BUKU PEDOMAN PELATIHAN PENGAWASAN PENEGAKAN HUKUM KAWASAN TANPA ROKOK

PELATIHAN

PENGAWASAN/PENEGAKAN HUKUM
PERDA KAWASAN TANPA ROKOK

Buku 1. PEDOMAN

TCSC-IAKMI
Januari, 2011

UCAPAN TERIMA KASIH

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia berkembang cukup pesat selama 5 tahun terakhir yang
ditandai dengan inisiatif daerah untuk menerbitkan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala
Daerah. Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya berarti ketika produk hukum tersebut
diikuti dengan pelaksanaan dan penegakan hukum yang konsekuen.

Sebagai PERDA baru di Indonesia, PERDA Kawasan Tanpa Rokok diupayakan tidak menciptakan sistem
dengan struktur baru yang akan membebani daerah, tetapi diintegrasikan ke dalam sistem penegakan
hukum yang selama ini berlaku bagi PERDA lainnya. Perbedaan hanya pada substansi dan pemantauan
yang melibatkan Dinas Kesehatan sesuai tupoksinya.


Indonesia masih mencari bentuk penegakan hukum PERDA KTR yang paling sesuai. Sangat dimungkinkan
adanya perbedaan antar daerah. Yang diperlukan adalah kesamaan pemahaman. Untuk itu dibutuhkan
orientasi dan pelatihan bagi unsur-unsur terkait. Buku ini merupakan Pedoman Pelatihan yang
mendasarkan pada struktur PERDA KTR Kota Palembang dan Kota Pontinanak. Karenanya,
penyusunanannya tidak dapat lepas dari masukan daerah bersangkutan.

Dalam

kaitan

ini,

Penyusun

menyampaikan

terima kasih

setinggi - tingginya kepada


Bapak H.Eddy Santana Putra, Walikota Palembang dan Bapak H. Sutarmidji, Walikota Pontianak
atas kepemimpinan yang sangat menonjol untuk menjadikan kedua kota tersebut sebagai kota di
Indonesia yang memiliki PERDA KTR 100% tanpa adanya ruang merokok di seluruh kawasan KTRnya.

Terima kasih kami sampaikan pula kepada Bapak Drs. Azhari Said, Asisten IV Pemda Kota Palembang,
Dr. Gema Asiani, Mkes Kepala Dinas Kota Palembang dan Drg. Multi J Bhatarendro, MPPM Kepala
Dinas Kota Pontianak atas dukungan dan arahannya; kepada Dr Anton Suwendro penanggung
jawab program KTR Kota Palembang dan Dr Saptiko, MMed.PH penanggung jawab program KTR Kota
Pontianak, terima kasih atas pendampingan dan masukannya.

Kontributor teknis adalah energi inti, sumber insiprasi dan informasi tentang kearifan daerah yang
melewati batas geografi kota Palembang dan Pontianak dengan ikut sertanya Kota Bogor yang memiliki
kesamaan sistem penegakan hukum PERDA KTR. Terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan pada
tim teknis kota Palembang Dr. Afrimelda Mkes; Drs. Herman HS; Bapak M. Sabar, SH. MM dan tim
teknis kota Pontianak Drg. Trisnawati Wagiman dan Ibu Yaya Maulidia, SH, MH atas kerja
samanya. Tak lupa terima kasih kami sampaikan pula kepada Drg. Nanik Widayani, Mkes dan Drg.

TCSC-IAKMI I i


Junita, MKM dari Dinas Kesehatan Kota Bogor atas pengalaman sangat berharga tentang penegakan
hukum di kota Bogor. Dr Tara Singh Bam adalah kontributor penting dalam pengembangan instrumen
pemantauan; terimakasih kepada Dr Tara. Mengolah dasar-dasar teknis penegakan hukum PERDA KTR
dengan tambahan masukan dari daerah tidak terlaksana tanpa koreksi aspek hukum dari Bapak Tubagus
Haryo Karbiyanto, SH dari FAKTA. Terima kasih tak terhingga atas pendampingan pak Tubagus.

Walaupun masih sangat jauh dari sempurna, dan membutuhkan perbaikan dari waktu ke waktu, semoga
Buku Pedoman Pelatihan ini memberi manfaat bagi penggunanya.

Penyusun,
Dr. Widyastuti Soerojo, MSc
Konsultan KTR TCSC-IAKMI

ii I TCSC-IAKMI

KATA PENGANTAR
Pada saat ini gerakan penanggulangan dampak tembakau di Indonesia telah memperoleh landasan hukum yang
kuat, khususnya tentang pengadaan dan pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Landasan hukum tersebut adalah:
1.


Undang-undang no 39, tahun 2009, tertanggal 13 Oktober 2009 tentang Kesehatan khusus yang tercantum
pada ayat 115 khususnya pasal (2) Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.

2.

Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri :
Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa
Rokok, tertanggal 28 Januari 2011, diundangkan di Jakarta pada tgl. 1 Februari 2011 oleh Menteri Hukum dan
HAM RI

3.

Sejumlah PERDA, PERGUB dan PERWALI yang sudah disahkan di beberapa daerah dan kota.

Dengan dasar hukum tersebut diatas, setiap propinsi, kabupaten/kota berkewajiban untuk mengatur Kawasan
Tanpa Rokok di daerahnya masing-masing.
Setelah peraturan disahkan, setiap daerah perlu melaksanakan dan melakukan monitoring dari peraturan tersebut.
Pengaturan pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok untuk banyak daerah adalah hal yang baru dan memerlukan
pemahaman yang cukup tentang prinsip pengendalian tembakau, khususnya monitoring dan enforcement dari
peraturan yang telah disahkan. Berdasarkan pengalaman di beberapa kota yang sudah melaksanakan monitoring

dan enforcement peraturan, TCSC IAKMI telah mengembangkan buku petunjuk ini untuk bisa digunakan oleh
daerah.
Setiap daerah situasi dan kondisinya berbeda-beda. Buku petunjuk ini merupakan petunjuk dasar untuk melakukan
enforcement. Petunjuk yang akan disahkan oleh daerah harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi masingmasing daerah. Untuk itu isi buku petunjuk ini bisa ditambah atau dikurangi bila diperlukan dengan tetap
memegang pada beberapa prinsip dasar.
Kami mengharapkan agar buku petunjuk ini menjadi asupan penting bagi setiap daerah dalam melaksanakan
kegiatan Kawasan Tanpa Rokok untuk melindungi masyarakat terutama generasi muda dari dampak buruk
tembakau.
Kami mengucapkan terima kasih atas jerih payah dan kerja keras dari Dr. Widyastuti Soerojo, MSc dan tim yang
telah menghasilkan buku petunjuk ini.
Tobacco Control Support Center
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia

Dr. Alex Papilaya, DTPH
KETUA

TCSC-IAKMI I iii

Iv I TCSC-IAKMI
I iii


DAFTAR ISI

Halaman
Ucapan Terima Kasih
Kata Pengantar
Daftar Isi
BABI
: PENDAHULUAN
A. Umum
B. Tujuan
C. Pengawas
D. Sasaran Pengawasan
E. Obyek Pengawasan
F. Kewajiban Penanggung Jawab KTR Setempat
G. Indikator Keberhasilan
BAB II

i
iii

V
1
2
2
2
2
3
3

: PELAKSANAAN PENGAWASAN
A. PRASYARAT PENEGAKAN HUKUM
1. Landasan Hukum
2. Pemahaman isi Perda
a. Mengapa Pemerintah Daerah Membuat Perda KTR?
b. Apa Definisi KTR?
c. Di mana KTR Diberlakukan?
d. Apa Prinsip Larangan Merokok di KTR?
e. Apa Prasyarat Penegakan KTR?
f. Apa Sanksi Terhadap Pelanggaran KTR?
3. Dukungan Masyarakat termasuk Pengelola Sarana KTR

3.1 Sosialisasi
3.2 Pemberdayaan Masyarakat
3.3 Kontrol Sosial
4. Sistem/Mekanisme Penegakan Hukum
5. Komitmen Penegakan Hukum yang Konsisten

11
14
15
16
17

B. TATALAKSANA PENEGAKAN HUKUM
1. Sistem Penegakan Hukum KTR Terintegrasi
1.1 Komponen Pemantauan Rutin
1.2 Komponen Inspeksi dan Penindakan
2. Mekanisme Pengawasan Berbasis Pemantauan Wilayah
2.1 Pemantauan
2.2 Inspeksi, Penyidikan dan Penindakan
3. Bagan Mekanisme Pengawasan/Penegakan Hukum


19
20
21
22
22
24
26

LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.


