9th Meeting Of The COP

LAPORAN HASIL PERTEMUAN THE 9TH MEETING OF THE CONFERENCE
OF THE CONTRACTING PARTIES TO THE CONVENTION
ON BIOLOGICAL DIVERSITY
BONN, JERMAN 2008

I.

PENDAHULUAN

Sidang ke-9 Conf erence of t he Part ies (COP) diselenggarakan di Hot el Marit im, Bonn Jerman
pada t anggal 19-30 Mei 2008.
Dihadiri sekit ar 4000 pesert a dari unsur pemerint ah, swast a, para pakar, wakil organisasi
int ernasional, prakt isi, wakil masyarakat sert a LSM,
dengan t uj uan unt uk mewuj udkan
kesepakat an at as t arget biodiverist y 2010: yakni mendorong upaya bersama bagi pengurangan
hilangnya keanekaragaman hayat i yang nyat a hingga t ahun 2010, khususnya dalam dukungan
pengurangan kemiskinan sesuai dengan t uj uan pembangunan millenium.
Delegasi Indonesia t erdiri dari unsur Pemerint ah (Depart emen Kehut anan, Depart emen Luar
Negeri, Depart emen Pert anian, Depart emen Kelaut an dan Perikanan, LIPI) dan LSM (TNC, WWF,
Kehat i) dengan Ket ua Delri Deput i Bidang Peningkat an Konservasi SDA dan Pengendalian
Kerusakan Lingkungan, Kement erian Lingkungan Hidup. Delegasi Depart emen Kehut anan t erdiri

dari: Ir. Darori MM (Dirj en PHKA), Dr. Ir. Tonny Soehart ono (Dir KKH), Ir. Noor Hidayat , M. Sc.
(Dir KK), Dr. Samedi (Kasubdit KPA&TB) dan Drh. Indra Exploit asia (Kasie Non-CITES Dit . KKH).
COP-9 CBD dibuka secara resmi oleh Ambassador Raymundo Rocha Magno dari Brazil mewakili
Presiden COP-8 pada t anggal 19 Mei 2008. Pert emuan t elah memilih Ment eri Lingkungan Hidup
Jerman, Sigmar Gabriel sebagai Presiden COP-9 dan Mary Fosi sebagai Rapport eur.
Sidang COP9 membahas t opik priorit as:











Agr i cul t ur al bi odi ver si t y
Gl obal st r at egy f or pl ant conser vat i on
Invasi ve al i en species

For est bi odiver si t y
Incent i ve measur es,
Ecosyst em appr oach
Prot ect ed Areas

Pr ogr ess i n t he i mpl ement at i on of t he st r at egi c pl an and pr ogr ess t owar ds t he 2010
t ar get and r el evant Mi l l enni um Devel opment Goal s (MDGs)
Fi nanci al Resour ces and t he Fi nancial Mechanism .

II.

1.

Hasil pertemuan

Pert emuan membent uk 2 working group, masing-masing diket uai Maria Mbengashe (Af sel)
sebagai chair dari working group I sert a Chweewan Hut acharem (Thailand) chair working
group 2. WG 1 membahas isu-isu ant ara lain Global St rat egy f or Plant Conservat ion, Island
biodiversit y Forest biodiversit y, Biodiversit y and change, Global t axonomy init iat ive,
Biodiversit y of Marine and Coast al Area, Agricult ure biodiversit y (including biof uels),


Incent ive measures, Invasive alien species dan Prot ect ed areas. Sedangkan WG 2 membahas
isu-isu Progress in t he implement at ion of t he St rat egic Plan and t owards t he 2010 t arget
and relevant Millennium Development , Goals Art icle 8 (j ) and relat ed provisions, Access
and Benef it -Sharing, Financial Resources and Financial Mechanism
2.

3.

