3 SAP Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-1
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami definisi dan jenis-jenis tanah Lahan Kering, serta definisi dan jenis-jenis tanah Lahan Basah. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium. 2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami jenis-jenis tanah lahan pertanian. 3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:
1. Menyebutkan definisi Lahan-lahan Pertanian, 2. Menyebutkan definisi Daerah Kering
3. Menyebutkan definisi Lahan Kering, 4. Menyebutkan definisi Lahan Basah,
5. Menyebutkan definisi lahan-lahan basah buatan, 6. Menjelaskan jenis-jenis lahan basah buatan, 7. Menjelaskan jenis-jenis tanah Lahan Kering, dan 8. Menjelaskan jenis-jenis tanah Lahan Basah. 4. Materi Ajar
1. Lahan-lahan Pertanian
Lahan-lahan pertanian adalah terdiri dari lahan-lahan kering dan lahan-lahan basah. 2. Daerah Kering (Dryland)
Daerah kering (dryland) adalah kawasan atau daerah yang memiliki jumlah evaporasi potensial melebihi jumlah curah hujan aktual atau daerah yang jumlah curah hujannya tidak mencukupi untuk usaha pertanian tanpa irigasi.
3. Lahan Kering (Upland)
Lahan kering (upland) adalah hamparan lahan pertanian yang diusahakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Tipologi lahan ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl.) hingga dataran tinggi (> 700 m dpl.).
4. Lahan Basah (Wetland)
Lahan basah (wetland) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.
(2)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 5. Lahan-lahan Basah Buatan (Human-made Wetlands)
Lahan-lahan basah buatan (human-made wetlands) adalah suatu ekosistem lahan basah yang terbentuk akibat intervensi manusia, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Lahan basah buatan yang pembentukannya disengaja, biasanya dibuat untuk memenuhi berbagai kepentingan tertentu; misalnya untuk meningkatkan produksi lahan pertanian dan perikanan, pembangkit tenaga listrik, sumber air, atau untuk meningkatkan keindahan bentang alam bagi keperluan pariwisata. Sedangkan lahan basah buatan yang pembentukannya tidak disengaja umumnya memiliki tujuan pemanfaatan yang kurang jelas; misalnya genangan air yang terbentuk di lahan-lahan bekas kegiatan tambang. Dalam perkembangannya, lahan basah buatan dapat mengalami suksesi sehingga tampak seperti ekosistem alami.
6. Jenis-jenis Lahan Basah Buatan
Jenis-jenis lahan basah buatan adalah sawah, kolam air tawar, tambak, bendungan (waduk), situ dan embung, kolam atau danau bekas galian tambang, ladang garam, kolam stabilisasi limbah, parit dan saluran drainase, serta rawa buatan.
7. Jenis-jenis tanah Lahan Kering
Jenis-jenis tanah Lahan Kering adalah berdasarkan sistem Taksonomi Tanah dari 12 ordo tanah, terdapat 10 ordo tanah yang merupakan tanah mineral. Kebanyakan dari tanah mineral ini merupakan tanah-tanah lahan kering yaitu dari ordo: Alfisol, Andisol, Aridisol, Entisol, Inceptisol, Mollisol, Oxisol, Spodosol, Ultisol, dan Vertisol; kecuali tanah-tanah yang mempunyai subordo Aqu (mempunyai rejim kelembaban Aquic), contohnya: Tanah Berpotensi Sulfat Masam (grea t group: Sulfaquent) dan Tanah Sulfat Masam (great group: Sulfaquept) yang terdapat di daerah rawa-rawa pasang surut dikategorikan sebagai lahan-lahan basah.
8. Jenis-jenis tanah Lahan Basah
Jenis-jenis tanah Lahan Basah adalah berdasarkan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah, tanah-tanah mineral yang termasuk ke dalam lahan-lahan basah adalah tanah-tanah yang mempunyai subordo Aqu (mempunyai rejim kelembaban aquic), contohnya tanah-tanah yang terbentuk di daerah rawa pasang surut (tanah Berpotensi Sulfat Masam, Regosol pantai. dan Aluvial dataran rendah), tanah-tanah berglei (tanah Glei Humus, Glei Humus Rendah, dan Aluvial Hidromorf), tanah-tanah salin-alkali (Solonchak, Solonetz, Solodi, tanah Chestnut, Chernozem), tanah-tanah lahan basah berliat tinggi (Planosol, Laterit Air Tanah, Hidromorf Kelabu, dan Grumosol Bergaram), tanah-tanah lahan basah lainnya (Andosol dataran rendah, Prairie Soil, dan Podsol Air Tanah), serta tanah-tanah tanah rawa gambut pasang surut (Topogen dan Ombrogen), gambut pegunungan (subgrup Histic), tanah tundra mineral (Turbel dan Orthel), dan tundra bergambut (Histel).
5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
(3)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK B. Kegiatan Perkuliahan Inti
Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: injauan aspek kesesuaian lahan. Edisi II. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 30 hlm.
(4)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-2
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Alfisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Alfisol (tanah Mediteran Merah Kuning). 3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:
1. Menyebutkan definisi tanah Mediteran Merah Kuning, 2. Menyebutkan definisi Alfisol,
3. Menjelaskan proses pembentukan Alfisol, 4. Menjelaskan klasifikasi Alfisol,
5. Menjelaskan pengelolaan Alfisol, dan 6. Menjelaskan penggunaan Alfisol. 4. Materi Ajar
1. Tanah Mediteran Merah Kuning (PPT)
Tanah Mediteran Merah Kuning (PPT) adalah tanah-tanah yang sangat dilapuk, tekstur berat dan kadang-kadang lekat, struktur gumpal, bahan organik rendah, nisbah SiO2/R2O3 relatif tinggi, agak masam sampai sedikit alkalis (pH 6.0 - 7.5), kejenuhan basa sedang – tinggi, kadang-kadang mengandung konkresi kapur dan besi. Bahan induk batu kapur, batu pasir berkapur, atau bahan volkanik. Ketinggian dari muka laut sampai 400 m, iklim tropika basah dengan bulan kering nyata, curah hujan 800 - 2500 mm.
2. Alfisol (USDA)
Alfisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison argilik dengan kejenuhan basa jumlah kation (KB BaCl2TEA pH 8.2) ≥ 35% pada kedalaman 1,8 m.
3. Proses Pembentukan Alfisol
Proses pembentukan Alfisol adalah: (1) pencucian karbonat dan braunifikasi merupakan prasyarat untuk pembentukan Alfisol, (2) pencucian besi, (3) pembentukan epipedon okrik (horison A1), (4) pembentukan horison albik, dan (5) pengendapan argilan.
4. Klasifikasi Alfisol
Klasifikasi Alfisol terdapat empat sub ordo dari Alfisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aqualf yang termasuk Alfisol lahan basah) adalah Ustalf dan Udalf (rejim kelembaban ustic & udic ditemukan di Indonesia), serta Cryalf dan Xeralf (rejim suhu cryic dan rejim kelembaban xeric tidak ditemukan di Indonesia).
