MENGIDENTIFIKASI, MENGELOLA DAN MEMANTAU HUTAN DENGAN NILAI KONSERVASI TINGGI.

(1)

MENGIDENTIFIKASI, MENGELOLA DAN MEMANTAU HUTAN DENGAN NILAI KONSERVASI TINGGI: SEBUAH TOOLKIT UNTUK PENGELOLA HUTAN DAN PIHAK-PIHAK TERKAIT LAINNYA

Versi 1: August 2003

Disiapkan oleh Rainf orest Alliance dan ProForest at as nama kerj a sama WWF dan IKEA unt uk Proyek-Proyek Hut an Kont ribusi oleh:

Daryat un, Anne Gouyon, Sigit Hardwinart o, Jef f rey Hayward, Marc Hiller, Jim Jarvie, Ben Jarvis, St eve Jennings, Neil Judd, Darrell Kit chener, Dwi Rahmad Mut aman, Edward Pollard, Alan Purbawiyat na, Diah Raharj o, Niken Sakunt aladewi, Tonny Soehart ono, Doug Sheil, Sugardj it o

Rainf orest Alliance 665 Broadway, Suit e 500

New York, NY 10012 Tel: 212-677-1900 Fax: 212-677-2187

ProForest 58 St Aldat es

Oxf ord OX1 1ST Unit ed Kingdom Tel: +44 (0)1865 243 439 Fax: +44 (0)1865 790 441

Ide/ wacana Hut an Dengan Nilai Konservasi Tinggi (High Value Conservat ion Forest – HVCF) ini t elah di present asikan di Badan Planologi Kehut anan oleh Tim WWF yang dipimpin oleh Ian Kosasih pada t anggal 7 Sept ember 2005 dan dihadiri oleh perwakilan seluruh eselon I lingkup Depart emen Kehut anan.

Ucapan t erima kasih disampaikan kepada WWF Indonesia (diwakili ol eh Ian Kosasih) yang t elah mengij inkan penerbit an publikasi ini dalam WEB Depart emen Kehut anan. Tanggapan anda at as ide ini agar disampaikan kepada Ian Kosasih, WWF Indonesia dengan alamat i kosasi h@wwf . or . i d at au Sekret ariat Badan Planologi Kehut anan

(august ij ana@dephut . go. id).

PENDAHULUAN

Penj elasan t ent ang nilai konservasi t inggi dan hut an dengan nilai konservasi t inggi (High Value Conservat ion Forest – HVCF)

Ide mengenai hut an bernilai konservasi t i nggi (High Conservat ion Value Forest s, HCVFs) dikembangkan oleh Forest St ewardship Council (FSC) dan pert ama kali dit erbit kan pada t ahun 1999. Konsep ini menggeser perdebat an kehut anan dari sekedar membicarakan pengert ian j enis-j enis hut an t ert ent u (mis, hut an primer, hut an t ua ) at au met ode-met ode pemanenan hut an (mis, penebangan oleh indust ri) ke penekanan pada berbagai nilai yang membuat suat u kawasan hut an menj adi pent ing. Dengan mengident if ikasi nilai-nilai kunci ini dan menj amin bahwa nilai-ni lai t ersebut dipert ahankan at au bahkan dit ingkat kan, sangat dimungkinkan kemudian unt uk membuat keput usan pengelolaan yang rasional yang konsist en dengan pemeliharaan nilai-ni lai lingkungan dan sosial yang pent ing.

Kunci menuj u konsep HCVFs adalah ident if ikasi nilai konservasi t inggi (HCVs), yang def inisinya diberikan pada Kot ak I. Nilai-nilai inilah yang pent ing dan perlu dipert ahankan. Hut an dengan nilai konservasi t inggi secara sederhana adalah kawasan hut an dimana nilai-nilai pent ing ini dit emukan. Dengan t el ah t erident if ikasinya HCVs, pengelola hut an harus merencanakan dan melaksanakan pengelol aan dengan cara sedemikian rupa agar dapat mempert ahankan at au meningkat kan HCVs yang diident if ikasi t ersebut dan menerapkan program pemant auan (monit oring) unt uk memeri ksa apakah t uj uan pelaksanaan pengelolaan ini dicapai.


(2)

Kawasan hut an dengan nilai konservasi t inggi adalah kawasan hut an yang memiliki sat u at au lebih ciri-ciri berikut :

HCV1 Kawasan hut an yang mempunyai konsent rasi nil ai-nilai keanekar agaman hayat i yang pent ing secara gl obal, regional dan lokal (misalnya

spesies endemi, spesies hampir punah, t empat menyel amat kan diri (ref ugia)).

HCV2 Kawasan hut an yang mempunyai t ingkat lanskap yang luas yang pent ing secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam at au

mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi species, at au seluruh species yang secara alami ada di kawasan t ersebut berada

dalam pola-pola dist ribusi dan kelimpahan alami.

HCV3 Kawasan hut an yang berada di dalam at au mempunyai ekosist em yang langka, t erancam at au hampir punah.

HCV4 Kawasan hut an yang berf ungsi sebagai pengat ur alam dalam sit uasi yang krit is (e. g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian

erosi).

HCV5 Kawasan hut an yang sangat pent ing unt uk memenuhi kebut uhan dasar masyarakat lokal (mis, pemenuhan kebut uhan pokok, kesehat an).

HCV6 Kawasan hut an yang sangat pent ing unt uk ident it as budaya t r adisional masyarakat lokal (kawasan-kawasan budaya, ekologi, ekonomi,

agama yang pent ing yang diident if ikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkut an).

Pr i nsi p dan Kr i t er i a FSC, Pebr uar i 2000

Sebagaimana manf aat nya dalam sert if ikasi hut an, pendekat an HCVF ini semakin banyak pula digunakan unt uk pemet aan, pengelolaan l anskap dan pendekat an pengambilan keput usan unt uk sumberdaya hut an. Konsep ini j uga digunakan dalam kebij akan pembelian dan belakangan mulai muncul dalam diskusi-diskusi dan kebij akan-kebij akan berbagai kalangan pemerint ahan.

Penj elasan tentang Toolkit HCVF

Toolkit HCVF versi Indonesia ini memberikan met odologi prakt is yang digunakan secara rut in unt uk mengident if ikasi hut an dengan nilai konservasi t inggi. Toolkit ini j uga memberikan pet unj uk mengenai j enis-j enis pengelolaan dan monit oring apa yang diperlukan j ika kawasan hut an HCVF t ersebut t elah diident if ikasi.

Begit u HCVF nasional t elah menerima masukan dan input t ersebut t elah diselesaikan pemr osesannya, maka ada beberapa manf aat pot ensial dari t oolkit ini: •

Manf aat bagi pengel ol a hut an unt uk memenuhi st andar -st andar yang ber kai t an dengan HCVF

Pengelola hut an dapat melaksanakan evaluasi pada kawasan hut an mereka unt uk menent ukan apakah nilai konservasi t inggi (HCV) ada di

dalam kawasan hut annya. Pengelola hut an dapat memadukan ident i f ikasi dan pengelol aan HCV dalam perencanaan dan kegiat an

pengel olaan hut an keseluruhan mereka. Dalam rangka melaksanakan persyarat an sert if ikasi secara keseluruhan, HCV menj adi el emen

pent ing dalam pengumpulan inf ormasi dasar dan penilaian dampak, perencanaan pengelolaan, pelaksanaan operat ional dan

monit oringnya.


(3)

HCV yang didef inisikan secara nasional, bersama dengan pet unj uk pengel ol aan, harus membent uk unsur HCVF dari st andar nasional

sert if ikasi pengel olaan hut an. Hal ini akan sangat t ergant ung pada kesimpul an yang di dukung ol eh berbagai pihak dan t elah menj adi

subyek dal am proses konsult asi yang melibat kan mereka, sesuai dengan at uran skema sert if ikasi.

Penilai j uga akan menggunakan sekumpulan HCV yang dit et apkan secara nasional it u unt uk melakukan penilaian t erhadap ket aat an unit pengelolaan pada syarat -syarat sert if ikasi dalam evaluasinya.

Manf aat bagi per encana l anskap yang mencoba unt uk mempr i or i t askan t at a guna l ahan yang ber beda

Berdasar inf ormasi yang t elah dipunyai at au sedang dikumpulkan, HCV yang t elah dit et apkan secara nasional dapat digunakan unt uk membuat rencana dan pet a skala lanskap unt uk menunj ukkan HCV-HCV yang benar-benar ada at au yang pot ensial. Pet a-pet a ini kemudian dapat digunakan unt uk memberi inf ormasi dan unt uk menyusun priorit as keput usan perencanaan t at a ruang dan t at a guna lahan kabupat en dan regional dan j uga perencanaan konservasi .

Manf aat bagi pembel i yang mel aksanakan kebi j akan yang ber hubungan dengan HCVF

Para pembeli yang melaksanakan kebij akan HCVF dapat memanf aat kan inf ormasi skala lanskap mengenai keberadaan HCVs, at au

menggunakan sekumpulan HCV t ingkat nasional ini unt uk melakukan evaluasi keberadaan HCVs dal am unit pengelolaan t ert ent u, at au

dalam mengembangkan kebij akan pembelian yang menggunakan pendekat an kehat i-hat ian.

Penggunaan t oolkit Indonesia ini memerlukan penget ahuan mengenai masalah-masalah konservasi dan sosial yang menyusun Nilai-Nilai Konservasi Tinggi. Pengguna t oolkit harus mengevaluasi apakah kawasan hut an lokal ada pengecualian dalam hal ekologi dan sosial. Hal ini akan memerlukan sebuah pemahaman t ent ang keunikan kawasan hut an dan ancaman pada sumberdayanya. Sangat pent ing bahwa para pengguna t oolkit berkomunikasi dengan para pakar regional, nasional dan int ernasional (ilmuwan, lembaga penelit ian, LSM) unt uk mengevaluasi ni lai pent ing dari suat u kawasan hut an t ert ent u.

Toolkit HCVF Indonesia ini t elah dikembangkan unt uk membant u para pihak yang t ert arik unt uk memahami konsep HCVF dan melakukan evaluasi HCVF. Toolkit ini j uga akan membant u menj amin adanya int erpret asi yang lebih konsist en t erhadap konsep ini di Indonesia. Toolkit sej enis ini belum dikembangkan oleh FSC dan dengan demikian t oolkit ini seyogyanya t idak dianggap sebagai kebij akan resmi at au pet unj uk dari FSC.

Bagaimana toolkit HCVF Indonesia ini dikembangkan?

Toolkit HCVF Indonesia ini didasarkan pada nilai-nilai konservasi t inggi yang diident if ikasi dalam Prinsip 9 FSC (lihat Kot ak I di at as). Toolkit ini memahami nilai-nilai t ersebut dalam kont eks Indonesia dan t elah menent ukan Nilai-Ni lai Konservasi khusus yang sesuai di Indonesia.

Toolkit ini menggunakan f ormat yang sama dengan Toolkit Global yang dikembangkan oleh ProForest . Dokumen it u dikembangkan unt uk membant u kelompok perumus t oolkit pada t ingkat nasional. Toolkit Indonesia ini merupakan int erpret asi nasional pert ama yang dikembangkan dengan menggunakan kerangka yang ada dalam t oolkit global namun diharapkan bahwa t oolkit global akan digunakan unt uk mengembangkan pedoman nasional di negara-negara seluruh dunia. ProForest dan t he Nat ure Conservancy (TNC) menf asilit asi sebuah pert emuan pada bulan Maret 2002 di Bali unt uk mendiskusikan t ool kit global. Pert emuan ini dihadiri oleh or ganisasi-organisasi yang bekerj a pada pengelolaan hut an yang lest ari dan konservasi di Indonesia.

Rancangan pert ama dokumen ini dikembangkan oleh sekelompok ilmuwan sosial, ekologi, perencana lanskap, pakar sert if ikasi dan pengelola hut an yang bert emu di Jakart a pada bulan Okt ober 2002 unt uk membuat draf t HCVF Toolkit Indonesia. Para pesert a pert emuan t ersebut adalah LATIN, TNC-Indonesia, WWF-Indonesia, Fauna-Flora

Int ernat ional Indonesia, LEI, CIFOR, ProForest , dan Rainf orest Alliance, dan lain-lain. Beberapa anggot a perancang dokumen t ersebut pernah bekerj a sama dengan pengelola hut an di Kalimant an Timur unt uk mengident if ikasi HCV dalam konsesi mereka.