Pembahasan di kedua working group diisi dengan penyampaian pandangan umum Negara
pihak, organisasi int ernasional, NGO yang kemudian disarikan oleh Chair wg menj adi
rancangan keput usan COP-9 dan pembent ukan cont act group dan mekanisme f riends of t he
chair. Cont act groups dan f riends of t he chair adalah unt uk isu ABS, agricult ure
biodiversit y, f orest biodiversit y dan art icle 8 (j ) and relat ed provisions, f inancial
mechanism.
Hasil sidang secara kesuluruhan mengadopsi dan “ Bonn Roadmap” yait u negosiasi
int ernasional rej im t ent ang access and benef it -sharing (ABS); adopsi krit eria ilmiah dan
pedoman unt uk kawasan perairan yang membut uhkan perlindungan;
37 keput usan
t ermasuk adopsi st rat egi mobilisasi sumber pendanaan, keput usan biodiversit y and climat e

change, f orest biodiversit y, prot ect ed areas, dan kesepakat an t ent ang biof uels kecuali
adopsi crit eria berkelanj ut an produksi dan konsumsi biof uel.

Global Strategy for Plant Conservation (GSPC).

Pembahasan didasarkan pada rekomendasi SBSTTA-13 t ent ang kaj ian GSPC. Negara berkembang
umumnya menggarisbawahi pent ingnya dukungan pendanaan dan t eknis dalam pengembangan
st rat egi t ersebut .
Delri menyampaikan bahwa GSPC memiliki art i pent ing sebagai
kerangka kerj a unt uk
harmonisasi berbagai inisiat if dan program dalam konservasi t anaman di t ingkat nasional
maupun regional. Delri j uga menyampaikan Indonesia t elah melakukan berbagai langkah yang
selaras dengan GSPC.

Agriculture biodiversity.

Pembahasan isu ini didasarkan draf t decision mengenai programme kerj a agricult ure
biodiversit y, rekomendasi SBSTTA-13 dan laporan Sekret aris Eksekut if mengenai dampak
biof uel t erhadap keanekaragaman hayat i. Terkait dengan program kerj a, delegasi umumnya
menyambut baik dan mendorong peningkat an kerj asama dengan FAO. Pembahasan t erf okus

pada isu biof uel yang diwarnai oleh berbagai int ervensi t erut ama oleh negara-negara
berkembang.
EU menekankan pent ingnya produksi biof uel yang dilaksanakan secara berkelanj ut an dan
mengusulkan pembent ukan Ad-hoc t echnical expert group (AHTEG) unt uk mengembangkan
pedoman (guidelines) bagi produksi biof uel. Sedangkan kelompok negara-negara Arab
mengkait kan biof uel dengan f ood securit y. Brazil t elah menyampaikan pent ingnya kont ribusi
produksi biof uel bagi pembangunan berkelanj ut an, keamananan energi dan ket ahanan pangan
sert a pencapaian t uj uan MDGs. Part ies pada prinsipnya menyadari perlunya upaya unt uk
meningkat kan dampak posit if dan mengurangi dampak negat if dari produksi dan konsumsi
biof uel.
Delri dalam int ervensinya t elah menyampaikan dukungannya t erhadap program kerj a
agricult ure biodiversit y dan pembent ukan AHTEG unt uk mengkaj i dampak biof uel t erhadap
keanekaragaman hayat i pert anian sert a upaya-upaya yang t elah dilakukan t erkait dengan
konservasi agricult ure biodiversit y. Terkait dengan isu agricult ure biodiversit y dan biof uel Delri
menyampaikan berbagai kebij akan dan upaya yang dilakukan unt uk melaksanakan produksi
biof uel secara berkelanj ut an.