5. Pengelolaan Alfisol
(5)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK mempunyai tekstur berliat sehingga perlu penambahan bahan organik yang berguna untuk menggemburkan tanah. Faktor penghambatnya adalah keberadaan horison penimbunan liat (horison argilik) di horison B dapat menghambat perakaran tanaman tahunan (Arabia, 2012). Munir (1996) menambahkan pengelolaan tanah yang sebaiknya dilakukan dengan alternatif sebagai berikut: (1) pembuatan terasering pada lahan yang berlereng, (2) sistem budidaya lereng, dan (3) pemupukan secukupnya dan pengelolaan air yang baik.
6. Penggunaan Alfisol
Penggunaan Alfisol adalah Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian, rumput ternak, atau hutan. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, dan cadangan unsur hara banyak.
5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.
(6)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas
Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
________., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.
Arnold, R.W. and F.F. Riecken. 1964. Grainy gray ped coatings in some Brunizem soil. Proc. Low Acad. Sci. 71 : 350-360.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Res. Sta. No. 148. Bogor.
FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Munir, M. 1996. Tanah-tanah Utama Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi, dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta.
Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.
Reifenberg, A. 1935. Soil formation in Mediterranean. Transact 3rd Inter. Congr. Soil Sci. Oxford 1: 306-310.
Soepraptohardjo, M. 1958. Klasifikasi tanah-tanah di Indonesia. Tjer. Balai Besar Penjel. Pert. Bogor.
________________. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.
________________. 1961b. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penjelidikan Tanah. Kongr. Nas. Ilmu Tanah I. Seksi II No.9. Bogor.
Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.
Wikipedia. 2011. Terrarossa. Diakses tanggal 3 Desember 2011.
Wilde, SA. 1950. Reaction of Soil: Facts, and fallacies, and growth effects. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 15: 360-362.
(7)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-3
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Andisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Andisol (Andosol). 3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Andosol, 2. Menyebutkan definisi Andisol,
3. Menjelaskan proses pembentukan Andisol, 4. Menjelaskan klasifikasi Andisol,
5. Menjelaskan pengelolaan Andisol, dan 6. Menjelaskan penggunaan Andisol. 4. Materi Ajar
1. Andosol (PPT)
Andosol (PPT) tanah-tanah berwarna hitam atau coklat tua, remah, kandungan BO tinggi, licin (smeary) bila dipirid. Tanah di bawahnya berwarna coklat – coklat kekuningan, tekstur sedang, porous, pH 4.5 - 6. Pemadasan lemah dan sedikit akumulasi liat sering ditemukan di lapisan bawah. Andosol hanya ditemukan pada bahan induk yang tidak padu (unconsolidated), pada ketinggian dari muka laut sampai 3000 m, umumnya di daerah tinggi. Ditemukan pada iklim yang sama dengan Latosol, biasanya lebih dingin dan curah hujan lebih tinggi.
2. Andisol (USDA)
Andisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai lapisan dengan sifat andik ≥ 60% pada kedalaman < 60 cm. Tanah ini berkembang dari bahan volkanik, dan fraksi koloid-nya didominasi oleh mineral short-range order.
3. Proses Pembentukan Andisol
Proses pembentukan Andisol adalah: (1) pelapukan dan transformasi (perubahan bentuk), (2) proses pemindahan bahan (translokasi) dan penimbunan bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit, (3) akumulasi bahan organik dan terjadinya kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada beberapa Andisol. (4) pelapukan mineral alumino silikat primer berlanjut hanya sampai pada pembentukan mineral “short range order”, seperti alofan, imogolit, dan ferihidrit, (5) selain proses melanisasi (pembentukan epipedon melanik) pada Andisol juga dapat terjadi proses kumulasi yaitu penimbunan tanah (mineral) di permukaan tanah oleh air atau angin.
(8)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 4. Klasifikasi Andisol
Klasifikasi Andisol terdapat tujuh sub ordo dari Andisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquand yang termasuk Andisol lahan basah) adalah Vitrand, Ustand & Udand, serta Geland, Cryand, Torrand & Xeralf (rejim suhu gelic & cryic serta rejim kelembaban torric & xeric tidak ditemukan di Indonesia).
5. Pengelolaan Andisol
Pengelolaan Andisol adalah masalah utama pada tanah ini adalah fiksasi P oleh mineral liat alofan yang merupakan penciri Andisol, di samping itu tanah ini mempunyai sifat kering tak-balik (irreversible drying), juga mempunyai agregat yang kurang stabil sehingga peka terhadap erosi. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian bahan organik yang dapat melepaskan ikatan P dari alofan sehingga lebih tersedia bagi tanaman, di samping itu untuk mencegah kering tak balik dapat dilakukan dengan pemberian mulsa sehingga dapat menjaga tanah tetap dalam keadaan lembab. Di daerah berlereng, untuk mencegah erosi perlu dibuat teras, dengan penanaman tanaman penguat teras dan pembuatan guludan (Arabia, 2012).
6. Penggunaan Andisol
Penggunaan Andisol adalah Andisol merupakan tanah yang cukup subur. Di Indonesia Andisol merupakan tanah utama yang digunakan untuk perkebunan teh seperti di daerah Pengalengan Jawa Barat, di daerah sekitar Danau Toba Sumatera Utara, dan lain. Selain itu Andisol banyak digunakan untuk tanaman hortikultura baik berupa tanaman bunga, sayur-sayuran maupun buah-buahan. Andisol dataran rendah seperti di daerah Deli Sumatera Utara sangat terkenal dengan tembakaunya.
5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan ucapan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
(9)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.
________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
________., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.
Birrel, K.S. 1965. Some properties of volcanic ash. Meeting on Volcanic Ash Soils. Rome. FAO Report No. 14: 74-81.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Egawa, T. 1965. Mineralogical properties of volcanic ash soils in Japan. Meeting on Volcanic Ash Soils. Rome. FAO Report No. 14: 89-91.
FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.
Fieldes, M. 1955. Clay mineralogy of New Zealand sois. 2 – Allophane and related mineral colloids. New Zealand J. Sci. Tech. Bull. 37: 336-350.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Kawai, K. 1969. Micromorphological studies on Andisols in Japan. Bull. Nat. Inst. Agric. Japan: 145-154.
Kosaka, J., Ch. Honda, and A. Izoki. 1962. Tranformation of humus in upland solis in Japan. Soil Sci. Plant Nutr. 8: 191-197.
Simonson, R.W. 1959. Outline of a generalized theory of soil genesis. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 23: 152-56.
Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.
Tan, K.H. 1965. The Andosols in Indonesia. Meeting on Volcanic Ash Soils, Rome. FAO Report No. 14: 30-35.
________. dan J. van Schuylenborgh, 1961. On the classifcation and genesis of soils developed over acid volcanic material under humid tropical conditions. Neth. J. Agric. Sci. 9: 41-54.
(10)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-4
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Aridisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Aridisol (Xerosol, Yermosol). 3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Xerosol,
2. Menyebutkan definisi Yermosol, 3. Menyebutkan definisi Aridisol,
4. Menjelaskan proses pembentukan Aridisol, 5. Menjelaskan klasifikasi Aridisol,
6. Menjelaskan pengelolaan Aridisol, dan 7. Menjelaskan penggunaan Aridisol. 4. Materi Ajar
1. Xerosol (FAO)
Xerosol (FAO) adalah tanah-tanah dengan epipedon okrik lemah & regim kelembaban aridik; dan tidak mempunyai permafrost sampai kedalaman 200 cm.
2. Yermosol (FAO)
Yermosol (FAO) adalah tanah-tanah sama dengan Xerosol tapi dengan epipedon okrik sangat lemah.