(4)

HCVs dan met odologi t oolkit yang diident if i kasi it u kemudian diuj icobakan pada salah sat u HPH di Kalimant an Timur pada bulan Januari 2003. Enam pakar dengan lat ar belakang berbeda berpart isipasi dalam uj i coba lapangan ini. Tim t ersebut mengident if i kasi kemungkinan HCVs yang relevan dengan menggunakan met odologi t oolkit

t ersebut – mengevaluasi keanekaragaman hayat i, j enis hut an, t at a guna lahan dan j enis t anah/ daerah aliran sungai, sert a evaluasi dampak sosial dan dokumen perencanaan. Kunj ungan lapang ke desa-desa di sekit ar HPH dan ke kawasan yang sudah dit ebang at au yang belum j uga dilakukan. Tim t ersebut merekomendasikan beberapa perubahan pada f ormat t oolkit dan HCVs yang t elah dit et apkan, t ermasuk penyederhanaan kuesioner dan pedoman unt uk menilai keberadaan HCVs sosial. Bagian sosial dalam laporan ini didasarkan pada met ode part isipasi yang dikembangkan oleh TNC unt uk menilai keberadaan dan t ingkat st ress dan ancaman dari berbagai elemen konservasi dengan masyarakat . Bagian sosial ini memampukan pengelola hut an dan st akeholder lainnya unt uk membahas st rat egi unt uk mengurangi st res dan ancaman dan unt uk mengelola sumberdaya t ersebut dengan cara yang berkelanj ut an.

Menyusul penyelesaian rancangan t oolkit ini, diselenggarakan sebuah seminar unt uk membahas t oolkit t ersebut dan menerima input dari berbagai pihak. Tahap berikut nya adalah t oolkit t ersebut kemudian disempurnakan dan t ersedia secara grat is bagi pihak-pihak yang berminat .

Menggunakan toolkit

Toolkit ini dibuat per bab unt uk masing-masing j enis nilai konservasi t inggi (HCV), dan j uga lampiran. Set iap bab dimulai dengan pengant ar (t ermasuk nilai yang didef inisikan oleh FSC) dan sebuah daf t ar komponen yang relevan unt uk nilai konservasi t inggi di Indonesia. Nilai-nilai inilah yang harus diperiksa oleh pengguna t oolkit dalam kont eks kawasan pengelolaan hut an.

Set iap komponen kemudian didiskusikan sendiri-sendiri dan meliput i dasar pemikiran sert a inst ruksi at au pet unj uk kepada para pengguna mengenai ident if ikasi keberadaan nilai t ersebut dan mengenai pengelolaan dan monit oring sumberdaya hut an unt uk mempert ahankan nilai t ersebut . Bagian inilah yang membent uk int i t oolkit HCVF ini. Dasar Pemikiran

Dasar pemikiran memberikan lat ar belakang dan pembenaran mengenai mengapa sif at t ert ent u dipert imbangkan sebagai nilai konservasi t inggi. Lebih j auh, dasar pemikiran ini mendat a j enis-j enis hut an yang khas at au manf aat hut an t ert ent u yang harus dipert imbangkan sebagai sebuah nilai konservasi t inggi.

Mengidentifikasi Keberadaan HCV

Unt uk set iap komponen, t oolkit ini meliput i met odologi unt uk evaluasi j ika komponen t ersebut dapat dit erapkan dalam unit pengel olaan hut an. Pengguna t oolkit dimint a unt uk mengumpulkan inf ormasi at au menj awab pert anyaan-pert anyaan yang dapat diperiksa dengan menggunakan dokumen-dokumen pemerint ah dan pengelola hut an, pet a-pet a dan cit ra sat elit , penget ahuan mengenai kecenderungan (t r end) dan ancaman pada sumberdaya hut an, dan konsult asi dengan masyarakat lokal sert a st akeholder yang lain.

Proses dan t ugas ident if ikasi t ergant ung pada kompleksit as masi ng-masing komponen. Unt uk komponen yang relat if sederhana pengevaluasiannya, t oolkit ini memberikan uraian suat u t ugas yang sesuai unt uk menent ukan komponen t ersebut .

Namun, unt uk banyak komponen (mis, HCV 5 dan 6), proses evaluasi akan lebih rumit , banyak makan wakt u, dan mungkin j uga mahal. Dalam hal ini, t oolkit ini t elah membagi proses t ersebut menj adi penilaian pendahuluan dan penilaian menyeluruh, dan unt uk nilai-nilai sosial, t oolkit ini j uga menyediakan nilai ambang bat as unt uk penent uan j ika sebuah nilai sangat mendasar at au sangat pent ing bagi kesej aht eraan masyarakat set empat .

Penilaian pendahuluan ini merupakan met odologi sederhana unt uk melihat apakah HCV it u kemungkinan ada at au t idak. Penilaian ini berf ungsi sepert i saringan kasar, unt uk secara cepat mengeluarkan kawasan hut an yang sudah past i t idak mempunyai HCVs, dan unt uk mengident if ikasi hut an yang secara pot ensial benar-benar memiliki HCV t ert ent u. Penilaian pendahuluan ini harus bersif at langsung yang bisa dilakukan oleh orang t anpa penget ahuan khusus t ent ang biologi dan sosial (mis, pengelola hut an dan pembeli kayu). Penilaian pendahuluan ini biasanya dalam bent uk pert anyaan “ ya at au t idak” dan mengident if ikasi keberadaan nilai -nilai t ert ent u. Sebagai cont oh, sebuah penilaian pendahuluan dapat memint a pengguna unt uk mengident if ikasi j ika memang ada masyarakat at au kawasan lindung di sekit ar kawasan hut an yang dinilai. Jika


(5)

j awaban t erhadap pert anyaan awal adalah ya, maka pengguna t ool kit perlu melakukan penilaian yang lebih lengkap at au melakukan penilaian menyeluruh (f ul l assessment) t erhadap nilai t ersebut . Penilaian pendahuluan sering memanf aat kan pet a dan inf ormasi lain yang mudah diakses oleh pengelola hut an. Jika seorang pengguna t oolkit menent ukan bahwa suat u kawasan hut an t idak menunj ukkan karakt erist ik t ersebut , maka nilai t ersebut t idak perlu dilihat lebih j auh.

Penilaian menyeluruh merupakan met odologi yang lebih rinci unt uk mengident if ikasi secara rinci t ent ang HCV yang pot ensial apakah it u at au unt uk mengklarif ikasi bahwa t idak ada HCVs. Ini merupakan penilaian yang lebih mendalam t erhadap karakt erist ik kawasan hut an t ersebut at au manf aat hut an sert a penilaian ini memerlukan lebih banyak inf ormasi dan keahlian. Suat u penilaian menyeluruh biasanya akan memint a pengguna t oolkit menghubungi pakar dan st akehol der yang relevan dan/ at au

melaksanakan penelit ian dan konsult asi t ert ent u.

Ambang Batas dan Identifikasi Nilai Konservasi tinggi dari aspek sosial (HCV 5 dan 6)

Sebagian besar masyarakat pedesaan di Indonesia yang t inggal di sekit ar kawasan hut an memanf aat kan hut an bernilai konservasi t i nggi – unt uk kebut uhan dasar (mis, pangan, pendapat an dan bahan-bahan bangunan), ident i t as budaya, dan kesenangan. Namun, hubungan ini sangat bervariasi pada daerah-daerah yang berbeda dan diant ara

kelompok-kelompok budaya yang berbeda di Indonesia. Akan sangat sulit unt uk menent ukan manf aat dan t radisi yang mana yang sangat pent ing dan yang t idak pent ing. Tidak bisa dipungkiri, usaha unt uk mengembangkan def inisi t unggal, nasional mengenai HCV ini di negara dengan keragaman sepert i Indonesia adalah salah karena nilai yang diident if ikasi sebagai HCV mungkin bisa sesuai dengan beberapa t empat dan t idak relevan at au t idak lengkap di t empat lainnya.

Dengan demikian, modif ikasi proses harus di gunakan unt uk mengident if ikasi HCV 5 dan 6. Komponen-komponen khas belum diident if i kasi sebagaimana dalam bagian lain dari t oolkit ini. Sebagai gant inya t oolkit ini memberikan cont oh nilai dan ambang bat as unt uk membant u pengguna t oolkit dalam menent ukan kapan hubungan ant ara kawasan hut an dan masyarakat lokal cukup kuat unt uk dianggap sebagai suat u HCV.

Ambang bat as – ambang bat as dicipt akan unt uk membant u memahami def inisi HCV di Indonesia. Kapan suat u kawasan hut an it u sangat pent ing bagi kesej aht eraan suat u masyarakat ? Kapan kawasan hut an it u pent ing bagi budaya suat u masyarakat ? Ambang bat as ini bisa bersif at kuant it at if at au kuali t at if .

Proses pengident if ikasian nilai-nilai sosial yang relevan it u menggunakan t iga langkah – penilaian pendahuluan, penilaian menyeluruh dan evaluasi ambang bat as. Unt uk sebagian besar HCV lainnya, ambang bat as sudah dimasukkan dalam def inisi dan oleh karenanya seorang pengelola hut an hanya t inggal memut uskan apakah kawasan hut an memiliki nilai t ersebut at au t idak. Namun, karena nilai-nilai sosial sering bisa dit erapkan di Indonesia, pengguna t oolkit harus mengevaluasi apakah kawasan hut an t ersebut sangat pent ing unt uk mempert ahankan nilai t ersebut . Sebagai cont oh, j ika suat u masyarakat memanf aat kan hut an lokal unt uk perbur uan, pert anyaan-pert anyaan ambang bat as membant u mengevaluasi sej auh mana masyarakat sangat mengandalkan hut an sebagai sumber prot ein, dan oleh karenanya apakah sumber prot ein it u t ermasuk HCV at au t idak.

Ambang bat as merupakan permasalahan-permasalahan yang akan dit eli t i sebagai bagian dari proses konsult asi dengan masyarakat lokal dan sangat kuat hubungannya dengan inf ormasi yang diperlukan unt uk melengkapi penilaian meyeluruh t erhadap nilai-nilai ini.

Dengan demikian proses unt uk mengident if ikasi nilai-nilai sosial adalah:

Pert anyaan pada penil aian awal: Jika relevan ---> Penil aian menyeluruh

Pert anyaan pada penil aian menyeluruh: Ji ka relevan ---> analisis ambang bat as

Memenuhi krit eria ambang bat as:

HCV t erident ifikasi

Tim perancang t oolkit ini mengembangkan bagian sosial berdasarkan pengalaman anggot a t im di berbagai daerah di Indonesia. Namun, sangat mungkin bahwa t oolkit ini t elah gagal mengident if ikasi set iap j enis HCV yang pot ensial. Dengan demikian, t oolkit ini harus digunakan sebagai pedoman, bukan sebagai at uran yang def init if .


(6)

Sangat penting bagi pengguna toolkit untuk berkonsultasi dengan penduduk setempat dan pengguna hutan lainnya tentang bagaimana setiap masyarakat menilai suatu kawasan hutan.

Rekomendasi unt uk mengelola perlindungan dan monit oring nilai t ersebut .

Set elah evaluasi, j ika dit emukan bahwa HCV t ert ent u t idak t erdapat dalam unit pengel olaan hut an, maka t idak diperlukan t indakan lebih lanj ut . Jika sebuah nilai at au komponen t erdapat dalam unit pengelolaan hut an, maka pengelola hut an harus mengambil langkah-langkah unt uk membuat perubahan yang perlu guna menj amin pemeliharaan nilai yang diident if ikasi melalui pengelolaan dan monit oring yang sesuai unt uk nilai t ersebut . Lihat Gambar 1 di bawah.