Isu lainnnya adalah ruang lingkup program kerj a agricult ural biodiversit y, dimana EU
mengusulkan int erlinkages ant ara program kerj a agricult ure biodiversit y dan f orest
biodiversit y. EU mengusulkan agar isu biof uel diperluas hingga mencakup isu bioenergy dan

biomass product ion. EU j uga mengusulkan unt uk membent uk Ad-hoc Technical Expert Group
guna mengkaj i isu biof uel dan memf asilit asi pembent ukan draf t awal dari guidelines f or
biof uel. Dalam paket usulan dari EU ini, j uga diusulkan unt uk meneruskan isu biof uel ke SBSTTA
dan COP 10. Usulan ini kembali didukung oleh kelompok negara Af rika. Sert a dit ent ang oleh
Brazil. Unt uk menyelesaikan perdebat an t ersebut Presiden COP-9 menunj uk Ment eri Lingkungan
Swedia dan Dut a Besar Brazil unt uk membant u memimpin j alannya negosiasi. Namun sampai
dengan hari ke 11 konf erensi para pihak kedua isu t ersebut belum dapat mencapai
kesepakat an. Pada akhirnya disepakat i “ balance pakcage” unt uk mengat asi perbedaan
t ersebut . Kompromi t ersebut adalah dengan menghilangkan penyusunan guidelines produksi
dan penggunaan biof uel secara berkelanj ut an, membat alkan pembent ukan AHTEG yang semula
direncanakan unt uk menyusun guideline dan memisahkan isu biof uel menj adi dokumen
t ersendiri namun masih dalam kerangka isu agricult ure biodiversit y.

Forest Biodiversity.

Pembahasan didasarkan pada rekomendasi SBSTTA-13 mengenai Ad-hoc Technical Expert
Group (AHTEG) unt uk mengkaj i implement asi program kerj a f orest biodiversit y. Beberapa
negara berkembang menekankan pent ingnya dukungan capacit y building dari negara-negara
maj u unt uk imlement asi program kerj a f orest biodiversit y. Beberapa isu pent ing dalam
pembahasan f orest biodiversit y ant ara lain penyediaan dana-nana baru dan t ambahan (new

and addit ional) unt uk pembiayaan program of works mengenai f orest biodiversit y.
Dalam int ervensinya, Delri menekankan pent ingnya f orest governance dan penegakan hukum
dalam melakukan upaya perlindungan keanekaragaman hayat i hut an. Selain it u Delri j uga
menyampaikan pent ingnya penguat an kerj asama ant ara berbagai organisasi int ernasional
t ermasuk inisiat if -inisiat if di t ingkat regional t erut ama dalam rangka sist em rant ai perdagangan
(chain cust ody syst em) unt uk mencegah t indakan-t indakan illegal t ermasuk t erkait
perdagangan keanekaragaman hayat i hut an.
Pada akhir sidang, unt uk f or est bi odiver si t y, t elah dicapai kesepakat an yang menj adi usulan
Indonesia yait u mencant umkan chai n-cust ody syst em yang t erkait dengan issue penegakan
hukum t indakan-t indakan illegal dan perdagangan keanekaragaman hayat i hut an (t ermasuk
sumberdaya kayu dan hidupan liar) kedalam draf t keput usan yang pada awalnya mendapat
t ent angan dari Malaysia dan Brazil. Terkait dengan issu gover nance sidang t elah menyepakat i
agar Negara anggot a melaksanakan sust ai nabl e f or est management melalui syst em perij inan
dan vol unt ar y cer t i f icat ion. Selain hal t ersebut , j uga dicapai kesepakat an mengenai genet i c
modi f ied t r ees (gmt ) dimana Indonesia mengusulkan agar pelepasan gmt mengikut i prinsip
kehat i-hat ian ( pr ecaut i onar y pr i nci pl e), dan sidang memut uskan agar gmt dapat dilepas
set elah dilakukan st udi kaj ian resiko ( r i sk assessment ) dengan melakukan penelit ian t erlebih
dahulu pada t empat t ert ut up sehingga t idak dimungkinkan t erj adinya dampak negat if t erhadap
keanekaragaman hayat i hut an, t ermasuk t erj adinya cr oss-pol l i nat i on dari gmt ke j enis-j enis
set empat . Negara pihak j uga dimint a unt uk mengembangkan penget ahuan dan t ools

pembayaran j asa lingkungan (PES) sert a menangani dampak negat if dari penggunaan langsung
maupun t idak langsung penggunaan biomass t erut ama oleh indust ri skala besar .