3. Aridisol (USDA)
Aridisol (USDA) adalah tanah-tanah yang kering > 6 bulan setiap tahun dan tidak mempunyai epipedon molik.
4. Proses pembentukan Aridisol
Proses pembentukan Aridisol adalah: (1) reaksi-reaksi kimia dan fisika yang terjadi pada tanah Aridisol sama dengan di daerah basah, tetapi jauh lebih lambat karena kurangnya air. Akibatnya tanah mempunyai sifat yang masih banyak menyerupai bahan induknya. Karena rendahnya pencucian maka tanah mempunyai kejenuhan basa tinggi. Mineral liat yang dominan umumnya jenis illit, yang berasal dari perubahan mika bahan induk. Di beberapa Aridisol ditemukan montmorillonit di bagian bawah profil tanah yang lebih kalkareus dan sedikit dilapuk, mungkin hasil kristalisasi dari larutan yang datang dari lapisan atas dalam lingkungan yang kaya Ca, (2) Aridisol teroksidasi dengan baik terlhat dari kandungan bahan organik yang rendah, dan tidak adanya pemindahan besi bebas. Aridisol yang ditemukan di daerah-daerah yang tua dan stabil mengandung horison
(11)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK argilik (subordo Argids). Karena iklim yang kering sehingga tidak ditemukannya horison pencucian liat (eluviasi). Liat telah terbentuk in situ (setempat). Selain itu kemungkinan juga ada sedikit proses lessivage. Teori lain menyebutkan bahwa horison argilik tersebut terbentuk akibat iklim purba (paleoclimate) yang lebih humid. Adanya proses pedoturbasi akibat mengembang dan mengkerutnya tanah telah menghilangkan beberapa horison yang telah ada, dan (3) pada beberapa Aridisol, di permukaan tanah sering ditemukan gravel pavement (lapisan kerikil di permukaan) yang mungkin dibentuk karena basah dan kering yang berulang-ulang. Kerikil-kerikil tersebut sering berwarna hitam karena diselaputi oleh Mn dan Fe-oksida, yang dsebut dengan desert va rnish (dari subgrup Petronodic).
5. Klasifikasi Aridisol
Klasifikasi Aridisol terdapat tujuh sub ordo dari Aridisol yang termasuk lahan kering (tidak dijumpai Aridisol lahan basah, karena terbentuk pada rejim kelembaban a ridic, yaitu iklim yang sangat kering dan panas atau sangat kering dan dingin) adalah Cryid, Salid, Durid, Gypsid, Argid, Calcid, dan Cambid (tanah-tanah ini tidak ditemukan di Indonesia).
6. Pengelolaan Aridisol
Pengelolaan Aridisol adalah Agar dapat diperoleh hasil yang baik dalam pemanfaatan tanah-tanah salin, maka diperlukan teknik dalam mengelola air irigasi dan menjaga agar tingkat kegaraman berada dalam batas yang tidak mengganggu tanaman. Keperluan air tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan tanaman saja, tetapi juga dibutuhkan untuk ameliorasi tanah dan mengurangi kegaraman tanah yang tinggi. Mengingat mutlaknya kebutuhan air dalam rangka pemanfaatan tanah-tanah salin, sedangkan air tersebut keberadaannya sangat langka, maka prospek pemanfaatan tanah ini kurang dapat diharapkan. Karena kesuburan tanah-tanah salin dinilai marginal bahkan tidak sesuai untuk lahan pertanian, maka biasanya digunakan sebagai padang pengembalaan alami yang tidak dikelola, dan juga sebagai usaha pembuatan garam. Menurut Arabia (2012) intensitas pengelolaan yang masih rendah juga disebabkan oleh taraf hidup masyarakat petani yang tinggal di daerah bergaram biasanya masih rendah. Pengelolaan tanah-tanah ini memerlukan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah tadi, hal ini menjadi penyebab mengapa intensitas pengelolaan tanahnya masih rendah.
7. Penggunaan Aridisol
Penggunaan Aridisol adalah Penggunaan tanah untuk pengembalaan juga terbatas pada pengembalaan musiman terutama daerah-daerah rendah yang terdiri dari Entisol (grea t group Torrifluvent). Secara kimia sebenarnya tanah-tanah salin kaya akan cadangan mineral, namun karena tingkat perkembangan pedogenesisnya belum lanjut, dan reaksi tanahnya alkalis maka unsur hara belum banyak tersedia bagi tanaman.
5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
(12)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK B. Kegiatan Perkuliahan Inti
Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan:
Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.
________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Nikiforoff, C.C. 1937. General trends of desert type of soil formation. Soil Sci. 43: 105-131.
(13)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-5
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Entisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Entisol (Tanah Bekas Tambang, Regosol, Tanah Aluvial, dan Litosol).
3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Arenosol (FAO),
2. Menyebutkan definisi Arent-USDA (Tanah Bekas Tambang), 3. Menyebutkan definisi Regosol (PPT),
4. Menyebutkan definisi Reghosol (FAO),
5. Menyebutkan definisi Psamment-USDA (Regosol) 6. Menyebutkan definisi Tanah Aluvial (PPT), 7. Menyebutkan definisi Fluvisol (FAO),
8. Menyebutkan definisi Fluvent-USDA (Aluvial) 9. Menyebutkan definisi Litosol (PPT),
10.Menyebutkan definisi Lithosol (FAO),
11.Menyebutkan definisi Orthent-USDA (Litosol) 12.Menyebutkan definisi Entisol (USDA),
13.Menjelaskan proses pembentukan Entisol, 14.Menjelaskan klasifikasi Entisol,
15.Menjelaskan pengelolaan Entisol, dan 16.Menjelaskan penggunaan Entisol. 4. Materi Ajar
1. Arenosol (FAO)
Arenosol (FAO) adalah tanah yang bertekstur kasar mengandung bahan albik sampai
kedalaman ≥ 50 cm; dan tidak mempunyai horison penciri lain (kecuali tertimbun ≥ 50
cm oleh bahan baru) selain epipedon okrik. 2. Arent-USDA (Tanah Bekas Tambang)
Arent-USDA (tanah bekas tambang) adalah Entisol yang mengandung ≥ 3% (volume) sisa-sisa horison penciri pada ≥ sub-horison antara 25 cm dan 1 m di bawah permukaan, dan sisa-sisa horison penciri tersebut tidak tersusun menurut aturan yang dikenal. Tidak ada gley atau karatan (drainase lebih baik dari Aquent); menunjukkan adanya sisa-sisa horison penciri di bawah horison Ap. Horison penciri tersebut sebagian besar telah rusak akibat pengolahan tanah yang terlalu dalam.
(14)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 3. Regosol (PPT)
Regosol (PPT) adalah tanah-tanah umumnya belum jelas membentuk diferensiasi horison, tetapi pada Regosol yang sudah berkembang sudah terbentuk horison A1 lemah berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum dan baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasanya kasar, kersai atau remah, konsistensi lepas sampai gembur dan pH 6 - 7. Umumnya tanah ini cukup mengandung unsur P dan K, tetapi kekurangan unsur N. 4. Reghosol (FAO)
Reghosol (FAO) adalah tanah-tanah tanpa horison lain (kecuali tertimbun ≥ 50 cm oleh bahan baru) selain epipedon okhrik.