27
28
31
33
35
37
39
41
43
45

5
5

MITOS dan FAKTA
Contoh Pencatatan Pengaduan Masyarakat Kota Palembang
Form-1: PEMANTAUAN SETEMPAT KAWASAN TANPA ROKOK
Form-2 : PEMANTAUAN WILAYAH KAWASAN TANPA ROKOK
Form-3 : CONTOH SURAT TEGURAN PIMPINAN PUSKESMAS
Form-4 : LEMBAR PENGAWAS BAGI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Form-5 : SURAT TEGURAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
Form-6: BUKTI PELANGGARAN
Tanda Larangan Merokok

TCSC-IAKMI I v

vi I TCSC-IAKMI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Umum
Peraturan Daerah yang efektif mensyaratkan tanggung jawab untuk mematuhi aturan hukum
yang ada di dalamnya baik oleh penanggung jawab KTR setempat maupun oleh perokok.
Peraturan ini tidak melarang orang merokok tetapi di mana boleh merokok.
Tidak mudah untuk mengubah kebiasaan merokok di sembarang tempat yang dibenarkan
selama bertahun-tahun. Merokok di dalam ruangan tertutup sangat membahayakan kesehatan
khususnya bagi bukan perokok karena asap yang mengandung ribuan zat beracun akan
berputar-putar di ruangan dan menempel di setiap benda yang ada, siap untuk dilepaskan lagi
dan diisap oleh bukan perokok. Ventilasi terbukti tidak efektif menghilangkan partikel-partikel
beracun di asap rokok.
Karenanya, pada awal pemberlakukan PERDA KTR dibutuhkan bantuan untuk menjamin
kepatuhan sebelum masyarakat menjadi terbiasa dan perilaku tidak merokok di ruang tertutup
menjadi norma sosial. Kepatuhan maksimal dapat diperoleh dengan keseimbangan antara
sosialisasi pada setiap lapisan masyarakat termasuk penanggung jawab kawasan dan aparat
penegak hukum, adanya kesamaan pemahaman semua pihak tentang definisi dan aturan yang
berlaku dan penegakan hukum yang konsisten.
Istilah Pe ga asa dala PERDA KTR e ga du g u sur Pe egaka Huku
sehi gga
keduanya sering digunakan secara bergantian. Temuan/luaran Pengawasan berbentuk
pelanggaran akan dikenai Sanksi yang jenisnya tergantung dari kurun waktu terjadinya. Untuk
mengurangi kerancuan, buku Pedoman ini menuliskan: Pengawasan/Penegakan Hukum
Pelaksanaan Pengawasan/Penegakan Hukum PERDA KTR disusun dengan mempertimbangkan
aspek ” ost effe tive ess” da pele agaa dengan:
1 Mengintegrasikan kegiatan ke dalam sistem berjalan, baik sistem pemantauan wilayah oleh
sektor kesehatan yang memiliki wilayah kerja administratif disertai sistem penegakan
hukum terhadap pelanggaran yang berlaku bagi setiap PERDA:
Memanfaatkan sistem pemantauan program rutin oleh Puskesmas di wilayah kerjanya

TCSC-IAKMI I 1

Mengintegrasikan inspeksi PERDA KTR sebagai bagian dari ketertiban umum (tramtib)
Satpol PP untuk pembinaan, penyidikan terhadap pelanggaran s/d sidang tipiring (sidang
yustisi)
2 Menciptakan sistem pengawasan melekat dengan meletakkan tanggung jawab pengawasan
lini terdepan pada penanggung jawab kawasan
3 Memberikan tanggung jawab kepatuhan pada PJ Kawasan setempat dengan menerapkan
sanksi pada PJ kawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna kawasan
(disamping sanksi pada pelanggar/perokok langsung). Konsep ini mendorong terjadinya
interaksi edukatif antara penanggung jawab kawasan sebagai unsur masyarakat dengan
masyarakat pengguna kawasan
4 Melakukan kampanye publik melalui media massa dan melibatkan masyarakat untuk
melakukan kontrol sosial dengan menegur/mengingatkan perokok yang kedapatan merokok
di dalam gedung dan/atau melaporkan pelanggaran yang ditemukan baik pada PJ setempat,
melalui fasilitas hotline yang disediakan PEMDA ataupun langsung pada aparat penegak
hukum PERDA KTR.

Buku Pedoman Pelatihan Penegakan Hukum ini disusun dengan mengacu pada Tupoksi Dinas
Kesehatan dan Protap Operasional SatPol PP serta pengalaman lapangan di beberapa daerah
yang telah menerapkan penegakan hukum PERDA KTR. Pengguna Buku Pedoman ini adalah Tim
Pengawas/Penegak Hukum PERDA KTR dan Penanggung Jawab KTR setempat untuk
mendapatkan kesamaan pemahaman terhadap tanggung jawab PJ KTR, apa yang diawasi,
prosedur pengawasan dan apa sanksinya, kapan.

B. Tujuan
Umum:
Menjamin kepatuhan pelaksanaan kawasan tanpa rokok yang akan melindungi masyarakat dari
paparan asap rokok orang lain di kawasan tanpa rokok.

Khusus:
1. Menjamin kesamaan persepsi antara penyusun PERDA, pelaksana lapangan dan otoritas
penegak hukum tentang isi PERDA dan batasan yang digunakan
2. Menjamin keseragaman tindakan penegakan hukum
3. Merumuskan built-in system pengawasan/penegakan hukum PERDA KTR dalam penegakan
hukum berbagai PERDA yang sederhana dan bisa dilaksanakan

2 I TCSC-IAKMI

C. Pengawas
Sesuai bunyi sebagian besar PERDA KTR, Walikota melakukan pengawasan terhadap
Kawasan Tanpa Rokok. Pelaksanaan tugas pengawasan diserahkan kepada Instansi yang
ditunjuk dengan ketentuan teknis yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah
jenjang berikutnya.
Instansi yang ditunjuk kemudian menjadi bagian dari tim
Pengawas/Penegak Hukum PERDA KTR.
Contoh:
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota
dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang dan
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang (PERDA Kota Palembang No 7/2009
tentang KTR pasal 12 ayat 2)
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota
dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Dinas Kesehatan Kota Pontianak
(PERDA Kota Pontianak No 10/2010 tentang KTR)

D. Sasaran Pengawasan
1. Tempat umum
2. Tempat kerja
3. Tempat ibadah
4. Tempat bermain anak-anak
5. Angkutan umum
6. Tempat belajar mengajar
7. Sarana pelayanan kesehatan

E. Obyek Pengawasan
1. Ada tidak ya ta da dilara g erokok ya g cukup jelas dan mudah terbaca (segera
terlihat ketika memasuki kawasan) di (semua) pintu masuk gedung
2. Ada tidaknya orang merokok di tempat yang ditetapkan sebagai KTR
3. Ada tidaknya AREA/RUANGAN merokok dalam gedung dengan/tanpa ventilasi untuk
menghilangkan asap rokok
4. Ada tidaknya tanda tanda promosi/iklan rokok di KTR; Penjualan rokok di KTR hanya
dibenarkan bagi yang memiliki izin usaha untuk menjual
5. Ada/tidaknya asbak dan/atau sarana pendukung merokok di KTR