Ada beberapa rekomendasi yang dimasukkan unt uk membant u pengguna t oolkit guna mengembangkan st rat egi-st rat egi unt uk menj aga HCVs yang ada dalam kawasan hut an. Rekomendasi ini sangat singkat dan dimaksudkan unt uk mengarahkan pengguna t oolkit t ent ang j enis-j enis inf ormasi dan konsult asi yang diperlukan unt uk membangun program perencanaan dan monit oring yang ef ekt if . Pedoman yang di berikan t idak dimaksudkan sebagai prosedur baku operasional. Organisasi-organisasi lain di Indonesia t engah mengembangkan pedoman yang lebih komprehensif unt uk membant u pengelola hut an dan st akeholder lainnya mengembangkan st rat egi pengelolaan dan monit oring unt uk menj aga at au meningkat kan HCV. Dokumen-dokumen ini sedang dikembangkan unt uk di gunakan secara bersamaan dengan t oolkit ini. Dengan demikian, kelompok perumus t oolkit menf okuskan usahanya pada penyediaan arahan mengenai ident if ikasi HCVs di Indonesia. Unt uk inf ormasi t ambahan mengenai usaha-usaha pengembangan inf ormasi pengelolaan dan monit oring yang lebih mendalam, silakan hubungi The Nat ure Conservancy di t nc@samarinda. org.


(7)

Kunci menuj u sukses

Berkonsultasi dengan pakar dan mengembangkan kemitraan

Kelompok perumus t oolkit menyadari bahwa memang sulit mengembangkan def inisi dan daf t ar HCVs nasional yang relevan karena keragaman dan besarnya peubah kont eks konservasi sert a pola-pola penggunaan lahan. Dengan demikian, t oolkit ini sering menghindari pendef inisian nilai dengan ukuran dan angka t ert ent u. Tet api, pengguna t oolkit disarankan unt uk mempert imbangkan kont eks pulau dan ekoregional dari kawasan hut an – yang t idak dij elaskan dalam dokumen ini. Jadi, sumber inf ormasi dan sumberdaya lain akan sangat perlu.

Toolkit HCVF ini menghendaki pengguna unt uk mengident if ikasi HCVs yang mencakup permasalahan ekologi secara luas, lingkungan hidup dan sosial sert a j uga menghendaki pemahaman t ent ang permasalahan keanekaragaman hayat i regional, perilaku dan wilayah j elaj ah binat ang dan t umbuhan, sumberdaya air dan t anah, kesehat an ekosist em, ant ropologi dan ekonomi lokal. Sangat mungkin bahwa pengguna t oolkit t idak mempunyai semua keahlian yang diperlukan unt uk mengevaluasi permasalahan ini sendiri. Proses t oolkit ini sendiripun sangat t ergant ung pada input pakar dari organisasi at aupun individu, baik lokal at aupun nasional.


(8)

Para pengguna harus berkonsult asi dengan para pakar selama ident if ikasi HCV dan sewakt u mengembangkan t eknik-t eknik pengelolaan dan monit oring. Dalam beberapa hal, organisasi-organisasi ini harus memberikan input -input ut ama mengenai apakah kawasan hut an at au j enis hut an t ert ent u harus dianggap krit is, t erancam dan sebagainya. Organisasi pakar j uga dapat memberikan input mengenai st at us j enis hut an, spesies yang langka, t erancam at au hampir punah dan membant u memperkuat st rat egi pengelolaan unt uk menj amin pemeliharaan at au peningkat an nilai-nilai ini.

Siapakah pakar regional dan nasional it u? Kelompok perancang t oolkit ini mengident if i-kasi beberapa organisasi yang relevan yang inf ormasinya ada dalam t oolkit ini, t ermasuk Wet lands Int ernat ional dan Bird Lif e Int ernat ional. Organisasi-organisasi lain dan lembaga-lembaga ilmiah j uga relevan. Lampiran 4 memberikan sebuah daf t ar organisasi yang dapat menyediakan inf ormasi mengenai masyarakat dan konservasi di beberapa propinsi. Semakin relevan dan semakin dapat diandalkan para pakar dimana pengguna berkonsult asi dan berkolaborasi dengannya, semakin besar kemungkinan unt uk mendapat kan keput usan yang baik.

Pendekatan kehati-hatian

Salah sat u komponen pent ing dalam pengelolaan HCVF adalah penerapan pendekat an kehat i-hat ian (precaut ionary approach). Berdasar def inisi, HCVFs merupakan kawasan hut an yang paling pent ing dari sudut pandang konservasi dan sosial (yang t ergant ung pada HCVs yang diident if ikasi). Oleh karenanya, sangat pent ing bahwa nilai-nilai yang diident if ikasi ini t idak hilang. Namun dengan t ingkat penget ahuan yang sekarang mengenai hut an dan bagaimana f ungsi hut an it u, kit a t idak akan yakin bahwa st rat egi pengelolaan t ert ent u akan berf ungsi dengan baik unt uk set iap kasus. Oleh karenanya, sangat pent ing unt uk menggunakan pendekat an kehat i-hat ian saat berhubungan dengan HCVFs.

Pada prakt eknya, hal ini berart i: “ Perencanaan, kegiat an-kegiat an pengelolaan dan monit oring sif at -sif at yang membuat unit pengelolaan hut an menj adi sebuah HCVF harus dirancang, berdasar pada penget ahuan ilmiah dan kearif an t radisional yang ada, unt uk menj amin bahwa sif at -sif at ini t idak dalam ancaman kemunduran yang nyat a at au kepunahan, dan j ika ada ancaman, ant isipasi kehilangan ini bisa didet eksi j auh sebelumnya. Jika diident if ikasi ada ancaman, harus ada t indakan-t indakan pencegahan, t ermasuk penghent ian kegiat an yang ada, unt uk menghindari at au memperkecil ancaman t ersebut meskipun belum ada kepast ian ilmiahnya mengenai sebab dan akibat ancaman t ersebut ” (Panel Penasihat Prinsip 9 FSC, 2000).

Pendekat an kehat i-hat ian ini dilakukan dalam kegiat an ident if ikasi HCVs dan dalam pengelolaan kawasan yang t elah diident if ikasi sebagai HCVFs, yait u:

Penilaian keberadaan HCVs

: j ika ada keraguan mengenai sif at , at au sej umlah sif at yang memadai unt uk menandai HCVs, maka pengelola

hut an akan memperlakukan sif at ini sebagai HCVs hingga ada inf ormasi membukt ikan hal sebaliknya. Hal ini harus dilakukan saat

pengguna t oolkit dan pakar regional dan nasional kekurangan inf ormasi unt uk membuat keput usan penilaian. Cont oh-cont oh HCVF yang

mungkin t idak t erlihat pent ing pert amanya meliput i kawasan yang rusak akibat kebakaran at au penebangan yang menj adi t empat bagi

f auna besar yang hampir punah sepert i macan dan orang-ut an.

Pengelolaan dan monitoring HCVFs: j ika ada keraguan mengenai pengelolaan HCVF yang layak, pengelolaan kawasan j uga harus menerapkan perlakuan-perlakuan pada kawasan HCVF dengan skala dan int ensit as yang t idak mengancam HCVs sebelum menerapkan pengelolaan yang lebih umum dalam unit pengelolaan hut an.

Pendekat an kehat i-hat ian t elah dimasukkan dalam met odologi unt uk mengident if ikasi HCVs dan harus j uga membent uk dasar-dasar pent ing unt uk set iap rej im pengelolaan dan program monit oring. Misalnya:

Prakt ek pengelolaan hut an diubah dengan memberikan penj agaan yang lebih ket at t erhadap kawasan perlindungan dibandingkan

persyarat an dalam Undang-Undang Kehut anan. Dalam kawasan HCVFs, mungkin perlu mengurangi int ensit as penebangan, menet apkan

zona konservasi t ambahan at au yang lebih besar dalam kawasan hut an produksi dan melindungi kelerengan yang saat ini t idak dilindungi.


(9)

Jika suat u unit pengel olaan hut an memiliki HCV sosial at au budaya (misal, j ika masyarakat sangat t ergant ung pada air sungai yang berasal

dari hut an unt uk air minum, memasak dan mandi), maka bagian kawasan UPH yang memelihara nilai HCV it u adal ah kawasan HCVF. Set iap

keput usan mengenai pemanf aat an hut an harus dibuat dengan masukan yang benar-benar dari masyarakat dan bisa melibat kan

pengel olaan dan monit oring bersama t erhadap pelaksanaan produksi. Masyarakat ini t idak t erbat as pada mereka yang t inggal di dal am

UPH; t et api j uga mereka yang t inggal di hil ir.

Jika anda t idak yakin apakah suat u kawasan HCVF dapat dit ebang, bahkan dengan cara pemanenan yang dimodif ikasi sekalipun, at au j ika

harus dizonasi sebagai kawasan konservasi, maka lebih baik mendiamkan dul u hingga t idak ada keraguan bahwa cara penebangan yang

diusulkan t idak akan mengganggu masa depan kawasan hut an t ersebut . Hal ini akan menghendaki adanya st udi mendet ail mengenai

kawasan sepert i it u dan pengembangan at uran-at uran pengel olaan yang khas lokasi it u.

HCV1. Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional atau nasional (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah, tempat untuk menyelamatkan diri (refugia)).

Nilai HCV ini akan berkenaan dengan UPH dan set iap dampak dari operasi UPH. Dampak operasional bisa mempengaruhi hut an, pant ai, laut dan lanskap yang lain, baik apakah kawasan it u dilindungi at au bukan.

Dalam kont eks Indonesia t oolkit ini t elah mengident if ikasi komponen-komponen berikut ini: 1. 1 Kawasan lindung

1. 2 Spesies hampir punah

1. 3 Konsent rasi spesies hampir punah, t erancam at au endemik 1. 4 Konsent rasi sement ara (t empor al) yang pent ing

HCV1. 1 Kawasan lindung Dasar Pemikiran

Kawasan lindung merupakan komponen vit al dalam konservasi keanekaragaman hayat i. Jaringan kawasan lindung laut dan darat an di Indonesia meliput i:

Kawasan lindung yang t elah dikukuhkan

Usulan kawasan lindung yang sudah berada dalam pr oses legislat if pada set iap level pemerint ah

Hut an lindung dan zona lain yang diperunt ukkan sebagai daerah perlindungan oleh lembaga pemerint ah manapun; yang meliput i, t et api

t idak t erbat as pada, sit us yang dit et apkan oleh Man and Bi osphere (MAB), sit us-sit us Warisan Dunia, sit us-sit us RAMSAR

Ukuran, dist ribusi, kondisi dan ancaman bagi kawasan lindung akan mempengaruhi keput usan mengenai ambang bat as yang menyangkut HCV lain, sebagaimana yang akan dibahas nant i dalam dokumen ini.


(10)

Semua kawasan lindung dan usulan kawasan lindung dianggap sebagai HCVs. Instruksi bagi pengelola hutan

Identifikasi HCV 1. 1

Tugas

Petunj uk

Contoh-contoh

Menilai keberadaan kawasan

lindung yang sudah

dikukuhkan at au sedang

diusulkan yang mungkin

t erkena dampak oleh kegiat an

operasi UPH.

(Lampi r an 1 member i kan

daf t ar kawasan-kawasan

seper t i i ni , dan pengel ol aan

hut an har us memer i ka apakah

daf t ar i ni per l u di per bahar ui )

Inf ormasi ini t ersedia dari:

RTRW dan rencana t at a ruang

lainnya

Depart men Kehut anan, Direkt ur

Jenderal Perlindungan Hut an

dan Konservasi Alam

Dinas Kehut anan

Organisasi-organisasi konservasi

yang relevan

Jika sudah diident if ikasi, ikut i

pet unj uk di bawah ini.

Cont oh-cont oh dampak dari pengelolaan hut an

meliput i:

Erosi j alan yang mempengaruhi t aman

nasional

Kerusakan t erumbu karang akibat silt asi

Meningkat nya resiko kebakaran di

dalam dan di luar kawasan UPH

Drainase kawasan rawa di sekit arnya

Dampak sosial (mis, meningkat nya akses

ke kawasan hut an dan migrasi ke

kawasan yang dekat dengan t aman

nasional)

Pengelolaan dan Monitoring HCV 1. 1

Kegiatan

Petunj uk

Cari larangan-larangan pengelol aan yang berlaku bagi

kawasan lindung sebagaimana dij elaskan di at as dan

zona penyangga mereka.

