1. Kerangka Teori
Dalam pembahasan mengenai Analisis terhadap Pengecualian Penerapan Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Terhadap Perjanjian Yang Berkaitan dengan Waralaba, teori utama yang digunakan adalah teori kedaulatan negara staats-souvereiniteit yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan George
Jellinek. Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat melindungi anggota
masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang lemah. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang mengatur tentang susunan perekonomian Indonesia. Dalam
penjelasan pasal tersebut diuraikan ketentuan dasar mengenai demokrasi ekonomi Indonesia. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan yang bercorak
kolektivistis dengan tidak mengabaikan prinsip hak individu. Menurut W. Friedman, maka corak tersebut merupakan penggabungan kedua tuntutan
antara kolektivitasme dengan individualisme. Teori-teori pendukung untuk meneliti analisis terhadap pengecualian penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap perjanjian yang berkaitan dengan waralaba adalah sebagai berikut:
Teori Pengayoman dari Soedirman Kartohadiprodjo, yang menyatakan bahwa fungsi hukum adalah pengayoman. Hukum itu mengayomi anggota masyarakat. Hukum itu melindungi
manusia secara aktif dan pasif. Teori Perlindungan yang dikemukakan oleh Telders, Vander Grinten dan Molengraaf,
suatu norma baru dapat dianggap dilanggar, apabila suatu kepentingan yang dimaksudkan untuk dilindungi oleh norma itu dilanggar. Teori ini menjadi pegangan yang kuat untuk menolak suatu
Universitas Sumatera Utara
tuntutan dari seseorang yang merasa dirugikan kepentingannya oleh suatu perbuatan melanggar hukum.
Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan dilindungi oleh
hukum. Hak perseorangan adalah relatif, sifat perseorangan dalam hukum perjanjian menimbulkan gejala-gejala hukum sebagai akibat hubungan hukum antara persoon dengan
persoon lainnya. Konsep hukum dan teori hukum dalam sistem mendekatkan hukum pada permasalahan peran sekaligus fungsi hukum. Orang termasuk dalam pengertian kelembagaan
dapat melakukan sesuatu kehendak melalui pemanfaatan hukum.
25
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan justice, Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari
kerugian” the end of the justice to secure from enjury.
26
Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan
tetapi juga unsur kehendak the element of will.
27
Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga
dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat
dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.
28
25
Mahfud M.D., Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Jakarta : Gramedia, 1999, hal. 69., Lihat Buku Imam Kabul, Paradigma Pembangunan Hukum di Indonesia, Yogyakarta : Kurnia Kalam, 2005, hal. 7.
26
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, disampaikan pada “Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara”, Medan : Pascasarjana
Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 17 April 2004, hal. 4-5.
27
George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, London : Oxford University Press, 1951, hal. 221.
28
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 79.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi menurut John Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, contohnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan ada tingkat
perekonomian kuat. Jadi negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus melindungi hak dan
kepentingan pihak yang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmerataan dalam pemberian perlindungan kepada orang-orang yang tidak beruntung itu.
29
Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat
perbedaan bangsa, kekuasaan, jabatan, kedudukan, dan lain-lain. Teori ini sangat penting terutama dalam perjanjian franchise yang bersifat internasional, karena dalam perjanjian
franchise internasional pihak-pihak yang terlibat terdiri dari subjek-subjek hukum yang berlainan negara, kewarganegaraan, maupun geografis. Contoh penyimpangan dari teori ini
yaitu apabila terbentuk perjanjian franchise antara A franchisor pengusaha dari Amerika dengan B franchisee pengusaha dari Indonesia, maka dalam hal terjadi perselisihan
franchisor seringkali menginginkan penyelesaian dengan menggunakan hukum franchisor. Padahal penggunaan hukum franchisor seringkali merugikan bagi franchisee. Sehingga, teori
ini sering menjadi masalah terutama dalam perjanjian franchise internasional.
30
Dalam hal pendirian waralaba merupakan cermin dari utilitarianisme. Teori tersebut untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham 1748-1832
31
. Teori utilitarianisme menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara
29
O. K. Thariza, “Teori Keadilan: Perspektif John Rawls”, www.okthariza.multiply.comjournalitem., diakses pada 5 Januari 2010.
30
P. Lindawaty S. Sewu, Loc.cit., hal. 34.
31
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
32
Teori utilitarianisme ini juga mendapat dukungan dari Thomas Hobbes 1588- 1679.
33
Filsafat Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip utilitas.
34
Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi Undang-Undang
hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentraman sebagai hal yang bermanfaat.
35
Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259MPPKEP71997 Tanggal 30
Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31M-DAGPER82008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba, Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang
Berkaitan dengan Waralaba Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia telah menunjukkan implementasi dari teori utilitarianisme tersebut.
Dalam hubungan dengan aplikasi dari hukum monopoli, ada beberapa teori yuridis, yaitu sebagai berikut:
1 Teori Keseimbangan Balancing;
2 Teori Per Se;
32
A. Sonny Keraf, Ibid., hal. 94.
33
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta : Kanisius, 1982, hal. 63.