Sebagai tambahan, diamati pula:
6. Ada tidaknya bau rokok di dalam gedung tertutup yang ditetapkan sebagai KTR
7. Ada tidaknya puntung rokok di gedung tertutup yang ditetapkan sebagai KTR

TCSC-IAKMI I 3

F. Kewajiban Penanggung Jawab KTR Setempat
Mengacu pada PERDA KTR, Penanggung jawab KTR setempat (Pengelola gedung,
Pimpinan/Manajer instansi) berkewajiban untuk
a. Meletakkan tanda dilarang merokok yang cukup besar, mudah terbaca, di tempatkan di
pintu masuk dan tempat-tempat yang dipandang perlu dan tidak mengganggu keindahan
tempat/kawasan.
b. Melarang/menegur/meminta keluar/ melaporkan pada PPNS, orang merokok di kawasan
c. Tidak membuat area/ ruang khusus untuk merokok di dalam gedung
d. Tidak menempatkan asbak atau sarana pendukung merokok di kawasan tanpa rokok
e. Tidak membolehkan iklan/promosi rokok di KTR. Khusus untuk penjualan rokok hanya
dibenarkan dilakukan oleh tempat yang memiliki izin khusus untuk menjual.

G. Indikator Keberhasilan
Indikator dampak:
Penurunan keluhan/ angka kesakitan di sarana KTR
Penurunan angka kunjungan rawat inap penyakit berhubungan dengan asap rokok
Indikator luaran:
100% bebas asap rokok di semua bangunan tertutup di 7 sarana KTR yang ditetapkan
dalam PERDA

Indikator proses (=Indikator pengawasan = Indikator kepatuhan):
Di 7 sarana KTR yang ditetapkan dalam PERDA:
Ada tanda larangan merokok (+)
Tidak ada orang merokok dalam gedung (-)
Tidak ada area/ruang merokok di dalam gedung (-)
Tidak ada asbak/sarana merokok (-)
Tidak ada iklan/promosi rokok (-)

Pengukuran:
Pemantauan dan inspeksi rutin
Survei tingkat kepatuhan secara berkala
Survey morbiditas lanjutan di sarana KTR dan fasilitas kesehatan

4 I TCSC-IAKMI

BAB II
PELAKSANAAN PENGAWASAN

A.PRASYARAT PENGAWASAN/PENEGAKAN
HUKUM
B. TATALAKSANA PENEGAKAN HUKUM

TCSC-IAKMI I 5

A.PRASYARAT PENGAWASAN/PENEGAKAN HUKUM
Sebelum Penegakan Hukum dilaksanakan, dibutuhkan Prasyarat sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Landasan Hukum
Pemahaman yang sama dari semua pihak terlibat akan isi pokok PERDA KTR
Dukungan Masyarakat termasuk Pengelola Sarana KTR
Sistem/Tatalaksana Penegakan Hukum
Komitmen aparat untuk melaksanakan Penegakan Hukum secara konsisten

1. Landasan Hukum
PERDA KTR: Aspek penegakan hukum dengan menggunakan istilah Pengawasan merupakan
salah satu pasal penting dalam setiap PERDA KTR. Secara operasional Pengawasan meliputi
pemantauan, penemuan kasus pelanggaran dan penindakan sesuai fase dan jenis sanksinya:
sanksi administratif ataupun sanksi denda.
PERWALI: Teknis pelaksanaan Pengawasan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota
SK / SE Walikota: Beberapa daerah mengeluarkan SK / SE Walikota tentang Penetapan
Tanggal
Berlakunya PERDA KTR dan Pembentukan Tim Pengawas PERDA KTR
2. Pemahaman Isi Pokok PERDA KTR

a. Mengapa Pemerintah Daerah membuat Perda KTR?
Karena komitmennya untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga kotanya dari paparan
asap rokok orang lain, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi
masyarakat dan melindungi kesehatan masyarakat perokok maupun bukan perokok dari
dampak buruk asap rokok baik langsung maupun tidak langsung .
Sejak diterbitkannya, Pemerintah Daerah bersama seluruh komponen masyarakat bertanggung
jawab untuk mengamankan dan melaksanakan PERDA Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Pemerintah Daerah akan bekerja sama dengan para pemilik, pengelola, manajer, pimpinan, dan
penanggungjawab KTR setempat untuk memastikan bahwa semua orang tahu apa yang harus

6 I TCSC-IAKMI
5

mereka lakukan untuk menjadikan Kawasan Tanpa Rokok secara penuh (100%), tahu dimana
orang tidak boleh merokok dan dimana boleh merokok.

Tenggang waktu 1 tahun sejak dikeluarkannya PERDA sampai dengan diberlakukannya PERDA
KTR dimaksudkan untuk melakukan sosialisasi dan penyesuaian terhadap peraturan baru.
Sebagian daerah telah dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk mulai membiasakan dengan
penegakan hukum melalui teguran lisan bahkan teguran tertulis. Dengan demikian, pada saat
tenggang waktu penyesuaian berakhir, PERDA KTR telah dapat menerapkan penegakan hukum
secara penuh yang berbentuk denda bagi pelanggaran.
Kemampuan daerah untuk menerapkan kawasan bebas asap rokok di bangunan-bangunan
tertutup yang digunakan oleh umum menempatkan daerah pada posisi sejajar dengan kotakota internasional lainnya.
b. Apa Definisi KTR?
Adalah tempat atau ruangan yang dinyatakan dilarang untuk merokok, menjual, mengiklankan,
dan atau mempromosikan rokok.
Larangan menjual dalam definisi KTR dikecualikan bagi tempat umum yang memiliki izin
usaha untuk menjual
c. Di mana KTR Diberlakukan?
(a) tempat umum; (b) tempat kerja; (c) tempat ibadah; (d) tempat bermain anak-anak; (e)
angkutan umum; (f) tempat belajar mengajar dan (g) sarana pelayanan kesehatan.
d. Apa Prinsip Larangan Merokok di KTR?
Diberlakukan di semua TEMPAT (=bangunan) TERTUTUP yang digunakan oleh UMUM dan
PEKERJA, dan di TRANSPORTASI UMUM. Tempat tertutup adalah tempat atau ruang yang
ditutup oleh atap dan atau dibatasi oleh satu dinding atau lebih terlepas dari material yang
digunakan dan struktur permanen atau sementara;
e. Indikator Apa yang Dipantau dalam Pelaksanaan KTR?
Ada ta da dilara g erokok ya g jelas da
udah ter a a oleh di pintu2 masuk
gedung (segera terlihat dan terbaca ketika memasuki area gedung);
Tidak ada asbak dan sarana lain yang mendukung orang merokok;
Tidak ada area/ruang merokok dengan atau tanpa ventilasi dalam ruang tertutup;
Tidak ada tanda2 iklan/promosi rokok
Ada tindakan peneguran terhadap orang merokok di kawasan tanpa rokok oleh PJ
Kawasan atau petugas yang ditunjuk PJ KTR untuk mengawasi pelaksanaan KTR
setempat (pengawas intern).

TCSC-IAKMI I 7

f. Apa Sanksi Terhadap Pelanggaran KTR?