5. Psamment-USDA (Regosol)
Psamment-USDA (Regosol) merupakan subordo dari Entisol yang bertekstur pasir dan tidak mempunyai fragmen batuan.
6. Tanah Aluvial (PPT)
Tanah Aluvial (PPT) adalah tanah-tanah dengan endapan aluvial atau koluvial muda atau agak muda dengan atau tanpa perkembangan profil lemah. Sifat tanah alluvial tergantung dari sifat bahan asal yang diendapkan.
7. Fluvisol (FAO)
Fluvisol (FAO) adalah tanah yang berkembang dari bahan iluvial baru dan tidak mempunyai horison penciri lain (kecuali tertimbun ≥ 50 cm oleh bahan baru) selain okrik, umbrik, histik, atau sulfurik.
8. Fluvent-USDA (Aluvial)
Fluvent-USDA (Alvial) adalah subordo Entisol dengan tekstur lebih halus dari pasir halus berlempung, kandungan bahan organik dalam profil tanah naik turun tidak teratur menurut kedalaman.
9. Litosol (PPT)
Litosol (PPT) adalah tanah-tanah yang terdapat di atas batuan keras, belum ada perkembangan profil, akibat erosi yang kuat. Ditemukan pada aneka bahan induk, iklim, dan ketinggian, umumnya di lereng curam.
10.Lithosol (FAO)
Lithosol (FAO) tanah dengan kedalaman sampai kebatuan <10 cm. 11.Orthent-USDA (Litosol)
Orthent-USDA (Litosol) adalah subordo Entisol dengan tekstur lebih halus dari pasir halus berlempung (drainase lebih baik dari Aquent), bahan organik menurun teratur dengan kedalaman.
12.Entisol (USDA)
Entisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai epipedon okrik, atau histik, atau albik, tetapi tidak mempunyai horison penciri lain.
13.Proses pembentukan Entisol
Proses pembentukan Entisol adalah: (1) iklim yang sangat kering, sehingga pelapukan dan reaksi-reaksi kimia berjalan sangat lambat, (2) erosi yang kuat, dapat menyebabkan bahan-bahan yang dierosikan lebih banyak dari yang dibentuk melalui proses pembentukan tanah, (3) pengendapan terus menerus, menyebabkan pembentukan horison lebih lambat dari pengendapan, (4) imobilisasi plasma tanah menjadi bahan-bahan inert, , (5) bahan induk sangat sukar dilapuk (inert) atau tidak permeabel, sehingga air sukar meresap dan reaksi tidak berjalan, (6) bahan induk yang tidak subur atau mengandung unsur-unsur beracun bagi tanaman atau organisme lain. Diferensiasi oleh bahan organik tidak dapat terjadi, (7) selalu jenuh air atau tergenang, menghambat perkembangan horison, (8) waktu yang singkat, belum memungkinkan perkembangan tanah, dan (9) perubahan yang drastis dari vegetasi.
14.Klasifikasi Entisol
(15)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK termasuk Wassent dan Aquent yang termasuk Entisol lahan basah) adalah Arent, Psamment, Fluvent, dan Orthent (semua subordo ini ditemukan di Indonesia).
15.Pengelolaan Entisol
Pengelolaan Entisol adalah: (1) lahan eks tambang juga dapat direklamasi untuk keperluan usaha pertanian seperti pertanian jagung, padi atau perladangan. Namun untuk reklamasi lahan tambang menjadi usaha pertanian, ada beberapa syarat yang cukup ketat harus dipenuhi mengingat ada potensi bahaya nutrisi dari lahan eks tambang, (2) masalah utama pada Regosol adalah daya menyimpan air dan unsur hara rendah, disebabkan tanahnya yang berpasir, sehingga perlu penambahan bahan organik untuk menjaga tanah tetap lembab, selain itu perlu penambahan pupuk, (3) dengan pembuatan jaringan irigasi Aluvial dapat ditanami padi, dan (4) Entisol yang terdapat di lereng curam atau berbatu-batu (Lithosol/Orthent), sebaik dibiarkan sebagai hutan untuk mencegah terjadinya erosi, dan banyak dijadikan sebagai daerah cagar alam.
16.Penggunaan Entisol
Penggunaan Entisol adalah: (1) tanah bekas tambang selain penanaman pohon cepat tumbuh akasia dan sengon, dapat pula dilakukan penanaman lahan dengan pohon asli daerah edemik, (2) di Florida, Amerika Serikat, perkebunan jeruk ditanami pada Entisol berpasir (Regosol/Psamments), (3) tanah Aluvial di Indonesia pada umumnya memberi hasil produksi padi) cukup baik (misalnya daerah: Karawang, Indramayu, dan delta Brantas), serta palawija dan tebu di Surabaya. Dapat pula digunakan untuk memelihara tambak perikanan, seperti: bandeng, gurame (Gresik, Tegal, Indramayu) cukup berproduksi dengan baik, (4) Di daerah subhumid, semi arid, dan arid tanah-tanah Litosol yang kurang subur banyak digunakan sebagai padang pengembalaan sapi atau kambing. 5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
(16)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.
_________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Dames, T.W.G. 1955. The soils of East Central Java. Ibid No. 141.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Simonson, R.W. 1959. Outline of a generalized theory of soil genesis. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 23: 152-56.
Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.
(17)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-6
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Inceptisol dan Mollisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium. 2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Inceptisol (Kambisol) dan Mollisol (Tanah Rendzina).
3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Kambisol, 2. Menyebutkan definisi Inceptisol, 3. Menyebutkan definisi tanah Rendzina, 4. Menyebutkan definisi Rendoll,
5. Menyebutkan definisi Mollisol,
6. Menjelaskan proses pembentukan Inceptisol, 7. Menjelaskan proses pembentukan Mollisol, 8. Menjelaskan klasifikasi Inceptisol,
9. Menjelaskan klasifikasi Mollisol, 10.Menjelaskan pengelolaan Inceptlisol 11.Menjelaskan pengelolaan Mollisol, 12.Menjelaskan penggunaan Inceptisol, dan 13.Menjelaskan penggunaan Mollisol. 4. Materi Ajar
1. Kambisol (PPT)
Kambisol (PPT) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison B kambik, atau horison A umbrik, atau molik; tanpa memperlihatkan gejala hidromorfik di dalam penampang 50 cm dari permukaan.
2. Inceptisol (USDA)
Inceptisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison salik atau epipedon histik, molik, plagen, umbrik, atau horison kambik,
3. Tanah Rendzina (PPT)
Tanah Rendzina (PPT) adalah tanah-tanah dengan lapisan atas berwarna kelabu tua sampai hitam, granuler, tekstur berat, lapisan bawah bahan berkapur, terutama mergel (batu kapur), pH netral-alkalis.
4. Rendoll-USDA (Rendzina)
Rendoll-USDA (Rendzina) adalah Mollisol dengan tebal epipedon molik < 50 cm dan terletak di atas bukit kapur, tidak ada horison argilik atau natrik.
(18)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 5. Mollisol (USDA)
Mollisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai epipedon molik dan KB pH 7 seluruh bagian solum tanah ≥ 50%. Mollisol terbentuk di bawah vegetasi rumput baik rumput rendah, sedang, atau tinggi. Penyebaran padang rumput (prairie) dipengaruhi oleh iklim, dengan curah hujan antara 300 - 1000 mm/tahun. Proses pembentukan tanah yang terpenting adalah melanisa si.