34
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung : PNM, 2004, hal. 109.
35
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3 Teori Rule of Reason;
4 Analisis Keluaran Output Analysis;
5 Analisis Kekuatan Pasar Market Power Analysis;
6 Doktrin Pembatasan Tambahan Ancillary Restraint;
Untuk lebih jelasnya, berikut ini penjelasan terhadap masing-masing teori tersebut di atas, yaitu sebagai berikut:
36
1 Teori Keseimbangan Balancing;
Teori keseimbangan ini lebih menitikberatkan kepada pertimbangan apakah tindakan yang dilakukan seseorang pelaku pasar lebih menjurus kepada pengebirian atau bahkan
penghancuran persaingan pasar atau sebaliknya bahkan dapat lebih mempromosikan persaingan tersebut. Dalam memberikan penilaian tersebut, teori ini bahkan
mempertimbangkan pula kepentingan ekonomi dan sosial termasuk kepentingan pihak pebisnis kecil, sehingga teori ini dijuluki sebagai teori kemasyarakatan populism. Di USA,
kasus terkenal yang menerapkan teori ini adalah US v. Trans Missouri Association tahun 1897 dan kasus Chicago Board of Trade v. US tahun 1918.
2 Teori Per Se;
Teori ini lebih menitikberatkan kepada struktur pasar tanpa terlalu memperhitungkan kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Karena itu, pendekatan yang dilakukan oleh
penganut-penganut teori ini adalah merupakan kaum structualist dengan paham structualismnya. Menurut teori ini, misalnya pertukaran informasi harga antara pihak
kompetitor, bagaimanapun juga dianggap bertentangan dengan hukum anti monopoli.
36
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli, Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 46-49.
Universitas Sumatera Utara
Di USA, teori ini banyak diterapkan semasa Mahkamah Agung Federalnya dipimpin oleh Earl Warren. Misalnya dalam kasus US v. Container Corp diputus dalam tahun 1969.
37
3 Teori Rule of Reason;
Teori ini lebih luas dari teori Per Se. Teori ini lebih berorientasi kepada efisiensi ini berasal dari aliran Chicago, yakni aliran yang sangat berpegang kepada teori tentang harga.
Teori ini diterapkan dengan menimbang-nimbang antara akibat negatif dari tindakan tertentu terhadap persaingan dengan keuntungan ekonomisnya. Di USA, teori ini banyak diterapkan
semasa Chief Justice Warren Burger, misalnya dalam kasus pidana US v. US Gypsum Co. Yang diputus dalam tahun 1978. dalam hal ini, pengadilan menyatakan bahwa pertukaran
harga antar kompetitor tidak Per Se melanggar hukum anti monopoli, seperti dalam teori Per Se. Melainkan harus dibuktikan dulu apakah ada maksud atau pengetahuan dari pihak pelaku
terhadap konsekuensi dari tindakannya itu terhadap persaingan pasar. Bahkan pengadilan mengatakan bahwa pertukaran informasi antar kompetitor tidak selamanya mempunyai efek
anti kompetisi, malahan dalam hal tertentu, tindakan tersebut dapat lebih meningkatkan efisiensi dan persaingan pasar.
4 Analisis Keluaran Output Analysis;
Analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis apakah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha, misalnya penetapan harga bersama price fixing dirancang atau mempunyai efek yang
negatif terhadap persaingan pasar. Jadi, dalam hal ini, yang dilihat bukan penetapan harga bersama Per Se, melainkan yang dilihat adalah efeknya terhadap persaingan pasar. Dengan
perkataan lain, analisis ini tidak melihat kepada teori Per Se, tetapi lebih bersandar kepada teori Rule of Reason.
5 Analisis Kekuatan Pasar Market Power Analysis;
37
Ibid, hal.47
Universitas Sumatera Utara
Analisis ini disebut juga dengan analisis struktural structural analysis merupakan suatu pendekatan dimana agar suatu tindakan dari pelaku pasar dapat dikatakan melanggar hukum
anti monopoli, maka di samping analisis terhadap tindakan yang dilakukan itu, tetapi juga dilihat kepada kekuatan pasar atau struktur pasar.
6 Doktrin Pembatasan Tambahan Ancillary Restraint;
Teori ini mengajarkan kepada kita bahwa tidak semua monopoli atau pembatasan persaingan dapat dianggap bertentangan dengan hukum. Hanya perbuatan-perbuatan yang mempengaruhi
persaingan secara langsung dan segera direct and immidiate yang dapat dianggap bertentangan dengan hukum. Apabila efeknya terhadap persaingan pasar terjadi secara tidak langsung atau
hanya merupakan efek sampingan tambahan semata-mata, maka tindakan tersebut, sungguh pun mempunyai efek negatif terhadap persaingan pasar, tetap dianggap sebagai tidak
bertentangan dengan hukum anti monopoli.
2. Konsepsional