Sanksi Administratif
Sanksi administratif meliputi (1) peringatan lisan; (2) peringatan tertulis; (3) penghentian
sementara kegiatan atau usaha; (4) pencabutan izin; (5) penutupan tempat kegiatan atau
usaha.
Sanksi Denda
Sesuai KUHP, pelanggaran PERDA dikategorikan pada pelanggaran, bukan tindak kejahatan
dengan sanksi tindak pindana ringan (tipiring) berupa kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda yang bervariasi jumlahnya untuk menimbulkan efek jera.
Tindak pidana ringan dengan ancaman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan memungkinkan
dilaksanakannya sidang tipiring di lokasi di luar pengadilan.
Pengenaan besaran denda bervariasi antar darah, bahkan dapat bervariasi pula antar jenis
pelanggaran.
Sasaran sanksi pelanggaran bervariasi antar daerah: Penanggung Jawab KTR setempat
(pengelola gedung/pimpinan/manajer instansi), Perokok langsung atau kombinasi keduanya.
Catatan: Pada kondisi dimana penanggung jawab KTR mendelegasikan penegakan peraturan
KTR kepada unit kerja atau perorangan di bawahnya sebagai petugas pengawasan KTR
setempat / pengawas intern, maka kepada mereka dapat dikenakan sanksi administratif
kepegawaian atas pelanggaran yang terjadi sesuai dengan peraturan kepegawaian intern.
Sanksi administratif kepegawaian pada pengawas/petugas/pegawai/karyawan kawasan
bersifat intern dan dapat berupa (1) peringatan lisan (yang dicatat); (2) peringatan tertulis;
hingga (3) penundaan kenaikan pangkat/gaji, dst

8 I TCSC-IAKMI
7

Tabel 1a. Sanksi atas Pelanggaran PERDA KTR berdasar Jenis Pelanggaran, Jenis Sanksi dan
Besaran Denda di Kota Palembang

Pelanggar

Pimpinan dan Penanggung
jawab KTR

Pemilik, Pengelola, Manager,

Denda
maksimum

Pelanggaran

Sanksi administrasi

Pasal 19: Adanya tempat merokok di
dalam gedung dan penyediaan rokok
termasuk menjual/ mengiklankan
dan mempromosikan rokok

10.000.000

Pasal 23: berupa pencabutan
izin usaha dan penutupan
tempat usahanya jika
melanggar 3 (tiga) kali
berturut-turut

Pasal 20: Adanya asbak di kawasan
tanpa rokok

500.000

Sda

Pasal 21: Tidak adanya tanda-tanda
dilarang merokok di semua pintu
masuk dan di tempat-tempat yg
dipandang perlu dan mudah terbaca

1.000.000

Sda

Pasal 22: Tidak melarang orang
merokok di kawasan tanpa rokok

500.000

Sda

Pasal 24: Tidak mengawasi kawasan
tanpa rokok

-

Sanksi adminitrasi di bidang
kepegawaian

pimpinan, dan penanggung
jawab KTR

Pemilik, Pengelola, Manager,
pimpinan, dan penanggung
jawab KTR

Pemilik, Pengelola, Manager,
pimpinan, dan penanggung
jawab KTR

Pengawas atau petugas
berwenang

TCSC-IAKMI I 9

Tabel 1b. Sanksi atas Pelanggaran PERDA KTR berdasar Jenis Pelanggaran, Jenis Sanksi
dan Besaran Denda di Kota Pontianak
Pelanggar

Pimpinan, dan Penanggung
Jawab KTR

Pelanggaran

Ps 7. Pimpinan atau PJ tempat/
ruangan yang ditetapkan sebagai
KTR BERTANGGUNG JAWAB atas
PELAKSANAAN KTR:
(a) mengingatkan semua orang
untuk tidak merokok di KTR yang
menjadi tanggung jawabnya

Sanksi
Administratif

Sanksi Denda

Ps 19 (1). Pelanggaran
sebagaimana
dimaksud dalam pasal
7 ayat (3) huruf a dan
b dikenakan sanksi
administrative berupa
teguran tertulis

Ps 19 (2) Pemimpin dan PJ KTR
yang tidak melaksanakan teguran
tertulis sebanyak tiga kali
berturut-turut dikenakan denda
sebanyak-banyaknya Rp 500.000
(lima ratus ribu rupiah)

Ps 20. Pemimpin atau
PJ tempat yang
ditetapkan sebagai
KTR yang melanggar
ketentuan ps 10
dikenakan sanksi
administrasi berupa
teguran tertulis

Ps 19 (2) Pemimpin dan PJ KTR
yang tidak melaksanakan teguran
tertulis sebanyak tiga kali
berturut-turut dikenakan denda
sebanyak-banyaknya Rp 500.000
(lima ratus ribu rupiah)

(b) Meletakkan tanda-tanda dilarang
merokok sesuai persyaratan di
semua pintu masuk utama dan di
tempat-tempat yang dipandang
perlu dan mudah dibaca

Pimpinan, dan Penanggung
Jawab KTR

Ps 10. Pimpinan atau PJ tempat/
ruangan yang ditetapkan sebagai
KTR DILARANG:
a. Menyediakan tempat untuk
merokok did alam gedung dan
menyediakan rokok
b. Menyediakan asbak di KTR
c. Mengijinkan atau membiarkan
orang merokok di KTR

Perokok

Pengawas atau petugas
Berwenang

10 I TCSC-IAKMI
I 9

Ps 9. Setiap orang dilarang merokok
di Kawasan Tanpa Rokok

(-)

Ps 22. Setiap orang yang merokok
di KTR dikenakan denda
serendah-rendahnya Rp 50.000
(lima puluh ribu rupiah) untuk
setiap kali pelanggaran

Ps 21. Pengawas atau petugas
berwenang yang tidak mengawasi
KTR sebagaimana dimaksud dalam
ps 18 ayat (2) tugas pengawasan
Walikota didelegasikan kepada Dinas
Kesehatan Kota Pontianak sesuai
tugas dan fungsi masing-masing

Ps 21 dikenakan sanksi
administrasi di bidang
kepegawaian sesuai
dengan ketentuan
perundang-undangan
yang berlaku

(-)

3. Dukungan Masyarakat termasuk Pengelola Sarana KTR
Dukungan masyarakat merupakan faktor sangat penting yang ikut menentukan keberhasilan PERDA
KTR. Dibutuhkan upaya terkoordinir dan terus menerus dari berbagai sektor, komponen masyarakat
termasuk Pengelola Sarana KTR,LSM dan Media untuk mencapai kondisi dukungan proaktif sampai
tercipta perubahan norma bahwa merokok di ruang publik tertutup adalah tidak normal & tidak etis.
Dukungan masyarakat diperoleh melalui SOSIALISASI dan PEMBERDAYAAN MASYARAKAT yang
memberi ruang pada KONTROL SOSIAL

3.1 Sosialisasi
Sosialisasi merupakan syarat utama sejak sebelum PERDA KTR dirumuskan sampai tercapainya
peru aha or a sosial ah a Merokok di Rua g Pu lik Tertutup adalah Tidak Normal, Tidak Etis
da
e aluka . Masyarakat perlu dilibatkan dalam seluruh proses pengembangan kebijakan
PERDA KTR untuk memahami bahaya mengisap asap rokok orang lain, hak untuk mendapat
perlindungan hukum dalam bentuk Peraturan Daerah yang mengikat secara hukum.
Sosialisasi saja tidak menjamin kepatuhan. Diperlukan sanksi hukum mulai dari yang paling ringan
berbentuk teguran lisan dan tertulis sampai dengan denda dan pencabutan izin usaha yang
ditetapkan melalui sidang Tindak Pidana Ringan. Tujuannya untuk menimbulkan efek jera dan
membentuk kebiasaan. Walaupun demikian, sanksi hukum bukan bertujuan untuk menghukum
karena pelanggaran bukan bersifat kriminal tetapi untuk pembinaan dan lebih bersifat edukatif.

SOSIALISASI
PERUBAHAN
NORMA SOSIAL
MEROKOK DI
RUANG PUBLIK
TERTUTUP
TIDAK NORMAL

PENEGAKAN HUKUM
PERINGATAN
LISAN /

SANKSI
DENDA/
Cabut IZIN

SELF
ENFORCING

Dalam KONTEKS PENEGAKAN HUKUM, tim penegak hukum perlu mendapat kepastian bahwa
masyarakat telah tersosialisasi dengan benar dan telah memahami isi dan manfaat PERDA, sehingga
sanksi yang diberlakukan didasarkan pada pengetahuan sebelumnya.

