Pentingnya interaksi edukatif pendidik (guru) dalam upaya pembentukan akhlak peserta didik di sekolah: study mata pelajaran akidah akhlak di MTS Miftahul Amal

(1)

DALAM UPAYA PEMBENTUKAN AKHLAK

PESERTA DIDIK DI SEKOLAH

(Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Mts Miftahul Amal )

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh :

MUHAMMAD NAZI

NIM 208011000020

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah (Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Miftahul Amal)

Kata Kunci : Interaksi Edukatif dalam proses pembelajaran, dalam upaya pembentukan akhlak.

Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah :(1) Bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah (2) Sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah. Adapun dari sekian mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, peneliti hanya membatasi pada mata pelajaran akidah akhlak

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal, dan (2) untuk mengetahui sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah

MTs Miftahul Amal

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTa Miftahul Amal, dan untuk mengetahui sejauhmanakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak pesertadidik di sekolah MTs Miftahul Amal

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa interaksi edukatif di MTs Miftahul Amal berlangsung dengan sangat baik antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik yang lain. Karena guru senantiasa menggunakan keterampilan dalam setiap proses belajar mengajarnya. Sehingga interaksi edukatif dapat mempengaruhi akhlakul karimah peserta didik Baik di dalam kelas maupun di luar kelas.


(6)

The important of educator educative intruction (teacher) to effort establishment of students character or moral in school (Akidah Akhlak Subject in MTs Miftahul ‘Amal)

Key word: educative intruction on processing theory, to effort establishment of students caracter or moral.

The problem that raised on this scrip are : (1) how to educative intruction that takes place in school. (2) how far the important of educative intruction to establish students character or moral in school. From of all the subjects that taught in school, researcher limites Akidah Akhlak subject only.

Perpose of this research are: (1) to know how to educative intruction that took place in MTs

Mifthul ‘Amal school, (2) and to know how far the important of educative intruction to

ebstablish the character or moral in MTs Mifthul ‘Amal school the method that used on researching is analysis educative. It’s done to know how far the importance that took place in MTs Mifthul ‘Amal school, and to know how far importance of educative intruction to

establish character or moral students in Miftahul ‘Amal school.

Based on the result that have done shows that educate intruction in MTs Mifthul ‘Amal school was running well between the teacher with the student and the other way. Because the teacher always used the skills in every teaching-learning process. Therefor the educative intruction was able to influence to students character or moral whether inside the class even the other place.


(7)

KATA PENGANTAR

ميحَّلا نٰمحَّلا هٰللا مسب

Puji syukur bagi Allah SWT. Yang telah memberikan pertolongannya dan telah melimpahkan kekuatan lahir dan batin kepada diri penulis, sehingga setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya demikian pula para pengikutnya yang setia mengikuti jejak Rosulullah SAW.

Selanjutnya penulis mengucapkan rasa terimakasih yang takterhingga kepada pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam terselesainya skripsi ini, diantaranya adalah:

1. Ibu, bapak dan adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil selama menuntut ilmu dari awal hingga akhir. Terima kasih yang tak terhingga atas semua pengorbanan, cinta, kasih sayang dan do’anya. 2. Nurlena Rifai, Ph.D Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah.

3. Dr. Abdul Majid Khon, MA.g Selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Uin Syarif Hidayatullah.

4. Marhamah Saleh, Lc,. MA. Selaku wakil ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Uin Syarif Hidayatullah

5. Drs. H.Masan Af, M.pd Selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan pikiran, mengikhlaskan waktu dan tenaganya untuk memberikan motivasi dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(8)

6. Bapak dan ibu dosen fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu dalam lindungan Allah Swt. Dan apa-apa yang diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari.

7. Seluruh staf perpustakaan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan tenaganya untuk memberikan pelayanan terbaik, sehingga penulis dapat menjalankan studi dengan lancar.

8. Drs.Sarbinih Kepala Sekolah MTS Miftahul Amal beserta guru-guru yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Teman-temanku mahasiswa UIN Khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008, teman-teman dekatku Anisatul Hikmah, Muhamad Fachrurozi S.Pd.I, Bangun parlindungan, Siti Masitoh, Jumarudin, yang selalu memberikan support semangat, motivasi kepada penulis. Semoga Allah Swt membalas dengan balasan yang lebih sempurna.

10.Segenap sahabat dan semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah Swt membalaskan kalian dengan sebaik-baikbalasan. Amin..

11.Guru Besar Yayasan perguruan al-Hikmah, Ustadz Syahrul Arif dan Guru besar PPS lekap bang Budi Joesak Kurniawan yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

Jakarta, 23 September 2013 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Keguanaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Interaksi Pendidik (Guru) pada Peserta didik ... 9

1.Pengertian Interaksi Edukatif ... 10

2.Peran Guru Profesional dalam Proses Pembelajaran... 12

3.Interaksi Belajar Mengajar Sebagai Interaksi Edukatif ... 13

4.Konsep Keterampilan Mengajar Akidah Akhlak sebagai Wujud Interaksi Edukatif ... 20

5.Ciri-ciri Interaksi Edukatif ... 27

B. Pembentukan Akhlak Peserta didik ... 29

1. Pengertian Akhlak ... 29

2. Proses Pembentukan Peserta didik berakhlak mulia ... 38

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Pesertadidik ... 38

C. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42


(10)

B. Latar Penelitian ... 49

C. Metode Penelitian ... 49

D. Prosedur dan Pengolahan Data ... 50

E. Analis Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Deskripsi Data ... 58

1. Sejarah Berdirinya MTs Miftahul Amal ... 58

2. Tujuan Pendidikan di MTs Miftahul Amal ... 63

3. Sarana dan Prasarana ... 63

4. Keadaan Peserta didik ... 65

B. Pembahasan ... 65

1. Tahap Penyusunan RPP Guru Mata Pelajaran Akidah Akhlak 67 2. Kegiatan Inti Pembelajaran ... 81

3. Kegiatan Akhir Pembelajaran ... 85

4. Keterampilan Dasar Mengajar Guru Akidah Akhlak ... 86

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN.. ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Implikasi ... 90

C. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antara manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam hidup semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi , baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.

Dari berbagai bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja, ada istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif ini adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain.


(12)

interaksi belajar-mengajar Dengan kata lain apa yang dinamakan interaksi edukatif, secara khusus adalah sebagai interaksi belajar-mengajar”.1

Interaksi belajar-mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di satu pihak, dengan warga belajar (siswa/peserta didik/subjek belajar), yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain.

Guru dan peserta didik memang dua figur manusia yang selalu hangat dibicarakan dan tidak akan pernah absen dari agenda pembicaraan masyarakat. Guru tidak hanya disanjung dengan keteladanannya, tetapi ia juga dicaci-maki dengan sinis hanya karena kealpaanya berbuat kebaikan, meski kesalahan itu bak setitik noda semata. Keburukan perilaku peserta didik cenderung diarahkan pada kegagalan guru membimbing dan membina peserta didiknya. Padahal warna perilaku peserta didik yang buruk, itu dapat terkonsumsi dari multisumber/berbagai faktor.

