil physical properties such as reduction of both macro and micropores, enlargement
of surface runoff and finally supporting the soil erosion. Most of studies indicated that liming, alley cropping, and
fertilizing by organic and unorganic fertilizers could overcome some constraints in Ultisols. Utilization of Ultisols
would be no problem for estate crops, but for food crops the chemical properties were generally a constraint that
not so easy to overcome by farmer, due to the low economical condition and minimum knowledge.
Keywords: Ultisols, soil chemicophysical properties, soil management, agricultural development


U

ltisol merupakan salah satu jenis
tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau
sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000
ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha),
Maluku dan Papua (8.859.000 ha), SulaJurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

wesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha),
dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini
dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai
dari datar hingga bergunung.
Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat
masam hingga basa. Namun sebagian
besar bahan induk tanah ini adalah

batuan sedimen masam. Luas tanah Ultisol
berdasarkan bahan induknya disajikan

pada Tabel 1. Di antara grup Ultisol, Hapludults mempunyai sebaran terluas. Hal ini
karena persyaratan klasifikasinya hanya
didasarkan pada nilai kejenuhan basa
yaitu < 35% dan adanya horizon argilik,
tanpa ada syarat tambahan lainnya.
39

Tabel 1. Luas tanah Ultisol pada tingkat grup berdasarkan batuan
pembentuk tanah.
Jenis tanah Ultisol
pada tingkat grup
Hapludults
Kandiudults
Palehumults
Plintudults
Paleudults

Luas berdasarkan batuan pembentuk tanah (ha)
Sedimen


Metamorf

Volkan

Plutonik

Jumlah

24.703.460
3.816.600
3.138.120
1.864.000
1.420.520

185.580

2.231.520
5.020.100

4.770.480


31.891.040
8.836.700
3.138.120
1.864.000
1.420.520

Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (2000); data diolah.

Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan
sehingga mengurangi daya resap air dan
meningkatkan aliran permukaan dan erosi
tanah. Erosi merupakan salah satu kendala
fisik pada tanah Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan
tanah. Hal ini karena kesuburan tanah
Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh
kandungan bahan organik pada lapisan
atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah
menjadi miskin bahan organik dan hara.
Tanah Ultisol mempunyai tingkat

perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam,
kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan
kejenuhan basa rendah. Pada umumnya
tanah ini mempunyai potensi keracunan
Al dan miskin kandungan bahan organik.
Tanah ini juga miskin kandungan hara
terutama P dan kation-kation dapat ditukar
seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi,
kapasitas tukar kation rendah, dan peka
terhadap erosi (Sri Adiningsih dan
Mulyadi 1993).
Di Indonesia, Ultisol umumnya belum
tertangani dengan baik. Dalam skala besar,
tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan
tanaman industri, tetapi pada skala petani
kendala ekonomi merupakan salah satu
penyebab tidak terkelolanya tanah ini
dengan baik.

CIRI MORFOLOGI

Pada umumnya Ultisol berwarna kuning
kecoklatan hingga merah. Pada klasifikasi
lama menurut Soepraptohardjo (1961),
Ultisol diklasifikasikan sebagai Podsolik
40

Merah Kuning (PMK). Warna tanah pada
horizon argilik sangat bervariasi dengan
hue dari 10YR hingga 10R, nilai 3−6 dan
kroma 4−8 (Subagyo et al. 1986; Suharta
dan Prasetyo 1986; Rachim et al. 1997;
Suhardjo dan Prasetyo 1998; Alkusuma
2000; Isa et al. 2004; Prasetyo et al. 2005).
Warna tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain bahan organik yang
menyebabkan warna gelap atau hitam,
kandungan mineral primer fraksi ringan
seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida
besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah.
Makin coklat warna tanah umumnya