TCSC-IAKMI I 11

a. Sasaran Sosialisasi dan Isi Pesan
Secara garis besar ada 2 (dua) kelompok sasaran sosialisasi yaitu masyarakat umum sebagai
pengguna fasilitas, dan penanggung jawab kawasan.

Keberhasilan PERDA KTR hanya dimungkinkan ketika semua unsur masyarakat memahami
bahaya dari asap rokok di dalam ruangan, hak untuk menghirup udara bersih dan
berkomitmen untuk melaksanakannya.
Sosialisasi dilakukan sejak sebelum sampai dengan setelah keluarnya PERDA.

Tabel 2. Pesan Pokok Menurut Fase Perkembangan PERDA

Pesan Pokok
Pemahaman tentang:
a. Dampak kesehatan Asap Rokok Orang Lain
b. Perlunya perlindungan HUKUM bagi masyarakat
melalui PERDA KTR
c. Mitos dan Fakta tentang Kebijakan KTR
Sosialisasi PERDA KTR: arti istilah KTR, di mana orang
boleh dan tidak boleh merokok, lokasi KTR, kapan mulai
berlaku, hak dan kewajiban pihak terlibat, apa sanksinya
Mendorong pelaku usaha untuk merencanakan
pelaksanaan PERDA KTR wilayahnya
Mendorong perokok untuk mematuhi aturan
Meningkatkan keyakinan dan kebanggaan masyarakat
akan kemampuan daerah untuk menegakkan hukumnya
Mengkomunikasikan berbagai cara masyarakat untuk
membantu penegakan hukum
Mengkomunikasikan setiap perkembangan yang dicapai
melalui hasil polling, survey, pemantauan
Menangkal pengaruh yang menentang penegakan PERDA
KTR (lihat Mitos dan Fakta)
Memberikan konsultasi dan layanan berhenti merokok

12 I TCSC-IAKMI
1

Sebelum

Sesudah

V

V

V
V
V
V
V
V
V

Asap rokok orang lain merupakan pencemaran udara dalam ruangan (indoor air
polution) oleh 4000 bahan kimia, lebih dari 43 diantaranya penyebab kanker. Partikel
berbahaya yang ada dalam asap rokok akan berputar-putar di ruangan dan menempel di
semua perlengkapan yang ada, siap untuk dilepaskan kembali. Adanya ventilasi tidak
efektif.
Kawasan Tanpa Rokok 100% artinya sepenuhnya bebas asap rokok di ruang tertutup,
bukan 100% dilarang merokok. Persepsi keliru ini dapat berkembang menjadi mitos
yang diterima sebagai kebenaran.
MITOS yang berkembang dan FAKTA sebenarnya perlu dipahami oleh OTORITAS
PENEGAK HUKUM sebagai bahan pembinaan dan menjawab argumen pada saat inspeksi
(Lihat Lamp.1 Mitos dan Fakta).
b. Peran Media Massa
Media massa merupakan kekuatan yang mendukung fungsi penegakan hukum. Advokasi
media meliputi seluruh kegiatan strategis untuk menarik perhatian media dalam 1)
mengkampanyekan kepatuhan terhadap pelaksanaan dan 2) menangkal mitos keliru
yang perlu diluruskan serta 3) sebagai alat kontrol sosial memberikan umpan balik
terhadap kelemahan penegakan hukum.
c. Pelaksana Sosialisasi
Sosialisasi dapat dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Dinas Kesehatan
disamping melaksanakan sosialisasi secara langsung, dapat memfasilitasi peran serta sektor
lain, tokoh-tokoh, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan yang peduli masalah
KTR untuk berperan serta.
Kerjasama dengan SKPD termasuk Dinas Kominfo dan berbagai organisasi kemasyarakatan
akan menimbulkan rasa memiliki yang mempercepat pencapaian tujuan PERDA KTR.
Secara spesifik, sosialisasi dilakukan sebagai bagian dari pembinaan pada saat pemantauan
oleh aparat Dinas Kesehatan dan SKPD terkait maupun saat inspeksi Satuan Polisi Pamong
Praja.
Contoh sosialisasi antara lain dengan: pengumuman melalui pengeras suara secara periodik
(misalnya 15-30 menit sekali) untuk mengingatkan karyawan dan pengunjung tentang
larangan merokok di dalam gedung, mobil keliling dari Dinas Kominfo untuk mengingatkan
masyarakat agar tidak merokok di ruang tertutup.

TCSC-IAKMI I 13

d. Indikator Keberhasilan Sosialisasi
Peningkatan kontrol sosial melalui pemanfaatan fasiltas penanganan keluhan
masyarakat
Peningkatan kepatuhan menerapkan KTR yang diidentifikasi melalui survei kepatuhan
Frekuensi Pemberitaan tentang KTR di media massa

3.2 Pemberdayaan Masyarakat
a. Peran Serta Masyarakat
Peran Serta Masyarakat didukung secara LEGAL oleh Peraturan Daerah. Kekhawatiran
masyarakat untuk melaksanakan peran sertanya untuk mendukung dan mengingatkan
orang lain untuk mematuhinya adalah tidak beralasan.
Anggota Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk membantu
menciptakan kawasan tanpa rokok. Yang termasuk dalam kategori anggota masyarakat
adalah setiap warga kota terlepas dari kedudukan dan jabatannya: dapat perseorangan,
kelompok, bahkan anggota SKPD dan Pimpinan/Penanggung Jawab KTR di masingmasing sarana KTR
Peran serta masyarakat diarahkan untuk:
Menggunakan hak azasinya agar terlindungi dari paparan asap rokok orang lain
Ikut memfasilitasi dan membantu mengawasi terlaksananya KTR dengan
mengingatkan atau menegur perokok untuk tidak merokok di KTR,
memberi tahu Penanggung Jawab KTR setempat apabila ybs adalah pengguna
kawasan bilamana terjadi pelanggaran,
melaporkan pelanggaran pada otoritas yang ditunjuk (Dinas Kesehatan, Satpol PP)
melalui layanan hotline / tertulis; Hal ini berlaku bagi setiap warga masyarakat
termasuk Penanggung Jawab KTR.

b. Menciptakan Mekanisme/Sistem Pengaduan Masyarakat dan Penyelesaiannya
Bersamaan dengan penerapan PERDA KTR, sebaiknya disediakan fasilitas pengaduan
masyarakat berbentuk layanan hotline agar penyelesaian masalah dilakukan segera.
Respon-segera memberikan efek positif baik bagi pelapor maupun terhadap efektifitas
penyelesaian masalah. Laporan tertulis walaupun dimungkinkan, tetapi membutuhkan
waktu respons yang lama dimana masalah umumnya sudah kedaluwarsa.
Perlu diupayakan layanan hotline bebas biaya (toll-free). Fungsi hotline

14 I TCSC-IAKMI

disamping untuk pengaduan terhadap pelanggaran PERDA KTR, juga dapat untuk meminta
informasi/penjelasan lain berkaitan dengan peraturan KTR, tentang layanan berhenti
merokok dsb. Sebaiknya layanan hotline
dikoordinir oleh Dinas Kesehatan.