Guru dan peserta didik adalah frase yang serasi, seimbang dan harmonis. Hubungan keduanya berada dalam relasi kewajiban yang saling membutuhkan.

“Dalam perpisahan raga, jiwa mereka bersatu sebagai dwitunggal, guru mengajar dan peserta didik belajar dalam proses interaksi edukatif yang menyatukan langkah mereka kesatu tujuan yaitu kebaikan”. Dengan demikian kemuliannya guru dapat meluruskan pribadi peserta didik yang dinamis agar tidak membelok dari kebaikan2

Guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar siswa. Demi efektivitas dan efesiensi dari suatu proses belajar-mengajar, untuk itu perlu dipahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar-mengajar.

Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagi suatu perubahn tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah

1

Sardirman, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 7, h. 1

2

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1 h. 2.


(13)

kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.

Permasalahan yang sering nampak pada saat sekarang ini adalah masih banyak terdapat bentuk interaksi belajar-mengajar yang berjalan secara searah yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru menjadi amat dominan. Di lain pihak peserta didik hanya mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya, tanpa diberikan kesempatan untuk bertanya, atau mengemukakan pendapatnya di kelas, Ini menjadikan kondisi yang tidak proporsional dan guru sangat aktif, tetapi sebaliknya peserta didik menjadi pasif dan tidak kreatif. Bahkan kadang-kadang masih ada anggapan yang keliru, bahwa peserta didik dipandangnya sebagai objek, sehingga peserta didik kurang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Praktek- praktek pengajaran seperti itu, di mana guru lebih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran masih banyak terjadi, dan bahkan guru sepertinya memiliki otoritas untuk memaksa peserta didiknya memenuhi semua yang diinginkanya. “Dengan kurang bijak memperhatikan kebutuhan belajar peserta didiknya. Pola dan model belajar seperti itu, akan menimbulkan perbedaan kemampuan yang ekstrim antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya”.3

Tidak semua orang yang menjadi guru karena “panggilan jiwa”. Di antara mereka ada yang menjadi guru karena “terpaksa “, misalnya karena keaadan ekonomi, dorongan teman atau orang tua dan sebagainya. Hal ini akan mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin hubungan dengan para peserta didik.

Kenyataan lain yang juga banyak berkembang di sekolah-sekolah adalah bentuk mengajar guru yang lebih menekankan transfer of knowledge. Kebanyakan guru dan orang tua sudah merasa cukup puas dengan para peserta didiknya yang mendapatkan skor baik pada hasil ulanganya di sekolah.

3


(14)

Jadi yang penting dalam hal ini peserta didik juga dituntut mengetahui pengetahuan yang telah diajarkan oleh gurunya. Yang penting adalah kecerdasan otaknya, bagaimana perilaku dan sikap mental peserta didik jarang mendapatkan perhatian secara serius. Cara evaluasi yang dilakukan oleh gurupun juga hanya melihat bagaimana hasil pekerjaan ujian, ulangan atau tugas-tugas yang diberikanya. Ini semua mendukung suatu pengertian bahwa “mengajar” hanya terbatas pada soal kognitif dan paling hanya ditambah keterampilan dan masih jarang yang sampai pada unsur afeksi.

Pandangan dan kegiatan interaksi belajar-mengajar semacam ini tidak benar. Sebab dalam konsep belajar mengajar, peserta adalah subjek belajar, bukan objek, sebagai unsur manusia yang “pokok” dan “sentral”, bukan unsur pendukung atau tambahan yang penting dalam interaksi belajar-mengajar, guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya, melalui kegiatan belajar. Diharapkan potensi siswa sedikit demi sedikit berkembang menjadi manusia-manusia yang aktif, kreatif dan berakhlak mulia.

Dalam membina, membimbing dan memberikan motivasi kearah yang dicita-citakan, maka hubungan guru dan peserta didik harus bersifat edukatif. Interaksi edukatif ini adalah sebagai suatu proses hubungan timbal-balik anatara guru dan peserta didik yang mempenyai tujuan tertentu, yakni untuk mendewsakan peserta didik agar nantinya dapat berdiri sendiri, dapat menemukan jati dirinya secara utuh.

Dalam hal ini, proses interaksi edukatif tersebut dilihat melalui bidang studi akidah akhlak. Akhlak dapat diartikan sebagai sifat dan tingkah laku yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Sifat yang tumbuh dari dalam jiwa itulah yang memancarkan sikap dan tingkah laku pebuatan seseorang.

Sedangkan tujuan dari akhlak itu ialah mengetahui perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik dan yang buruk, agar manusia dapat mengamalkan sifat-sifat baik dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang jahat sehingga terciptalah suasana dalam pergaulan di masyarakat, dimana tidak ada kebencian dan


(15)

kejahatan. Oleh karena itu pelajaran akhlak bertujuan hendak mendudukan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta membedakanya dengan makhluk-makhluk lainya. Akhlak bertujuan menjadiakan manusia sebagai orang yang berkelakuan baik terhadap Tuhan, manusia dan lingkunganya.4

Oleh karena itu dengan adanya interaksi edukatif antara guru dan peserta didik yang dilaksanakan melalui mata pelajaran akidah akhlak diharapkan dapat terbentuk akhlak yang mulia dalam diri peserta didik dan senantiasa tercermin dalam kehidupanya sehari-hari.

Dengan kata lain diharapkan ilmu yang telah mereka dapatkan melalui mata pelajaran akidah akhlak itu dapat mereka terapkan dan amalkan/praktekan dalam kehidupanya sehari-hari. Dengan demikian, melahirkan perbuatan yang seimbang antara kata dan perbuatan, penghayatan dan pengalaman, antara teori dan praktek.

Hal ini memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, tetapi memerlukan usaha yang serius. Guru sebagai pembina dan pembimbing harus mau dan dapat menempatkan siswa sebagai peserta didiknya di atas kepentingan yang lain. Selain itu guru juga harus menjadi panutan yang dapat di dicontoh oleh peserta didiknya baik dalam perkataan, perbuatan dan pergaulannya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Seperti: membiasakan diri dengan selalu mengucapkan salam, berjabat tangan, atau selalu berkata baik dan sopan dengan sesama, dan lain-lain. Sehingga guru dapat menjadi teladan yang baik oleh peserta didik, dengan begitu guru selain menjadi teladan juga dapat menjadi inspirasi bagi peserta didiknya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas. Peneliti ingin mengadakan penelitian yang membahas tentang “Pentingnya Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Dalam Upaya Pembentukan Akhlak Peserta Didik di Sekolah”(Study Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Miftahul Amal)

4


(16)

B.

Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dalam pembelajaran, masih belum diterapkan sehingga tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

2. Banyak terdapat interaksi belajar-mengajar yang berjalan searah yang dilakukan oleh guru di Sekolah.

3. Banyak guru yang menjadikan peserta didik hanya sebagai objek pendidikan, bukan sebagai subjek sehingga peserta didik menjadi pasif dan tidak kreatif. 4. Sebagian guru masih belum memahami makna dari kompetensi guru,

khususnya kompetensi sosial.