Kumpulkan dat a dan def inisikan HCVs unt uk dipelihara at au dit ingkat kan. Dat a harus

didapat kan dari:


(11)

Cari nilai-nilai dimana kawasan lindung yang dit et apkan

unt uk menj aga dan mengevaluasi nilai-nilai konservasi

yang dimiliki UPH namun t idak dipelihara oleh kawasan

lindung it u.

RTRW

Depart men Kehut anan, Direkt ur Jenderal Perlindungan Hut an dan Konservasi

Alam

Dinas Kehut anan

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)

Bapedal da

Pengelola kawasan lindung

Organisasi-organisasi konservasi yang relevan

Yakinkan bahwa t idak ada prakt ek pengel olaan dalam

UPH yang memiliki dampak negat if pada kawasan

lindung dan kawasan lindung yang sedang diusulkan.

Jalin hubungan dengan pengelol a kawasan lindung yang akan memonit or

bersama-sama dampak buruk pada kawasan lindung dengan HCVs.

Bersama dengan pengelola kawasan lindung, def inisikan prosedur baku operasional

unt uk monit oring dan j uga indikat or-indikat or unt uk mencegah dampak negat if pada

HCV kawasan lindung oleh kegiat an UPH. Cont ohnya, pengaruh pada kualit as dan

j umlah air, gangguan pada rut e-rut e migrasi dan meningkat nya resiko kebakaran.

Lakukan pemeriksaan berkala unt uk penet apan kawasan

lindung baru at au kawasan lindung usulan baru yang

punya pot ensi t erkena dampak ol eh UPH.

(lihat di at as)

HCV1. 2 Spesies hampir punah Dasar Pemikiran

Terdapat t iga kat egori yang relevan dengan HCV ini:

1. Spesies yang punya art i pent ing dalam konservasi global yang keberadaannya sendiri bisa membent uk suat u HCV. Kami menganggap bahwa keberadaan spesies sepert i t erdaf t ar dalam golongan “ hampir punah” pada Red Dat a List IUCN (ht t p: / / www. redlist . org) at au yang t erdaf t ar dalam Lampiran I CITES akan membent uk suat u HCV. Jika keberadaan spesies-spesies ini belum dit ent ukan, maka j ika mereka berpot ensi ada dalam UPH maka akan diasumsikan bahwa spesies ini ada pada kenyat aannya. 2. Species yang hampir punah yang belum diket ahui at au enigmat ic, j adi t idak t ermasuk dalam daf t ar IUCN walupun ini memerlukan perhat ian.

3. Spesies yang t erancam karena pemusnahan lokal.

Setiap spesies yang terdaftar dalam golongan hampir punah pada data IUCN atau pada Lampiran I CITES yang secara aktual atau pot ensial ada dalam UPH adalah sebuah HCV. Spesies lain akan menj adi HCV j ika diidentifikasikan demikian oleh konsensus dari pemangku kepentingan yang berpengaruh.


(12)

Identifikasi HCV 1. 2

Sebagai bagian dari pengelolaan hut an anda, suat u wakt u perlu melakukan penilaian keanekaragaman hayat i yang berbent uk invent arisasi spesies (sebagaimana yang

dipersyarat kan dalam Krit eria 6. 2 FSC). Inf ormasi ini j uga harus dianalisa unt uk menent ukan apakah UPH memiliki spesies yang sedemikian t erancam sehingga keberadaannya sendiri merupakan suat u HCV.

Tugas

Petunj uk

Contoh-Contoh

Menyusul penilaian spesies langka, t erancam dan

hampir punah, cermat i (check) j ika ada spesies yang

t ermasuk dalam daf t ar species yang hampir punah dari

IUCN at au CITES Appendix I yang berada at au

berpot ensi ada di dalam kawasan UPH.

Jika spesies it u ada berart i

merupakan HCV. Ikut i pet unj uk di

bawah ini.

Ment ok rimba di

rawa-rawa

gambut Sumat era

Badak Sumat era

di Sumat era dan

Borneo

Konsult asi periodic dengan para pakar unt uk menilai

pot ensi keberadaan spesies t ak dikenal namun hampir

punah.

Set iap spesies yang ada

t erident if ikasi oleh para pakar,

maka ini merupakan HCV. Ikut i

pet unj uk di bawah ini.

Konsult asi dengan pakar dan penduduk set empat dan

lakukan analisis unt uk menilai keberadaan spesies

yang secara lokal pent ing dan hampir punah.

Tent ukan apakah spesies t ersebut t ermasuk yang

dilindungi oleh perat uran regional t ert ent u at au

perat uran daerah kabupat en.

Set iap spesies yang ada

t erident if ikasi ada ol eh para pakar

dan penduduk set empat , maka

spesies t ersebut adal ah HCV. Ikut i

pet unj uk di bawah ini.

Gaj ah di

Kalimant an Timur

Rami n

di

Kalimant an

Selat an dan Riau

Kakat ua berbulu

kuning di

Nusat enggara

Timur

Pengelolaan dan monitoring HCV 1. 2

Kegiatan

Petunj uk

Unt uk set iap HCV, ident if ikasi inf ormasi

dasar ut ama.

Ident if ikasi inf ormasi ini meliput i:

St at us t erkini (popul asi dan dist ribusi)


(13)

Dampak pengelolaan

Semua ini harus dipert imbangkan dalam UPH dalam kont eks dimanapun spesies it u ada.

Siapkan proposal pengelolaan khusus unt uk

set iap HCV.

Pilihan-pilihan pengel olaan bisa meliput i, namun t idak t erbat as pada:

Pengelolaan akt if

Ukuran-ukuran perbaikan kembali

Perlindungan yang ket at

Sebagai cont oh, akan layak unt uk membuat demarkasi pada:

Beberapa kawasan cagar ut ama

Kawasan-kawasan yang menj aga konekt if it as t ingkat lanskap

Kawasan-kawasan yang menj amin pemeliharaan f it ur-f it ur habit at t ingkat t egakan

t ert ent u, sepert i kayu mat i yang masih berdiri at au perlindungan zona riparian.

Pilihan lain bisa muncul dalam kont eks HCV yang dikel ola. Pet unj uk pakar mungkin diperlukan

unt uk hal ini.

Int egrasikan proposal pengel olaan t ersebut

ke dalam proses perencanaan yang lebih

luas

Yakinkan bahwa bat asan at uran dilaksanakan di lapangan, misal nya melalui perubahan prosedur

operasional dan menj amin bahwa program pelat ihan t elah selesai dilakukan agar

perubahan-perubahan t ersebut dit indaklanj ut i.

Kembangkan indikat or-indikat or

monit oring, rencana monit oring dan

pelaksanaannya.

Cont oh-cont oh indikat or monit oring bisa berupa:

Populasi hidupan liar dan kecenderungan dist ribusinya dalam kawasan UPH

Pemeliharaan luasan, kualit as dan konekt if it as habit at

Pemeriksaan perencanaan sebelum operasional

Dat a kuant it at if lainnya sepert i cat at an perburuan dari penj aga hut an

Pengelola hut an harus menget ahui perubahan-perubahan hingga pada l evel lanskap dan

perlindungan nasional unt uk HCVs.


(14)

harus ada monit oring t erhadap f it ur-f it ur yang membant u memelihara HCV it u dalam l anskap

t ersebut (mis, koridor dan penyangga).

HCV1. 3 Konsentrasi spesies hampir punah, terancam atau endemik Dasar Pemikiran

Konsentrasi spesies terancam dan hampir punah

Unsur dalam persyarat an HCVF ini membut uhkan ident if ikasi hut an yang memiliki konsent rasi spesies-spesies j arang dan hampir punah yang nyat a. Kawasan hut an yang memiliki konsent rasi spesies-spesies ini j elas menj adi priorit as ut ama didalam pengelolaan dan perlindungan kawasan sensit if dibanding dengan kawasan hut an yang t idak memiliki konsent rasi spesies-spesies ini. Hal ini disebabkan bahwa merusak kawasan hut an ini secara ot omat is akan menambah t ekanan pada spesies yang t erdapat di dalamnya sepert i hilangnya habit at , poaching, dan padat .

Suatu kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi spesies yang terancam dan hampir punah, sebagaimana yang diakui oleh para pakar nasional dan internasional, adalah suatu HCV.

Konsentrasi spesies endemik

Spesies endemik adalah spesies yang t erbat as pada kawasan geograf i t ert ent u yang mungkin besar at au kecil. Kawasan hut an Indonesia secara luas dikenal sebagai pusat endemisme. Sebagai cont oh, analisis Kawasan Burung Endemik (Endemic Bird Area, EBA – yang dikembangkan oleh BirdLif e Int ernat ional) dan Hot spot Keanekaragaman Hayat i oleh Conservat ion Int ernat ional menunj ukkan bahwa Dat aran rendah Paparan Sunda dan hut an pegunungan, hut an dat aran rendah di Sulawesi dan hut an gunung di Jawa bagian barat merupakan beberapa pusat -pusat endemisme t erpent ing di dunia. Banyak spesies endemik t erbat as pada kepulauan t ert ent u at au sekelompok pulau t ert ent u. Suatu kawasan hutan yang memiliki konsentrasi spesies-spesies endemik, sebagaimana, yang diakui oleh pihak-pihak yang berwenang di tingkat nasional dan

internasional, adalah suatu HCV. Instruksi untuk pengelola hutan Identifikasi HCV 1. 3

Sebagai bagian dari pengelolaan hut an, anda harus sudah melaksanakan penilaian keanekaragaman hayat i berupa invent arisasi spesi es (sebagaimana yang dipersyarat kan dalam Krit eria 6. 2 FSC). Inf ormasi ini sekarang harus dianalisis unt uk menent ukan apakah UPH memi liki spesies-species yang t erancam, hampir punah at au endemik.

Sedikit UPH di Indonesia kemungki nan mewakili konsent rasi spesies t erancam, hampir punah at au endemik secara sendiri. Mereka merupakan bagian dari lanskap yang lebih luas.

Suat u UPH mungkin merupakan bagian pent ing dari sebuah lanskap j ika UPH ini membent uk pert emuan ant ara beberapa habit at yang berbeda, sebagai cont oh, j ika hut an kapur yang luas memot ong dat aran aluvial.

Tugas

Petunj uk

Contoh-contoh

Menyusul penilaian spesies yang t erancam,

hampir punah at au endemik, periksalah

bersama dengan para pakar dan

organisasi-organisasi konservasi yang relevan apakah

Jika UPH merupakan bagian dari

lanskap dengan konsent rasi

spesies t erancam at au hampir

punah, UPH harus menerapkan

Konsent rasi endemik sepert i di

Kepulauan Ment awai. Meskipun hanya

t erdiri dari pulau kecil, pulau-pulau

t ersebut memiliki 14 mamalia yang t idak


(15)

UPH it u:

Merupakan bagian dari lanskap

dengan konsent rasi spesies yang

t erancam, hampir punah at au

endemik

Memiliki kawasan yang pent ing bagi

lanskap keseluruhan dengan

spesies-spesies t erancam, hampir punah

at au endemik

Berada dal am kawasan burung

endemik (EBA)

prinsip kehat i-hat ian dan

mengasumsikan bahwa UPH

t ersebut memiliki konsent rasi

dari spesies-spesies ini, kecuali

ada kenyat aan sebaliknya.

t erdapat di t empat lain manapun.

Cont oh lain dari konsent rasi spesies

j arang, t erancam dan hampir punah

adalah hut an dat aran rendah di bagian

ut ara Kalimant an Timur yang dikenal

menj adi rumah bagi 10 spesies primat a,

suat u keragaman primat a t ert inggi di

Indonesia.

EBA didef inisikan dan dipet akan oleh

BirdLif e Int ernat ional

(www. birdlif e. net

)

Pengelolaan dan Monitoring HCV 1. 3

Kegiatan

Petunj uk

Unt uk HCV, ident if ikasi inf ormasi baseline kunci.