Incentive Measures.

Pembahasan isu ini berdasarkan pada review program kerj a dalam rekomendasi SBSTTA-13.
Delri menyampaikan bahwa Indonesia t elah melaksanakan pemberian insent if baik berupa
f inancial (monet ar y) maupun penghargaan (non monet ar y) pada sekt or lingkungan hidup,
kehut anan, pert anian dan
perikanan. Delri j uga memint a
Eksekut if Sekret aris unt uk
melakukan kaj ian mengenai upaya-upaya pemberian insent if yang t elah dit erapkan di berbagai
negara sert a mendukung adanya Terms of Ref erence (TOR) t ent ang cara monit oring yang dapat
mendukung implement asi perangkat valuasi dan i ncent i ve measur es yang posit if yang t elah
disediakan oleh Sekret ariat CBD.
Protected Area

Pembahasan isu ini ut amanya t erkait dengan pendanaan (new and addit ional) unt uk membiayai
program kerj a prot ect ed areas. Negara-negara berkembang memint a negara-negara maj u unt uk
menambah pendanaan (new and addit ional) unt uk pembiayaan program kerj a t ersebut . Unt uk

mengat asi masalah t ersebut , negara pihak dimint a unt uk unt uk mencari peluang pendanaan
unt uk ef ekt if it as pengelolaan PA dalam upaya mengat asi perubahan iklim t ermasuk mit igasi
dan adapt asi.
Isu lainnya t erkait dengan usulan NGO “ Indigenous f orum” yang mengusulkan agar dalam
melaksanakan konservasi dan pengembangan kegiat an dari prot ect ed areas, selain harus sesuai
dengan hukum nasional dan int ernasional j uga harus sesuai dengan hukum kebiasaan
“ cust omary law” . Delri mengaj ukan keberat an dan menyampaikan bahwa Indonesia t idak
mempunyai hukum kebiasaan yang t ert ulis. Banyaknya masyarakat adat di Indonesia j uga akan
menyulit kan unt uk menent ukan hukum kebiasaan mana yang akan berlaku. Keberat an Delri
didukung oleh Brazil, Selandia Baru dan Kanada. Pada pembahasan berikut nya disepakat i
kalimat dalam paragraf menj adi “ where applicable t aking int o account indigenous and local
communit ies’ own management syst ems and cust omary use” .
Selain it u, t elah disepakat i agar Negara-negara anggot a melakukan analisis gap ket erwakilan
ekologis ( ecol ogi cal gap anal ysi s) kawasan konservasi sebelum t ahun 2009, dan dihimbau unt uk
menet apkan kawasan-kawasan konservasi baru dari hasil analisis gap t ersebut . Mengenai
pembiayaan t erhadap penet apan dan pengelolaan kawasan konservasi, beberapa Negara maj u
yang t ergabung dalam G8 masih keberat an t erhadap t eks yang mengundang Negara maj u
menyiapkan dana t ambahan baru unt uk biaya penet apan kawasan konservasi baru dan
pengeloaan ef ekt if kawasan konservasi. Selain it u Negara-negara anggot a didesak unt uk
melaksanakan pr ogr am of wor k on pr ot ect ed ar eas (program kerj a) secara konsist en agar

sesuai dengan t arget yang t elah dit et apkan.
Invasive Alien Species (IAS)

Dasar pembahasan isu ini adalah rekomendasi SBSTTA-13 mengenai “ In-dept h review of Invasive
Alien Species (IAS) yang disiapkan Sekret aris Eksekut if . Negara-negara pihak menyampaikan
beberapa hal pent ing t erkait penanggulangan penyebaran IAS, ant ara lain akses inf ormasi dan
pert ukaran inf ormasi sert a capacit y building.
Delri menyampaikan pandangan mengenai dibut uhkannya peningkat an kerj asama yang lebih
erat dengan negara-negara pihak, Sekret ariat CBD dan organisasi int enasional lainnya t erut ama
FAO unt uk mengat asi isu IAS. Delri j uga mengusulkan adanya kerj asama peningkat an kapasit as
dan bant uan t eknik t erut ama dalam hal ident if ikasi i nvasi ve al i en speci es. Terkait dengan isu
import risk assessment , Delri menekankan pent ingnya unt uk mempert imbangkan keadaan dari
suat u negara dalam menyusun i mpor t r i sk assessment t erut ama unt uk spesies-spesies yang
diperdagangkan.