6. Proses pembentukan Inceptisol
Proses pembentukan Inceptisol adalah: (1) bahan induk yang sangat resisten, (2) posisi dalam landscape yang ekstrim, yaitu daerah curam (Fluventic Endoaquept) atau lembah, (3) permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut. 7. Proses pembentukan Mollisol
Proses pembentukan Mollisol adalah: (1) melanisasi, yaitu pembentukan warna kelam dari warna tanah mineral terang karena pencampuran bahan organik (seperti horison A₁), (2) selain itu dapat pula terjadi peristiwa mineralisasi yaitu pelepasan unsur-unsur (oksida-oksida) karena dekomposisi bahan organik. Pada melanisasi meliputi peristiwa penambahan bahan organik & mineral ke dalam tanah baik dalam bentuk padat, cair, atau gas; dan pemindahan bahan-bahan tanah dari satu lapisan ke lapisan lain, sedangkan pada mineralisasi terjadi perubahan bentuk bahan-bahan mineral atau organik di dalam tanah 8. Klasifikasi Inceptisol
Klasifikasi Inceptisol terdapat enam subordo dari Inceptisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquept yang termasuk Inceptisol lahan basah) adalah Ustept & Udept, serta Anthrept, Gelept, Cryept & Xerept (epipedon anthropic, rejim suhu gelic, cryic dan rejim kelembaban xeric tidak ditemukan di Indonesia).
9. Klasifikasi Mollisol
Klasifikasi Mollisol terdapat tujuh subordo dari Mollisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquoll yang termasuk Mollisol lahan basah) adalah Rendoll, Ustoll & Udoll, serta Alboll, Geloll, Cryoll & Xeroll (horison albic, rejim suhu gelic, cryic dan rejim kelembaban xeric tidak ditemukan di Indonesia).
10.Pengelolaan Inceptisol
Pengelolaan Inceptisol adalah yang berdrainase buruk (tanah Hidromorf Kelabu) dapat digunakan untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki.
11.Pengelolaan Mollisol
Pengelolaan Mollisol adalah di Indonesia, Mollisol umumnya ditemukan di daerah bukit kapur (tanah Rendzina/subordo Rendolls), karena solumnya dangkal sehingga penggunaannya terbatas. Tanah ini terbentuk di bawah vegetasi rumput (prairie), sehingga sering digunakan sebagai padang pengembalaan. Rendzina merupakan tanah yang subur dengan hanya sedikit sekali pencucian, sehingga kejenuhan basanya tinggi. Sebagian besar tanah telah diusahakan untuk pertanian.
12.Penggunaan Inceptisol
Penggunaan Inceptisol adalah untuk pertanian atau non-pertanian beraneka ragam. Daerah-daerah berlereng curam (Lithic Dystrudept) dapat digunakan untuk hutan, daerah rekreasi atau wildlife,
13.Penggunaan Mollisol
Penggunaan Mollisol adalah tanah yang subur dengan hanya sedikit sekali pencucian, sehingga kejenuhan basanya tinggi. Sebagian besar tanah telah diusahakan untuk pertanian. Di daerah Cornbelt Amerika Serikat, hampir seluruh tanahnya terdiri dari tanah Mollisol.
5. Metode/Strategi Pembelajaran
(19)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.
________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
________., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Res. Sta. No. 148. Bogor.
FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
(20)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK http://soils.cals.uidaho.edu/soilorders/mollisols_06.htm
Johnston, J.R. and H.O. Hill. 1944. A study of shrinking and swelling properties of Rendzina soils. Ibid. 9: 24-29.
Kotzmann, L.G. 1935. Genetic and chemical caharacteristics of Rendzina soils. Transact 3rd Inter. Congr. Soil Sci. Oxford 1: 296-297.
Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses tanggal 14 Sepember 2012.
Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.
Simonson, R.W. 1959. Outline of a generalized theory of soil genesis. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 23: 152-56.
Soepraptohardjo, M. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.
________________. 1961b. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penjelidikan Tanah. Kongr. Nas. Ilmu Tanah I. Seksi II No.9. Bogor.
Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.
(21)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-7
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Oxisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami & menjelaskan tentang Oxisol (Latosol Merah Kuning, tanah Laterit) 3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:
1. Menyebutkan definisi Latosol Merah Kuning, 2. Menyebutkan definisi tanah Laterit,
3. Menyebutkan definisi Oxisol,
4. Menjelaskan proses pembentukan Oxisol, 5. Menjelaskan klasifikasi Oxisol,
6. Menjelaskan pengelolaan Oxisol, dan 7. Menjelaskan penggunaan Oxisol. 4. Materi Ajar
1. Latosol Merah Kuning (PPT)
Latosol Merah Kuning (PPT) adalah tanah-tanah dengan diferensiasi horison dalam profil tanah, tidak ada gejala glei atau kurang jelas mencirikan, susunan horison profil tanah adalah A B dan C, tanah umumnya berwarna merah - coklat - kuning, seluruh atau hampir seluruh profil berwarna merah kuning coklat, struktur tanah umumnya tidak beragregat (berbutir tunggal atau pejal), konsistensi teguh, profil tanah biasanya dangkal. 2. Tanah Laterit (PPT)
Tanah Laterit (PPT) adalah tanah-tanah dengan perkembangan horison, yang mempunyai horison A, B, dan C, dan pada horison B penuh konkresi dan telah terjadi perubahan warna dan tekstur.
3. Oxisol (USDA)
Oxisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison oksik pada kedalaman 1.5 m dan tidak memiliki horison kandik.
4. Proses pembentukan Oxisol
Proses pembentukan Oxisol adalah: (1) desilikasi (pencucian silika), (2) feritisasi (akumulasi relatif besi bebas), (3) pembentukan plintit, (4) melanisasi dan humifikasi, (5) gleisasi, dan (6) pedoturbasi.
5. Klasifikasi Oxisol
Klasifikasi Oxisol adalah terdapat empat sub ordo dari Oxisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquox yang termasuk Oxisol lahan basah) adalah Ustox, Udox & Perox, serta Torrox (rejim kelembaban torric tidak ditemukan di Indonesia).
(22)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 6. Pengelolaan Oxisol
Pengelolaan Oxisol adalah dengan pengetahuan unsur P dan kapur merupakan faktor yang vital bagi pertumbuhan tanaman, maka ribuan hektar tanah di Brasilia telah dibuka untuk ditanami kedelai, gandum, jagung, dan kopi. Pengembangan daerah ini untuk pertanian didukung oleh struktur tanah yang baik dan bentuk daerah yang datar.
7. Penggunaan Oxisol
Penggunaan Oxisol adalah banyak digunakan untuk perladangan (shifting cultivation), pertanian subsisten, pengembalaan dengan intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif, seperti perkebunan tebu, nanas, pisang, dan kopi. Tanah ini mempunyai sifat-sifat khusus, sebagai berikut: cadangan unsur hara sangat rendah, kesuburan alami sangat rendah, kandungan Al dapat dipertukarkan tinggi, permeabilitas baik, tahan terhadap erosi. Walaupun demikian beberapa Oxisol, misalnya Eutrotorroxs atau Eutrustoxs mempunyai KB tinggi di seluruh profil.