Paramet ers yang akan diident if ikasi meliput i, t et api t idak t erbat as pada:

Peran UPH dalam lanskap yang memiliki konsent rasi spesies j arang, endemik

dan t erancam

Dampak-dampak pengelolaan

Kecenderungan yang menyangkut paramet er-paramet er ini harus dipert imbangkan

dalam kont eks lanskap UPH dan ekologi dari spesies yang bersangkut an.

Siapkan proposal pengelolaan spesif ik unt uk set iap bagian

dari UPH yang diident if ikasi sebagai bagian t erpent ing dari

lanskap yang mempunyai konsent rasi spesies j arang,

t erancam at au endemik.

Opsi-opsi meliput i, t et api t idak t erbat as pada:

Pengelolaan akt if

Ukuran-ukuran perbaikan kembali

Perlindungan yang ket at

Sebagai cont oh, mungkin layak unt uk membuat bat as wilayah pada:

Beberapa kawasan cagar kunci

Kawasan-kawasan yang menj aga konekt if it as t ingkat lanskap

Kawasan-kawasan yang menj amin pemeliharaan f it ur-f it ur habit at t ingkat

t egakan t ert ent u, sepert i kondisi kayu mat i yang masih berdiri at au

perlindungan zona riparian


(16)

dari pakar.

Int egrasikan proposal pengel olaan ke dalam proses

perencanaan yang lebih luas.

Yakinkan bahwa bat asan at uran dilaksanakan di lapangan, sebagai cont oh melalui

perubahan prosedur operasional dan yakinkan bahwa program pelat ihan unt uk hal

t ersebut t elah selesai dilakukan agar perubahan-perubahan t ersebut

dit indaklanj ut i.

Cont oh-cont oh perubahan operasional yang mengunt ungkan meliput i:

Modif ikasi rencana j aringan j alan unt uk menghindari gangguan yang t idak

perlu pada habit at -habit at pent ing

Pengurangan kerusakan akibat penyar adan unt uk meminimalkan dampak

pada binat ang-binat ang yang hidup di t anah misal. Jenis burung-burung

berkicau binat ang mengerat dan binat ang melat a

Mengembangkan indikat or-indikat or monit oring, rencana

monit oring dan pelaksanaannya.

Cont oh-cont oh dari indikat or monit oring kunci adalah:

Pemeliharaan f it ur lanskap yang menj aga at au meningkat kan populasi dari

spesies-spesies t arget

Dat a ket erwakilan ekosist em

Pemeriksaan perencanaan pra-operasional

Pengelola hut an harusnya menget ahui perubahan-perubahan pada t ingkat lanskap

yang mempengaruhi HCV t ersebut . Sebagai cont oh, j ika semakin l uas kerusakan

t ingkat lanskap, maka nilai hut an dalam UPH yang menj aga HCV ini mungkin

semakin t inggi dan perlu perhat ian yang cukup besar dalam pengelolaan dan

mungkin j uga perlindungan secara lebih ket at .

HCV 1. 4 Konsentrasi temporal yang penting Dasar Pemikiran

Elemen ini dirancang unt uk menj amin pemeliharaan dari konsent rasi spesies yang pent ing yang menggunakan kawasan hut an hanya pada wakt u-wakt u t ert ent u at au f ase-f ase t ert ent u dalam sej arah hidup mereka. Elemen ini meliput i t empat berkembang biak, t empat -t empat migrasi, rut e at au koridor migrasi (kearah at as j uga ke arah samping ). Konsent rasi t emporal (sewakt u-wakt u) yang pent ing dapat diwakili oleh:

Konsent rasi burung-burung yang berpindah

Sat wa-sat wa sepert i babi hut an yang mengikut i masa-masa pembuahan Dipt erocarpacea.

Kelelawar, lebah dan burung dara pemakan buah yang mengikut i pola musim bunga dan buah dari pepohonan.


(17)

Ikan yang bermigrasi unt uk bert elur.

Konsentrasi spesies berpindah yang signifikan secara global atau konsentrasi temporal yang signifikan secara nasional atau rute migrasi adalah sebuah HCV. Instruksi untuk pengelola hutan

Ada pembagian t ugas unt uk mengident if ikasi HCV ini ke dalam penilaian pendahuluan dan penilaian menyeluruh. Hal ini disebabkan sebagian besar dari inf ormasi yang diperlukan unt uk memut uskan apakah suat u HPH punya konsent rasi spesies t emporal yang signif ikan adalah inf ormasi yang diinginkan pengelola hut an mengenai aspek-aspek lain dalam pengelolaan hut an berkelanj ut an dan dengan demikian bukan merupakan persyarat an t ambahan dari Prinsip 9 FSC. Sebagai cont oh, sebagai bagian dari

pengelolaan hut an, anda harus menget ahui j enis hut an yang ada dalam UPH dan j uga f it ur-f it ur habi t at at au lanskap yang t idak bi asa dalam UPH it u (misalnya persyarat an dalam Krit eria 6. 1, 6. 2 dan 6. 4). Inf ormasi ini kemudian digunakan unt uk menent ukan apakah UPH memiliki ekosist em dengan konsent rasi burung-burung migrat ori (HCV 1. 4. 1) at au konsent rasi spesies-spesies pent ing nasional lainnya.

Jika penilaian pendahuluan menunj ukkan bahwa mungkin ada suat u HCV, maka pengelola hut an akan berkewaj iban unt uk melakukan pekerj aan lebih lanj ut unt uk membukt ikan apakah HCV ini memang ada secara akt ual. Inilah yang dinamakan sebagai “ penelit ian menyeluruh” .

Penilaian pendahuluan

Tugas

Petunj uk

Contoh-contoh

1. 4. 1 Apakah

UPH

memiliki

mangrove,

hut an rawa

air t awar,

hut an rawa

gambut

dan hut an

riparian

yang cukup

luas?

Inf ormasi ini harus t ersedia dari survey

veget asi at au pet a-pet a yang j uga

dibut uhkan oleh pengelola hut an unt uk

aspek-aspek lain dari pengel olaan hut an

berkelanj ut an.

Jika UPH memiliki kawasan ekst ensif di

at as, maka kegiat an dit eruskan dengan

penilaian menyeluruh.

Indonesia memiliki t empat -t empat migrasi yang

signif ican secara global unt uk burung-burung migran

Palaerct ic. Pada dasarnya sit us-sit us ini berupa hut an

mangrove, hut an rawa air t awar, hut an rawa gambut dan

hut an riparian yang luas. Cont ohnya adalah:

Semua hut an mangrove Indonesia yang

menggunakan prinsip kehat i-hat ian, kecuali ada

f akt a sebaliknya

Berbak, Sumat era Selat an

Pert engahan kawasan sungai Mahakam,

Kalimant an Timur

1. 4. 2 Apakah

UPH

meliput i

f it ur-f it ur

lanskap

yang

cenderung

Inf ormasi ini dapat diperoleh melalui

kombinasi penget ahuan lokal,

invent arisasi spesies pohon dan survey

habit at . Sangat mungkin bahwa

pengel ola hut an sudah melaksanakan hal

ini sebagai bagian dari program

pengel olaan hut an berkelanj ut an. Harus

Jika UPH memiliki kawasan-kawasan sepert i ini

dengan luasan yang cukup maka harus dilakukan

penilaian menyeluruh. Bat u j ilat an

Beringin pencekik dengan konsent rasi yang t inggi

Koridor migrasi gaj ah

Cont ohnya meliput i:


(18)

menj adi

konsent rasi

sat wa?

ada penekanan khusus pada penget ahuan

lokal – pengelola hut an harus berbicara

dengan penduduk lokal dan yang lainnya

dan mendokument asikan

pembicaraan-pembicaraan t ersebut .

dan Ket ambe Gunung Leuser (Sumat ra) memiliki

konsent rasi t anaman beringin pencekik dan

akibat nya t erdapat konsent rasi spesies-spesies

pemakan buah (primat a, burung pemakan buah,

kelelawar).

Kawasan geograf i Sipurak di Jambi (Sumat ra)

memiliki bat u j ilat an yang menj adi sumber

mineral pent ing unt uk sat wa-sat wa di Taman

Nasional Kerinci Sebl at (gaj ah, t apir dll ).

Pent ingnya t empat ini t elah diakui secara resmi

karena pemerint ah t elah mengusulkannya menj adi

kawasan lindung.

Penilaian Lengkap

Tugas

Petunj uk

Contoh-contoh

1. 4. 1 Penil aian keanekaragaman hayat i

sebaiknya mencakup survey unt uk t empat

-t empa-t burung yang biasa bermigrasi.

Periksa apakah UPH ini berada di dalam

kawasan Burung Pent ing (Import ant Bird

Area, IBA) at au memil iki kawasan

t ersebut .

Jika anda, at au kont rakt or, sedang melaksanakan

penilaian keanekaragaman hayat i, maka penilaian

ini harus meliput i sat u at au lebih kegiat an yang

bert uj uan unt uk menent ukan apakah ada

konsent rasi spesies burung migrat ori Palaearct ic

dalam j enis-j enis hut an yang t el ah diident if ikasi.

Survey t ersebut harus:

Menget ahui kapan j enis hut an t ert ent u

digunakan oleh burung yang biasa bermigrasi

(dengan bant uan pakar dan penget ahuan

lokal)

Melakukan sat u at au l ebih survey lapangan

unt uk mengident if ikasi burung-burung

migrat ori yang ada

Survey lapangan harus menggunakan met ode

ilmiah t erbaik (bant uan pakar mungkin

diperlukan)

Jumlah spesies dan kerapat annya harus dapat

IBAs didef inisikan at au dipet akan oleh

BirdLif e Int ernat ional


(19)

diduga

Laporan survey harus mencakup gambaran l engkap

met ode t ersebut (dengan penyesuaian-penyesuaian)

dan j uga dengan t emuan-t emuannya

Jika konsent rasi spesies ini dit emukan, maka

pengel ola hut an harus menghubungi pihak-pihak

berwenang yang relevan (lihat Lampiran 5) unt uk

menent ukan apakah spesies t ersebut membent uk

konsent rasi yang pent ing secara global.

1. 4. 2 Jika FMU memiliki kawasan bat u j ilat an,

yait u kawasan yang hanya kadang-kadang

digunakan sebagai areal pakan namun

pent ing, maka pengelola hut an perlu

mempekerj akan seorang pakar unt uk

melakukan survey yang mencari

konsent rasi spesies-spesies t emporal.

Laporan pakar t ersebut akan menghasilkan

rekomendasi mengenai apakah ada kawasan

konsent rasi yang pent ing (penget ahuan adat dan

lokal sangat pent ing unt uk membuat keput usan ini).

Sebagai cont oh, konsent rasi yang

signif ikan pada bat u j ilat an akan

meliput i banyak t aksa yang berbeda,

at au mungkin j uga meliput i sebagian

besar proporsi populasi dari sat u

spesies.

Pengelolaan dan monitoring HCV 1. 4

Kegiatan

Petunj uk

Gambarkan dan buat bat as unt uk

kawasan yang ber-HCV t ersebut .

Pengelola hut an bert anggungj awab unt uk menggambarkan dengan j elas HCV it u. Cont ohnya, ‘ kawasan

hut an yang memiliki dua kawasan bat u j ilat an yang digunakan pal ing t idak ol eh x spesies t ermasuk

sebagian besar populasi spesies y dan z yang ada di t ingkat propinsi’

Pengelola hut an diharapkan unt uk membuat pet a yang menunj ukkan j enis-j enis hut an at au f it ur-f it ur

habit at it u dan membuat bat as kawasan t ersebut di lapangan.

Unt uk set iap HCV, ident if ikasi

inf ormasi dasar ut ama

Inf ormasi ini meliput i:

Kepent ingan konsent rasi t emporal t ersebut (secara gl obal, propinsi, lokal , dsb)

St at us t erkini dari spesies-spesies yang pent ing yang membent uk kawasan konsent rasi t ersebut

Kecenderungan dan ancaman ut ama bagi pemeliharaan j enis hut an at au f it ur habit at yang

mempunyai HCV

Pot ensi dampak pengelolaan pada j enis hut an at au f it ur habit at yang memiliki HCV

Siapkan proposal pengelolaan khusus

unt uk set iap HCV.