Biodiversity in marine and coastal areas

Pembahasan isu ini didasari pada rekomendasi SBSTTA -13 mengenai Opt ions f or pr event i ng
and mi t igat ing t he i mpact s of some act i vi t i es t o sel ect ed seabed habi t at s, and sci ent i f i c and
ecol ogi cal cr i t er i a f or mar i ne ar eas i n need of pr ot ect i on and bi ogeogr aphi c cl assi f i cat i on

syst ems.
Dalam kesempat an ini, Delri menekankan pent ingnya unt uk mengacu pada UNCLOS 1982 dalam
pembahasan isu konservasi dan pemanf aat an secara berkelanj ut an keanekaragaman hayat i
dalam kont eks marine and coast al areas.
Delri j uga mendukung adanya kerj asama
int ernasional dan regional dalam rangka konservasi dan pemanf aat an berkelanj ut an at as
wilayah-wilayah laut yang berada di luar wilayah yurisdiksi nasional sert a menekankan
pent ingnya kerj asama dalam rangka peningkat an kapasit as dan bant uan t eknik.
Dalam pembahasan mengenai implement asi dari annex I, II dan III dari draf t decision mengenai
krit eria-krit eria unt uk menent ukan wilayah laut yang membut uhkan perlindungan di open
ocean wat er and deep-sea habit at , Brazil menyampaikan keberat annya unt uk membuat
j aringan marine prot ect ed areas (MPAs) di luar wilayah yurisdiksi negara. Sebagai kompromi
disepakat i bahwa hasil kerj asama pembent ukan j aringan MPAs di luar wilayah yurisdiksi negara
akan dikonsult asikan kepada Maj elis Umum PBB unt uk membant u membuat keput usan t erkait
hal t ersebut .
Isu lainnya adalah mengenai pembent ukan expert workshop dalam lingkup regional, sekt oral,
dan organisasi int ernasional t erkait yang akan membahas mengenai hasil-hasil “ best pract ices” .
Expert workshop ini akan menghasilkan suat u rekomendasi kepada SBSTTA. Keberat an
mengenai hal t ersebut dat ang dari Iceland yang menginginkan pembent ukan expert workshop
hanya pada lingkup regional. Kesepakat an yang dapat dicapai adalah menambahkan kalimat
pada akhir paragraf yang pada int inya bahwa expert workshop ini t idak akan membahas
mengenai pengelolaan dari MPAs.
Terkait permasalahan def inisi “ open ocean wat ers and deep-sea habit at ” Delri t elah
mengaj ukan usulan unt uk membuat f oot not e yang dapat dij adikan ref erensi. Usulan Delri
t ersebut dapat dit erima langsung oleh chairperson working group dan semua negara pihak.

Biodiversity and Climate Change

Pembahasan berdasarkan pada rekomendasi SBSTTA- 13 t erkait sinergi ket iga konvensi Rio,
yait u CBD, UNFCCC dan UNCCD. Pada umumnya negara pihak mendukung adanya sinergi ant ara
ket iga Konvensi Rio. Isu lainnya yang mengemuka adalah isu ocean f ert ilizat ion. Beberapa
negara pihak menyampaikan pent ingnya menerapkan prinsip kehat i-hat ian ( pr ecaut ionar y
pr i nci pl e) t erhadap ocean f er t i l i zat i on. Sedangkan beberapa negara berkembang memint a
morat orium ocean f er t i l i zat i on.