Sarana yang dibutuhkan antara lain:
Penyediaan layanan hotline yang mudah dihubungi, sedapat mungkin toll-free.
Pemberitaan tentang nomor-nomor hotline yang bisa dihubungi
Mekanisme penyelesaian pengaduan yang cepat, murah dan mudah

3.3 KONTROL SOSIAL
Masyarakat perlu didorong untuk berani menegur langsung secara santun atau
mengingatkan orang lain yang masih merokok di ruang publik tertutup dengan menunjuk
tanda larangan merokok atau memberi isyarat dirinya terganggu oleh asap rokok di
dekatnya. Bilamana teguran lisan tidak diindahkan, masyarakat dapat melaporkan pada
petugas KTR setempat (satpam / petugas restoran / staf hotel dsb).
Masyarakat dapat pula menggunakan fasilitas layanan pengaduan pelanggaran melalui
hotline.
Keberhasilan PERDA ditandai antara lain dengan semakin banyaknya masyarakat yang
patuh dan mampu melakukan kontrol sosial.

a. Pencatatan Laporan Pengaduan Melalui Hotline
Tidak ada format baku bagi pencatatan pelaporan hotline. Yang terpenting adalah
pemanfaatannya: catatan tersebut mampu digunakan sebagai bahan informasi untuk
mengambil langkah/tindak lanjut segera.
Daerah dapat mengembangkan sendiri format pencatatan pelaporan hotline yang sekaligus
dapat digunakan sebagai alat evaluasi / umpan balik keberhasilan sosialisasi dengan prilaku
masyarakat yang proaktif melakukan kontrol sosial
b. Respon Pengaduan
Pe eri a lapora he dak ya segera elakuka ti daka . Kesegeraa i i pe ti g u tuk
menunjukkan urgensi dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat disamping agar
penyelesaiannya tidak kedaluwarsa.

TCSC-IAKMI I 15

Berdasarkan pengalaman mengelola layanan pengaduan masyarakat yang relatif belum
banyak diterapkan di Indonesia, kota Palembang mencatat jenis pengaduan umumnya
adalah laporan tentang adanya orang merokok di sarana KTR. Laporan pengaduan segera
ditindak
lanjuti
oleh
petugas
Dinas
Kesehatan
kota
dengan
menghubungi/mendatangi/mengirim surat teguran. Kunjungan langsung sekaligus diikuti
dengan pembinaan. Pencatatan laporan pengaduan masyarakat tentang pelanggaran
PERDA KTR di kota Palembang masih sangat sederhana, tetapi setidaknya telah memuat
informasi minimal yang dibutuhkan untuk tindakan segera.
(Lihat Lamp. 2 Contoh Pencatatan Pengaduan Masyarakat Kota Palembang).
Setiap daerah dapat membuat format pencatatan laporan pengaduan yang dianggap sesuai
Pengaduan pelanggaran jenis lain misalnya adanya area merokok (smoking/non smoking
area) atau rua ga khusus u tuk erokok di dala gedu g e utuhka respo ya g
lebih kompleks.
Petugas penerima pengaduan dapat meneruskan pengaduan ke PPNS SKPD terkait atau
PPNS Satpol PP untuk melakukan tindakan hukum yang dibutuhkan ketika FASE penindakan
atas tipiring telah diberlakukan.

Catatan:
a. Pengaduan masyarakat perlu ditanggapi dengan positif dengan mengatakan bahwa
pengaduan mereka akan segera ditindak lanjuti sesuai fasenya: (masih dalam fase
peringatan tertulis atau telah memasuki fase pemberlakukan tindak pidana ringan)
b. Petugas penerima pengaduan akan melengkapi catatan pengaduan, memperbaharui
database yang sesuai dan menerapkan tertib administrasi

4. Sistem / Mekanisme Penegakan Hukum
Sistem/Mekanisme penegakan hukum hendaknya dibuat sesederhana mungkin, efektif dan
dapat dilaksanakan. Kondisi ini dimungkinkan ketika penegakan hukum PERDA KTR tidak
dibedakan secara eksklusif dengan penegakan hukum PERDA lainnya. Integrasi substansi
KTR ke dalam penegakan hukum PERDA lain memungkinkan terjadinya pelembagaan yang
menjamin kelangsungan dan kontinuitas. Penegakan hukum KTR tidak akan mahal ketika
menggunakan jalur pengawasan (pemantauan, inspeksi, penindakan) yang sudah ada.
Petunjuk umum untuk mengembangkan sistem penegakan hukum PERDA KTR adalah:
Sesuaikan dengan kondisi daerah

16 I TCSC-IAKMI

Pilih pendekatan yang cost effective
Pemantauan rutin yang disertai pembinaan akan lebih menjamin efektifitas. Untuk
memenuhi azas efektifitas untuk memberikan gambaran umum berbagai sarana KTR
pada satu waktu tertentu dengan biaya murah perlu dipilih sektor mana yang memiliki
kegiatan pemantauan rutin dari program-programnya dan memiliki akses memperoleh
data/informasi dari berbagai sarana KTR sekaligus. Atas pertimbangan cost effectiness
dapat dipilih pendekatan pemantauan rutin: berbasis Sektoral (SKPD) atau berbasis
Wilayah (Puskesmas) dengan melibatkan Sektor
Tidak harus membuat sistem penegakan hukum yang baru, tetapi dapat menggunakan
sistem penegakan hukum PERDA lain yang sudah berjalan.

5. Komitmen Penegakan Hukum Yang Konsisten
Untuk membangun komitmen dibutuhkan
Kepemimpinan Pimpinan Daerah (Walkota/Bupati)
Pengalaman di Kota Palembang dan Pontianak, setelah Walikota melakukan
pencanangan PERDA KTR, selanjutnya memimpin pertemuan sosialisasi dan
memberikan pengarahan secara langsung pada saat pelatihan Penegakan Hukum PERDA
KTR
Isi PERDA dan Mekanisme yang jelas dan dipahami oleh pihak-pihak terkait
Dilakukan dengan PELATIHAN PENEGAKAN HUKUM PERDA KTR yang melibatkan 2
pihak: aparat pengawas/penegak hukum dan Penanggung Jawab Kawasan untuk saling
memahami apa yang akan dilakukan dalam pengawasan dan apa yang diharapkan dari
Penanggung jawab KTR.
Konsistensi Pelaksana Pengawasan PERDA KTR yang ditetapkan dalam PERDA dan atau
PERWALI

TCSC-IAKMI I 17

18 I TCSC-IAKMI

B. TATALAKSANA PENEGAKAN HUKUM
Untuk melakukan Penegakan Hukum PERDA KTR dibutuhkan landasan hukum. Hendaknya
aspek ini telah diantisipasi ketika PERDA mulai disusun dan dimasukkan dalam pasal dari
PERDA. Lazimnya istilah Penegakan Hukum dituliskan dengan istilah Pengawasan yang meliputi
pemantauan, penemuan kasus pelanggaran dan penindakan sesuai fase dan jenis sanksinya:
sanksi administratif atau sanksi denda; teguran lisan, teguran tertulis, pencabutan izin sesuai
fasenya yang ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan teknis pelaksanaan umumnya berbentuk
Peraturan Walikota.
Walikota melakukan Pengawasan terhadap Kawasan Tanpa Rokok (ps 12 ayat 1 PERDA Kota
Palembang No 7/2009 dan pasal 18 ayat 1 PERDA Kota Pontianak No 10/2010)
Selanjutnya kewenangan pengawasan umumnya akan didelegasikan kepada aparat daerah
terkait sesuai yang ditetapkan dalam PERDA kota/kabupaten bersangkutan.
Untuk melaksanakan tugas Pengawasan sebagaimana dimaksud pada pasal yang sesuai dalam
PERDA KTR setempat, Kepala Daerah dapat mendelegasikan kewenangannya kepada:
Dinas Kesehatan Kota (Pelembang) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Kota Palembang):
(pasal 12 ayat 2 PERDA Kota Palembang No 7/2009 tentang KTR)
Dinas Kesehatan Kota (Pontianak) sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing: pasal
(18 ayat 2 PERDA Kota Pontianak No 10/2010 tentang KTR)

Segera setelah PERDA dicanangkan, Walikota akan mengeluarkan:
Surat Edaran resmi tentang Penetapan Tanggal Berlakunya PERDA KTR
Surat Keputusan Pembentukan Tim Pengawas dengan tugas pokok pengawasan PERDA
KTR dan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya
Peraturan Walikota (PERWALI) tentang Petunjuk Teknis Pengawasan PERDA KTR seperti
diamanatkan dalam PERDA KTR

1. Sistem Pengawasan PERDA KTR Terintegrasi
Keuntungan sistem pengawasan PERDA KTR terintegrasi dengan menggunakan mekanisme
penegakan hukum yang sudah berjalan antara lain pelaku sistem sudah memiliki pemahaman
tentang mekanisme pelaksanaanya hanya tinggal menambahkan substansi teknis Kawasan
Tanpa Rokok, efektifitas sistem sudah teruji, biaya relatif kecil dan melembaga.