5. Banyak orang yang menjadi guru bukan karena “penggilan jiwa”, tapi karena

terpaksa sehingga mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin hubungan dengan peserta didik.

6. Bentuk mengajar guru hanya menekankan pada transfer of knowledge.

7. Banyak orang tua maupun guru yang hanya puas dengan skor yang tinggi yang tertera dalam rapor, sedangkan akhlak peserta didik kurang menjadi perhatianyang serius.

C.

Pembatasan dan Rumusan Masalah

1.

Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi permasalahan ruang lingkup penelitian ini pada:

a. Interaksi edukatif yang dilakukan oleh pendidik (guru) terhadap peserta didik, atau peserta didik terhadap guru, atau peserta didik terhadap sesama peserta didik yang lainnya. baik di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap perilaku/akhlak peserta didik sehari-hari di sekolah. Adapun dari sekian mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, peneliti hanya membatasi pada mata pelajaran akidah akhlak.


(17)

b. Banyak orang yang menjadi guru bukan karena “penggilan jiwa”, tapi karena terpaksa sehingga mempengaruhi sikapnya dalam mengajar dan menjalin hubungan dengan peserta didik. Banyak orang tua maupun guru yang hanya puas dengan skor yang tinggi yang tertera dalam rapor, sedangkan akhlak peserta didik kurang menjadi perhatian yang serius, sehingga pembentukan Akhlakul karimah sangat penting di sekolah .

2.

Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan pada penelitian ini adalah:

a. Bagaimana interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal?

b. Sejauh manakah pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal?

D.

Tujuan dan Kegunaan penelitian

1.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bentuk interaksi edukatif yang berlangsung di sekolah MTs Miftahul Amal.

b. Untuk mengetahui sejauhmana pentingnya interaksi edukatif terhadap pembentukan akhlak peserta didik di sekolah MTs Miftahul Amal.

2.

Kegunaan Penelitian

a. Dapat memberikan pengetahuan terutama bagi guru agar guru lebih memperhatikan pentingnya penerapan interaksi edukatif di Sekolah MTs Miftahul Amal

b. Kegunaan hasil penelitian sebagai follow up pengguna informasi atau jawaban yang tertera pada kesimpulan penelitian.


(18)

c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para guru untuk meningkatkan proses belajar-mengajar di sekolah MTs Miftahul Amal, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.

d. Dapat memberikan kesadaran bagi para pendidik (guru) agar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa/peserta didik dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya.

e. Menjadikan potensi siswa sedikit demi sedikit berkembang tidak hanya menjadi manusia-manusia yang aktif, kreatif, dan pintar saja melaikan juga berakhlak mulia.


(19)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Kajian Teori

Interaksi Edukatif Pendidik (Guru) Pada Peserta Didik

1.

Pengertian interaksi edukatif

Interaksi akan selalu berkaitan dengan istilah komunikasi atau hubungan,. Dalam proses komunikasi dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator. Hubungan antara komunikator dengan komunikan biasanya karena mengintegrasikan sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (mesagge). Kemudian unuk menyampaikan atau mengontakan pesan itu diperlukan adanya media atau saluran (chanel). Jadi unsur-unsur yang terlibat dalam komunikasi itu adalah: komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media. Begitu juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainya, empat unsur untuk terjadinya proses komunikasi itu akan slalu ada.1

Dilihat dari istilah, komunikasi yang berpangkal pada perkataan communicare berarti “berpartisipasi”, “memberitahukan”, “menjadi milik bersama”. Dengan demikian secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah mengandung pengertian-pengartian memberitahukan (menyebarkan) berita,

1

Sardirman, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 7, h.7


(20)

pengetahuan, pikiran-pikiran, nilai-nilai dengan maksud untuk mengunggah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama.

Kalau dihubungkan dengan istilah interaksi edukatif, sebenarnya komunikasi timbal-balik antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sudah mengandung maksud-maksud tertentu, yakni untuk mencapai pengertian bersama yang kemudian untuk mencapai tujuan (dalam kegiatan belajar berarti untuk mencapai tujuan belajar). Memang dalam berbagai bentuk komunikasi yang “sekedarnya”, mungkin tidak direncana, sehingga tidak satu arah atau satu tujuan. Hal inilah yang kadang-kadang sulit dikatakan sebagai interaksi edukatif, dan ini banyak terjadi dalam kehidupan manusia.2

Dengan demikian interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif apabila secara sadar meletakan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut sebagai “interaksi edukatif”3

Dengan konsep di atas, memunculkan istilah guru di satu pihak dan peserta didik di lain pihak. Keduanya berada dalam interaksi edukatif dengan posisi, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda, namun bersama-sama mencapai tujuan. Guru bertanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan membimbingnya. Sedangkan peserta didik berusaha untuk mencapai tujuan itu dengan bantuan dan pembinaan dari guru.

Interaksi edukatif harus mengambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakana dan kreatif. Semua unsur interaksi harus berproses pada ikatan tujuan pendidikan. Karena itu, interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan peserta didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.4

2

Ibid., h. 8.

3

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1 h. 11

4


(21)

Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma dan semua norma itulah yang harus guru transfer kepada peserta didik. Karena itu, wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima oleh peserta didik.

Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.dalam artian yang lebih spesifik pada bidang pengajaran dikenal dengan istilah interaksi belajar mengajar.interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di suatu pihak dengan warga belajar ( siswa, peserta didik, subjek belajar ) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar dipihak lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara guru dan peserta didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan.5

Selain interaksi antara individu dengan individu yang lain, yang terjadi dalam pembelajaran dan pengajaran juga adanya interaksi dengan hal-hal yang bersifat benda, seperti media, alat dan lain-lain. Karena pengajaran merupakan suatu system, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinterelasi dan berinteraksi antara yang satu dan yang lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi:

1. Tujuan pendidikan dan pengajaran 2. Peserta didik atau siswa

3. Tenaga kependidikan khususnya guru

4. Perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum 5. Strategi pembelajaran

6. Media pengajaran, dan 7. Evaluasi pengajaran.

5


(22)

Proses pengajaran ditandai oleh adanya interaksi antara komponen. Misalnya, komponen peserta didik berinteraksi dengan komponen-komponen guru, metode/ media, perlengkapan/peralatan, dan lingkungan kelas yang terarah dan pencapaian tujuan pembelajaran dan pengajaran. Komponen guru berinteraksi dengan komponen-komponen siswa, metode, media, peralatan, dan unsur tenaga kependidikan lainnya yang terarah dan berupaya mencapai tujuan pengajaran. Demikian seterusnya, semua komponen dalam system pengajaran saling berhubungan dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran.

Pada dasarnya proses pengajaran dan pembelajaran dapat terselenggara secara lancar, efesien dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung dalam sistem pengajaran tersebut.6

2.

Peran Guru Profesional Dalam Proses Pembelajaran

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI Pasal 40 ayat 2, disebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif dinamis, dan dialogis.

2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan

3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.7

Berikutnya, dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I, pasal 1 ayat 1 menyebutkan “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”

6

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012) cet. 14 h.77-78

7

Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan


(23)

Dengan demikian guru sebagai pendidik memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam jalur formal yang dilakukan secara professional.8 Untuk itu guru harus menerapkan interaksi edukatif terutama dalam proses belajar mengajar agar tercipta suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Dalam pelaksanaanya, sesuai dengan UU di atas, guru juga hendaknya dapat memiliki kemampuan untuk mewujudkan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dialogis (penyampaian yang bagus) dan memberikan motivasi kepada peserta didik dalam membangun gagasan, dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar.9

3.

Interaksi Belajar-Mengajar sebagai Interaksi Edukatif

Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena merupakan peristiwa yang memiliki norma-norma. Tetapi dalam kaitanya dengan interaksi edukatif, pendidikan dapat dirumuskan dari sudut proses teknis. Sehubungan dengan proses teknis inilah maka secara spesifik interaksi edukatif dapat dikatakan sebagai interaksi belajar-mengajar.10

Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif. Belajar-mengajar adalah sebagai pedoman kearah mana akan dibawa proses belajar-mengajar. Proses belajar- mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap dalam diri peserta didik.11

Dalam interaksi edukatif unsur guru dan peserta didik harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental, perbuatan. Antara guru dan peserta didik masing-masing

8

Ibid., 9

Ibid., 10

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Titian ilahi Press, 1996), Cet. Ke-1, h.72

11


(24)

mempunyai kewajiban termasuk di dalamnya etika-etika yang harus menjadi pedoman mereka dalam melaksanakan proses kegiatan belajar-mengajar.

Di antara kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan setiap peserta didik, senantiasa menjadikanya sebagai dasar pandanganya adalah sebagai berikut. 1) Sebelum belajar, seorang peserta didik hendaknya memulai dengan

mensucikan hatinya dari sifat-sifat kehinaan, sebab proses belajar-mengajar termasuk ibadah, dan keabsahan ibadah harus disertai kesucian hati, di samping berakhlak mulia seperti: jujur, ikhlas, takwa, rendah hati, zuhud, ridha, serta menjauhi sifat-sifat yang tercela seperti: dengki, hasad, penipu dan sombong.12

Menerima ilmu dari orang-orang yang ahli, kapabel, yang kokoh ilmunya, teguh pendiriannya, yang bertakwa dan yang shaleh serta mengambil setiap disiplin ilmu dari orang-orang yang mempunyai spesialisasi dan ahli dibidangnya.13

Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang alim, waro’ dan juga lebih tua uasianya.14

2) Seorang murid harus menghormati guru, termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depanya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam di depanya, dan menanyakan hal-hal yang membosankanya. Tetapi hendaklah menghemat waktu, jangan sampai mengetuk pintunya, cukuplah dengan sabar menanti di luar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Pada intinya adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan Agama.15 3) Seorang pelajar agar betul-betul menahan diri dari membantah gurunya

secara tidak pada tempatnya. Seorang pelajar harus mensyukuri keutamaan maupun kekurangan gurunya, menganggap hal-hal yang kurang dalam diri

12

Ibid., h. 73 13

Muhammad Khair Fatimah, Etika Muslim Sehari-hari, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2002), cet. Ke-1, h. 4 14

Aliy As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, (Kudus: Menara Kudus,t.t), h. 16

15


(25)

gurunya sebenarnya mengandung hikmah dari Allah yang diberikan. Sebab barang kali lebih sesuai untuk kebaikan sang guru.16

4) Seorang pelajar agar betul-betul menahan diri dari membantah gurunyasecara tidak pada tempatnya. Seorang pelajar harus mensyukuri keutamaan maupun kekurangan gurunya, menganggap hal-hal yang kurang dalam diri gurunya sebenarnya mengandung hikmah dari Allah yang diberikan. Sebab barangkali lebih sesuai untuk kebaikan sang guru.17

Selain peserta didik, guru pun mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakanya dalam kegiatan belajar-mengajar, diantaranya sebagai berikut : 1) Seorang guru hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat

serta jangan berbuat dengki. Karena dengki itu tidak akan bermanfaat, justru membahayakan diri sendiri.18

2) Guru jangan melarang muridnya yang berperilaku tidak baik dengan cara kasar, sebisa mungkin diusahakan dengan cara yuang halus, dan bahkan dengan cara kasih sayang dan bukan dengan cara mencelanya.

3) Guru hendaknya memperhatikan tingkat kemampuan murid, dan mengajarkan sesuai dengan kemampuan mereka, jangan mengajarkan materi pelajaran di luar kemampuan mereka, yang bisa menjadikan mereka lari dari belajar dan kesulitan dalam memahaminya.

4) Guru hendaknya mengamalkan ilmunya dan jangan membohongi perkataan dan perbuatanya, sesuai dengan firman Allah:





















“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. 61: 3)19

16Abi Abdullah Muhammad Sa’id bin silan,

Etika belajar, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1997), Cet. Ke-1, h. 125

17

Aliy As’ad, Op.,Cit, h. 38

18

Ibid., h . 66

19


(26)

5) Hendaknya seorang guru berpenampilan tenang, penyabar, dan pemaaf, serta memiliki wibawa.20

Kesesuaian antara guru dan peserta didik, kenyataanya memang sangat mempengaruhi seorang murid dalam menyenangi suatu pelajaran. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi motivasi murid dalam belajar. Karena itu, guru yang baik tentunya akan selalu berusaha untuk menerapkan metode pengajaran yang benar-benar sesuai dengan kemampuan murid-muridnya. Sebaliknya, seorang murid yang baik pun akan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan gurunya, yang tentu saja sebagai manusia juga memiliki kekurangan dalam banyak hal, termasuk dalam kemampuan mengajar.21

Dalam sistem pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses, peserta didik harus lebih aktif dari pada guru. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.

Selain itu, adapula bentuk-bentuk interaksi belajar mengajar yang dikemukakan oleh Roestiyah N.K, sebgai berikut

1. Pengajaran adalah transfer pengetahuan kepada siswa. Dalam bentuk ini guru mengajar di sekolah hanya menyuapi makanankepada anak. Hubungan guru dan siswa di sini hanya berlangsung sepihak, ialah dari pihak guru.

2. Pengajaran ialah mengajar siswa bagaimana caranya belajar. Dalam bentuk ini guru hanya merupakan salah satu sumber belajar. Ada hubungan timbal-balik antara guru dan murid.

3. Pengajaran adalah hubungan interaktif antara guru dan siswa. Dalam hal ini guru hanya menciptakan situasi dan kondisi, agar tiap individu dapat aktif belajar.

4. Mengajar adalah proses proses interaksi siswa dengan siswa dan konsultasi guru. Dalam proses ini siswa memperoleh pengalaman dari teman-temanya sendiri, kemudian pengalaman tersebut dikonsultasikan kepada guru.22

Pola hubungan- murid menurut al-Ghazali adalah pola hubungan yang bersifat kemitraan yang didasarkan pada nilai-nilai demokratis, keterbukaan, kemanusiaan dan saling pengertian. Dalam pola hubungan tersebut eksistensi

20

Mahdy saeed Reziq Krezem, Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari, (Jakarta: Media

Da’wah, 2001), cet. Ke-1, h. 77

21

Thursan Hakim, Belajar Efektif, (Jakarta: Puspaswara Anggota IKAPI, 2001), cet. Ke-2, h.8

22

Roestiyah, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), Cet. 3, h. 41-44.


(27)

guru-murid sama-sama diakui dan dihargai. Dalam proses belajar mengajar, murid diperlakukan secara manusiawi, diberikan hak untuk mengemukakan pendapat, bertanya, mengkritik, dan diperlakukan sesuai dengan bakat, potensi dan kecendrunganya. 23

Situasi pembelajaran atau proses interaksi belajar-mengajar yang baik dapat dilakukan dengan menjalin hubungan dengan orang lain. Karena interaksi membutuhkan orang lain dan belajar yang sukses jika ada hubungan/kerjasama dengan orang lain, perasaan saling memiliki ini memungkinkan pesrta didik untuk menghadapi tantangan, ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan keterampilan mereka sekarang.24

Cara menjadikan peserta didik aktif sejak awal ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh pendidik (guru) agar terjadi interaksi edukatif dalam proses belajar-mengajar di Kelas.

Bagian ini berisi pembuka percakapan dan aktivitas pembuka lain untuk segala bentuk pembelajaran. Tehnik-tehniknya dirancang untuk mengerjakan salah satu atau beberapa dari yang berikut ini:

1. Pembentukan tim: membantu siswa menjadi lebih mengenal satu sama lain atau menciptakan semangat kerjasama dan kesalingtergantungan.

2. Penilaian serentak: mempelajari tentang sikap, pengetahuan, dan pengalaman peserta didik.

3. Pelibatan belajar peserta didik secara langsung: menciptakan minat awal terhadap pelajaran.25

Selain peserta didik yang aktif, hal yang paling mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan untuk membangun kepribadian siswa secara mendalam adalah motivasi yang diberikan oleh guru, di mana guru sebagai motivator adalah hal yang harus dilakukan oleh guru. Woodwort (1955) mengatakan: “A motive is a set

23

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet.1, h. 113.

24

Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Allyn and Bacon, Boston, 1996) h.30

25


(28)

predisposes the invividual of certain activities and for seeking certain goals”. Suatu motif adalah suatu set yang dapat membuat individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan.

Dengan demikian, perilaku atas tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam upaya mencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motive yang dimilikinya. Motif dan motifasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Motivasi merupakan penjelmaan dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan seseorang. Hilgard mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan demikian, motivasi muncul dari dalam diri seseorang.26

Untuk memperoleh hasil yang belajar yang optimal pendidik/guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar pesrta didiknya. Di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk.

a. Memperjelas Tujuan yang Ingin Dicapai

Tujuan yang jelas dapat membuat peserta didik paham ke arah mana ia akan di bawa. Pemahaman peserta didik tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat peserta didik untuk belajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.

b. Membangkitkan Minat Siswa

Peserta didik akan terdorong untuk belajar, manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu mengembangkan minat belajar peserta didik merupakan salah satu tehnik dalam mengembangkan motivasi belajar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat peserta didik di antaranya adalah:

1) Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan peserta didik.

2) Sesuaikan materi pelajaran dengan pengalaman dan kemampuan peserta didik.

26


(29)

3) Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara variatif.27 c. Ciptakan Suasana yang Menyenangkan dalam Belajar

Peserta didik hanya mungkin belajar dengan baik, manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman bebas dari rasa takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar terbebas dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-kali dapat melakukan hal-hal yang lucu.

d. Berilah Pujian yang Wajar Terhadap Keberhasilan Siswa

Motivasi akan tumbuh manakala peserta didik merasa dihargai, memberikan pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan.

e. Berikan Penilaian

Banyak peserta didik yang belajar karena ingin memperoleh nilai yang bagus untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian peserta didik nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu penilaian harus segera dilakukan dengan segera, agar peserta didik secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya.

f. Berilah Komentar terhadap Hasil Pekerjaan Siswa

Peserta didik juga butuh penghargaan berupa komentar yang positif, sebaiknya guru memberikan komentar secepatnya misalnya dengan memberikan tulisan “bagus”, atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya.

g. Ciptakan Persaingan dan Kerjasama

Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan dan proses pembelajaran peserta didik. Melalui persaingan peserta didik dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik.

27


(30)

4.

Konsep Keterampilan Mengajar Akidah Akhlak sebagai

wujud Interaksi Edukatif

Sistem pengajaran di kelas telah mendudukkan guru pada suatu tempat yang sangat penting, karena guru yang memulai mengakhiri setiap interaksi belajar mengajar yang telah diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan keterampilan dalam pelaksanaannya. Mengajar merupkan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan dan keguruannya. Itulah sebabnya maka dalam melaksanakan interaksi belajar mengajar perlu adanya beberapa keterampilan mengajar.28

Beberapa keterampilan mengajar yang harus dikuasai dan dilaksanakan oleh guru antara lain adalah:

1. Keterampilan Membuka Pembelajaran

Yang dimaksud denan membuka pembelajaran adalah seberapa jauh kemampuan guru dalam memulai interaksi belajar mengajar untuk suatu jam pembelajaran tertentu. Adapun keterampilan dalam membuka pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut:

a. Mengkondisikan Peserta didik

Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan guru pada pokok permasalahan agar peserta didik siap baik secara mental, emosional, maupun fisik. Keiatan ini antara lain berupa:

1) Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialami oleh peserta didik taupun guru

2) Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari pada waktu sebelumnya.

28

Sardiman A.M., Interaksi Edukatif dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-10, h.194


(31)

3) Kegiatan-kegiatan yang menggugah dan mengarahkan perhatian peserta didik antara lain meminta pendapat/saran peserta didik, menunjukkan gambar, slide power point, film atau benda lain.29

b. Menarik Minat dan Perhatian Peserta Didik

Perhatian lebih bersifat sementara dan ada hubungannya dengan minat. Perbedaanya adalah minat sifatnya menetap sedan kan perhatian sifatnya sementara, adakalanya menghilang. Jadi perhatian itu sebentar hilang, sebentar timbul kembali, sedangkan minat selalu tetap ada.30

Anak-anak yang selesai bermain, pada waktu masuk kembali ke dalam kelas untuk menerima pembelajaran sering kita dengar masih membicarakan permainanya. Oleh sebab itu pada waktu guru hendak menyampaikan pelajaran baru, sebaiknya diusahakan untuk menyatukan alam pikiran peserta didik dengan jalan menghilangkan kenangan atas peristiwa yang baru saja mereka alami.

Jenis usaha lain adalah memberikan pertanyaan bahasan sebelumnya yang berhubungan dengan topic baru, atau sering pula dengan memberikan pre test untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik sudah memiliki pengetahuan tentang bahasan yang akan mereka pelajari.

c. Membangkitkan Motivasi Peserta Didik

Tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Ada dua macam motivasi: pertama, motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri, tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri. Kedua, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan, paksaan orang lain sehingga ia melakukan belajar.

29

B. Suryosubroto, Tata laksana kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke 1, h.81

30

Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), edisi ke-2 Cet ke-19, h.28


(32)

Motivasi intrinsik dapat menguat jika anak menganggap tugas sebagai sesuatu yang menarik, relevan secara personal, bermakna dan pada level yang sesuai dengan kemampuan anak, sehingga mereka beranggapan dapat berhasil dalam menyelesaikan tugas itu.31

Berikut ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan motivasi peserta didik:

1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara peserta didiknya untuk meningkatkan prestasi belajar.

2) Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat): pada awal pembelajaran, hendaknya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapainya.

3) Tujuan yang jelas: semakin jelas tujuan, semakin jelas pula motivasi dalam melakukan sesuatu.

4) Kesempurnaan untuk sukses: guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk meraih sukses dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru.

5) Mengadakan penilaian atau tes: pada umumnya semua peserta didik mau belajar dengan tujuan memperoleh nilaiyang baik jadi, angka menjadi motivasi yang kuat bagi peserta didik.32

Apabila guru berhasil menumbuhkan menumbuhkan kebutuhan belajar peserta didik, maka peserta didik akan aktif mengalami, mencari, dan menemukan berbagai pengetahuan yang dibutuhkannya dengan bimbingan guru. Usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga anak mau atau ingin melakukan sesuatu atau disebut motivasi.

31

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet ke-1, h.486

32


(33)

d. Mengadakan Test Pendahuluan (Pre-test)

Fungsi dari pretest ini adalah untuk menilai sampai dimana peserta didik telah menguasai kemampuan atau keterampilan yang tercantum dalam indikator hasil belajar, sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang telah disampaikan.

2. Keterampilan dalam Memproses Kegiatan Inti Pembelajaran

Kegiatan inti pembelajaran merupakan proses pembentukan kompetensi pada peserta didik, dan merealisasikan tujuan-tujuan pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabilaseluruh peserta didik terlibat aktif baik mental, fisikmaupun sosialnya.33

a. Penguasaan materi pembelajaran

Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan, khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran. Ada beberapa hal dalam upaya meningkatkan penguasaan materi bagi guru, antara lain: melalui musyawarah guru, atau kelompok kerja guru, melalui buku sumber yang tersedia atagu kegiatan mandiri, malalui pendalaman materi dengan mengikuti seminar/pelatihan.

b. Keterampilan menggunakan metode

Penggunaan metode mengajar dipengaruhi oleh beberapa factor seperti: metode mengajar harus sesuai dengan tujuan, metode mengajar harus sesuai dengan peserta didik, harus serasi dengan lingkungan dan pelajaran terkoordinasi dengan baik. Selain beberapa factor tersebut, dipersyaratkan pula kepada setiap guru untuk mengetahui dan menguasai metode yang akan digunakannya.34

33

E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat satuan pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2008), cet. 5 h. 256 34


(34)

c. Keterampilan Memberi Penguatan

Penguatan merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan yang arahnya untuk memberikan dorongan, tanggapan atau hadiah bagi peserta didik agar dalam mengikuti pembelajaran merasa dihormati dan diperhatikan.35

d. Menggunakan waktu

Yang dimaksud dengan menggunakan waktu dalam hal ini adalah ketepatan guru dalam mengalokasikan (mengatur) waktu yang tersedia dalam suatu interaksi belajar mengajar, kesulitan yang dialami guru dalam kegiatan interaksi adalah: dalam hal penggunaan waktu yang tersedia dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran.

e. Keterampilan Bertanya

Bertanya merupakan stimulus yang efektif yang mendorong kemampuan berfikir.36 Keterampilan bertanya sangat perlu untuk dikuasai oleh seorang guru untukmenciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.37

f. Keterampilan Mengadakan Variasi

Mengadakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi standar yang relevan, memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat peserta didik terhadap berbagai hal baru dalam pembelajaran, memupuk

35

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2006), cet ke 1, h.168 36

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, …, cet ke 1, h.170

37

Whandi, Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (PT.


(35)

perilaku positif peserta didik dalam pembelajaran, serta member kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya.

Komponen keterampilan mengadakan variasi dibagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut:

1. Variasi dalam gaya mengajar yang meliputi variasi suara, pemusatan perhatian, kesenyapan, perantian posisi guru, kontak pandang serta gerakan badan dan mimik.

2. Variasi pola interaksi dan kegiatan

3. Variasi penggunaan alat bantu pengajaran yang meliputi alat/bahan yang dapat didengar, dilihat dan dimanipulasi.

Dalam mengadakan variasi guru perlu mengingat-ingat prinsip-prinsip penggunaanya yang meliputi kesesuaian, kewajaran, kelancaran, dan kesinambungan serta perencanaan bagi alat/bahan yang memerlukan penataan khusus.

g. Keterampilan Menjelaskan

Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum keterampilan menjelaskan sangat penting bagi guru karena sebagian besar percakapan guru yang mempunyai pengaruh terhadap pemahaman peserta didik adalah berupa penjelasan.

Komponen keterampilan menjelaskan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Merencanakan materi penjelasan

2. Menyajikan penjelasan

Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah dan akhir pelajaran, dengan selalu memperhatikan karakteristik peserta didik yan diberi penjelasan serta materi /masalah yang dijelaskan.


(36)

3. Keterampilan Menutup Pembelajaran

Untuk memeperoleh gambaran secara utuh pada waktu akhir kegiatan ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pembelajaran yakni:

1. Meninjau kembali dengan cara merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan

2. Mengevaluasi dengan berbagai bentuk evaluasi, misalnya mendemonstasikan keterampilan, meminta peserta didik mengaplikasikan ide baru, dalam situasi yang lain, mengekspresikan pendapat peserta didik dan memberikan soal tertulis.

Dari apa yang telah diuraikan di atas terbukti bahwa membuka dan menutup pembelajaran bukanlah urutan yang bersifat rutin (dari itu ke itu saja), melainkan merupakan suatu perbuatan guru yang perlu direncanakan secara sistematis dan rasional.

Penutup dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai cara guru dalam mengakhiri penjelasan atau pembahasan suatu pokok bahasan. Penutup yang lengkap berupa ringkasan, kesimpulan dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menguji tentang pencapaian tujuan intruksional. Apabila dalam pengujian tersebut ternyata beberapa tujuan belum tercapai maka guru wajib menjelaskan kembali secara singkat sehingga tugas-tugasnya benar-benar dirasa tuntas.

Belajar dapat dikatakan suatu proes yang tidak pernah berhenti karena merupakan suatu proses yang berkelanjutan menuju kea rah kesempunaan. Setiap kali berakhir dari suatu interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik, itu adalah merupakan suatu terminal saja untuk kemudian beranjak ke interaksi selanjutnya pada hari atau pertemuan yang berikutnya.

Jadi akhir pelajaran bukan berarti seluruh proses belajar mengajar atau interaksi edukatif selesai sama sekali. Oleh karena itu kesan perpisahan yang baik pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain


(37)

dapat diterima dan interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dapat berlangsung dengan baik.

5.

Ciri-ciri interaksi edukatif

Sebagai interaksi yang bernilai normatif, maka interaksi edukatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Interaksi edukatif mempunyai tujuan.

Tujuan dalam interaksi edukatif adalah untuk membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud intraksi edukatif saddar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur lainya sebagai pengantar dan pendukung.

b. Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus.

Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupan dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi edukatifsehingga cocok untuk mencapaitujuan. Dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain.

c. Ditandai dengan aktivitas anak didik

Sebagai konsekuensi, bahwa peserta didik merupakan sentral, maka aktivitas peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif. Aktivitas peserta didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA.38 dan sekarang dikenal dengan istilah Activ learning, dimana seorang pendidik menggunakan strategi pembelajaran untuk mengkondisikan peserta didik agar dapat aktif di kelas.

d. Guru berperan sebagai pembimbing.

Guru berperan sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap peserta didik baik secara individu maupun kelompok, memberikan penerangan kepada peserta didik mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, membantu peserta didik dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang

38


(38)

dihadapinya, menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukanya.39

Dalam penerapanya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi edukatif yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam sebagai situasi proses interaksi edukatif, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh pendidik.

e. Mempunyai batas waktu

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok peserta didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberikan waktu tertentu, kapan tujuan harus sudah tercapai.

f. Menggunakan metode.

Metode mengajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi antara guru dan peserta didik dalam program belajar-mengajar sebagai proses pendidikan. Teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu antara lain: bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan eksperimen, kerja kelompok, sosio drama, karya wisata, dan modul.

Seyogyanya guru dapat mengenal berbagai teknik, agar dapat menerapkanya secara tepat, sesuai keadaan.40

g. Diakhiri dengan evaluasi.

Sebagai alat penilaian hasil pencapaaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan angka keberhasilan belajar, tetapi yang lebih penting adalahsebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan.41

39

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

19950, Cet Ke-3, h. 100

40

Zakiyah Darajat, pendidkian Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), Cet. Ke-2, h. 97

41

Muhammad Ali, Guru dalam Prosews Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1992),


(39)

B.

Pembentukan Akhlak Peserta Didik

1.

Pengertian Akhlak

Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari khulk. Kata khulk di dalam kamus Al-munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.42

Menurut Khalil al-Musawi “bahwa kata akhlak berasal dari akar khalaqa yang berarti lembut, halus, dan lurus, dari kata khalaqa yang berarti bergaul dengan akhlak yang baik juga dari kata takhallaqa yang berarti berwatak”.43

Di dalam Dairatul Ma’arif dikutip oleh Asmaran AS, kata akhlak diartikan sebagai berikut:

اْخاْلا

َّبداْلا ناسْناْلا ا ص يه

“ Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.44

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik yang disebut dengan akhlak mulia, atau perbuatan buruk yang disebut akhlak tercela sesuai dengan pembinaanya.

Adapun pengertian akhlak secara terminologi adalah sebagai berikut:

Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.45

Defenisi lain mengatakan bahwa akhlak adalah suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa seseorang sehingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan direnungkan lagi.46

Menurut para ahli, akhlak dapat diartikan sebagai berikut:

42

Luis Ma’luf, Kamus Al-munjid, (Beirut: Al-Maktabah Al-katulikiyah t.t), h. 194

43

Khalil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Terjemah Ahmad Subandi,

(Jakarta: Lentara, 1994), Cet. Ke-9, h. 1

44

Asnaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, h. 1

45

Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h. 9

46

M. Sukarda Sadili, Bimbingan Akhlak Yang Mulia, (Tasik Malaya: Widya Graha, 1986), Cet. Ke-1, h. 5


(40)

a. Ahmad amin mengemukakan bahwa akh;lak ialah “ilmu untuk menetapkan segala perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau yang batil”.47

b. Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin berpendapat bahwa akhlak adalah: “ Khuluq (jamaknya akhlak) ialah ibarat (keterangan) tentang keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya dari padanyalah terbit perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pada pemikiran dan penelitian. kalau keadaan itu, di mana terbit padanya perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syara’, keadaan itu dinamai akhlak yang baik. Dan kalau yang terbit itu perbutan-perbuatan yang jelek, keadaan yang menerbitkanya dinamai akhlak yang buruk”.48

c. Ibn Miskawaih secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah: “Khuluq ialah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikran dan pertimbangan”.49

d. Dalam Mu’jam al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah: “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.50

e. Menurut Abdullah Darraz “ akhlak adalah suatu keinginan (iraddah) yang kuat yang telah meresap dalam jiwa dan menimbulkan suatu perbuatan bebas kearah yang baik dan benar (bila akhlak itu terpuji), atau kearah yang buruk dan jahat (bila akhlak itu tercela)

f. Menurut Moh. Ardani Akhlak adalah: suatu keadan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran.51

47

Ahmad Amin, Ilmu Akhlak Terjemahan, (Jakarta:Bulan Bintang, 1991), Cet. Ke-6, h. 1

48

Imam al-Ghazali, Ihya Ulumudin, (Beirut: Dar al-fikri, 1996), Jilid III, h. 56

49

Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A,raqi, (mesir: al-Mathba’ah al-Mishiriyah,

1934), Cet. Ke-1, h. 40

50

Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-wasith, (Mesir Dar al-Ma’arif, 1972), h. 88

51

Moh. Ardani, Alqur’an dan Sufisme Mangkunegara IV, Studi Serat-Serat Piwulang,


(41)

Pada hakikatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situ timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tersebut timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan akhlak terpuji dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan buruk, maka disebutlah akhlak yang tercela.

Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut al-Ghazali, adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiariah (perbuatan yang dilaksanakan dengan pilihan dan kemauan sendiri).

b. Kekuatan marah wujudnya adalah Syaja’ah (berani), yaitu keadaan marah yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang.

c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah (perwira), yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama.

d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah adil, yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah.

Dari empat sandi akhlak yang terpuji itu, akan lahirlah perbuatan-perbuatan baik seperti: jujur, suka memberi pada sesama, tawadhu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, malu, pemurah, memelihara rahasia, qonaah, dan sebagainya.

Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai diri sendiri, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dijaga dan dipertanggung jawabkan sebaik-baiknya.52

52

Moh Ardani, Nilai-Nilai Akhlak dan Budi Pekerti dalam Ibadah, (Jakarta: CV. Karya


(42)

Sedangkan akhlak kepada sesama manusia adalah sebagaimana antara manusia yang satu memperlakukan manusia yang lainnya dengan baik.