Hal ini mel iput i pengelolaan yang akt if , bat as ukuran perbaikan kembali at au perlindungan secara

ket at . Cont ohnya, mungkin waj ar unt uk menent ukan kawasan-kawasan lindung ut ama, menj aga

konekt if it as t ingkat lanskap, dan/ at au menj amin pemeliharaan f it ur-f it ur habit at t ingkat t egakan


(20)

t ert ent u sepert i t ut upan kanopi.

Int egrasikan proposal pengel olaan

t ersebut ke dalam proses perencanaan

yang lebih luar.

Yakinkan bahwa bat as ukuran benar-benar dit erapkan, misalnya dengan perobahan prosedur

operasional dan yakinkan bahwa program pelat ihan t elah diselesaikan.

Kembangkan indikat or-indikat or

monit oring, rencana monit oring dan

pelaksanaannya.

Cont oh-cont oh kegiat an monit oring ut ama adalah:

Trend populasi hidupan liar t ert ent u

Hasil-hasil survey kualit as habit at

Persepsi masyarakat lokal mengenai perubahan st at us spesies t ersebut .

Pemeriksaaan perencanaan sebel um operasional

Dat a kuant it at if lainnya sepert i cat at an perburuan dari penj aga hut an.

Jika HCVs t ersebut mencakup sampel-sampel ekosist em alam dal am lanskap yang mudah berubah, maka

f it ur-f it ur yang membant u menj aga HCVs dalam lanskap t ersebut (mis, koridor dan penyangga) harus

dimonit or.

HCV2. Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam unit pengelolaan, atau yang mempunyai unit pengelolaan di dalamnya, dimana sebagian besar at au semua populasi spesies alami berada dalam pola-pola alami atau distribusi dan kelimpahan. Di Indonesia t erdapat kelangkaan dat a mengenai dist ribusi populasi dan genet ik unt uk hampir seluruh spesies. Oleh karena it u HCV ini harus dipert imbangkan dalam dua bagian. Yang pert ama berhubungan dengan hut an yang masih ada dalam kait an dengan pulau yang menj adi t empat t umbuhnya. Yang kedua mengenai populasi yang layak; diyakini bahwa konservasi sebagian besar blok habit at menyisakan spesies dalam j umlah yang layak.

Dasar Pemikiran

Kawasan hut an yang memiliki populasi spesies asli (sebagian besar at au keseluruhan) biasanya berukuran luas, dan relat if t idak t erpengaruh oleh gangguan manusia dan f ragment asi akibat akt if it as manusia.

Dalam kont eks Indonesia t oolkit ini t elah mengident if ikasi komponen-komponen berikut ini: 2. 1 UPH merupakan kawasan hut an dengan t ingkat lanskap yang luas

2. 2 UPH merupakan bagian int egral dari hut an dengan t ingkat lanskap yang luas 2. 3 UPH mempert ahankan populasi spesies yang ada di alam dengan kondisi yang layak HCV2. 1 UPH adalah kawasan hutan dengan tingkat lanskap yang luas

Dasar Pemikiran

HCV ini berkenaan dengan suat u UPH yang memiliki kawasan hut an dengan t ingkat lanskap yang luas yang berada dalam haknya. Cont oh dari kawasan ini adalah, namun t idak t erbat as pada:


(21)

Bagian pent ing dari hut an yang t ersisa dari sebuah pul au besar yang t idak t erf ragment asi.

Sebuah UPH yang merupakan kawasan hut an dengan t ingkat lanskap yang luas adalah sebuah HCV.

Instruksi untuk pengelola hutan Identifikasi HCV 2. 1

Tugas

Petunj uk

Contoh-contoh

Tent ukan besarnya

sisa kawasan hut an

pada pulau t ersebut ,

dan j uga besarnya

yang diwakili oleh

UPH.

CITRA Landsat (at au or cit ra

pengindraan j arak j auh lainnya)

berdasar GIS

Gunakan laporan-laporan yang

relevan dari organisasi-organisasi

konservasi hut an, donor dan

pemerint ah sepert i Dinas

Kehut anan, BAPPEDA

Inf ormat ion dapat dicari dari:

BAKOSURTANAL dan l ainnya

Laporan-laporan Bank Dunia/ Pemerint ah Indonesia

mengenai sisa hut an di Indonesia

Pet a t ut upan hut an dari Global Forest Wat ch

Pet a dari Dephut

Tent ukan apakah UPH

saat ini t erdiri dari

hut an dengan t ingkat

lanskap yang luas.

Cari saran-saran dari pakar

Sebagai pedoman umum, sebuah konsesi di pulau besar

sepert i Sumat era at au Borneo yang membent uk bl ok hut an

t anpa f ragment asi sekit ar 50, 000 hekt are dipert imbangkan

sebagai kawasan hut an dengan t ingkat lanskap. Pada

pulau-pulau kecil sepert i Seram, angka ini bisa lebih rendah.

Pengelolaan dan monitoring HCV 2. 1

Kegiatan

Petunj uk

Pengelola harus menj amin bahwa UPH menj aga t ut upan hut an

dan bahwa f ragment asi diminimalkan.

Rencanakan j alan dan inf rast rukt ur unt uk menj aga int egrit as lanskap

Gunakan RIL (penebangan berdampak rendah)

Minimalkan ancaman dari luar sepert i kebakaran

Pengelola harus melakukan eval uasi pada t ut upan hut an dari

UPH-nya, dalam hal ini harus memet akan t ingkat kerusakan (kerapat an

j alan vs kerapat an kanopi). Berdasarkan at as hubungan penut upan

hut an (dari hut an yang qualit as kerusakannya kecil)

Perbaharui cit ra sat el it secara t erat ur dan gunakan GIS unt uk:

Memonit or dist ribusi dan kualit as j enis hut an – berdasar asumsi

kebenaran

Review dampak pembangunan j alan

Review dampak ancaman ekst ernal sepert i kebakaran

Bekerj a dengan pihak-pihak t erkait set empat , t ermasuk

masyarakat , unt uk menj aga int egrit as hut an.

Konsult asi dengan masyarakat dan pihak-pihak yang berwenang yang t erkait

unt uk menj amin bahwa semua mendapat kan inf ormasi mengenai kegiat an


(22)

masing-masing, dan bekerj a unt uk mengurangi ancaman masa depan sepert i

penebangan liar, penambangan liar dan pert anian yang t idak berkelanj ut an.

HCV2. 2 FMU merupakan bagian integral dari hutan dengan tingkat lanskap yang luas

Dasar Pemikiran

Jika analisis HCV 2. 1 t idak menunj ukkan bahwa UPH t ersebut adalah kawasan hut an dengan t ingkat lanskap yang luas, kemungkinan UPH t ersebut masih merupakan bagian int egral dari kawasan sepert i ini. Jika t ernyat a bukan bagian int egral, maka hut an dengan t ingkat lanskap yang luas t ersebut t elah t erkena dampak.

Sebuah UPH yang merupakan bagian integral dari hutan dengan lanskap yang luas dianggap sebagai HCV. Instruksi untuk pengelola hutan

Pedoman ini harus mengikuti analisis HCV 2. 1. Identifikasi HCV 2. 2

Tugas

Petunj uk

Contoh-contoh

Tent ukan besarnya dan kondisi

hut an di sekit ar UPH.

Cit ra lansat (at au cit ra pengindraan j arak j auh

lainnya) berdasar GIS

Gunakan laporan-laporan yang relevan dari

organisasi-organisasi konservasi hut an, donor

dan pemerint ah sepert i Dinas Kehut anan,

BAPPEDA, BAPLAN, Dephut

Inf ormasi dapat diperoleh dari

BAKOSURTANAL dan l ainnya

Pet a t ut upan hut an ol eh Global Forest Wat ch

Di KALTIM: pet a ekoregion oleh TNC; di Riau

dan Papua Barat : dat a kehut anan dari WWF

Tent ukan apakah hilangnya at au

kerusakan UPH akan secara nyat a

memberikan dampak pada hut an

dengan t ingkat lanskap yang l uas.

Lihat hil angnya hut an di sekit ar blok lanskap

besar yang masih t ersisa, dan t ent ukan apa

yang menyebabkannya. Evaluasi resiko yang

masih ada dan j uga peran UPH dalam

memperburuk kerusakan landskap hut an.

Unt uk UPH-UPH kecil, periksa apakah hut an

yang dimilikinya berf ungsi sebagai koridor at au

penghubung ant ara bl ok-blok hut an yang luas,

kawasan lindung dsb.

Cari saran-saran dari para pihak yang

berkepent ingan t erhadap hut an ini dan

masyarakat konservasi

UPH seluas 250, 000 hekt ar dalam lanskap

hut an yang lebih l uas bisa menj adi hut an

dengan t ingkat lanskap yang l uas dan j uga

kawasan yang j ika hilang at au rusak akan

mempengaruhi lanskap seluas j ut aan hekt ar.

Suat u UPH dengan luas 20, 000 ha mungkin

bukan merupakan hut an dengan lanskap yang

besar, namun kerusakannya dapat

memberikan dampak serius pada kawasan

seluas 100, 000 ha.

Sebuah UPH kecil dapat membent uk koridor

yang pent ing yang menghubungkan ant ara

dua at au lebih bl ok hut an yang lebih luas.


(23)

Kegiatan

Petunj uk

Pengelola harus melakukan eval uasi t erhadap t ut upan hut an pada

UPHnya, dengan memet akan t ingkat kerusakan (kerapat an j alan vs

kerapat an kanopi) yang didasarkan pada hubungan t ut upan hut an

(dari yang sedikit rusak kualit asnya).

Perbaharui cit ra sat el it secara reguler dan gunakan GIS unt uk:

Memonit or dist ribusi dan kualit as j enis hut an – berdasar asumsi

kebenaran

Review dampak pembangunan j alan

Review dampak ancaman ekst ernal sepert i kebakaran

Pengelola harus menj amin bahwa UPH harus menj aga t ut upan

hut an dan bahwa f ragment asi diminimalkan.

Pengelolaan harus mempert imbangkan peran yang bisa dimiliki

UPH dalam hal pemeliharaan t ut upan hut an di sepanj ang lanskap.

Rencanakan j alan dan inf rast rukt ur unt uk menj aga int egrit as lanskap

Gunakan RIL (penebangan berdampak rendah)

Minimalkan ancaman dari luar sepert i kebakaran

Bekerj a dengan para pihak t erkait set empat , t ermasuk masyarakat

unt uk menj aga int egrit as hut an.

Konsult asi dengan masyarakat dan pihak-pihak yang berwenang yang t erkait

unt uk menj amin bahwa semua mendapat kan inf ormasi mengenai kegiat an

masing-masing, dan bekerj a unt uk mengurangi ancaman masa depan

sepert i penebangan liar, penambangan liar dan pert anian yang t idak

berkelanj ut an.

HCV2. 3 UPH mempertahankan populasi spesies yang ada di alam dengan kondisi yang layak Dasar Pemikiran

Hut an-hut an yang mempunyai j umlah spesies yang cukup banyak dianggap dapat menj aga kelangsungan ekosist em j ika hut an it u t idak diganggu. Namun sebagian besar pengelola UPH senang memisahkan ant ara “ sebagian besar spesies” dari “ sebagian besar spesies yang sudah diket ahui” dengan penekanan khusus pada megaf auna yang karismat ik. Namun dalam kenyat aannya banyak spesies yang relat if at au t idak dikenal sama sekali sepert i serangga, alga dan j amur sering diabaikan. Di sini kit a

mengasumsikan bahwa penggunaan perwakilan sepert i spesies payung (spesies yang diket ahui sif at ekologinya yang dapat digunakan unt uk menunj ukkan kondisi habit at ) dan spesies lainnya yang relat if dikenal akan bisa menunj ukkan kesehat an dan st at us populasi spesies lainnya dan pemeliharaan habi t at it u (dan monit oring kesehat an

habit at nya) akan sama.