TCSC-IAKMI I 19

Sistem Pengawasan PERDA KTR yang ditawarkan memiliki 2 komponen sebagai sub-sistemnya
yang bekerja berdasarkan jadwal yang rutin (time-bound enforcement system)
1.1 Pemantauan (rutin: waktunya ditetapkan otoritas setempat)
1.2 Inspeksi dan Penindakan atas Pelanggaran Tindak Pidana Ringan (dalam 1x24jam)
Inspeksi terhadap Ketentraman/Ketertiban Umum (tramtib) oleh SatPol PP = RAZIA
Penyidikan dan Penindakan yang dilakukan dalam waktu 1x24jam oleh PPNS diikuti
dengan Sidang Tindak Pidana Ringan (Sidang Tipiring = Sidang Yustisi = Sidang Cepat di
luar pengadilan)

Pengawasan terhadap pelanggaran yang terjadi di luar jadwal pelaksanaan sistem:
Tertangkap Tangan oleh siapapun: SKPD, Satpol PP, PPNS atau unsur masyarakat umum di
luar jadwal pemantauan dan/atau di luar hari sidang tipiring

1.1 Komponen Pemantauan Rutin
Setiap daerah dapat memilih Pendekatan Pemantauan Rutin yang dianggap Efektif dan Efisien
1. Berbasis SEKTORAL melalui masing-masing SKPD secara berjenjang – LAPORAN RUTIN
masing-masing SKPD disampaikan pada instansi penanggung jawab PERDA KTR yang
ditetapkan dalam PERDA/PERWALI atau langsung pada Sekretaris Daerah. Hasil
pemantauan adalah gambaran kepatuhan di tingkat sektoral tergantung dari keajegan
pemantauan masing-masing sektor yang mungkin tidak sama.
Pelanggaran yang ditemukan, diatasi dengan bekerja sama dengan SatPol PP dan PPNS

2. Berbasis WILAYAH menggunakan daerah kerja administratif Puskesmas dengan
mengintegrasikan pemantauan pelaksanaan PERDA KTR dengan monitoring/supervisi rutin
program lain yg berjalan. Jenis program yang dipilih untuk integrasi ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan. Kecuali kontinuitas pengumpulan data dan pembinaan, basis wilayah kerja
administratif Puskesmas memungkinkan pemantauan beberapa jenis sarana KTR yang ada
di wilayah tersebut sekaligus. Kerjasama dengan berbagai SKPD menjadi lebih difungsikan
dalam konteks wilayah binaan.
Periode pemantauan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, hasil pemantauan dilaporkan secara
berkala untuk kompilasi di tingkat Dinas khususnya untuk mengidentifikasi daerah resiko
tinggi pelanggaran

20 I TCSC-IAKMI

yang akan diteruskan pada Satpol PP yang akan digunakan sebagai lokasi sasaran Inspeksi
Penindakan (=Razia) pada hari Sidang Tipiring.
Buku Pedoman ini menggunakan Pendekatan ke-2 Berbasis Wilayah.
Daerah dapat menetapkan pendekatan lain.
1.2 Komponen Inspeksi dan Penindakan
Pada berbagai PERDA, Satpol PP merupakan instansi yang tugas pokok dan fungsinya
membantu Kepala Daerah menegakkan Peraturan Daerah (PERDA) dan Peraturan Kepala
Daerah (PERWALI / PERBUP), menyelenggarakan pembinaan masyarakat dan ketertiban
umum (tramtib).
Penertiban oleh Satpol PP terbatas pada tindakan non judicial (peringatan/pembinan dan
penghentian sementara menunggu penyidikan oleh PPNS atau Penyidik POLRI).
Satpol PP melaksanakan tugas tramtibnya dengan cara INSPEKSI untuk menemukan
pelanggaran yang akan ditindak dalam waktu 1x24 jam.
Dari hasil wawancara dengan pimpinan Satpol PP Kota Palembang dan mengacu pada
Protap Satpol PP Kota Palembang (PERWALI No 45/2009), maka Inspeksi terhadap
pelaksanaan PERDA pada umumnya diarahkan pada daerah yang menurut perkiraan akan
timbul gangguan terhadap ketentraman dan ketertiban umum. Dengan kata lain
difokuskan pada daerah yang potensial beresiko tinggi.
Khusus untuk PERDA KTR yang memiliki komponen Pemantauan Rutin, data/informasi
tentang resiko tinggi pelanggaran disampaikan oleh Dinas Kesehatan kepada Satpol PP
secara berkala sebagai hasil laporan pemantauan rutin Puskesmas.
Penindakan dalam waktu 1x24 jam
Proses penegakan hukum PERDA dilakukan secara bersama antara Satpol PP dengan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Pada kondisi tertentu PPNS dapat meminta bantuan
Penyidik POLRI
Ketika PERDA KTR masih dalam fase teguran lisan/tertulis (umumnya dalam kurun
waktu 1 tahun sejak PERDA diterbitkan): tindakan memberikan teguran/pembinaan
dapat dilakukan oleh Satpol PP (non judicial), bahkan surat teguran tertulis bisa
dikeluarkan oleh Kepala Puskesmas ketika ditemukan pelanggaran seusai
pemantauan.
(Satpol PP Kota Palembang sangat membantu melakukan sosialisasi dan memberikan
penjelasan tentang KTR ketika melakukan inspeksi dan menemukan pelanggaran pada
fase teguran lisan/tertulis)

TCSC-IAKMI I 21

Ketika fase teguran tertulis berakhir (sejak PERDA berlaku efektif, umumnya 1 tahun
setelah terbit) dan fasenya telah menginjak sanksi denda melalui sidang tipiring maka
peran penindakan dilakukan melalui proses dan ketentuan tipiring yang berlaku
Karena tidak dimungkinkan menginapkan pelanggaran tindak pidana ringan lebih dari
24 jam, maka inspeksi oleh Satpol PP dilakukan pada hari yang sama dengan hari sidang
tipiring

Tertangkap Tangan di Luar Jadwal Pemantauan dan Hari Sidang Tipiring
Temuan pelanggaran oleh pihak manapun terhadap perorangan yang kedapatan
merokok di sarana KTR di luar hari sidang tipiring cukup diberikan penyadaran di
tempat, diminta untuk mematikan rokok atau merokok di luar ruangan tanpa hukuman
denda, karena:
1) tidak mungkin menyelenggarakan sidang tipiring setiap saat terjadinya pelanggaran;
2) pelanggaran bukan tindak kriminal;
3) konsep penegakan hukum KTR lebih berkonotasi pendidikan untuk merubah perilaku
merokok di tempat umum tertutup daripada keinginan menghukum;
Pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola/penanggung jawab KTR setempat di luar hari
sidang tipiring dapat diberikan peringatan lisan/tertulis atau sanksi sosial misalnya melalui
pengumuman di media massa