5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
(23)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK Arabia, T. 2009. Karakteristik tanah sawah pada toposekuen berbahan induk volkanik di
daerah Bogor – Jakarta. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 202 hal.
_______., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses tanggal 14 Sepember 2012.
Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. John Wiley and Sons. New York.
Soepraptohardjo, M. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.
Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.
(24)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-8
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Spodosol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Spodosol (Podsol). 3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Podsol,
2. Menyebutkan definisi Spodosol,
3. Menjelaskan proses pembentukan Spodosol, 4. Menjelaskan klasifikasi Spodosol ,
5. Menjelaskan pengelolaan Spodosol, dan 6. Menjelaskan penggunaan Spodosol. 4. Materi Ajar
1. Podsol (PPT)
Podsol (PPT) adalah tanah-tanah dengan lapisan bahan organik (BO) kasar yang tinggi, di atas lapisan berpasir yang sangat tercuci dan berwarna kelabu pucat. Di bawahlapisan berpasir dalah horison berwarna coklat tua sampai kemerahan, yang merupakan horison iluviasi oksida besi dan BO, atau hanya BO. Berkembang dari bahan endapan bersilika, seperti pasir, lempung berpasir, batu pasir, atau tufa volkanik masam. Ditemukan pada aneka macam iklim dan ketinggian. Di Indonesia ditemukan pada ketinggian dari muka laut sampai 2000 m, dengan curah hujan 2500 - 3500 mm tahun-1.
2. Spodosol (USDA)
Spodosol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison spodik pada kedalaman < 2 m. Spodosol dapat terbentuk mulai di daerah dataran tinggi (contoh: di Dieng dan di pegunungan Papua) hingga ke dataran rendah. Terjadinya proses podsolisasi di dataran rendah disebabkan: (a) tanah pasir kuarsa yang sangat permeabel, (b) miskin basa, (c) curah hujan yang tinggi, dan (d) vegetasi yang tumbuh di atasnya memungkinkan terbentuknya humus asam karena berkadar basa rendah.
3. Proses pembentukan Spodosol
Proses pembentukan Spodosol adalah: (1) akumulasi bahan organik, (2) pencucian dan pemasaman, (3) pelapukan mineral, (4) pemindahan bahan organik (BO), Fe, Al (dan sedikit P, Mn, dan liat) dari horison A ke horison B, (5) immobilisasi Fe dan Al bersama-sama asam humik dan asam fulvik (dan liat) dan horison B, (6) pembentukan pellet dari selaput organik, (7) pengurangan bulk density, dan (8) pemadasan.
(25)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 4. Klasifikasi Spodosol
Klasifikasi Spodosol adalah terdapat empat sub ordo dari Spodosol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquod yang termasuk Spodosol lahan basah) adalah Humod dan Orthod, serta Gelod, & Cryod (rejim suhu gelic dan cryic tidak ditemukan di Indonesia). 5. Pengelolaan Spodosol
Pengelolaan Spodosol adalah merupakan tanah yang miskin unsur hara, umumnya berpasir, dan bersifat masam; sehingga perlu penambahan bahan organik, pemupukan, dan pengapuran. Di atas tanah ini tumbuh hutan kerangas ataupun tanaman berdaun jarum (conifera) (Arabia, 2012). Produktivitas Spodosol sangat rendah, sebaiknya tanah ini digunakan sebagai hutan, juga dapat digunakan sebagai daerah rumput ternak (pasture). Selain itu tanah ini miskin unsur hara, dengan tekstur pasir, maka pengelolaan tanah ini harus berhati-hati. Salah kelola menyebabkan malapetaka di masa yang akan datang.
6. Penggunaan Spodosol
Penggunaan Spodosol adalah banyak digunakan sebagai hutan, kecuali itu dapat juga digunakan sebagai daerah rumput ternak (pasture), rekreasi, daerah pertanian. Tanaman yang biasa ditanam adalah kentang, jagung, apel, strawberi, rasberi, dan lain-lain.
5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
(26)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.
________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Hardon, 1934. Podsol-profiles in the tropics. Natuurk. Tijdschr. 96 (1): 25-41.
Hole, F.D. and K.O. Schmude. 1959. Soil Survey of Oreader Country, Wisconsin. Univ of Wisconsin Geol. Nat. Hist. Sur. Bull. 82.
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Podzol.jpg.
http://eusoils.jrc.ec.europa.eu/projects/soil_atlas/pages/29. html. Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses tanggal 14 Sepember 2012.
Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.
Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.
(27)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-9
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Ultisol dan Vertisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium. 2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dan Vertisol (Grumosol).
3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:
1. Menyebutkan definisi Podsolik Merah Kuning, 2. Menyebutkan definisi Ultisol,
3. Menyebutkan definisi Grumosol, 4. Menyebutkan definisi Vertisol,
5. Menjelaskan proses pembentukan Ultisol, 6. Menjelaskan proses pembentukan Vertisol, 7. Menjelaskan klasifikasi Ultisol,
8. Menjelaskan klasifikasi Vertisol, 9. Menjelaskan pengelolaan Ultisol, 10.Menjelaskan pengelolaan Vertisol, 11.Menjelaskan penggunaan Ultisol, dan 12.Menjelaskan penggunaan Vertisol. 4. Materi Ajar
1. Podsolik Merah Kuning (PPT)
Podsolik Merah Kuning (PPT) adalah tanah-tanah yang sangat tercuci, lapisan atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan bawah merah atau kuning, terdapat akumulasi liat hingga tekstur relatif berat, struktur gumpal, permeabilitas rendah, stabilitas agregat rendah, BO rendah, kejenuhan basa rendah, pH rendah 4.2 - 4.8. Horison eluviasi tidak terlalu jelas. Bahan induk kadang-kadang mempunyai karatan kuning, merah dan abu-abu. Bahan induk adalah batuan endapan silika, napal, batu pasir, atau batu liat. Ditemukan pada ketinggian antara 50 - 350 m, iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500 - 3500 m.
2. Ultisol (USDA)
Ultisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison argilik dengan kejenuhan basa jumlah kation (KB BaCl2 TEA pH 8.2) < 35% pada kedalaman 1,8 m.
3. Grumosol (PPT)
(1)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 13.Proses Pembentukan Aquert
Proses Pembentukan Aquert salah satunya adalah Tanah ini berkembang pada tuff basaltik kuarter, membentuk solum hitam yang dalam, dengan pH tanah > 7.2, dan makin ke bawah pH-nya naik sampai 8.7 pada kedalaman 50 cm. Liat dalam lapisan garam mengalami dispersi. Tanah ini juga dijumpai di daerah Nusa Tenggara.
14.Klasifikasi Lahan Basah Berliat Tinggi Klasifikasi Lahan Basah Berliat Tinggi adalah
a. Klasifikasi Planosol adalah terdapat dua great group dari subordo Aqualf yaitu Albaqualf dan Fragiaqualf (merupakan lahan basah dan ditemukan di Indonesia). b. Klasifikasi Laterit Air Tanah adalah terdapat satu great group dari subordo Aquox
yaitu Plinthaquox (merupakan lahan basah dan ditemukan di Indonesia).
c. Klasifikasi Hidromorf Kelabu adalah terdapat enam great group dari subordo Aquult yaitu Plinthaquult, Fragiaquulut, Kandiaquult, Kanhaplaquult, Paleaquult, dan Umbraquult (merupakan lahan basah dan ditemukan di Indonesia).
d. Klasifikasi Grumosol Bergaram adalah terdapat dua great group dari subordo Aquert yaitu Salaqert dan Natraquert (merupakan lahan basah dan ditemukan di Indonesia).
