2. Diplomasi Ekonomi Dan Perdagangan Internasional Indonesia
Lebih dari sewindu paska krisis ekonomi tahun 1997, kondisi perekonomian Indonesia masih belum sepenuhnya pulih. Pada tahun 2006 beberapa indikator ekonomi
makro menunjukkan tren positif. Pertumbuhan ekonomi meskipun tidak mencapai target 6,3 setidaknya masih mencatat angka 5,6; nilai tukar rupiah cukup stabil pada kisaran
Rp. 9000 per satu dolar Amerika; angka inflasi bergerak menurun; sementara pasar saham mencatat rekor kinerja tertinggi sepanjang sejarahnnya.
90
Data yang lebih riil menunjukkan bahwa angka pengganguran masih sangat tinggi, hampir mencapai 40 dari jumlah angkatan kerja yang ada. Lebih
memprihatinkan lagi, 17,76 persen rakyat Indonesia hidup dalam keadaan miskin dengan pendapatan hanya 1,55 dolar AS atau Rp. 14.000 sehari.
91
Oleh karena itu, mutlak bagi pemerintah untuk terus bekerja lebih keras lagi bagi kepentingan rakyat. Pada satu sisi beberapa indikator ekonomi makro tampak mulai
membaik dan perlu ditingkatkan sehingga geliat kebangkitan perekonomian bangsa mulai terasa. Sementara pada saat yang sama pemerintah juga harus bekerja keras untuk
menterjemahkan prestasi di sektor makro menjadi indikator-indikator riil seperti penciptaan lapangan kerja sehingga angka pengangguran dan kemiskinan menurun.
Kenaikan harga beras beberapa waktu terakhir ini yang memaksa sebagian warga mengkonsumsi nasi aking
merefleksikan masih buruknya kesejahteraan rakyat negeri ini. Hal ini diperparah dengan runtutan bencana yang sepertinya tidak pernah putus mendera bangsa ini baik bencana
alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, maupun bencana di bidang transportasi.
90
Supriyanto Suwito, 2008. Memperkuat Diplomasi Indonesia. http:kommpak.comindex.php12052007memperkuat-diplomasi-ekonomi-dan-perdagangan-
internasional-indonesia di akses pada 13 Februari 2008
91
Ibid .
Universitas Sumatera Utara
Dalam upaya terus melakukan perbaikan di sektor ekonomi, pemerintah mesti bergerak dalam segala lini. Langkah dan kebijakan di level domestik memang menjadi
ujung tombak utama, namun pada saat yang sama mengingat perekonomian nasional tidak terlepas dari variabel eksternal maka upaya di level internasional juga harus
diperkuat. Dalam konteks inilah diplomasi ekonomi dan perdagangan internasional merupakan dua hal yang sangat relevan untuk mendapatkan perhatian.
Secara sederhana, diplomasi ekonomi merujuk pada upaya-upaya diplomasi untuk menggalang sumber-sumber eksternal internasional untuk mendukung pemulihan
ekonomi domestik. Pembentukan dan penguatan kerjasama ekonomi, promosi investasi dan peningkatan perdagangan internasional merupakan beberapa upaya dalam konteks
diplomasi ekonomi. Berefleksi dari kondisi tersebut, diplomasi ekonomi harus menjadi ujung tombak sekaligus prioritas utama politik luar negeri Indonesia, karena di sinilah
terletak kepentingan nasional kita yang utama selain upaya menjaga kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia.
Terlepas dari itu Indonesia juga tidak mengabaikan perlunya untuk terlibat lebih aktif dalam berbagai isu internasional, seperti dengan menjadi anggota tidak tetap PBB,
Dewan HAM, pengiriman pasukan ke Lebanon, memainkan peran dalam penyelesaian masalah Myanmar, Korea dan Timur Tengah. Namun, mengingat kebutuhan riil dan
mendesak Indonesia saat ini adalah pemulihan ekonomi, maka prioritas politik luar negeri RI yang utama harus diarahkan untuk mendorong tujuan ini. Secara eksplisit,
pemerintahan SBY telah menegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia antara lain diarahkan untuk membantu pencapaian Indonesia sejahtera.