2. Mekanisme Pengawasan Berbasis Pemantauan Wilayah
2.1 Pemantauan
Pemantauan sendiri (self-monitoring) di masing-masing fasilitas/sarana KTR di suatu
wilayah administrasi tertentu sebagai unit pelaksana terkecil (masing-masing sekolah,
masing-masing Rumah Sakit, masing-masing hotel, masing-masing restoran, masingmasing tempat ibadah, masing-masing kantor dsb), dilakukan oleh Penanggung Jawab
(PJ) KTR setempat di bawah tanggung jawab SKPD yang bersangkutan. PJ KTR dapat
mendelegasikan pengawasan kepada Petugas/Tim Pengawas Intern (Petugas Pengawas
KTR Setempat), misalnya guru BP, Satpam dsb
Pemantauan di tingkat wilayah ybs oleh pembina wilayah (Puskesmas)

Pemantauan KTR Setempat (Self-Monitoring)
Manfaat self-monitoring adalah 1) menimbulkan tanggung jawab Pimpinan KTR setempat untuk
melakukan edukasi masyarakat dalam lingkup instansinya; 2) membiasakan masyarakat untuk
mematuhi aturan;

22 I TCSC-IAKMI

3) mengurangi potensi pelanggaran yang memberikan implikasi sanksi pada pengelola/
pimpinan/manajer KTR.
Kegiatan:
Memastikan kepatuhan terhadap 5 (lima) indikator KTR
Mengawasi dan menegur orang yang merokok dan memastikan tidak ada orang merokok di
Kawasan bersangkutan,
Mengisi formulir Pemantauan Setempat yang dibagikan petugas Puskesmas, mencatat
pelanggaran dan tindakan setempat yang dilakukan
(Lamp.3 Form-1 Pemantauan Setempat Kawasan Tanpa Rokok)
Menyampaikan hasilnya pada petugas Puskesmas saat kunjungan pemantauan dan
melaporkan pada SKPD terkait dan/atau mengintegrasikan pada sistem pelaporan rutin
masing-masing sektor bilamana ada.

Pemantauan Wilayah Kawasan Tanpa Rokok oleh Puskesmas
Pengawasan KTR menggunakan WILAYAH KERJA/ WILAYAH BINAAN PUSKESMAS.
Puskesmas mengintegrasikan pemantauan KTR dengan kunjungan rutin program terpilih.
Dinas Kesehatan memberikan orientasi kepada Puskesmas tentang tugas dan mekanisme
kerjanya dan menetapkan:
Jenis program yang paling tepat untuk integrasi pemantauan KTR misal program
sanitasi lingkungan, program pengendalian Penyakit Tidak Menular, program
penyuluhan dll. Program terpilih harus ditetapkan secara tertulis agar terjamin
konsistensinya.
Periodisitas pengumpulan data (bulanan? 2 bulanan? 3 bulanan?)
Waktu pengiriman pelaporan Puskesmas ke Dinas Kesehatan
Mendelegasikan wewenang untuk mengeluarkan surat teguran tertulis
Mengkompilasi hasil laporan Puskesmas dan mengidentifikasi daerah resiko tinggi
pelanggaran untuk disampaikan kepada SatPol PP secara bulanan, tembusan kepada
SKPD. Informasi tentang daerah resiko tinggi pelanggaran menjadi petunjuk Satpol
PP untuk Inspeksi pada hari sidang tipiring dan melakukan tindakan hukum yang
diperlukan.
Membuat laporan triwulanan hasil pengawasan PERDA KTR untuk disampaikan pada
Kepala Daerah melalui Asisten IV bidang Kesra dan digunakan sebagai bahan
pembahasan pada rapat koordinasi lintas sektor setiap 3 bulan sekali

TCSC-IAKMI I 23

Puskesmas melakukan
Kunjungan pemantauan. Tergantung luas wilayahnya, kunjungan pemantauan
Puskesmas dapat dilakukan pada seluruh sarana KTR yang ada di wilayahnya atau
menggunakan sampling minimal 30% dari jumlah masing-masing sarana.
Pengamatan dan wawancara dengan PJ KTR setempat dan meminta hasil
pengawasan interm (Form-1 Pemantauan Setempat KTR) dan mengisi instrumen
pemantauan (Lihat Lamp 4. Form-2 Pemantauan Wilayah KTR) saat kunjungan.
Mengeluarkan Surat Teguran pada sarana yang melanggar KTR atasnama Pembina
wilayah setempat (Lihat Lamp 5. Form-3 Contoh Surat Teguran Pimpinan
Puskesmas).
Surat teguran dibuat rangkap 3: 1 copy untuk pelanggar, 1 copy tembusan ke Dinas
Kesehatan, 1 copy disimpan sebagai arsip Puskesmas
Mengirimkan laporan hasil pengamatan ke Dinas Kesehatan sesuai waktu yang
ditetapkan
Puskesmas dapat bekerjasama dan membagi tugasnya dengan LSM untuk
melakukan pemantauan sejauh tingkat penerimaan sasaran pengawasan terhadap
LSM cukup tinggi.
2.2 Inspeksi, Penyidikan dan Penindakan
Pengawasan PERDA KTR dilakukan secara terkoordinir antara Dinas Kesehatan dengan
Satpol PP, PPNS dan SKPD terkait.
Sesuai tugas pokok dan fungsinya untuk menegakkan PERDA dan PERWALI, Satpol PP
melakukan Inspeksi, pembinaan dan menjaga ketentraman masyarakat dan ketertiban
umum (tramtib).
Satpol PP mempunyai peran sangat besar dalam pengawasan PERDA KTR (Lihat Lamp 6.
Lembar Pengawasan Bagi Satuan Polisi Pamong Praja)
Dengan cara patroli, Satpol PP melakukan inspeksi dan razia pelanggaran PERDA KTR.
Sesuai Prosedur Tetap Satpol PP, lokasi inspeksi adalah sasaran/tempat yang direncanakan
sebelumnya yang diperkirakan rawan pelanggaran.
Khusus untuk PERDA KTR, petunjuk tentang daerah resiko tinggi pelanggaran diperoleh dari
Dinas Kesehatan sebagai hasil kompilasi pemantauan rutin.
Penindakan terhadap pelanggaran yang ditemukan pada saat inspeksi dibagi 2 sesuai
periode waktunya:
Pelanggaran yang terjadi pada periode pemberlakuan teguran lisan/teguran
tertulis (sejak PERDA diterbitkan sampai PERDA berlaku efektif, umumnya 1
tahun kemudian):

24 I TCSC-IAKMI

Satpol PP dapat melakukan tindakan non yustisi berupa sosialisasi dan
pembinaan sampai dengan teguran tertulis (Lihat Lamp 7. Form-5 Surat
Teguran SatPol PP).
Surat teguran dibuat rangkap 3: 1 copy untuk pelanggar, 1 copy tembusan ke
Dinas Kesehatan, 1 copy disimpan sebagai arsip SatPol PP
Pelanggaran yang terjadi setelah PERDA berlaku efektif (1 tahun setelah
diterbitkan):
Diserahkan pada PPNS yang biasanya ikut sebagai tim inspeksi untuk
dibuatkan Berita Acara Pelanggaran dan Penyitaan Barang Bukti. Pada
prinsipnya Satpol PP tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan
penyidikan dan penindakan tipiring.
Karena pelanggaran PERDA masuk dalam tindak pidana ringan yang
keputusan sidangnya harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 1x24 jam,
maka inspeksi Satpol PP dilakukan bertepatan harinya dengan hari sidang
tipiring.

Berdasarkan ps 149 UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan
Penyidikan terhadap pelanggaran PERDA ada pada Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS). Dalam hal tertentu, PPNS dapat meminta bantuan penyelidikan POLRI
Disamping menerima kasus pelanggaran dari Satpol PP, PPNS dapat melakukan
tindakan atas dasar pelaporan masyarakat atau kasus tertangkap tangan.
PPNS melakukan penyidikan dan membuat Berita Acara Pelanggaran (Lihat Lamp 8.
Form-6 Bukti Pelanggaran) disertai penyitaan barang bukti.
Sehubungan dengan penyitaan, PPNS memberikan tanda terima benda, untuk
dijadikan baran