Meskipun perwakilan ini secara ilmiah t idak begit u memadai, mereka merupakan langkah pert ama yang paling t ersedia dan dapat di t ambahkan dalam hal inf ormasi baru, spesies khusus, begit u spesies it u muncul.

Suatu UPH yang mempunyai populasi spesies yang ada secara alami dalam j umlah yang layak merupakan sebuah HCV. Instruksi untuk pengelola hutan

Identifikasi HCV 2. 3


(1)

• Bukt i dari pelat ihan f ormal at au inf ormal ada di lapangan.

• Unt uk unit pengelolaan yang besar, harus ada rencana pelat ihan f ormal.

• P3. 4 Ket ersediaan t enaga prof esional unt uk perencanaan, perlindungan, produksi, pembinaan hut an dan pengelolaan bisnis

7. 4 Dengan tetap menghormati kerahasiaan informasi, pengelola hutan harus menyediakan untuk publik ringkasan rencana pengelolaan hutan dengan informasi seperti yang digambarkan dalam Kriteria 7. 1

• Unit pengelolaan bersedia memberikan ringkasan publik t ent ang kegiat an pengelolaan hut an berdasar persyarat an Smart Wood at au FSC. • Tidak ada dalam Krit eria dan Indikat or LEI

PRINCIPLE #8: MONITORING DAN EVALUASI

Monit oring harus dilakukan – sesuai dengan skala dan int ensit as kegiat an pengelolaan hut an – unt uk menilai kondisi hut an, hasil dari produk hut an, lacak balak, kegiat an pengelolaan dan dampaknya t erhadap kondisi sosial dan lingkungan hidup.

Bagian ini berf okus pada monit oring, kemudian lacak balak – yait u bagaimana perusahaan dapat menj aga aliran invent arisasi produk dan penangannya hingga para penj ualan at au pengangkut an produk ke pihak lain di luar hut an. Dalam pedoman umum ini, Smart Wood memberikan penj elasan cukup det il sehingga perusahaan mampu mendapat kan sert if ikat unt uk pengelolaan hut an dan lacak balak berdasar persyarat an Smar t Wood dan FSC. Pedoman ini cukup det il kecuali unt uk kondisi berikut ini:

1. Unit pengelolaan mempunyai pabrik di lapangan yang mengkombinasikan penggunaan bahan bersert if ikat dan non sert if ikat . 2. Unit pengelolaan mempunyai banyak t empat , divisi dan berj arak j auh secara geograf is, kapasit as produksi dan pengolahan.

3. Ada permasalahan at au resiko COC (lacak balak) unt uk mult iproduk yang sangat rumit yang kemudian memerlukan perlakuan yang in-dept h.

Jika salah sat u kondisi t ersebut di at as t erj adi, Pedoman Lacak Balak yang lebih det il harus digunakan unt uk proses penilaian COC. Keput usan akan dibuat oleh pimpinan t im penilai, set elah ada input dari kant or pusat Smart Wood dan konsult asi dengan unit pengelolaan. Jika ada pert anyaan t ent ang masalah ini dapat menghubungi kant or pusat Smart Wood.

8. 1 Frekuensi dan intensitas monitoring harus ditentukan berdasar skala dan intensitas kegiatan pengelolaan hutan dan j uga kompleksitas relatif dan rawannya lingkungan yang terkena dampak. Prosedur monitoring harus konsisten dan dapat diulang untuk mendapatkan perbandingan hasil dan perubahan penilaian. • Laporan monit oring menunj ukkan bagaimana arahan pengelolaan harus dirubah berdasarkan pada inf ormasi baru t ent ang ekologi, silvikult ur at au pasar.

• Laporan monit oring harus akurat dan menf asilit asi audit ing dan sert if ikasi oleh pihak ket iga secara ef isien dan ef ekt if . • Tidak ada dalam Krit eria dan Indikat or LEI

8. 2 Pengelolaan hutan harus meliputi penelitian dan pengumpulan data yang diperlukan untuk memonitor, paling tidak, beberapa indikator berikut ini: a) Hasil produk hut an yang dipanen.

b) Tingkat pert umbuhan, regenerasi dan kondisi hut an.

c) Komposisi dan perubahan yang diamat i dalam f lora dan f auna.


(2)

e) Biaya, produkt if it as, dan ef isiensi pengelolaan hut an.

• Harus ada rencana dan rancangan unt uk monit oring dan pelaporan secara berkala.

• Rencana monit oring secara t eknis harus bagud dan bisa mengident if ikasi perubahan yang diamat i dalam hal: • Silvikult ur (t ingkat pert umbuhan, regenerasi dan kondisi hut an)

• Lingkungan hidup (perubahan lingkungan hidup yang mempengaruhi sumberdaya f lora, f auna, t anah dan air); dan,

• Aspek sosial ekonomi (biaya pengelolaan hut an, hasil dari semua produk dan perubahan pada kondisi masyarakat dan hubungan dengan pekerj a). • P2. 2, P2. 4, P2. 5, P2. 9, P3. 3, E1. 4 – E1. 10, S4. 1 lihat di at as

8. 3 Dokumentasi harus diberikan oleh pengelola hutan untuk menfasilitasi organisasi monitoring dan sertifikasi untuk menelusuri setiap produk hutan dari asalnya, sebuah proses yang disebut sebagai “ lacak balak. "

• Dat a volume dan sumber unt uk muat an bahan baku (log at au papan bersert if ikat ) t ersedia (yang dit imbang, diinvent arisasi, dan di ukur) dalam hut an, dalam pengangkut an dan t empat penimbunan kayu sement ara (TPK), pengolahan dan pusat -pusat dist ribusi yang dikendalikan oleh unit pengelolaan.

• Invoice, bills of lading, sert if ikat asal (misal, Formulir A dari GATT) dan dokument asi lain yang berlaku yang berhubungan dengan pengiriman at au pengangkut an hasil hut an disimpan dalam lokasi t ersendiri dan mudah t ersedia unt uk pemeriksaan.

• Produk hut an bersert if ikat harus dibedakan secara j elas dari produk non bersert if ikat melalui t anda at au label, penyimpanan dokumen yang t erpisah, dan invoice sert a bills of lading yang t erpisah j uga. Penandaan at au indent if ikasi yang unik unt uk produk bersert if ikat harus ada di semua t ahap pengolahan dan dist ribusi hingga penj ualan at au pengangkut an baik ke luar hut an (yait u, sampai di gerbang hut an) at au hingga ke pihak ket iga.

• P2. 6 Keabsahan sist em lacak balak dalam hut an

8. 4 Hasil monitoring harus dimasukkan dalam pelaksanaan dan revisi rencana pengelolaan.

• Review rencana pengelolaan (baik rencana at au lampiran) menunj ukkan bahwa hasil monit oring dimasukkan dalam perencanaan secara reguler. • Ada bukt i bahwa inf ormasi dari monit oring digunakan unt uk memperbaiki pengelolaan.

• Tidak ada dalam Krit eria dan Indikat or LEI

8. 5 Meskipun ada kerahasiaan informasi, pengelola hutan harus membuat ringkasan hasil-hasil indikator monitoring pada publik, termasuk yang tercantum dalam Kriteria 8. 2.

• Lihat Bagian 1. 3.

• Tidak ada dalam Krit eria dan Indikat or LEI

PRINCIPLE 9: PEMELIHARAAN HUTAN DENGAN NILAI KONSERVASI TINGGI (HCVF)

Akt ifit as pengelolaan pada kawasan hut an dengan nilai konservasi t inggi harus memelihara at au meningkat kan kualit as yang membent uk kawasan hut an sepert i ini. Keput usasn mengenai hut an dengan nilai konservasi t inggi harus selalu dipert imbangkan dalam kont eks pendekat an kehat i-hat ian.


(3)

a) suat u kawasan hut an memiliki beberapa hal berikut ini yang mempunyai nilai pent ing secara global, regional dan nasional : • Konsent rasi nilai keanekaragaman hayat i (mis, endemisme, spesies rawan); dan,

• Hut an dengan t ingkat landscape yang luas yang dit empat i oleh unit pengelolaan, dimana ada sebagian besar populasi – j ika t idak semua – yang hidup alami dilihat dari dist ribusi dan j umlahnya;

b) Kawasan ini berada dalam ekosist em yang langka, t erancam at au rawan;

c) Kawasan ini memberikan j asa alam unt uk sit uasi yang kr it is at au unik (mis unt uk perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi); dan,

d) Kawasan ini pent ing unt uk memenuhi kebut uhan dasar bagi masyarakat lokal (mis unt uk subsist en dan kesehat an) at au pent ing dalam hal ident it as budaya t radisional (kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang diident if ikasi bekerj a sama dengan masyarakat lokal).

Saat ini FSC sedang menyelenggarakan komit e t eknis unt uk membant u sert if ier yang diakredit asi ol eh FSC unt uk mengembangkan prosedur guna mengundang banyak masukan t ent ang HCVF yang lebih konsist en. Kelompok st andar regional FSC j uga sedang bergulat dengan masalah-masalah ini j uga. Selain i t u, Smart Wood t elah melaksanakan

penilaian sert if ikasi di se j umlah kawasan HCVF. Implikasi ut amanya adalah sebagai berikut :

1) Penilaian lingkungan hidup, hut an dan sosial secara t eknis harus ada unt uk menent ukan keberadaan HCVF; dan, 2) Prosedur konsult asi st akeholder harus kuat , t erut ama di kawasan-kawasan yang mempunyai banyak HCVF.

Jika t idak ada kej elasan dalam but ir 1 at au 2 di at as, Smart Wood t elah mengambil pendekat an yang sangat proakt if pada konsult asi st akeholder dan, khususnya, penerapan krit eria dan indikat or berikut ini, sert a Bagian 6. 0 t ent ang Dampak pada Lingkungan Hidup.

9. 1 Penilaian untuk menentukan adanya kualitas yang konsisten dengan HCVF akan diselesaikan menurut skala dan intensitas pengelolaan hutan.

• Unt uk unit pengelolaan yang besar, penilaian int ernal harus dilaksanakan unt uk menent ukan apakah mereka mengelola HCVF. Harus dibuat laporan t ert ulis yang menggambarkan proses yang digunakan (mis, konsult asi dengan st akeholder dan para ahli, penelit ian, dat a yang relevan, cek lapangan) unt uk mengident if ikasi nilai konservasi yang t inggi, yang relevan dan memasukkan lat ar belakang kesimpulan yang dicapai mengenai keberadaan at au ket iadaan set iap nilai konservasi yang pent ing t ersebut .

• Unt uk unit pengelolaan yang kecil dan sedang, harus ada konsult asi dengan lembaga konservasi dari pemerint ah at au lembaga ilmiah yang berwenang unt uk menent ukan apakah sebagian kawasan hut an yang mereka kelola di anggap sebagai HCVF. Hal ini bisa t erj adi selama penilaian sert if ikasi.

• Dalam mengevaluasi keberadaan nilai konservasi yang pent ing ini harus dilakukan dengan prinsip kehat i-hat ian. • Tidak ada dalam Krit eria dan Indikat or LEI

9. 2 Porsi konsultasi dari proses sertifikasi harus menekankan pada sifat-sifat konservasi yang teridentifikasi, dan pilihan-pilihan pemeliharaan daripadanya. • Masyarakat lokal dan st akeholder lainnya (mis, organisasi-organisasi konservasi, lembaga-lembaga akademik at au penelit ian) menj adi t empat konsult asi selama

ident if ikasi nilai-nilai konservasi yang relevan dan pengembangan st rat egi unt uk melindungi nilai-nilai ini.

• Jika nilai HCVF dalam bahaya, maka unit pengelolaan harus memiliki st rat egi at au rencana eksplisit unt uk dij alankan dalam konservasi HCVF dan konsult asi st akeholder yang akan memberikan kont ribusi unt uk memelihara at au memulihkan nilai-nilai ini.


(4)

• Unt uk unit pengelolaan yang kecil at au sedang, kegiat an di lapangan harus menunj ukkan bukt i bahwa nilai-nilai HCVF dipelihara dan dipert ahankan.