15.Pengelolaan Lahan Basah Berliat Tinggi Pengelolaan Lahan Basah Berliat Tinggi adalah
a. Pengelolaan Planosol (Aqualf) di daerah Serang Banten, karena banyak mengandung liat biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan genteng.
b. Pengelolaan Laterit Air Tanah (Aquox) sering ditemui lapisan penghambat perakaran (padas), sehingga untuk dapat ditanami padas harus dibongkar dahulu. c. Pengelolaan Hidromorf Kelabu (Aquult) adalah karena bertekstur antara
lempung-liat, struktur gumpal-pejal, konsistensi teguh sekali atau lekat, pH antara 4.5-6 sehingga kesuburan tanahnya agak kurang.
d. Pengelolaan Grumosol Bergaram (Aquert) dengan mengatur drainase, irigasi & pengolahan tanah disertai pemupukan organik untuk memperbaiki struktur tanah, 16.Penggunaan Lahan Basah Berliat Tinggi
Penggunaan Lahan Basah Berliat Tinggi adalah a. Penggunaan Planosol sebagai areal persawahan.
b. Penggunaan Laterit Air Tanah dengan penambahan pupuk dan bahan organik cocok ditanami padi.
c. Penggunaan Hidromorf Kelabu dapat digunakan untuk tanaman padi, tetapi harus diberi pupuk. Biasanya jenis tanah ini dipergunakan untuk bahan genting dan bata. d. Penggunaan Grumosol Bergaram (Aquert) ini dapat memberi hasil kapas, padi,
tebu, dan berbagai tanaman perdagangan dataran rendah yang cukup baik. 5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
(2)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK B. Kegiatan Perkuliahan Inti
Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergnakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dn Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Dames, T.W.G. 1950. Margalite soils in Indonesia. 4th Inter. Congr. Soil Sci. 2:180-182. Darmawijaya, M.I. 1970. Hasil pemetaan tanah kebun-kebun PNP XVIII di lereng
Gunung Lawu. Ris. Pen. RRC Getas 1969.
_______________. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Res. Sta. No. 148. Bogor.
FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Ignatief, V. and H.J. Page. 1958. Efficient Use of Fertilizers. FAO. Rome. Kellog, Ch.E. 1949. Soil classification. Soil Sci. 67:77-80.
Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.
Soepraptohardjo, M. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.
________________. 1961b. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penjelidikan Tanah. Kongr. Nas. Ilmu Tanah I. Seksi II No.9. Bogor.
Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.
Triwayuni, I. 2011. Karakteristik dan klasifikasi tanah Hidromorf Kelabu yang disawahkan menurut sistem Taksonomi Tanah di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam. Banda Aceh.
(3)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.
Program Studi : S1 Ilmu Tanah
Kode Mata Kuliah : PIT-403
Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering
Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)
Kelas/Semester : ?/VII
Pertemuan : Ke-16
Alokasi Waktu : 100 menit
1. Standar Kompetensi
Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan & penggunaan tanah Lahan Basah lainnya (Aquand, Aquoll, dan Aquod). Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.
2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang tanah Lahan Basah lainnya (Aquand, Aquoll, dan Aquod).
3. Indikator
Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:
1. Menyebutkan definisi Andosol Dataran Rendah, 2. Menyebutkan definisi Aquand,
3. Menyebutkan definisi Prairie Soil, 4. Menyebutkan definisi Aquoll,
5. Menyebutkan definisi Podsol Air Tanah, 6. Menyebutkan definisi Aquod,
7. Menjelaskan proses pembentukan Tanah Lahan Basah Lainnya, 8. Menjelaskan klasifikasi Tanah Lahan Basah Lainnya,
9. Menjelaskan pengelolaan Tanah Lahan Basah Lainnya, dan 10.Menjelaskan penggunaan Tanah Lahan Basah Lainnya. 4. Materi Ajar
1. Andosol Dataran Rendah (Aquand)
Andosol dataran rendah (Aquand) terbentuk pada dataran rendah dengan iklim tropika basah, serta mempunyai rasio asam humat dan fulvat < 0.2. Di Sumatera Utara, Andosol dataran rendah terbentuk di daerah dataran di kaki gunung Sibayak.
2. Aquand
Aquand adalah Andisol yang sering jenuh air; ≥ 2% terdiri dari karatan atau konkresi Fe -Mn (redox concentration); atau tanah diominasi oleh warna dengan kroma rendah (≤ 2); atau cukup banyak mengandung beri fero aktif yang memberi reaksi positif terhadap uji α ἀ dipiridil.
3. Tanah Prairie (Aquoll)
Tanah Prairie (Aquoll) adalah tanah-tanah dengan perkembangan horison, yang mempunyai horison A, B, dan C, mempunyai horison B kapur dan telah terjadi perubahan warna dan tekstur. Horison permukaan berwarna hitam atau coklat sangat kelam, karena banyak bahan organik, dengan struktur granuler yang halus, kemudian horison berwarna coklat yang bertekstur lebih berat dan sedikit mengandung bahan organik. Horison A mencirikan pengaruh iklim semiarid, sedangkan horison B mencirikan pengaruh iklim
(4)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK humid. Tanah Prairie umumnya berkembang di bawah pengaruh curah hujan yang tinggi, tetapi dengan musim kemarau yang tegas. Penyebaran bahan organik ke arah vertikal lebih merata dan berangsur-angsur, tanah ini tersebar di daerah beriklim semi-arid dan sub-humid, terdapat di Nusa Tenggara, antara lain di Sumba, Sumbawa, Flores & Timor. 4. Aquoll
Aquoll adalah salah satu subordo Mollisol yang sering jenuh air. 5. Podsol Air Tanah (Aquod)
Podsol Air Tanah (Aquod) yang dipengaruhi oleh air tanah dan pasir (Endoaquod/ Spodosol yang dipengaruhi air tanah, atau Arenic Alaquod/Spodosol yang dipengaruhi air dan berpasir), terbentuk karena pengaruh air tanah, dan mempunyai sifat hidromorfik. Penyebarannya di Indonesia terdapat di daerah cekungan/dataran rendah Kalimantan. 6. Aquod
Aquod adalah Spodosol yang jenuh air. Bila drainase diperbaiki, masih ditemukan horison histik; atau karatan di horison albik/spodik; atau duripan di horison albik.