Berkenaan dengan akhlak sesama manusia, al-Qur’an banyak memberikan rincian mengenai hal itu. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal negatif seperti membunuh, mencuri dan lain sebagainya tetapi juga sampai kepada penyakit hati dengan cara menceritakan aib seseorang di belakangnya. dan juga terkait dengan memaafkan kesalahan orang lain.

Q.S Al-Baqarah: 263.































Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

Jika bertemu saling mengucapkan salam dan ucapan yang keluar adalah ucapan yang baik, (Lihat Q.S An-Nur: 58)






















































































































































(43)

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Dan (Lihat Al-Baqarah: 83)



































































































“dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.

Memaafkan kesalahan orang lain, Lihat Q.S Ali Imran:134




















































(44)

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

Selain itu dianjurkan mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan sendiri dan lain sebagainya.53

Selain di atas termasuk juga akhlak kepada orang lain adalah akhlak kepada guru. Guru adalah orang yang sangat berjasa dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya, oleh karena itu seorang peserta didik wajib menghormati dan menjaga wibawa guru, dan berprilaku sopan di depan guru.

Imam ghazali adalah seorang tokoh akhlak yang sangat menghargai guru, dalam kitabnya Bidayatul Hidayah sebagaimana yang telah dikutip oleh Zainudin, ia memberikan contoh bagaimana cara berakhlak kepada guru, yaitu: kepada guru harus menghormati dan memberikan salam terlebih dahulu, jangan banyak bicara kepada guru, jangan bicara sambil tertawa, hendaklah menundukkan kepala jika duduk dihadapan guru, jika ingin bertanya mintalah ijin dahulu dan lain sebagainya.54

Hubungan guru dan peserta didik amat dekat, tapi jalinan tersebut tidak boleh meniadakan jarak, dan rasa hormat peserta didik terhadap guru, wibawa harus senantiasa ditegakkan namun, keakraban juga harus terjalin. Inilah seni hubungan yang harus diciptakan dalam situasi pendidikan.55

Jika hal tersebut di atas dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka akan terwujudlah nilai yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan dalam proses pendidikan dan pengajaran antara lain:

1. Mempertahankan kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan guru sehingga hubungan antara guru dan murid dapat berjalan secara harmonis.

2. Memperhatikan konsentrasi dan suasana belajar mengajar di dalam kelas. 3. Sopan santun dan tata krama dalam pergaulan sehari-hari.

53

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet.7 h. 149

54

Zainudin dkk, Seluk-beluk Pendidikan Al- Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 70 55

Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.1 h.273


(45)

Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut Al-Ghazali, adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah (kebijaksanaan), yaitu keadaan jiwa yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiariah (perbuatan yang dilakukan dengan pilihan dan kemauan sendiri). b. Kekuatan marah wujudnya adalah syaja’ah (berani), yaitu keadaan marah

yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang.

c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah (pewira), yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama.

d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah adil, yaitu kekutan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah.

Dari empat sendi akhlak yang terpuji itu maka akan lahirlah perbuatan-perbuatan baik seperti: jujur, suka member kepada sesama, tawadu’, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar pemalu, pemurah, memelihara rahasia, qona’ah, dan sebagainya.

Pembahasan selanjutnya adalah akhlak yang tercela. Untuk ini pun ada sendi-sendi yang patut diketahui, yang menjadi sumber timbulnya perbuatan-perbuatan yang tidk baik. Sendi-sendi akhlak tercela tersebut merupakan kebalikan dari sendi-sendi akhlak terpuji, yaitu:

a. Khubtsan wa jarbazah (keji dan pintar), dan balhan (bodoh) yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar diantara yang salah karena bodohnya, di dalam urusan ikhtiaroh.

b. Tahawur (berani tetapi sembrono), jubun (penakut) dan khauran (lemah, tidak bertenaga), yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal.


(46)

c. Syarhan (rakus) dan jumud (beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syari’at agama, tetapi ia bisa berkelebihan atau sama sekali tidak berfungsi.

d. Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah.

Keempat sendi-sendi akhlak tercela ini akan melahirkan berbagai perbuatan buruk yang dikendalikan hawa nafsu: congkak, riya, mencaci maki, khianat, dusta, dengki, keji, serakah, „ujub, pemarah, malas, membukakan rahasia, kikir, dan sebagainya dan kesemuanya akan mendatangkan mudharat dan kerugian bagi individu dan masyarakat.

Akhlak yang baik akan selalu mendapat pujian dri orang yang ada disekitarnya, sedangkan akhlak yang buruk akan menimbulkan sebuah permasalahan dalam kehidupan seseorang. walau terkadang kebaikan seseorang seringkali diartikan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan bagi orang yang memiliki akhlak yang kurang baik, namun sesuatu yang baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT:























































Artinya:Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu


(47)

dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

Ayat ini menjelaskan bahwa apabila manusia itu berbuat baik atau berbuat kebajikan maka kebajikannya itu akan dirasakannya, baik di sunia maupun di akhirat. Tetapi apabila mereka berbuat jahat, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan bimbingan wahyu, serta bertentangan dengan fitrah kejadian mereka sendiri, sehingga mereka berani menentang kebenaran dan menentang norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan mereka itu adalah kemurkaan Allah SWT.56

Jelaslah bahwa jika manusia dapat membawa dirinya pada sebuah pergaulan yang baik, maka akan mendapat perlakuan yang baik pula, akan tetapi hal tersebut tidak bermaksud menjadikannya/mendidiknya menjadi orang munafik.

Karenanya agar terhindar dari julukan yang seperti itu, maka manusia haruslah menentukan sebuah sikap dan sifat yang sesuai dengan akhlakul kar imah, yang tida imahk bertentangan dengan apa yang dimiliki dalam hati nurani serta hidayah yang telah dianugerahi oleh Allah pada tiap-tiap makhluknya

Dengan demikian akhlak adalah kelakuan antar manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan manusia, manusia dengan dirinya sendiri, dan antara manusia dengan makhluk lainnya.

2.

Proses Pembentukan Peserta Didik Berakhlak Mulia

Peserta didik merupakan salah satu unsur dalam dunia pendidikan. Dan tujuan utama yang akan dicapai dari pendidikan adalah: hendak menciptakan produk-produk yang bermutu baik, cakap (lahir batin) dalam berbagai aspek.

56

UII, Al-qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), jilid. V,h.


(1)

94

Roestiyah, Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.

Rosyada, Dede., paradigma pendidikan demokratis, Jakarta: Kencana, 2004. Saeed Reziq Krezem, Mahdy., Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta:

Media Da’wah, 2001.

Surakhmad, Winarno., Pengantar Interaksi Belajar - Mengajar Dasar-dasar dan Teknik Metodelogi Pengajaran, Bandung: Tarsito, 1986.

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995.

Silberman, Melvin L., Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Allyn and Bacon, Boston, 1996.

Suardi, Edi., Pedagogik, Bandung: Angkasa, 1980.

Uno, Hamzah B., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.

Whandi, Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, PT. Persada 2008.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)