Access and Benefit Sharing

Isu ABS merupakan salah sat u isu ut ama, yang dibahas pada Access dan benef it sharing
mencakup rencana proses pembahasan int ernat ional regime on access and benef it sharing (ABS)
sampai dengan COP 10 CBD t ahun 2010; Pembiayaan unt uk mendukung proses pembahasan
int ernat ional regime on ABS; Basis negosiasi int ernat ional regime on ABS yang akan mengacu
pada hasil working group on access and benef it sharing ke-6 di Jenewa, Januari 2008; sert a isu
subst ansi dari int ernat ional regime on ABS. Pembahasan mengacu pada mandat Presiden COP-9
yang menekankan bahwa COP 9 CBD harus dapat menghasilkan prosedur dan mandat yang j elas
dari penyelesaian pembahasan int ernasional regime on Access and Benef it Sharing.

Articel 8 (j ) and related provisions

Sebagian Negara pihak menekankan perlunya kerj asama ant ara Ad Hoc Open Ended Working
Group on Art ikel 8 (j ) dan Ad Hoc Open Ended Working Group on ABS dan kedua pert emuan
t ersebut dapat dilakukan secara back t o back. Selain it u, pert emuan t ersebut j uga membahas
beberapa isu pent ing, yait u Composit e report on st at us dan t rends regarding t radit ional
knowledge t erkait dengan konservasi dan pemanf aat an keanekaragaman hayat i secara
berkelanj ut an, pedoman unt uk dokument asi penget ahuan t radisional sert a mekanisme
part isipasi indigenous dan local communit ies dalam proses konvensi.
Dalam int ervensinya, Delri menekankan bahwa Sekret ariat CBD perlu memf asilit asi Working
group on Tradiot ional Knowledge (TK) unt uk melakukan ident if ikasi ancaman t erhadap hak
pemilik penget ahuan t radisional dari dokument asi TK dan mengusulkan perlu adanya kerj asama
dengan organisasi int ernasional t erkait lainnya, sepert i WIPO. Selain it u, delri j uga
menyampaikan bahwa dalam pengembangan sui generis syst em di t ingkat lokal, nasional at au
regional perlu memperhat ikan hak masyarakat lokal at as pemanf aat an penget ahuan t radisional
yang mereka miliki, khususnya yang t erkait dengan kepemilikan Hak at as Kekayaan Int elekt ual.

III.

Side Events

A. Pelaksanaan side event Heart of Borneo (HoB), 27 Mei 2008
• Tiga negara yait u Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia didukung oleh
Pemerint ah Jerman sebagai
negara penyelenggara COP t elah berhasil
menyelenggarakan si de event berj udul “ Hear t of Bor neo: Br i dgi ng Conser vat ion and
Sust ai nabl e Devel opment ” .



Pada Side Event HoB dalam COP-9 CBD t ersebut , panel dipimpin oleh Mr. Rudolf
Specht dari Kement erian Lingkungan Hidup, Konservasi dan Keamanan Nuklir/ BMU,
Jerman. Side event diawali dengan kat a pengant ar dari Execut ive Secret ary CBD, Mr.
Ahmed Dj oghlaf .
Dalam kat a pengant arnya, Ahmed Dj oghlaf menyambut baik
inist iat if HoB dan mengharapkan agar inisiat if ini menj adi cont oh bagi negara-negara
lain dalam membangun kerj asama lint as bat as unt uk t uj uan konservasi dan
pemanf aat an lest ari keanekaragaman hayat i. Ahmed Dj oghlaf j uga menyampaikan
selamat kepada Brunei Darussalam sebagai Negara t ermuda anggot a CBD, sert a
mengingat kan bahwa Indonesia merupakan t uan rumah COP-2 CBD dan Malaysia t uan
rumah COP-7 CBD. Oleh sebab it u ket iga Negara merupakan Negara yang sangat
pent ing dalam pelaksanaan konvensi CBD. Sambut an dari Jochen Flasbart h, Direkt ur
Jenderal Nat ure Conservat ion and Sust ainable Use of Nat ure, BMU, sangat mendukung
inisiat if 3 negara dengan program HoB yang t elah disepakat i. Saat ini Pemerint ah
Jerman mempunyai program bant uan unt uk mendukung kegiat an HoB yang sangat
t erkait dan mendukung dengan program kerj a CBD.