7. Proses Pembentukan Tanah Lahan Basah Lainnya
a. Proses pembentukan Andosol Dataran Rendah (Aquand)
Proses pembentukan Andosol dataran rendah (Aquand) adalah tanah yang berkembang dari abu volkanik di Sumatera Utara berasal dari bahan induk yang bersifat lebih masam, yaitu liparitik, dasitik, dan andesitik. Semenjak awal kuarter di Sumatera Utara telah terjadi empat periode aktivitas volkanik. Selama aktivitas volkanik periode pertama, bahan volkanik liparitik setebal 50 cm telah menimbuni areal seluas 20.000 km2, dan kemudian tanah-tanah tersebut mengalami erosi dan disedimentasikan di dataran rendah. Pada periode kedua dan ketiga, bahan dasitik dikeluarkan berupa aliran lahar (mud flows) melalui celah-celah yang terbentuk pada letusan (erupsi) yang pertama. Sedangkan pada periode keempat aktivitas volkanik mengeluarkan bahan-bahan andesitik-dasitik dan kuarsa halus. Andosol yang terdapat di sekitar Medan terjadi pada suhu 26 °C dan total curah hujan tahunan sebesar 2000-3500 mm, tanpa bulan kering.
b. Faktor pembentukan tanah Prairie (Aquoll)
Faktor pembentukan tanah Prairie (Aquoll) adalah terutama oleh faktor biologi (vegetasi rumput). Proses pembentukan tanah yang terpenting adalah melanisasi, yaitu proses pembentukan tanah berwarna gelap karena penambahan bahan organik, yang merupakan kumpulan dari beberapa proses, yaitu: (1) prolifirasi akar-akar rumput, yaitu penyebaran akar-akar ke dalam profil tanah, (2) pelapukan bahan organik di dalam tanah membentuk senyawa-senyawa yang stabil dan berwarna gelap (polisakarida dan liat), (3) pencampuran bahan organik dan bahan mineral tanah karena kegiatan organisme seperti cacing, semut, rodent, dan lain-lain, sehingga membentuk kompleks mineral organik yang berwarna kelam, krotovinas, atau gundukan-gundukan (mound), (4) eluviasi dan iluviasi koloid organik dan beberapa koloid mineral melalui rongga-rongga tanah, sehingga terdapat selaput bahan organik yang berwarna hitam di sekeliling struktur tanah, dan (5) pembentukan senyawa ligno-protein yang resisten sehingga warna tanah menjadi hitam meskipun telah lama digunakan untuk pertanian.
c. Faktor pembentukan Podsol Air Tanah (Aquod)
Faktor pembentukan Podsol Air Tanah (Aquod) adalah terjadinya proses podsolisasi, yaitu pemindahan Al dan Fe dan atau bahan organik secara kimia, sehingga Si tertinggal dan meningkat konsentrasinya pada lapisan eluviasi. Di sini terjadi dua proses pembentukan tanah, meliputi: (1) pemindahan bahan-bahan dalam hal ini Al/Fe dan bahan organik dari satu lapisan (horison A) ke lapisan lain (horison B); dan (2) perubahan bentuk bahan-bahan mineral tersebut di dalam tanah. Sedangkan pada tanah Podsolik terjadi proses iluviasi, yaitu penimbunan bahan-bahan tanah dalam hal
(5)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK ini liat dari suatu horison ke horison yang lain. Dua aspek dari iluviasi adalah
translokasi dan immobilisasi. 8. Klasifikasi Lahan Basah Lainnya
a. Klasifikasi Andosol Dataran Rendah adalah terdapat delapan great group dari subordo Aquand yaitu Gelaquand, Cryaquand, Placaquand, Duraquand, Vitraquand, Melanaquand, Epiaquand, dan Endoaquand (merupakan lahan basah dan ditemukan di Indonesia).
b. Klasifikasi tanah Prairie adalah terdapat satu great group dari subordo Aquoll yaitu Argiaquoll.
c. Klasifikasi Podsol Air Tanah adalah terdapat dua great group dari subordo Aquod yaitu Alaquod dan Endoaquod.
9. Pengelolaan Lahan Basah Lainnya
a. Pengelolaan Andisol Dataran Rendah yang ada di Indonesia saat ini adalah digunakan untuk budidaya pertanian tanaman hortikultura, perkebunan, dan hutan. Andisol yang berkembang di daerah datar (Aquand) dan daerah miring yang diteraskan sudah diusahakan untuk bercocok tanam padi, palawija, dan kelapa sawit. Sedangkan yang berada di daerah tinggi umumnya digunakan untuk perkebunan kopi, teh, sayuran, dan berupa kawasan hutan lindung. Hortikultura yang diusahakan pada Andisol antara lain berupa tanaman kentang, wortel, dan apel.
b. Pengelolaan Tanah Prairie (Aquoll) merupakan tanah yang subur dengan hanya sedikit pencucian, sehingga kejenuhan basanya tinggi, selain itu bahan organiknya juga tinggi. Sebagian besar tanah telah diusahakan untuk pertanian.
c. Pengelolaan Podsol Air Tanah faktor penghambat utama Aquod untuk pengelolaan pertanian adalah tanah yang berpasir, sehingga kekurangan air dan daya dukung air rendah, sehingga perlu adanya cara untuk mengubah daya dukung air menjadi lebih tersedia bagi tanah, yaitu dengan pemberian mulsa organik atau dengan pemberian “polymer” atau soil conditioner. Pemberian polimer “vinyl chloride film” pada
penanaman jeruk lemon di Thailand dapat menghasilkan buah yang banyak. 10.Penggunaan Lahan Basah Lainnya
a. Penggunaan Andisol Dataran Rendah di Sumatera, dikenal sebagai tanah yang cocok untuk tanaman tembakau. Karena itu di Deli yang didominasi Andisol, terkenal sebagai sentra produksi tembakau di Indonesia. Demikian pula di Temanggung (Jawa Tengah), budidaya tembakau pada Andisol merupakan usaha pertanian yang diidolakan petani.
b. Penggunaan Tanah Prairie terbentuk di bawah vegetasi rumput (prairie), sehingga sering digunakan sebagai padang pengembalaan.
c. Penggunaan Podsol Air Tanah potensi untuk pertanian rendah, pertumbuhan kembali bila vegetasi ditebang sangat lambat. Tanaman yang mungkin ditanami adalah: sayur-sayuran, nenas, jambu mente, atau kelapa, sebaiknya tetap dihutankan atau ditanami tanaman pinus. Pada Orthic Podzol meskipun potensi untuk pertanian rendah, di Bangka ditanami lada memberikan hasil baik.
5. Metode/Strategi Pembelajaran
Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah
2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan
6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan
(6)
Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.
B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:
1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis
2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi
4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi
Mahasiswa:
1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas
3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi
C. Kegiatan Akhir
Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar
A. Alat/Media
Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor
2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop
4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan
Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
________., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Syiah Kuala University Press. Darussalam-Banda Aceh.
Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.
Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Desaunettes, J.R. 1977. Catalogue Landforms for Indonesia, Examples of a Physiographic Approach to Land Evaluation for Agricultural Development. Prepared for the Land Capability Appraisal Project at the Soil Research Institute, Bogor. Indonesia. Trust Fund of the Government of Indonesia – FAO.
Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Res. Sta. No. 148. Bogor.
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Andisol_profile.jpg.
http://soils.cals.uidaho.edu/soilorders/mollisols_05.htm http://soils.cals.uidaho.edu/soilorders/mollisols_16.htm
http://www.statlab.iastate.edu/soils/photogal/orders/soiord. htm
Kyuma, K. dan P. Vijarnsorn. 1992. Distribution and inherent characteristics of soils in the coastal lowlands in insular Southeast Asia. In: Coastal lowland ecosystems in Southern Thailand and Malaysia. Edited: K. Kyuma, P. Vijarnsorn, and A. Zakaria. Marbut, C.F. 1935. Soils of the United States. USDA Adv. Sheet No. 8.
Munir, M. 1996. Tanah-tanah Utama Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Malang.
Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses 14 September 2012.
Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.
Soepraptohardjo, M. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.