9. 3 Rencana pengelolaan harus meliputi dan melaksanakan ukuran-ukuran spesifik yang menj amin bahwa pemeliharaan atau peningkatan kualitas konservasi yang berlaku konsisten dengan prinsip kehati-hatian. Ukuran-ukuran tersebut harus secara spesifik dimasukkan dalam ringkasan rencana pengelolaan yang tersedia untuk publik.

• Rencana pengelolaan hut an bersif at komprehensif , khas wilayah dan mendet il dalam menj elaskan sumberdaya HCVF. • Ada ukuran-ukuran (didokument asikan dan dilaksanakan) unt uk melindungi nilai-nilai HCVF.

9. 4 Monitoring tahunan harus dilaksanakan untuk menilai efektifitas ukuran yang diberlakukan untuk memelihara atau meningkatkan kualitas konservasi yang berlaku.

• Sebuah sist em unt uk monit oring pemeliharaan nilai-nilai HCVF dimasukkan dalam prosedur unit pengelolaan unt uk perencanaan, moni t oring dan pelaporan reguler.

PRINSIP # 10: HUTAN TANAMAN

Hut an t anaman harus direncanakan dan dikelola sesuai dengan Prinsip 1-9, dan Pr insip 10 dan krit erianya. Sement ara hut an t anaman dapat memberikan serangkaian manf aat sosial dan ekonomi dan dapat memenuhi kebut uhan dunia akan produk hut an, hut an t anaman t ersebut seharusnya melengkapi pengelolaan dari dan mengurangi t ekanan pada sert a meningkat kan pemulihan dan konservasi hut an alam.

Hut an t anaman dapat memai nkan per an pent i ng dal am pembangunan sosi al dan ekonomi pedesaan. Dar i per spekt i f l i ngkungan hi dup, hut an t anaman memai n-kan per an sej ar ah pent i ng dal am membangun kembal i at au memel i har a t ut upan hut an, khususnya di kawasan dengan t at a guna l ahan yang i nt ensi f . Di beber apa negar a, konver si hut an al am menj adi hut an t anaman t el ah meni mbul kan di skusi kebi j akan publ i k yang l uas dan i nt ensi f (mi s di Indonesi a, Mal aysi a dan Br azi l ). Pada beber apa bagi an di Amer i ka Ser i kat , Af r i ka dan Br azi l , ada kekhawat i r an bahwa r ef or est asi bi sa mer ubah ekosi st em asl i padang r umput at au savana (yai t u ekosi st em di nama keber adaan at au kepadat an pohon r el at i f r endah). Di banyak negar a yang l ai n, hut an t anaman t i dak begi t u kont r over si al dan kenyat aannya pembangunannya di sar ankan banyak st akehol der dar i pada har us menebang hut an al am (mi s di Sel andi a Bar u). Pada beber apa daer ah, sebagi an besar r ef or est asi di l akukan dengan menggunakan spesi es asl i . Di t empat l ai nnya t i dak ada pengal aman dengan r ef or est asi yang menggunakan spesi es asl i unt uk kepent i ngan komer si al . Kar ena al asan ekol ogi , Smar t Wood mendor ong di gunakannya spesi es asl i dal am r ef or est asi . Namun demi ki an, kami t el ah menser t i f i kasi per usahaan hut an di mana spesi es asl i mempunyai sedi ki t per an dal am kawasan hut an komer si a. Unt uk al asan i ni , sangat kr i t i s bahwa per an hut an t anaman har us di kaj i dal am kont eks r egi onal . Kunci unt uk semua si t uasi i ni adal ah meni l ai hut an t anaman dar i per spekt i f menyel ur uh, yang menyei mbangkan dan mengopt i masi kan ni l ai -ni l ai ekol ogi , sosi al dan ekonomi.

10. 1 Tuj uan pengelolaan dari hutan tanaman, termasuk tuj uan konservasi dan pemulihan hutan alam, harus secara eksplisit dinyatakan dalam rencana pengelolaan, dan secara j elas ditunj ukkan dalam pelaksanaan rencana tersebut.

• Tuj uan penanaman pohon harus eksplisit dalam rencana pengelolaan, dengan pernyat aan yang j elas mengenai hubungan ant ara penanaman pohon dengan kenyat aan silvikult ur, sosial ekonomi dan lingkungan hidup (konservasi dan pemulihan hut an) di kawasan t ersebut .

• Keseimbangan t uj uan pengelolaan dit unj ukkan dalam pelaksanaan di lapangan.

10. 2 Rancangan dan tata letak dari hutan tanaman harus memperbaiki perlindungan, pemulihan dan konservasi hutan alam, dan tidak menambah tekanan pada hutan alam. Koridor hidupan liar, zona sungai dan mosaik tegakan dari umur dan periode rotasi yang berbeda, harus digunakan dalam tata letak hutan tanaman tersebut. Skala dan tata letak petak hutan tanaman harus konsisten dengan pola tegakan hutan yang ditemukan pada landscape alam.

• Penanaman pohon dalam kawasan hut an alam melengkapi regenerasi alam dan memberikan kont ribusi pada konservasi sumberdaya genet i k, dan bukan menggant ikan ekosist em alam.


(5)

• Jika hut an t anaman dibangun pada kawasan hut an suksesi pert ama at au padang rumput alami (yang keduanya t idak disarankan), maka pengelola hut an harus menggunakan ukuran-ukuran agresif unt uk memuli hkan, mengkonservasi dan mengelola hut an al am at au padang rumput di sekit arnya dengan luas yang sama at au lebih dari yang t erganggu.

• Pengelolaan hut an t anaman meningkat kan keragaman landscape dengan menggunakan spesies, genet ik, umur kelas dan st rukt ur yang beragam.

10. 3 Komposisi hutan tanaman disarankan lebih beragam untuk meningkatkan stabilitas ekonomi, ekologi dan sosial. Keragaman seperti ini dapat meliputi ukuran distribusi ukuran dan tata ruang dari unit pengelolaan dalam komposisi landscape, j umlah dan genetika spesies, kelas umur dan struktur.

• Fokus t erlet ak pada penanaman at au riset t erapan t ent ang spesies asli hut an dari kawasan t ersebut . • Hut an t anaman t idak menggant i lahan basah yang diklasif ikasikan secara ekologi.

• Pengelolaan hut an t anaman meningkat kan keragaman landscape dengan meragamkan spesies, genet ik, umur kelas dan st rukt ur.

10. 4 Pemilihan spesies untuk penanaman harus didasarkan pada kesesuaian dengan tempat tumbuh dan tuj uan pengelolaan. Untuk meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati, spesies asli lebih disarankan daripada spesies eksotis dalam pengembangan tanaman dan pemulihan ekosistem yang rusak. Spesies eksotis, yang hanya akan digunakan j ika kinerj anya lebih bagus daripada spesies asli, harus dimonitor untuk mendeteksi kematian yang tidak biasa, serangan serangga, penyakit atau dampak ekologi yang buruk.

• Species yang dipilih unt uk ref orest asi secara t eknis merupakan pilihan yang bagus, dengan melihat t empat t umbuh dan t uj uan pengelolaan.

• Jika spesies eksot is yang dipilih, harus ada ukuran-ukuran yang dikembangkan unt uk mencegah regenerasi spont an di luar kawasan hut an t anaman, kemat ian yang t idak biasa, penyakit , serangan serangga at au dampak ekologi lain yang buruk.

• Juga, lihat Bagian 10. 3.

10. 5 Sebagian dari kawasan pengelolaan hutan, sesuai dengan skala hutan tanaman dan yang ditentukan dalam estándar regional, harus dikelola sehingga dapat memulihkan tempat tumbuh tersebut menj adi tutupan hutan alam.

• Berdasar ident if ikasi kawasan biologi kunci, sampel represent at i f dari ekosist em yang ada sekarang harus dilindungi dalam kondisi alaminya, yang kira-kira sama at au lebih dari 10% dari t ot al kawasan hut an yang dikelola.

• Zone konservasi disarankan berupa pet ak t akt erput us, meskipun bi sa j uga serangkaian pet ak kecil yang dihubungan dengan koridor selebag t inggi rat a-rat a kanopi hut an pada hut an dewasa di daerah t ersebut .

• Zone konservasi dit andai pada pet a dan dalam lapangan. • Kegiat an kehut anan harus dikont rol dalam zone konservasi.

10. 6 Ukuran-ukuran harus diambil untuk memelihara atau meningkatkan struktur tanah, kesuburan dan aktifitas biologi. Teknik dan tingkat pemanenan, pembangunan dan pemeliharaan j alan dan j alan sarad, dan pilihan spesies tidak akan mengakibatkan degradasi tanah j angka panj ang atau dampak negatif pada kualitas dan kuantitas atau perubahan substantif tanah dari pola drainasi di sepanj ang sungai.

• Ukuran-ukuran eksplisit diambil unt uk menilai t anah dalam hal st rukt ur, f ert ilit as dan akt if it as biologi.


(6)

• Pengendalian erosi t anah harus dilaksanakan, t ermasuk t idak ada t rakt or yang bekerj a pada slope lebih dari 5%, penanaman at au persiapan lahan dilakukan pada kont ur dan spesif ikasi pada zone penyangga harus dipat uhi.

• Tidak ada bahan limbah (mis bat u, sampah t anaman dsb) dari persiapan lahan at au kegiat an lain yang dit empat kan di sepanj ang sungai.

10. 7Ukuran-ukuran harus diambil untuk mencegah dan meminimasi serangan hama, penyakit, kebakaran dan introduksi tanaman invasif. Pengelolaan hama terpadu harus merupakan satu bagian penting dari rencana pengelolaan yang mengandalkan metode pencegahan dan kontrol biologi daripada pestisida dan pupuk kimia. Pengelolaan hutan tanaman harus mencoba untuk tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia termasuk penggunaannya dalam persemaian. Penggunaan bahan kimia j uga tercantum dalam Kriteria 6. 6 dan 6. 7.

• Harus ada rencana unt uk perlindungan hut an dari penj arahan dan kebakaran yang t idak t erkendali dan sebagainya.

• Harus ada rencana pengelolaan hama t erpadu yang mengident if ikasi hama dan met ode alt ernat if unt uk mengat asi ancaman, dan j uga ada prosedur yang sist emat is yang mengurangi ancaman dan j uga meminimasi biaya f inansial dan lingkungan.

10. 8 Sesuai dengan skala dan keragaman aktifitas perusahaan, monitoring hutan tanaman harus meliputi penilaian reguler pada potensi dampak ekologi dan sosial di dalam dan di luar kawasan (mis, regenerasi alami, efek pada sumberdaya air dan kesuburan tanah, dan dampak pada kesej ahteraan sosial pada masyarakat lokal) selain unsur-unsur yang tercantum dalam Prinsip 8, 6 dan 4. Tidak ada spesies yang ditanam dalam skala besar kecuali percobaan dan pengalaman telah menunj ukkan bahwa tanaman tersebut dapat beradaptasi dengan baik pada tempat tumbuh, tidak invasif, dan tidak mempunyai dampak negatif pada ekologi atau ekosistem lain. Masalah sosial j uga harus diperhatikan untuk hutan tanaman, khususnyta perlindungan hak-hak lokal dan kepemilikan, serta penggunaan dan akses.

• Pembelian lahan, penyewaan lahan unt uk pengembangan hut an t anaman t idak mengakibat kan dampak buruk pada masyarakat lokal dan pemanf aat an sumberdaya oleh masyarakat lokal.

10. 9 Hutan tanaman yang dibangun di kawasan hasil konversi dari hutan alam setelah November 1994 tidak termasuk dalam kualifikasi untuk sertifikasi. Sertifikasi dapat berlangsung dalam situasi dimana ada bukti cukup yang disampaikan kepada Lembaga Sertifikasi bahwa pengelola/ pemilik tersebut tidak bertanggung j awab secara langsung atau tidak langsung atas konversi hutan tersebut.

Hut an primer, hut an primer yang rusak dan hut an sekunder t ua t idak dit ebang oleh pengelola hut an saat ini unt uk mencipt akan hut an t anaman. Di at as t ingkat negara, misal Asia Tenggara