Para wakil pemerint ah 3 negara kemudian menyat akan bahwa t iap negara t elah
meraih manf aat at as peran besarnya dalam kerj asama mewuj udkan pengelolaan
kawasan seluas sekit ar 200 j ut a hekt ar t ersebut . CBD COP-8 t ahun 2006 di Curit iba,
Brazil t elah menj adi landasan pent ing bagi ket iga negara ini, yakni dengan
peluncuran secara int ernasional komit men bersama unt uk mempromosikan
pembangunan berkelanj ut an, melindungi sumber-sumber daya alam pent ing dan
menurunkan kemiskinan di Kalimant an. Program kerj asama lint as bat as (HoB)
dideklarasikan oleh t iga Ment eri di Bali, Indonesia pada 2007. Set ahun kemudian,
rencana aksi t iga negara unt uk mewuj udkan t ekad it u akhirnya menj adi nyat a.
Kemudian 3 negara menyampaikan kemaj uan implement asi program HoB di masingmasing negara. Dalam hal ini Brunei Darussalam diwakili oleh Tuan Hj Saidin Salleh,
Direct or of Forest ry Direct or of Forest ry, Minist ry of Indust ry & Primary Resources

sedangkan dari Indonesia oleh Noor Hidayat , Direkt ur Konservasi Kawasan, Minist ry of
Forest ry dan Malaysia oleh Let chumanan Ramat ha, Under Secret ary, Minist ry of
Nat ural Resources and Environment .



B.

Acara diakhiri dengan koment ar dari undangan, anat ara lain delegasi Perancis,
Belanda, EU, perwakilan World Bank, ASEAN Cent re Biodiversit y, GRASP UNEP, WWF
Int ernat ional, yang menyambut baik t erhadap inisiat if HoB dan memberikan apresiasi
kepada 3 negara unt uk keberhasilannya mencapai kesepakat an t erhadap program HoB
3 negara.

Pertemuan Tingkat Tinggi Menteri (High Level Segment): 28 Mei 2008
• Topik yang dibahas meliput i: keanekaragaman hayat i pangan dan pert anian;
pembangunan dan pengent asan kemiskinan; Access and Benef i t Shar i ng pemanf aat an
keanekaragaman genet ik (ABS); keanekaramagan hayat i dan perubahan iklim sert a
bahan bakar bilogis ( biof uel ).
• Dalam kesempat an diat as, Ket ua Delri menyampaikan pandangan Indonesia mengenai
perlunya dibent uk i nf or mal consul t at ive gr oup on ABS, unt uk mencapai kesepakat an
diadopsinya rej im int ernasional t ent ang ABS, yait u apakah ABS akan membent uk
rej im yang secara hukum mengikat sepert i dibent uknya prot okol at au rej im yang
t idak mengikat , pada COP-10 mendat ang. Selain hal t ersebut , Indonesia j uga
menyampaikan t ent ang pent ingnya menekan dampak negat if dari produksi biof uel
dan konsumsi keanekaragaman hayat i yang t idak lest ari, sehingga Indonesia set uj u
apabila pengembangan biof uel harus melalui sist em sert if ikasi.



Terkait dengan isu Marine Prot ect ed Areas (MPA), Indonesia menyampaikan t ent ang
Inisiat if Segit iga Koral ( Cor al Tr i angl e Ini t i at i ve/ CTI). Cor al Tr i angl e Ini t i at i ve yang
melibat kan 6 negara (Malaysia, Filipina, PNG, Solomon Island, Timor Lest e dan
Indonesia), saat ini sedang mengembangkan St rat egi Rencana Aksi 6 negara unt uk
konservasi dan pemanf aat an lest ari keanekaragaman hayat i di wilayah coral t riangle
yang kaya akan keanekaragaman hayat i laut .