Universitas Sumatera Utara
Presiden SBY secara aktif telah memimpin upaya diplomasi ekonomi ini antara lain melalui berbagai lawatannya ke berbagai negara untuk memperkuat kerjasama
ekonomi dan menarik investasi asing ke Indonesia. Namun demikian, jika melihat realisasi investasi asing ke Indonesia yang masih berjalan lamban, nampaknya perlu ada
kebutuhan mendesak untuk memperkuat dan mempertajam strategi diplomasi ekonomi Indonesia.
Stabilitas politik domestik dan perkembangan demokrasi yang semakin kokoh di Indonesia merupakan hal penting yang dapat menjadi modal positif dalam mendukung
kiprah diplomasi ekonomi Indonesia. Namun ini saja tidak cukup untuk menarik investasi asing ke Indonesia. Masalah klasik yang dihadapi Indonesia adalah iklim investasi yang
buruk akibat korupsi, birokrasi yang ruwet, serta ketidakpastian hukum. Pada saat yang sama, Indonesia juga harus bersaing dengan negara-negara lain China, Vietnam,
Malaysia, Thailand yang memiliki keunggulan komparatif yang lebih lama dengan Indonesia, namun telah mengembangkan iklim investasi yang lebih nyaman bagi
investor. Karena itu, pemerintah semestinya secara serentak melakukan terobosan baru, di
satu sisi memperkuat upaya diplomasi ekonomi ke luar negeri, dan pada saat yang sama juga memperbaiki kondisi domestik, terutama yang menyangkut iklim investasi. Tanpa
hal ini, mustahil diplomasi ekonomi Indonesia akan membuahkan hasil yang optimal khususnya pada perdagangan internasional. Di sisi lain Orientasi Ekspor Masih terkait
dengan upaya pemulihan perekonomian nasional dan juga berhubungan dengan diplomasi ekonomi, lebih spesifik lagi adalah perdagangan internasional.
Universitas Sumatera Utara
Dalam beberapa tahun ini kinerja perdagangan luar negeri Indonesia menunjukkan tren positif, akan tetapi sesungguhnya potensi yang dimiliki Indonesia
untuk mengembangkan perdagangan luar negeri masih belum sepenuhnya dioptimalkan. Kinerja sektor perdagangan internasional tahun ini juga cukup bagus, antara lain
ditunjukkan dengan peningkatan nilai ekspor sebesar 17,6 serta peningkatan surplus perdagangan sebesar 41,9 pada tahun 2005.
92
Meskipun demikian, harus dicatat juga bahwa kenaikan ekspor juga didorong oleh naiknya harga-harga komoditas ekspor di
pasar internasional. Selain masih bertumpu pada komoditas primer, ekspor Indonesia juga masih
terpusat pada negara-negara yang memang menjadi pasar tradisional Indonesia. Daya saing komoditas Indonesia di luar negeri juga mendapat tantangan serius dari produk-
produk negara lain, terutama negara-negara Asia Tenggara. Pada saat yang bersamaan, tren pembentukan kawasan perdagangan bebas FTA baik pada level regional maupun
bilateral yang saat ini berkembang juga menuntut kesiapan Indonesia, baik untuk memanfaatkan peluang pasar yang tersedia maupun dalam menghadapi penetrasi produk-
produk asing ke pasar domestik. Jika melihat negara-negara maju, khususnya di Asia, seperi Jepang, Korea,
Singapura dan Cina, mereka mampu mensejajarkan diri dengan negara-negara Barat karena memfokuskan diri pada upaya untuk mengembangkan perdagangan internasional,
terutama ekspor. Sesungguhnya Indonesia dengan segenap potensinya dapat mengikuti jejak langkah tersebut. Namun demikian hal tersebut juga tidak mudah. Kuncinya adalah
apakah kita mampu dan mau untuk serius dalam meningkatkan daya saing produk kita,
92
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3. Politik Luar Negeri Indonesia Di Bawah Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono