ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE | Karya Tulis Ilmiah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
STROKE
A. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul
secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO,
1989).
B. Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1. stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga
dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling
banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2. stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya
terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran
umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan
hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu
dan maksimal 3 minggu..
3. stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin
berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau
beberapa hari.
4. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
C. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti
oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat
menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan

kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak.
Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan
pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan
viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya
kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada
pembuluh darah serebral.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga
perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
embolus dari lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.

9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
10. kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
D. Patofisiologi
1.
Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh
darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang,
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan
oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
2.
Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan

subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.
Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak.
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang
terkena.
1. Pengaruh terhadap status mental
 Tidak sadar
: 30% - 40%

 Konfuse
: 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
 Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
 Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
 hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
 inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah arteri serebri posterior
 Nyeri spontan pada kepala
 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
 Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
 Hemiplegia alternans atau tetraplegia
 Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
 Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Penilaian buruk
 Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan
2. stroke hemisfer kiri
 mengalami hemiparese kanan
 perilaku lambat dan sangat berhati-hati
 kelainan bidang pandang sebelah kanan

 disfagia global
 afasia
 mudah frustasi
F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila
perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh
darah yang terganggu
G. Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen
sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil

4.

5.
6.
7.
8.

Bed rest
Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
 Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat
hemoragik
 Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
NO

DIAGNOSA
KEPERAWATAN

1.

Bersihan jalan nafas
tidak efektif b.d.
penumpukan sputum
(karena kelemahan,
hilangnya refleks batuk)

TUJUAN DAN KRITERIA
HASIL
Pasien
mampu
mempertahankan jalan nafas

yang paten.
Kriteria hasil :
a. Bunyi nafas vesikuler
b. RR normal
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis
dan pucat
d. Tidak ada sputum

2.

Penurunan perfusi
serebral b.d. adanya
perdarahan, edema atau
oklusi pembuluh darah
serebral

Perfusi serebral membaik
Kriteria hasil :
a.
Tingkat kesadaran membaik

(GCS meningkat)
b.
fungsi kognitif, memori dan
motorik membaik
c.
TIK normal
d.
Tanda-tanda vital stabil
e.
Tidak ada tanda perburukan
neurologis

INTERVENSI
1. Auskultasi bunyi nafas
2. Ukur tanda-tanda vital
3. Berikan posisi semi fowler sesuai
dengan kebutuhan (tidak
bertentangan dgn masalah
keperawatan lain)
4. Lakukan penghisapan lender dan

pasang OPA jika kesadaran
menurun
5. Bila sudah memungkinkan
lakukan fisioterapi dada dan
latihan nafas dalam
6. Kolaborasi:
 Pemberian ogsigen
 Laboratorium: Analisa gas
darah, darah lengkap dll
 Pemberian obat sesuai
kebutuhan
1. Pantau adanya tanda-tanda
penurunan perfusi serebral :GCS,
memori, bahasa respon pupil dll
2. Observasi tanda-tanda vital (tiap
jam sesuai kondisi pasien)
3. Pantau intake-output cairan,
balance tiap 24 jam
4. Pertahankan posisi tirah baring
pada posisi anatomis atau posisi
kepala tempat tidur 15-30 derajat
5. Hindari valsava maneuver seperti
batuk, mengejan dsb
6. Pertahankan ligkungan yang
nyaman
7. Hindari fleksi leher untuk

mengurangi resiko jugular
8. Kolaborasi:
 Beri ogsigen sesuai indikasi
 Laboratorium: AGD, gula darah
dll
 Penberian terapi sesuai advis
 CT scan kepala untuk diagnosa
dan monitoring
3.

4.

5.

Gangguan mobilitas
fisik b.d. kerusakan
neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese

Pasien mendemonstrasikan
mobilisasi aktif

Gangguan komunikasi
verbal b.d. kerusakan
neuromuscular,
kerusakan sentral bicara

Komunikasi dapat berjalan dengan
baik

(Risiko) gangguan
nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d. intake
nutrisi tidak adekuat

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :
a.
tidak ada kontraktur atau
foot drop
b.
kontraksi otot membaik
c.
mobilisasi bertahap

Kriteria hasil :
a.
Klien dapat
mengekspresikan perasaan
b.
Memahami maksud dan
pembicaraan orang lain
c.
Pembicaraan pasien dapat
dipahami

Kriteria hasil :
a.
Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
b.
Berat badan dalam batas
normal
c.
Conjungtiva ananemis
d.
Tonus otot baik
e.
Lab: albumin, Hb, BUN
dalam batas normal

1. Pantau tingkat kemampuan
mobilisasi klien
2. Pantau kekuatan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jan
4. Pasang trochanter roll pada daerah
yang lemah
5. Lakukan ROM pasif atau aktif
sesuai kemampuan dan jika TTV
stabil
6. Libatkan keluarga dalam
memobilisasi klien
7. Kolaborasi: fisioterapi
1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia
pasien, jika berat hindari memberi
isyarat non verbal
2. Lakukan komunikasi dengan
wajar, bahasa jelas, sederhana dan
bila perlu diulang
3. dengarkan dengan tekun jika
pasien mulai berbicara
4. Berdiri di dalam lapang pandang
pasien pada saat bicara
5. Latih otot bicara secara optimal
6. Libatkan keluarga dalam melatih
komunikasi verbal pada pasien
7. Kolaborasi dengan ahli terapi
wicara
1.

Kaji factor
penyebab yang mempengaruhi
kemampuan menerima
makan/minum
2.
Hitung kebutuhan
nutrisi perhari
3.
Observasi tandatanda vital
4.
Catat intake
makanan
5.
Timbang berat
badan secara berkala
6.
Beri latihan
menelan
7.
Beri makan via
NGT
8.
Kolaborasi :
Pemeriksaan lab(Hb, Albumin,
BUN), pemasangan NGT, konsul
ahli gizi

6.

Perubahan persepsisensori b.d. perubahan
transmisi saraf sensori,
integrasi, perubahan
psikologi

Persepsi dan kesadaran akan
lingkungan dapat dipertahankan

7.

Kurang kemampuan
merawat diri b.d.
kelemahan, gangguan
neuromuscular,
kekuatan otot menurun,
penurunan koordinasi
otot, depresi, nyeri,
kerusakan persepsi

Kemampuan merawat diri meningkat

Risiko cedera b.d.
gerakan yang tidak
terkontrol selama
penurunan kesadaran

Klien terhindar dari cedera selama
perawatan

Kurang pengetahuan
(klien dan keluarga)
tentang penyakit dan

Pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakit dan perawatan
meningkat.

8.

9.

Kriteria hasil :
a.
mendemonstrasikan
perubahan pola hidup untuk
memenuhi kebutuhan hidup seharihari
b.
Melakukan perawatan diri
sesuai kemampuan
c.
Mengidentifikasi dan
memanfaatkan sumber bantuan

Kriteria hasil :
a.
Klien tidak terjatuh
b.
Tidak ada trauma dan
komplikasi lain

1.

Cari tahu proses patogenesis
yang mendasari
2.
Evaluasi adanya gangguan
persepsi: penglihatan, taktil
3.
Ciptakn suasana lingkungan
yang nyaman
4.
Evaluasi kemampuan
membedakan panas-dingin, posisi
dan proprioseptik
5.
Catat adanya proses hilang
perhatian terhadap salah satu sisi
tubuh dan libatkan keluarga untuk
membantu mengingatkan
6.
Ingatkan untuk
menggunakan sisi tubuh yang
terlupakan
7.
Bicara dengan tenang dan
perlahan
8.
Lakukan validasi terhadap
persepsi klien dan lakukan
orientasi kembali
1. Pantau tingkat kemampuan klien
dalam merawat diri
2. Berikan bantuan terhadap
kebutuhan yang benar-benar
diperlukan saja
3. Buat lingkungan yang
memungkinkan klien untuk
melakukan ADL mandiri
4. Libatkan keluarga dalam
membantu klien
5. Motivasi klien untuk melakukan
ADL sesuai kemampuan
6. Sediakan alat Bantu diri bila
mungkin
7. Kolaborasi: pasang DC jika perlu,
konsultasi dengan ahli okupasi
atau fisioterapi
1. Pantau tingkat kesadaran dan
kegelisahan klien
2. Beri pengaman pada daerah yang
sehat, beri bantalan lunak
3. Hindari restrain kecuali terpaksa
4. Pertahankan bedrest selama fase
akut
5. Beri pengaman di samping tempat
tidur
6. Libatkan keluarga dalam
perawatan
7. Kolaborasi: pemberian obat sesuai
indikasi (diazepam, dilantin dll)
1. Evaluasi derajat gangguan persepsi
sensuri
2. Diskusikan proses patogenesis dan

perawatan b.d. kurang
informasi, keterbatasan
kognitif, tidak
mengenal sumber

Kriteria hasil :
a.
Klien dan keluarga
berpartisipasi dalam proses belajar
b.
Mengungkapkan
pemahaman tentang penyakit,
pengobatan, dan perubahan pola
hidup yang diperlukan

pengobatan dengan klien dan
keluarga
3. Identifikasi cara dan kemampuan
untuk meneruskan progranm
perawatan di rumah
4. Identifikasi factor risiko secara
individual dal lakukan perubahan
pola hidup
5. Buat daftar perencanaan pulang