IV.

1.

2.

Saran Tindak Lanj ut

Terkait dengan isu biof uel, perlu dilakukan penegasan kembali t erhadap Surat
Keput usan Bersama Ment eri Kehut anan, Ment eri Pert anian dan Kepala Badan
Pert anahan Nasional No. 364/ Kpt s-II/ 1990 t ent ang Ket ent uan Pelepasan Kawasan Hut an
dan Pemberian Hak Guna Usaha unt uk Pengembangan Usaha Pert anian ; sert a surat
Ment eri Kehut anan dan Perkebunan No. 603/ Menhut bun-VIII/ 2000 t anggal 22 Mei 2000
kepada Gubernur/ Kepala Daerah perihal penghent ian/ penangguhan pelepasan kawasan
hut an unt uk t uj uan perkebunan.
Penegasan dalam bent uk memberikan inst ruksi
kembali kepada Gubernur/ Kepala Daerah t erut ama unt uk pembat asan pembukaan
lahan unt uk perkebuna t ermasuk unt uk t uj uan produksi biof uel. Hal ini diperlukan
selain sebagai bent uk komit men Indonesia dalam upaya menekan laj u kehilangan
keanekaragaman hayat i j uga sebagai bent uk sinergit as keput usan CBD dengan
kebij akan sekt or kehut anan.
Mengenai f orest biodiversit y, isu genet i c modi f i ed t r ees (gmt ) perlu dit indaklanj ut i
dengan prinsip pendekat an kehat i-hat ian t erkait dalam pelepasan bibit / benih pohon
hasil rekayasa genet ic sert a penerapan FLEG ( f or est l aw enf or cement and gover nance)
berikut kebij akan chai n of cust ody syst em sert a vol unt ar y cer t i f i cat i on unt uk
memperkuat pemberant asan pembalakan liar dan t erkait perdagangannya.

3.

4.

5.

Unt uk isu Prot ect ed Areas, hal-hal yang perlu dit indaklanj ut i selain melakukan gap
analysis ket erwakilan ekosist em sebelum 2009, perlu meningkat kan ef ekt if it as
pelaksanaan pr ogr am of wor k on pr ot ect ed ar eas melalui pelaksanaan Nat i onal Act i on
Pl an on Pr ot ect ed Ar eas (NAPPA) yang sedang dalam proses penyusunan, sert a
mensinergikan keput usan sidang dengan rencana st rat egis Dit j en PHKA. Selain it u agar
Pusat Rencana dan St at ist ik Kehut anan (Baplan) dapat mengkonsolidasikan Pr ogr am of
Wor ks For est Bi ol ogi cal Diver si t y dan Pr ot ect ed Ar eas kedalam Rencana St rat egis dan
Program Depart emen (sekt or kehut anan) sehingga program dapat dilaksanakan di
lapangan dan pelaksanaan komit men int ernasional dapat berj alan di lapangan.
Selain hal di at as, j uga perlu dipert imbangkan unt uk mengembangkan kebij akan baru
mengenai i nnovat ive f i nanci ng sepert i envi r onment t ax, payment envir onment al
ser vi ces, dan lain-lain yang dapat dipakai sebagai dana t ambahan baru pembiayaan
pengelolaan ef ekt if kawasan konservasi dan implement asi sust ai nabl e f or est
management .
Mengusulkan agar semua kegiat an diat as dapat menj adi rencana kerj a proses NFP
( Nat i onal For est Pr ogr am ) sehingga kebij akan sekt or kehut anan unt uk mendukung
implement asi CBD t erint egrasi dengan baik sert a dilaksanakan oleh para pihak yang
t erkait .

Jakart a, 3 Juni 2008
Tim Delegasi Indonesia
(Tim Depart emen Kehut anan)
Sumber:
Dit . KKH, Dit j en PHKA