makin tinggi kandungan goethit, dan
makin merah warna tanah makin tinggi
kandungan hematit (Eswaran dan Sys
1970; Allen dan Hajek 1989; Schwertmann
dan Taylor 1989).
Tekstur tanah Ultisol bervariasi dan
dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya.
Tanah Ultisol dari granit yang kaya akan
mineral kuarsa umumnya mempunyai
tekstur yang kasar seperti liat berpasir
(Suharta dan Prasetyo 1986), sedangkan
tanah Ultisol dari batu kapur, batuan
andesit, dan tufa cenderung mempunyai
tekstur yang halus seperti liat dan liat
halus (Subardja 1986; Subagyo et al.
1987; Isa et al. 2004; Prasetyo et al. 2005).
Ultisol umumnya mempunyai struktur
sedang hingga kuat, dengan bentuk
gumpal bersudut (Rachim et al. 1997; Isa
et al. 2004; Prasetyo et al. 2005).

Komposisi mineral pada bahan induk
tanah mempengaruhi tekstur Ultisol.
Bahan induk yang didominasi mineral
tahan lapuk kuarsa, seperti pada batuan
granit dan batu pasir, cenderung mempunyai tekstur yang kasar. Bahan induk yang

kaya akan mineral mudah lapuk seperti
batuan andesit, napal, dan batu kapur
cenderung menghasilkan tanah dengan
tekstur yang halus.
Ciri morfologi yang penting pada
Ultisol adalah adanya peningkatan fraksi
liat dalam jumlah tertentu pada horizon
seperti yang disyaratkan dalam Soil
Taxonomy (Soil Survey Staff 2003).
Horizon tanah dengan peningkatan liat
tersebut dikenal sebagai horizon argilik.
Horizon tersebut dapat dikenali dari fraksi
liat hasil analisis di laboratorium maupun
dari penampang profil tanah. Horizon

argilik umumnya kaya akan Al sehingga
peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar tanaman
tidak dapat menembus horizon ini dan
hanya berkembang di atas horizon argilik
(Soekardi et al. 1993).

SIFAT KIMIA
Tanah Ultisol umumnya mempunyai nilai
kejenuhan basa < 35%, karena batas ini
merupakan salah satu syarat untuk
klasifikasi tanah Ultisol menurut Soil
Taxonomy. Beberapa jenis tanah Ultisol
mempunyai kapasitas tukar kation < 16
cmol/kg liat, yaitu Ultisol yang mempunyai
horizon kandik.
Reaksi tanah Ultisol pada umumnya
masam hingga sangat masam (pH 5−3,10),
kecuali tanah Ultisol dari batu gamping
yang mempunyai reaksi netral hingga agak
masam (pH 6,80−6,50). Kapasitas tukar

kation pada tanah Ultisol dari granit,
sedimen, dan tufa tergolong rendah
masing-masing berkisar antara 2,90−7,50
cmol/kg, 6,11−13,68 cmol/kg, dan 6,10−6,80
cmol/kg, sedangkan yang dari bahan
volkan andesitik dan batu gamping
tergolong tinggi (>17 cmol/kg). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa beberapa
tanah Ultisol dari bahan volkan, tufa
berkapur, dan batu gamping mempunyai
kapasitas tukar kation yang tinggi
(Prasetyo et al. 2000; Prasetyo et al. 2005;
Tabel 2)
Nilai kejenuhan Al yang tinggi
terdapat pada tanah Ultisol dari bahan
sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang
rendah pada tanah Ultisol dari bahan
volkan andesitik dan gamping (0%).
Ultisol dari bahan tufa mempunyai
kejenuhan Al yang rendah pada lapisan
atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan
bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan
Al pada tanah Ultisol berhubungan erat
dengan pH tanah.
Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

Tabel 2. Beberapa sifat kimia tanah Ultisol yang terbentuk dari berbagai bahan induk tanah.
Kedalaman
(cm)

Fraksi
liat
(%)

pH
H 2O

Jumlah
kation
(cmol (+) kg)

Kejenuhan
Al
(%)

Typic Hapludults,
sedimen1)

0−18
18−46
46−72
72−98
98−121

24
30
50
57
57

4,3
3,1
4,0
4,1
4,1

0,43
0,39
0,58
0,56
0.48

89
91
94
93
95

6,51
6,11
10,79
12,09
13,68

27,13
20,37
21,58
21,21
24,00

Typic Paleudults,
volkan andesitik 2)

0−19
19−45
45−61
61−89
89−155

79
88
87
85
74

4,7
4,9
5,1
5,0
5,3

4,04
5,39
7,91
8,64
11,20

0
0
0
0
0

26,17
24,23
27,24
25,76
24,44

33,13
27,53
31,31
30,31
33,03

Typic Paleudults,
batu gamping3)

0−16
16−29
29−49
49−74
74−117
117−161

80
80
95
93
87
90

6,5
6,6
6,5
6,7
6,8
6,7

23,30
20,80
19,20
17,30
12,60
12,60

0
0
0
0
0
0

32,30
30,60
23,90
22,90
19,40
17,50

40,38
38,25
25,16
24,62
22,30
19,44

Typic Kandiudults,
granit 4)

0−21
21−35
35−56
56−90
90−125
125−150
150−180

29
32
39
41
40
42
47

4,8
4,9
5,0
4,9
4,9
4,3
4,9

0,60
0,60
0,70
0,70
0,50
0,70
0,70

72
66
63
63
87
64
64

7,50
4,50
2,90
3,70
5,40
5,40
5,40

25,86
14,06
7,44
9,02
13,50
12,86
11,49

0−13
13−37
37−65
65−150

17
29
33
38

6,0
6,3
5,2
5,4

4,30
3,90
1,60
1,00

8
5
37
78

6,60
6,20
6,10
6,80

38,82
21,38
18,48
17,52

Jenis tanah Ultisol

Typic Paleudults,
tufa5)

Kapasitas tukar kation
Tanah

(cmol/kg)

Liat

Sumber: 1)Prasetyo dan Suharta (2000), 2)Prasetyo et al. (2005), 3)Subagyo et al. (1986), 4)Suharta dan Prasetyo (1986), 5)Subardja (1986).

Kandungan hara pada tanah Ultisol
umumnya rendah karena pencucian basa
berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
proses dekomposisi berjalan cepat dan
sebagian terbawa erosi. Pada tanah
Ultisol yang mempunyai horizon kandik,
kesuburan alaminya hanya bergantung
pada bahan organik di lapisan atas.
Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak
memberi kontribusi pada kapasitas tukar
kation tanah, sehingga kapasitas tukar
kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh
karena itu, peningkatan produktivitas
tanah Ultisol dapat dilakukan melalui
perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan,
dan pemberian bahan organik.
Peningkatan fraksi liat yang membentuk horizon argilik pada tanah Ultisol
cukup merugikan karena horizon ini akan
menghalangi aliran air secara vertikal,
sebaliknya aliran horizontal meningkat
sehingga memperbesar daya erosivitas.
Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

Pembentukan horizon argilik merupakan
proses alami yang sulit dicegah, namun
erosi yang terjadi dapat dihindari atau
dikurangi dampaknya.
Masalah Al umumnya terjadi pada
tanah Ultisol dari bahan sedimen. Bahan
sedimen merupakan hasil dari proses
pelapukan (weathering) dan pencucian
(leaching), baik pelapukan dari bahan
volkan, batuan beku, batuan metamorf
maupun campuran dari berbagai jenis
batuan sehingga mineral penyusunnya
sangat bergantung pada asal bahan yang
melapuk.
Oleh karena itu, tanah Ultisol dari
bahan sedimen sudah mengalami dua kali
pelapukan, yang pertama pada waktu
pembentukan batuan sedimen dan yang
kedua pada wak-tu pembentukan tanah.
Dengan demikian ada kemungkinan bahwa
kandungan Al pada batuan sedimen sudah
sangat tinggi. Kondisi ini akan berbeda
bila tanah Ultisol terbentuk dari bahan
volkan dan batuan beku. Pada tanah

tersebut Al hanya berasal dari pelapukan
batuan bahan induknya. Kondisi ini juga
masih dipengaruhi oleh pH. Pada bahan
induk yang bersifat basa, pelepasan Al
tidak sebanyak pada batuan masam,
karena pH tanah yang tinggi dapat
mengurangi kelarutan hidroksida Al.
Ultisol dari bahan sedimen mempunyai kesuburan alami yang lebih rendah
daripada Ultisol dari bahan volkan atau
batu kapur, karena bahan sedimen sudah
merupakan hasil perombakan bahan lain
sehingga kandungan unsur haranya pun
rendah. Ultisol dari Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Timur yang berkembang
dari batuan sedimen batu pasir dan batu
liat mempunyai nilai kapasitas tukar kation
tanah 3−18 cmol(+)/kg, kejenuhan basa 3−
9%, kejenuhan Al 33−95%, dan pH 3,70−5
(Prasetyo dan Suharta 2000; Yatno et al.
2000; Prasetyo et al. 2001). Sementara itu
tanah Ultisol dari bahan volkan mempunyai nilai kapasitas tukar kation 13,80−
25,49 cmol(+)/kg tanah, kejenuhan basa 4−
41

35%, kandungan Al 0−16%, dan pH tanah
4,60−5,70 (Subagyo et al. 1987; Prasetyo
et al. 2005).

KOMPOSISI MINERAL
Susunan mineral primer yang dominan
pada Ultisol dengan bahan induk yang
berbeda disajikan pada Tabel 3. Kuarsa
yang dominan terdapat pada Ultisol
yang terbentuk dari tufa berkapur dan
dari batuan granit (Pedon 3, Typic
Haplohumults dan Pedon 1, Typic Kandiudults). Pada Ultisol yang berkembang
dari batuan tufa masam ( Pedon 2, Typic
Paleudults), kuarsa dan opak mendominasi susunan mineral pasir, sedangkan pada Ultisol dari bahan volkan
intermedier (Pedon 4, Typic Paleudults),
opak merupakan mineral yang dominan
pada fraksi pasir. Yatno et al. (2000)
menyatakan Ultisol dari batuan liat dan
pasir didominasi oleh mineral kuarsa.
Kandungan mineral mudah lapuk
(weatherable mineral) seperti orthoklas,
biotit, epidot, gelas volkan olivin, sanidin
amfibol, augit, dan hiperstin pada tanah
Ultisol umumnya rendah bahkan sering
tidak ada (Subardja 1986; Suharta dan
Prasetyo 1986; Prasetyo et al. 1998;
Prasetyo et al. 2005). Dengan demikian

Ultisol tergolong tanah yang miskin akan
unsur hara.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahan induk tanah Ultisol
menentukan komposisi mineralnya. Pada
tanah yang berbahan induk batuan
masam, mineral primer didominasi oleh
kuarsa, sedangkan pada tanah dari bahan
volkan didominasi oleh opak. Tufa masam
merupakan jenis batuan sedimen masam
dari bahan volkan sehingga komposisi
mineral primernya didominasi oleh
campuran opak dan kuarsa.
Komposisi mineral liat Ultisol didominasi oleh kaolinit (Suharta dan Prasetyo
1986; Setyawan 1997; Prasetyo et al. 2001;
Alkusuma dan Badayos 2003; Prasetyo et
al. 2005). Gambar 1 memperlihatkan
komposisi mineral liat dari Ultisol berbahan
induk batuan granit. Pada gambar tersebut
kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi
7, 18A, dan 3,56A. Mineral liat lainnya
adalah vermikulit dengan puncak difraksi
14,2A dan gibsit dengan puncak difraksi
4,83A. Puncak difraksi 11A pada perlakuan
pemanasan K+ hingga 550°C menunjukkan
adanya interlayer hidroksi Al.
Ultisol merupakan tanah masam yang
telah mengalami pencucian basa-basa
yang intensif dan umumnya dijumpai
pada lingkungan dengan drainase baik.
Kondisi tersebut sangat menunjang

untuk pembentukan mineral kaolinit.
Namun, dominasi kaolinit tersebut tidak
mempunyai kontribusi yang nyata pada
sifat kimia tanah, karena kapasitas tukar
kation kaolinit sangat rendah, berkisar
1,20−12,50 cmol/kg liat (Briendly et al.
1986; Prasetyo dan Gilkes 1997). Mineral
liat lainnya yang sering dijumpai adalah
haloisit dan gibsit (Subagyo et al. 1986).
Adanya mineral smektit pada tanah
Ultisol pernah dilaporkan oleh Subagyo
et al. (1986) pada Ultisol dari batuan
gamping di daerah Tuban, Jawa Timur dan
oleh Prasetyo et al. (2000) pada Ultisol
dari bahan tufa berkapur di daerah
Pametikarata, Sumba Timur. Smektit merupakan jenis mineral 2:1 yang kehadirannya dalam tanah akan sangat menentukan
sifat fisik dan kimia tanah. Pembentukan
mineral ini memerlukan lingkungan dengan
pH netral dan terjadi akumulasi basa-basa
dan silika. Pada kedua jenis tanah Ultisol
tersebut, smektit berasal dari bahan induk
tanah (inherited) yang terbentuk melalui
proses geologi (geogenic), bukan melalui
proses pembentukan tanah (pedogenic).
Smektit pada Ultisol umumnya sedang
dalam proses pelapukan, yang dicirikan
oleh tingginya Al dapat ditukar dan nilai
kapasitas tukar kation yang rendah.

TEKNOLOGI
PENGELOLAAN ULTISOL
Tabel 3. Komposisi mineral primer yang dominan pada horizon argilik tanah
Ultisol dari beberapa bahan induk.
Jenis tanah

Kedalaman
(cm)

Kandungan minyak (%)
Opak

Zirkon

Kuarsa

Lapukan

Fragmen

21−35
35−56
56−90
90−125
125−150

8
8
7
10
9

80
81
79
75
72

10
9
9
13
13

1

1
1
2
1

Pedon 2, Typic
Paleudults dari batuan
tufa masam2)

13−37
37−65
65−150

31
32
34

9
7
10

49
47
49

1

3
5
2

Pedon 3, Typic
Haplohumults dari
batuan tufa berkapur3)

15−28
28−57
57−83
83−105

2
1
2
2

80
79
69
62

2
1
1
1

15
19
26
35

Pedon 4, Typic
Paleudults dari batuan
volkan4)

24−48
48−75
75−105
105−130

87
91
95
91

Pedon 1, Typic
Kandiudults dari
batu granit1)

1
2

3
8
5
5

Sumber: 1) Suharta dan Prasetyo (1986); 2) Subardja (1986); 3)Prasetyo et al. (1998);
4)
Prasetyo et al. (2005).

42

1

Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol
mempunyai potensi yang tinggi untuk
pengembangan pertanian lahan kering.
Namun demikian, pemanfaatan tanah ini
menghadapi kendala karakteristik tanah
yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman terutama tanaman pangan bila
tidak dikelola dengan baik. Beberapa
kendala yang umum pada tanah Ultisol
adalah kemasaman tanah tinggi, pH ratarata < 4,50, kejenuhan Al tinggi, miskin
kandungan hara makro terutama P, K, Ca,
dan Mg, dan kandungan bahan organik
rendah. Untuk mengatasi kendala tersebut
dapat diterapkan teknologi pengapuran,
pemupukan P dan K, dan pemberian bahan
organik. Penerapan teknologi tersebut
dapat meningkatkan hasil tanaman
jagung (Tabel 4).

Pengapuran
Untuk mengatasi kendala kemasaman dan
kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan
Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

0

0

3,56 A

Tabel 5. Toleransi beberapa jenis
tanaman terhadap kejenuhan aluminium.

0

7,43 A

7,18 A

0

7,18 A

0

11 A
4,83

14,2

14,2

14,1

0 − 21 cm
35 − 56 cm
90 − 125 cm
150 − 180 cm

Kejenuhan Al
(%)

Jagung
Padi
Kacang tanah
Kacang hijau
Kedelai

< 40
< 40
< 30