PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA SYARIAH (Studi Pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA SYARIAH

(Studi Pada PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung)

Oleh

RIO TRAWIRATAMA

Usaha perasuransian di Indonesia saat ini telah berkembang pesat, disamping usaha

perasuransian konvensional, telah muncul usaha perasuransian dibidang asuransi

jiwa yang berdasarkan prinsip syari’at Islam, yaitu PT.Allianz Life Indonesia,

Lahirnya usaha perasuransian syariah dikarenakan sebagian masyarakat muslim di

Indonesia selama ini meragukan sistem asuransi kovensional yang mengandung tiga

hal yang dilarang dalam ajaran islam, yaitu: bunga

(riba), ketidakjelasaan

(gharar)

dan perjudian (maisir).

Asuransi jiwa dari segi hukum adalah merupakan suatu bentuk perjanjian antara

pemegang polis sebagai tertanggung dengan pihak perusahaan asuransi sebagai

penanggung. Dalam polis asuransi jiwa diperjanjikan mengenai hak dan kewajiban

para pihak. Salah satu kewajiban utama perusahaan asuransi sebagai penanggung

adalah mengganti kerugian apabila terjadi resiko yang merugikan tertanggung,

sedangkan kewajiban utama pemegang polis sebagai tertanggung adalah membayar

premi, hal ini telah disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik

Indonesia No. 2 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Asuransi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan melakukan pendekatan

secara normatif dan empiris. Metode pengumpulan data dilakukan dengan

memperoleh data copy dan wawancara langsung di tempat penelitian yaitu pada


(2)

PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung. Data yang digunakan adalah

data primer yang didukung oleh data sekunder. Data yang diperoleh lalu dianalisis

secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar

Lampung, dalam pelaksanaannya perjanjian asuransi jiwa syariahnya itu sendiri

dilakukan berdasarkan prinsip asuransi syariah dan peraturan-peraturan yang berlaku

berkaitan dengan asuransi jiwa, baik prosedur dimulainya akad sampai proses

berakhirnya asuransi jiwa, serta pembagian hak dan kewajiban selalu diupayakan

merunut pada tuntunan prinsip asuransi syariah hingga berakhirnya asuransi jiwa.

Kata kunci : Asuransi Jiwa Syariah, PT Asuransi Allianz Life Indonesia


(3)

(Studi Pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

Rio Trawiratama

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

(Studi Pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

RIO TRAWIRA

TAMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

pada

Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

Judul Skripsi : PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA SYARIAH (Studi Pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar

Lampung)

Nama Mahasiswa : Rio Trawiratama No. Pokok Mahasiswa : 0342011354

Bagian : Hukum Perdata

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H Yennie Agustin,M.R, S.H., M.H. NIP 1965040919901020 NIP 19710825199722001

2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Prof. DR. I Gede A.B Wiranata, SH.MH. NIP 196211091988111001


(6)

MENGESAHKAN

1.

Tim Penguji

Ketua

:

Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. ..………

Sekretaris

:

Yennie Agustin, M.R, S.H., M.H

.

………

Penguji Utama :

Amnawati, S.H., M.H.

………

2.

Dekan Fakultas Hukum

Hi. Adius Semenguk, S.H., M.S.

NIP 195609011981031003


(7)

MOTTO

Tak ada yang mustahil bagi orang yang punya kemauan (Pribahasa Prancis)

Ada tiga hal yang tanpa diketahui kapan berakhirnya, yaitu Revolusi, Karier, dan Cinta (Max Ophiels)


(8)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmmannirohim

Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan penulis persembahkan karya yang sederhana ini teruntuk:

ayahku tercinta Rusman Arsyad dan ibuku tersayang Pince Harlenawati yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang,

jasamu tak akan mungkin tergantikan olehku sampai akhir hayatku dan kakak adikku tercinta


(9)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 01 April 1986, putra pertama dari tiga bersaudara pasangan dari Bapak Rusman Arsyad SH., dan Ibu Pince Harlenawati, Alamat JL. Bumi Manti No. 53, Kampung Baru, Bandar Lampung, Lampung, 35142.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-Kanak HKTI di Metro, Lampung pada tahun 1991, Sekolah Dasar Negeri 3 Labuhan Ratu tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Al-Azhar 3 Bandar Lampung tahun 2000, Sekolah Menengah Umum AL-Kautsar Bandar Lampung tahun 2003, pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Saat ini penulis bekerja sebagai Karyawan Bank Panin Kota Bandar Lampung.


(10)

Bismillahirohmanirrohim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas taufik dan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih setulusnya kepada:

1. Bapak H.Adius Semenguk, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. DR. I Gede AB Wiranata,SH.,MH., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Universitas Lampung.

3. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah banyak memberi pengarahan, saran yang sangat berguna dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Yennie Agustin, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberi pengarahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Amnawati, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberi masukan dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., pembahas II yang telah memberi masukan dan kritikan serta bersedia membahas materi dan metode penelitian dalam skripsi ini.

7. Kingkin Wahyuningdiah, S.H., M.H., selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan motivasi, saran dan bimbingan selama penulis tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(11)

melakukan riset serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

9. Seluruh keluarga tercintaku yang selalu memberikan do’a dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman dan rekan mahasiswa Angkatan 2003 yang ikut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2010 Penulis


(12)

Halaman

I. LATAR BELAKANG KEGIATAN DAN TUJUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi Jiwa ... 9

B. Syarat sahnya perjanjian ... 19

C. Berakhirnya Asuransi Jiwa Syariah ... 26

D. Pengertian Wanprestasi ... 27

E. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah ... 28

F. Kerangka Fikir ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian ... 33

B. Pendekatan Masalah ... 33

C. Data dan Sumber Data ... 34

D. Metode Pengumpulan Data ... 35

E. Teknik Pengolahan Data ... 36


(13)

1. Terjadinya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah ... 37 2. Premi dan polis asuransi jiwa syariah ... 37 3. Prosedur Pengajuan Klaim PT. Allianz life Indonesia cabang

Bandar Lampung ... 39 B. Tanggung Jawab Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa

Syariah ... 45 1. Tanggung Jawab ... 45 2. Hak Dan Kewajiban Penanggung Dan Tertanggung

Asuransi Jiwa Syariah PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung ... 46 3. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjalanan hidup manusia di dunia ini dikepung oleh masalah-masalah yang sangat bervariasi adanya, terkadang manusia selalu dicekam kegelisahan atas keresahan rezeki dan ajalnya, khawatir terhadap kepanikan dirinya apakah berkecukupankah dirinya sehingga dapat menafahi dirinya ataupun keluarganya, baik itu sandang, pangan, ataupun papan.

Tetapi meskipun demikian manusia tidaklah harus berpangku ataupun menyerah saja, karnanya didalam mengarungi hidup dan kehidupan manusia selalu berhadapan dengan beragam situasi dan ancaman bahaya yang membuat mereka panik, cemas dan takut. Misalnya khawatir kekurangan rezeki, kehilangan kekayaan, khawatir dicelakai orang, khawatir ditindas keyakinannya, khawatir direbut kebebasan dan hak-haknya, dan khawatir akan prilaku buruk dan kejahatan orang, khawatir ditimpa bencana dengan segala jenisnya, khawatir rugi dan pailit, khawatir akan serangan musuh dan hal tersebut mengancam dirinya, harta, tanah, tempat-tempat suci dan kehormatan.

Ancaman-ancaman bahaya ini selalu datang silih berganti dan sulit dikalkulasikan. Namun hal tersebut merupakan realitas dalam kehidupan manusia, sehingga manusia pun terus berusaha untuk memeras otaknya dan menciptakan


(15)

inovasi-inovasi untuk mendapatkan rasa aman dan tentram dan menghindari dari marabahaya yang akan menyelimuti kehidupan mereka. Salah satunya dengan mendirikan perusahaan –perusahaan asuransi.

Perusahaan asuransi ini lahir ditengah hiruk pikuk kepanikan dan ketakutan ini. Berbagai produk dan sistem asuransi pun ditawaran, mulai dari asuransi sakit, kematian, kebakaran, kehilangan, kecelakaan, hingga asuransi kemacetan pembayaran, hal ini dimaksudkan agar tercapainya rasa aman dan tentram terhadap hal-hal yang hendak mereka hindari. Diantaranya perusahaan asuransi tersebut dibagi menjadi dua bentuk yaitu perusahaan asuransi yang dijalankan secara syariah dan perusahaan asuransi yang dijalankan secara konvensional. Jika dijelaskan secara singkat keduanya memiliki perbedaan dalam pengolahan dan penanggungan resiko khususnya penanggungan jiwa, hal ini dikarenakan asuransi syariah harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku didalam islam seperti contoh perusahaan asuransi tidak diperbolehkan perusahaannya mengunakan sistem ketidakpastian (gharar), perusahaan asuransi tidak diperbolehkan perusahaannya mengunakan sistem perjudian (maisir), baik dalam investasi ataupun manegemen pun tidak diperkenankan perusahaannya mengunakan sistem bunga (riba). Ketiga larangan tersebut merupakan pantangan dan aturan-aturan didalam menjalankan persyariahaan. Dan hal itulah yang menjadikan perusahaan asuransi yang dijalankan secara syariah dan perusahaan asuransi yang dijalankan secara konvensional berbeda.


(16)

Dalam usahanya menghindari hal-hal tersebut perusahaan asuransi syariah membuat kontak mengenai perjanjian sejelas mungkin dan sepenuhnya terbuka. Karenanya jika terjadi ketidak jelasan pada kontrak yang ada maka peserta dapat meminta penjelasan atas isi perjanjian tersebut. Karena apabila terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan tersebut terjadi, peserta asuransi dapat mengambil manfaat atas perjanjian tersebut.

Untuk melaksanakan perjanjian asuransi jiwa syariah antara penanggung (operator) dan tertanggung (peserta) disamping berlaku aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Asuransi, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang kemudian disempurnakan lagi melalui perubahan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 1999, juga berlaku ketentuan-ketentuan yang berlaku pada Buku I dan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan ketentuan lainnya sepanjang tidak diatur dalam peraturan-peraturan tersebut.

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Asuransi, asuransi adalah perjanjian antar dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan


(17)

diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Pada dasarnya pihak-pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah yaitu penanggung (operator) dan tertanggung (peserta) untuk kepentingan penanggung ternyata diperlukan jaminan-jaminan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat pada waktunya sesuai dengan prinsip asuransi syariah.

Dari penjelasan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Asuransi ditarik unsur-unsur yang terkait didalamnya, maka dapat dilihat hal-hal berikut ini:

1. Adanya suatu perjanjian, karena asuransi jiwa syariah tidak dapat terlaksana tanpa adanya perjanjian sebelumnya antara penanggung dan tertanggung, maka dari itu syarat-syarat untuk sahnya perjanjian seperti yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPdt.

2. Antara tertanggung dan penanggung, perjanjian asuransi jiwa syariah adalah perjanjian antara tertanggung (peserta) dan Penanggung, dimana pihak yang satu menghendaki sesuatu untuk dipenuhi oleh pihak lainnya yaitu penanggung, kedudukan mereka adalah berdiri sendiri, artinya mereka sejajar dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.

3. Jaminan tertentu. Konsep dasar asuransi adalah untuk memberikan ketenangan pada seseorang dari bahaya yang mungkin terjadi dan menyebabkan kerugian materiil dan imateriil, target jaminan asuransi dengan demikian adalah


(18)

menghilangkan atau meminimalisir ketakutan dan kekhawatiran, hal ini menurut syara’ sah-sah saja, atau diterima (maqbul).

Tetapi meskipun demikian apabila salah satu pihak wanprestasi dalam melaksanakan kewajibanya didalam perjanjian wajiblah bagi mereka untuk menepatinya.

Berdasarkan pasal 1240 dan 1241 KUHPdt yaitu jika pihak berwajib tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib ia lakukan menurut perjanjian, maka pihak berhak memohon kepada hakim agar pihak yang berwajib yang melakukan wanprestasi dapat melaksanakan kewajibannya, maka pihak berhak dapat menuntut dimuka hakim supaya pihak berwajib diperintahkan meniadakan hal yang diadakan secara bertentangan dengan perjanjian.

Untuk dapat ikut serta, tertanggung dan Penanggung harus memenuhi segala syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak asuransi, apabila seluruh syarat dan prosedur telah dipenuhi, maka dilanjutkan dengan perjanjian antara kedua belah pihak. Persyaratan-persyaratan diketahui oleh kedua belah pihak khususnya bagi tertanggung agar dalam prakteknya dikemudian hari nanti antara tertanggung dan Penanggung tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam menjalankan asuransi syariah.

Tidak adanya sistem ketidakpastian (gharar), juga sistem perjudian (maisir), baik dalam investasi ataupun manegemen dan sistem bunga (riba). Maka dapat memudahkan keduanya untuk melaksanakan perjanjian asuransi syariah, transparansi keuangan serta keterbukaan dan terciptanya suasana kekeluargaan


(19)

dalam perasuransian memberikan keleluasan bagi tertanggung (peserta) mengklaim kemalangan yang menimpa mereka.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membahas tentang Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah yaitu antara (tertanggung) dan o (penanggung). Dalam hal ini penulis melakukan penelitian pada Perusahaan Asuransi Jiwa PT. Asuransi Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan penelitian ini : Bagaimana pelaksanaan perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT Asuransi Allianz Life Indonesia cabang Bandar Lampung. Dengan pokok bahasannya yaitu :

a. Terjadinya perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT Asuransi Allianz Life Indonesia .

b. Tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

c. Berakhirnya perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini termasuk dalam studi bidang ilmu hukum perdata, khususnya dalam Buku I tentang orang dan Buku III tentang perikatan kitab Undang-undang Hukum perdata. Dan studi bidang ilmu hukum islam yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijtihad yang mengatur tentang


(20)

hubungan antara dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi. Untuk mengetahui Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa antara tertanggung (peserta) dan (operator) Penelitian diadakan pada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan adapun tujuan penulisan ini antara lain :

a. Mengetahui bagaimanakah terjadinya perjanjian asuransi jiwa syariah

b. Mengetahui apa-apa saja tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah.

c. Mengetahui kapan Berakhirnya perjanjian asuransi jiwa syariah

2. Kegunaan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, maka kegunaan penelitian dalam penulisan ini adalah :

a. Secara Teoritis

Menambah perluasaan ilmu dalam pemanfaatan lapangan hukum asuransi dan perjanjian khususnya hukum perjanjian dan Asuransi Jiwa Syariah di Indonesia bagi ilmu dan phak-pihak yang akan memperoleh manfaat dari perjanjian Asuransi Jiwa Syariah.


(21)

b. Secara Praktis

Sebagai sumbangan pemikiran yang baik bagi penulis dan PT. Asuransi Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung serta untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dalam meraih gelar sarjana hukum.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuransi Jiwa

1. Pengertian Perjanjian Asuransi Jiwa

Istilah perjanjian yang dalam kitab Undang-undang Hukum perdata disebut dengan istilah “verbitenis”, istilah ini diterjemahkan oleh sarjana yang satu dan yang lainnya dengan cara yang berbeda dan tidak ada keseragaman, ada yang menyebut dengan istilah perjanjian, perikatan atau perutangan, yaitu suatu hubungan hukum mengenai harta kekayaan antara dua orang yang memberi hak kepada yang satu dan yang lainnya, sedang orang yang lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan ini (R. Subekti, 1996: 122).

Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, didefinisikan : “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Menurut Wiryanto Projodikoro memakai istilah perjanjian yaitu suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, yang mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanakan janji itu. Selanjutnya dikatakan bahwa pengertian perjanjian adalah luas yaitu disamping pengertian perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. juga termasuk perjanjian


(23)

dalam hukum adat. Karena disamping adanya kata sepakat, perlu adanya tindakan tunai yang nampak dan terlihat oleh pihak-pihak yang berjanji (Wiryanto Projodikoro, 1966: 8).

Perjanjian asuransi jiwa atau yang selanjutnya disebut kontrak antara tertanggung dan penangung asuransi jiwa, dalam hal ini kontrak antara tertanggung dan penanggung berlaku konsep yang disebut sebagai pengalihan resiko atas kejadian-kejadian yang tidak diinginkan (evenement) terjadi pada tertanggung baik itu sakit, kematian, kebakaran, kehilangan, kecelakaan, ataupun kemacetan, karenanya tertanggung melakukan perjanjian atau kontrak dengan penanggung dengan memindahkan resiko tertanggung kepada penanggung yang berfungsi sebagai klaim baginya agar evenement dapat ditanggung oleh penanggung sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang telah dibuat secara sah.

2. Pengertian Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah

Hukum perjanjian atau perikatan islam adalah bagian dari hukum islam yang mengatur tentang prilaku manusia di dalam menjalankan hubungan ekonomi dan perdagangan.bahasan tentang perikatan sangat berkaitan dengan transaksi yang berhubungan dengan kebendaan atau harta kekayaan.

Menurut Tahrir Azhary hukum perjanjian atau perikatan islam merupakan seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ar-Ra’yu (ijtihad) yang mengatur tentang hubungan antara dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi.

Kaidah-kaidah hukum yang berhubungan langsung dengan konsep hukum perjanjian atau perikatan islam ini adalah bersumber dari Al-Qur’an dan


(24)

As-Sunnah, sedangkan kaidah-kaidah fiqih berfungsi sebagai dari syariah yang dilakukan oleh manusia (para ulama mahzab) merupakan suatu bentuk dari Ar-Ra’yu (ijtihad). Dari ketiga sumber tersebut, umat islam dapat memperaktekkan kegiatan usahanya dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan hubungan vertikal atau hablum-minallah (hubungan manusia dengan Allah, Tuhan YME) dan horizontal atau hablum-minannas (hubungan dengan sesama manusia). (Iqbal. Muhaimin, 2006: 15).

Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/bahayatertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Kata akad berasal dari lafal Arab al'aql yang mengandung arti perikatan atau perjanjian. Menurut terminologi fikih, kata akad diartikan sebagai pertalian ijab dan qabul. Ijab yaitu pernyataan melakukan ikatan, sedangkan qabul yaitu pernyataan penerimaan ikatan yang sesuai dengan kehendak syariah dan berpengaruh pada perikatan yaitu dilakukannya hak dan kewajiban para pihak yang melakukan perjanjian.

Perjanjian atau perikatan asuransi jiwa syariah atau selanjutnya disebut dengan kontrak merupakan bagian paling penting, yang membedakan dengan perusahaan asuransi konvensional. Pada pendahuluan, asuransi syariah membentengi dirinya dari ketidakpastian (gharar sistem perjudian (maisir), baik dalam investasi ataupun mengunakan sistem bunga (riba). Tetapi larangan gharar tidak berlaku pada kontrak non komersil, seperti dalam kerjasama unilateral.


(25)

Disamping gharar, dalam islam juga diharamkan hal-hal berikut ini : a. Riba (bunga uang/ mengambil atau membebankan bunga). b. Membeli atau menjual harta benda atau hak yang tidak sah.

c. Investasi dalam portfolio yang tidak halal (kegiatan-kegiatan tidak halal seperti minuman keras atau perjudian dsb).

d. Manipulasi dan praktek yang tidak adil.

Jika pada asuransi jiwa biasa atau konvensional konsep yang disebut sebagai pengalihan resiko atas kejadian-kejadian yang tidak diinginkan (evenement), maka tidak pada asuransi jiwa syariah karena didalam konsep asuransi syariah, tidak ada perpindahan resiko antara peserta dengan operator. Resiko dibagi antara para peserta dalam skema jaminan mutual atau skema asuransi syariah. Operator syariah hanya sebagai wakell (agen) untuk membuat skema tersebut bekerja. Operator asuransi syariah menjadi bagian dari peran operator untuk memastikan orang yang ditimpa kemalangan sehingga mengalami kerugian bisa mendapatkan kompensasi yang layak.

3. lahirnya perjanjian Asuransi Jiwa Syariah.

Ahli hukum islam Abdoerraoef mengemukakan terjadinya perikatan (al-aqdu) melalaui tiga tahap, yaitu :

a. Al’Ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan untuk melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain.

b. Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama.


(26)

c. Apabila dua buah janji dilaksanakan oleh para pihak, maka terjadilah apa yang dinamakan akdu oleh Al-Quran dalam QS al-maidah (5) : “Maka yang mengikat masing-masing pihak sesudah pelaksanaan perjanjian itu bukan lagi perjanjian atau ahdu melainkan akhdu”.

Menurut pasal 1338 KUHPdt, perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut Undang-undang. Dalam KUHD pada pasal 257 dan 258 dapat dilihat bahwa : a. Persetujuan asuransi bersifat konsensual, yaitu setelah ada kata sepakat antara

kedua belah pihak mengenai objek asuransi, maka terbentuklah persetujuan asuransi.

b. Polis merupakan alat bukti bagi tertanggung dan penanggung bahwa antara mereka telah terjadi kesepakatandalam mengadakan asuransi syariah.

4. Bukti Terjadinya Perjanjian Asuransi Syariah

Bukti terjadinya perjanjian didalam asuransi disebut polis, sedangkan polis memiliki arti suatu perjanjian yang memuat prjanjian asuransi jiwa syariah antara pemegang polis dan suatu badan atau lembaga, dan badan yang dimaksud adalah PT. Asuransi Allianz Life Indonesia, didalam pasal 255 KUHD bahwa pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan sepucuk akta yaitu polis. Didalam polis juga terdapat ketentuan seperti pasal 304 KUHD, bahwa polis memuat hal-hal berikut :

a. Hari pengadaan pertanggungan b. Nama tertanggung


(27)

c. Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan

d. Waktu bahaya bagi penanggung mulai berjalan dan berakhir, dan pertanggungannya

Sesuai fungsinya sebagai alat bukti, apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka polis menjadi dasar bagi tertanggung untuk mengajukan tuntutan ganti rugi.

Dilain pihak, menolong sesama dalam setiap situasi termasuk didalam peristiwa yang tidak menguntungkan sangat didukung dalam ajaran islam seperti yang diwahyukan Allah dalam Al-Quran,” saling tolong menolonglah dalam al-Birr dan at-Taqwa (kebajikan, kebenaran, kesalehan), tetapi janganlah saling menolong dalam dosa dan pelanggaran”(al-Maidah: 2) karenanya asuransi jiwa syariah tidak mengenal adanya perpindahan resiko melainkan asuransi syariah atau berbagi resiko.

5. Sistem Ekonomi Syariah

Tantangan yang dihadapi Islam dalam dewasa ini memperlihatkan perlunya suatu analisis yang dapat menunjukkan dimana Islam lebih unggul dari pada yang lainnya dalam memenuhi tujuan tertentu. Karena keseluruhan analisis adalah subyektif, janganlah heran bila tujuannya berbeda, atau memberikan bobot berbeda pada tujuan yang sama menolak sudut pandang antara satu sama lain.


(28)

Konsep Islam tentang masyarakat didasarkan atas lima prinsip yaitu : a. Konsep Sejarah Qur’ani

Konsep agama Al-Quran didasarkan atas keesaan Tuhan, yang simbolik dan penting dalam arti bahwa semua kehidupan adalah tunggal serta bermanfaat. Dan agama Islam menyediakan seluruh kegiatan dalam segala bidang-sosial, politik, ekonomi dan biologis dan menghasilkan keseimbangan dalam masyarakat

b. Konsep Hak Milik Pribadi

Dalam Islam pemilik mutlak dari segala sesuatunya adalah Tuhan;

“………..Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada dintara keduanya. Dia menciptakan apa yang dikendaki-Nya. Dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu”.

“……….dan kepada Allah-lah kembali segala sesuatu”.

Maka hak milik dari semua anugerah alam yang cuma-cuma itu tanah, laut, danau, sungai dan isinya tidaklah pada seseorang. Umat manusia dititipi amanat. Amanat ini adalah memanfatkan anugerah ini dengan merata dan tidak mengecualikan siapa pun. Tidak mudah memperkaya diri, mengisap orang, atau memperhamba orang orang lain. Demikianlah Islam memperkenankan setiap orang untuk memiliki harta benda pribadi, tetapi membatasinya sehingga si pemilik tidak menggunakan harta bendanya itu kecuali untuk kebaikan bersama. Islam mendorong setiap orang untuk memperoleh harta pribadi, tapi menghendaki agar hal ini membawa kebaikan untuk masyarakat keseluruhan. Singkatnya, sekalipun Islam memperkenankan orang untuk meningkatkan dirinya sendiri, tetapi ia didesak untuk melindungi


(29)

dan meningkatkan kepentingan sesamanya. Perintah moral tentang hak milik adalah untuk menimbulkan tanggung jawab dan kesadaran.

c. Konsep Persaudaraan

Islam bertujuan menggabungkan semua bagian masyarakat menjadi suatu komunitas tunggal, sehingga semua orang dapat merasa dirinya sebagai anggota keluarga yang sama.

Dalam bidang ekonomi, ciri khas konsep persaudaraan Islam terletak dalam kenyataan bahwa Islam mengenyahkan semua kegiatan ekonomi anti sosial yang tidak mendorong pada kesejahteraan bersama. Demikianlah semua perusahaan monopoli dan spekulatif dilarang karena semua hal ini tidak bermanfaat, dan ia mengambil keuntungan dari penderirtaan sesama manusia. Yang penting ialah bahwa semua kegiatan ekonomi yang diperbolehkan Islam, harus bebas dari pengisapan atau ketidakjujuran yang akhirnya dapat merintangi persaudaraan manusia yang sesungguhnya. Islam mengakui bahwa persamaan mutlak dalam hubungan ekonomi mungkin tetap merupakan suatu tujuan yang tidak akan dapat tercapai seluruhnya.

d. Ko-Eksistensi

Prinsip pokok koeksistensi berasal dari kitab suci Al-Quran dan Sunnah. Kitab suci Al-Quran memerintahkan kaum muslimin agar bekerja sepenuhnya untuk perdamaian (QS.Baqarah, 2:29), Nabi sendiri memperlihatkan prinsip Al-Quran melalui tindakan dan perbuatannya.


(30)

e. Kekuasaan

Mengenai konsep kekuasaan, secara fundamental Islam berbeda dari semua sistem lainnya. Dalam Islam semua kekuasaan ada pada Allah, tidak pada siapapun juga. Kekuasaan bukanlah milik kerajaan, Negara, atau bahkan rakyat. Rakyat adalah si penerima amanat kekuasaan itu, yaitu kekuasaan. Disamping dalam pelaksanaan sistem ekonomi syariah tersebut harus juga berlandaskan nilai-nilai sistem perekonomian Islam, yang antara lain perekonomian masyarakat luas, bukan hanya masyarakat muslim akan tetapi menjadi baik bila menggunakan kerangka kerja atau acuan norma-norma Islam.

6. Riba dan Bunga Dalam Pandangan Islam

Hukum Islam yang berdasarkan pada Al-Quran, menyatakan bahwa perbuatan memperkaya diri dengan cara yang tidak benar, atau menerima keuntungan tanpa memberikan nilai imbangan secara etika dilarang. Tidak bisa disangkal bahwa semua bentuk riba dilarang mutlak oleh Al-Quran, yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Demikian pula dalam beberapa hadist, sebagai sumber paling otoritatif berikutnya, Nabi Muhammad SAW mengutuk yang memungut riba, orang yang membayarnya, orang yang menuliskan perjanjiannya dan orang yang menyaksikan persetujuannya. Adapun peringatan-peringatan mengenai riba dalam Al-Quran tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 257-280, Surah Al’Imran ayat 130, Surah An-Nisaa’ ayat 161, dan Surah Ar-Rum ayat 39.


(31)

Riba adalah jual beli yang mengandung unsur ribawi dalam waktu dan / atau jumlah yang tidak sama. Dalam kontrak pertukaran antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung mengandung unsur ribawi yaitu berupa ganti rugi yang melibatkan jumlah dan skala waktu yang berbeda-beda.

Riba diharamkan dalam Islam adalah karena alasan berikut :

1. Mengambil bunga berarti mengambil untuk diri sendiri milik orang lain tanpa memberikan sesuatu sebagai gantinya, seseorang menerima lebih dari yang dipinjamkan tanpa perlu mengganti kelebihan tersebut dengan sesuatu.

2. Bergantung pada bunga mengurangi semangat orang untuk bekerja mendapatkan uang, karena orang tersebut dengan satu dolar dapat menghasilkan lebih dari satu dolar dari bunga baik yang dibayar dimuka maupun yang dibayar kemudian tanpa bekerja untuk itu.

3. Mengizinkan membebankan bunga mengurangi semangat orang untuk berbuat baik terhadap sesama, karena bila bunga uang diharamkan dalam suatu kelompok masyarakat, orang akan memberi pinjaman bagi orang lain dengan keinginan yang baik, tanpa mengharapkan lebih dari jumlah yang dipinjamkan. 4. Riba diharamkan dalam Islam juga karena cenderung menimbulkan perlakuan

tidak jujur atau tidak adil antara satu pihak dengan pihak yang lain.

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi riba Qardh dan riba jahilliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan ribanasi’ah yaitu:

a) Riba Qardh : Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.


(32)

b) Riba Jahilliyah : Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

c) Riba Fadhl: Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

d) Riba Nasi’ah : Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian. (Yusuf Qordhowi, 1991 :42).

Riba (bunga) sama sekali dilarang di bawah hukum syariah dan di bawah pengaturan asuransi syariah. Untuk menghindari riba, dalam asuransi syariah, kontribusi para pesertanya dikelola dalam skema pembagian resiko dan bukan sebagai premi, seperti layaknya pada asuransi konvensional. Dalam ketentuan asuransi syariah diberlakukan adanya kontribusi dalam bentuk donasi dengan kondisi atas kompensasi (tabarru). Dan sumber dana yang berasal dari kontribusi atau donasi para peserta itu, harus dikelola dan diinvestasikan berdasarkan ketentuan syariah.

B. Syarat sahnya perjanjian

Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi empat syarat yang menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan .


(33)

3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut diatas harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan perjajian. Bilamana syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka dalam hal ini dibedakan :

1. Syarat subjektif, meliputi : a. Persetujuan kehendak. b. Kecakapan para pihak 2. Syarat obyektif, meliputi :

a. Prestasinya harus tertentu b. Sebab yang diperkenankan.

Kembali pada syarat sahnya perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Adanya suatu perjajian merupakan hal terpenting dan terpokok yang harus berdasarkan kesepakatan kehehendak dari mereka yang membuat perjanjian tersebut. Baik sepakat mengenai barang maupun harganya, hal ini merupakan asas yang berlaku dalam hukum perdata yaitu konsep konsensualitas.

Asas konsensualitas adalah bahwa pada dasarnya suatu perjanjian itu lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. dengan kata lain perjanjian itu perjanjian itu sudah sah bilatelah tercapai kata sepakat antara pihak-pihak mengenai mengenai hal-hal pokok yang tidak diperlukan suatu formalitas lainnya. Kata sepakat ini disebut juga perijinan ( Subekti, 1979: 17).


(34)

Sepakat yang diberikan harus dinyatakan secara bebas yaitu secara kekhilafan, paksaan, atau penipuan. Bila perjanjian tersebut dilakukan dengan tidak bebas, maka menurut pasal 1321 KUHPdt, perjanjian tersebut tidak sah.

1. Hapusnya Perjanjian

Seperti diketahui bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber perutangan / perikatan. Oleh sebab itu dengan hapusnya perutangan / perikatan akan mengakibatkan juga hapusnya perjanjian.

Menurut pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada sepuluh cara hapusnya perjanjian yaitu :

a. Karena pembayaran

Yang dimaksud dengan pembayaran adalah setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Pembayaran disini tidak hanya ditujukan pada pembayaran uang saja, tetapi juga menyerahkan barang, bahkan pekerja yang melakukan pekerjaan untuk majikannya dikatakan juga dengan membayar. Artinya membayar meliputi segala bentuk prestasi yang harus dilakukan oleh tertanggung (peserta) kepada Penanggung (operator) atau sebaliknya.


(35)

1) Siapa yang harus dan yang dapat melakukan pembayaran, sesuai dengan pasal 1382 KUHPdt yang melakukan pembayaran adalah orang yang berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara sah, seperti tertanggung dan Penanggung.

2) Kepada pembayaran itu harus dilakukan, yang berhak memperoleh pembayaran adalah :

a) Kreditur atau

b) Kuasa dari kreditur atau

c) Orang yang dikuasakan oleh undang–undang untuk menerima pembayaran bagi kreditur. misal : seorang wali.

3) Apakah yang harus dibayar, objek pembayaran haruslah sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan yaitu menurut isi dan maksud perjanjian tersebut. 4) Tempat pembayaran yang harus dilaksanakan, sesuai pasal 1393 KUHPdt,

bahwa pembayaran harus dilakukan ditempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian, namun bila dalam perjanjian tidak ditentukan maka pembayaran dapat dilakukan di tempat dimana si penanggung dan tertanggung berada pada saat perjanjian dibuat.

5) Waktu diadakannya pembayaran, hal ini juga tergantung pada apa yang diperjanjikan, bila perjanjian tidak mengaturnya maka pembayaran harus dilakukan dalam waktu yang pantas menurut perjanjian, bila pembayaran dilakukan dengan mencicil maka pembayaran harus dianggap lunas bila seluruh prestasi telah dipenuhi.


(36)

b. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

Menurut pasal 1404 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan bila kreditur menolak pembayaranyang ditawarkan debitur kepadanya untuk melunasi hutang, maka debitur dapat minta kepada hakim supaya uang atau barang tersebut disimpan oleh hakim di kantor pengadian. Inilah yang disebut dengan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan.

Akibat dari hal tersebut maka menurut pasal 1404 (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan membebaskan debitur dan perbuatan yang dilakukan dan perbuatan tersebut berlaku sebagai pembayaran. Asal pembayaran tersebut telah dilakukan dengan cara menurut undang-undang, dengan demikian uang atau barang yang dititipkan itu dapat diminta kembali oleh debitur.

c. Pembaharuan Hutang

Menurut pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pembaharuan hutang dapt terjadi dalam 3 (tiga) bentuk :

1) Perubahan isi perjanjian.

2) Perubahan mengenai diri kreditur. 3) Perubahan mengenai diri debitur.


(37)

d. Perjumpaan Hutang

Menurut pasal 1426 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa perjumpaan terjadi demi hukum. Kemudian menurut pasal 1427 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :

1) Harus mengenai hutang yang timbal balik.

2) Kedua hutang dapat seketika diselesaikan dan ditagih. 3) Kedua objek perjanjian itu haruslah sama.

e. Percampuran Hutang

Menurut pasal 1436 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata percampuran hutang terjadi bila kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang berkumpul dalam satu orang. Dengan demikian terjadilah percampuran hutang dan berakibat piutang menjadi hapus.

f. Pembebasan Hutang

Pembebasan hutang merupakan cara hapusnya perikatan dimana kreditur membebaskan debitur dari kewajibannya untuk memenuhi perikatan. Pembebasan dapat dipandang sebagai perbuatan sepihak, artinya pernyataan secara lisan atau tertulis dari kreditur yang membebaskan debitur dari kewajibannya untuk membayar, tetapi perbuatan kreditur tersebut baru merupakan kesediaan. Sedang pembebasan itu baru terjadi setelah diterima baik oleh debiturnya. Dengan demikian pembebasan tersebut merupakan perbuatan dua pihak, yang memerlukan perjanjian.


(38)

g. Musnahnya Barang Yang Terutang

Menurut pasal 1444 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bila barang yang menjadi objek perjanjian musnah sehingga tidak dapat diketahui apakah barang itu masih ada atau tidak maka perikatan tersebut menjadi hapus, asalkan barang tersebut musnah atau hilang diluar kesalahan debitur.

h. pembatalan

Pembatalan suatu perjanjian dapa mengenai dua macam, yaitu :

1) Batal secara mutlak (absolut), terjadi apabila terdapat cacat mengenai bentuknya perjanjian.

2) Batal secara relatif, terjadi apabila perjanjian tersebut tidak berlaku bagi orang tertentu.

i. Berlakunya Suatu Perjanjian Batal

Menurut pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa suatu syarat batal adalah syarat yang apabila terpenuhi akan menghentikan perjanjiannya dan segala sesuatu akan kembali pada keadaan semula. Jadi seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian. Dengan demikian diwajibkan si berhutang untuk mengembalikan apa yang telah diterimanya bila peristiwa yang dimaksud terjadi.

j. Daluarsa

Daluarsa diatur pada pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa daluarsa merupakan alat untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu dan atas syarat-syarat yang ditentukan masing-masing.


(39)

1) Acquisitieve verharing yaitu verjaring atau daluarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu benda.

2) extinctieve verharing yaitu verjaring atau daluarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan.

C. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah 1. Asuransi Jiwa Berakhir

Berakhirnya perjanjian, dapat juga disebut hapusnya persetujuan berarti, menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama antara Penanggung dan tertanggung asuransi jiwa syariah. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah terjadi disebabkan antara lain : a. Karena Terjadi Evenemen

Dalam pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan ataupun keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa, berbeda dengan asuransi kerugian, pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung, hal ini dikarenakan dalam asuransi jiwa yang dimaksud adalah meninggalnya seseorang yang jiwanya diasuransikan, meninggalnya seseorang itu merupakan suatu hal yang pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian, akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan, inilah yang disebut peristiwa yang tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.


(40)

b. Karena asuransi gugur

Menurut ketentuan pasal 306 KUHD:

Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali diperjanjikan lain.

Kata-kata bagian akhir pasal ini ”kecuali diperjanjikan lain” memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini.

c. Karena asuransi dibatalkan

Asuransi jiwa dapat brakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir, pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri.

D. Pengertian wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa belanda yang berarti prestasi buruk artinya wanprestasi merupakan kelalaian atau kealpaan debitur atau pihak yang berhutang untuk menepati janjinya kepada pihak yang memiliki hak untuk menerima janji yaitu kreditur, wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi terlambat.


(41)

Maka dari itu dibebankan bagi mereka yang melakukan wanprestasi untuk memenuhi janjinya, terhadap kelalaian atau kealpaan debitur sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu, diancam beberapa sanksi atau hukuman yaitu:

1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dsebut juga dengan ganti rugi

2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian. 3. Peralihan resiko

4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim.

Karena wanprestasi memiliki bagian-bagian yang penting , maka harus ditetapkan lebih dulu apakah debitur melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan di muka hakim.

E. Pihak-Pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah

Pihak-pihak yang dimaksud dalam perjanjian asuransi jiwa syariah adalah mereka yang terlibat dalam perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu menetetapkan adanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak dalam perjanjian, pihak-pihak tersebut adalah adalah peserta dan operator perusahaan asuransi syariah itu sendiri, yang didalam perjanjian atau kontraknya masing –masing pihak memiliki hak dan kewajiban agar dapat saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Karenanya didalam suatu perjanjian asuransi jiwa syariah akan menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi maka peserta asuransi jiwa syariah dapat mengklaim kerugian yang telah terjadi, peserta berhak memperoleh


(42)

ganti kerugian atas evenemen tersebut, dan tak lepas dari itu peserta berkewajiban untuk membayar premi asuransi sesuai dengan jumlah yang telah disepakati.

1. Subjek Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah

Subjek dalam Hukum perikatan islam adalah pribadi-pribadi sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum, yaitu tindakan hukum akad atau perikatan. Subjek hukum sebagai pelaku perbuatan hukum sering kali disebut sebagai pengemban hak dan kewajiban. Pribadi tersebut dapat berupa Manusia (syaksiyah ta’biyah) adalah pihak yang sudah dapat dapat dibebani hukum atau mukallaf, baik yang berhubungan dengan tuhan dan maupun dalam kehidupan sosial. Dan badan hukum (Syaksiyah I’tibariah hukmiyah), adalah badan atau lembaga yang dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lainnya.

Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, manusia dapat dibedakan atas: mukhalaf (manusia yang dapat melakukan tindakan hukum) dan safihun (manusia yang tidak dapat melakukan tindakan hukum), mukhalaf adalah orang yang telah memiliki kedudukan tertentu sehngga ia dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu, sedangkan safihun sebaliknya ukuran penentuan mukalaf ini dan safihun adalah datangnya tanda-tanda kedewasaan (baligh), atau ditandai dengan tanda-tanda menstruasi bagi wanita dan mimpi bagi pria.

Subjek hukum dalam asuransi jiwa syariah ini adalah pendukung hak dan kewajiban dalam perjanjian asuransi jiwa syariah. Subjeknya adalah badan atau lembaga hukum asuransi jiwa syariah yaitu operator sebagai penjamin mutual dengan hubungannya pada peserta asuransi jiwa syariah. Dalam hal ini sebagai


(43)

subjek hukumnya adalah PT. Asuransi Allianz Life Indonesia dan peserta yang memperoleh tangungan atas perjanjian yang telah disepakati.

2. Objek Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah

Berdasarkan pasal 1320 KUHPdt, syarat sahnya suatu perjanjian ada empat, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Suatu hal tertentu yang merupakan salah satu dari sahnya syarat perjanjian dapat berupa dari objek perjanjian tersebut, dalam perjanjian asuransi jiwa syariah objek perjanjiannya adalah benda yang berlaku padanyaa hukum akad atau Mahalul ‘Aqdi, misalnya adalah benda-benda yang dijual dalam akad jual beli (al buyu’) atau utang yang dijamin seseorang dalam akad. Didalam asuransi syariah perjanjian dapat sah secara hukum jika telah memenuhi syarat-syarat akad, syarat-syarat akad tersebut hampir sama dengan syarat-syarat syahnya perjanjian dalam KUHPdt. Adapun syarat-syarat tersebut adalah : Halal menurut syara, bermanfaat artinya bukan merusak atau digunakan untuk merusa, .dimiliki sendiri atau kuasa pemilik,dapat diserah terimakan artinya berada dalam kekuasaan, dengan harga jelas.

F. Kerangka Fikir

Manfaat perjanjian asuransi jiwa syariah (takaful) bagi peserta asuransi. Yaitu takaful keluarga dan takaful umum diadakan agar dapat melaksanakan perjanjian antara peserta asurasi jiwa dengan perusahaan asuransi jiwa tersebut.


(44)

Perjanjian asuransi harus diadakan secara tertulis dalam akta yang bernama polis. Kemudian polis tersebut dijadikan alat bukti bagi peserta (tertanggung) dan operator (penanggung) sebagai wakell (agen) yaitu pembuat skema pembagian hasil atas kemalangan atau kerugian yang terjadi pada peserta. Dengan adanya perjanjian asuransi jiwa syariah maka peserta dapat mengambil manfaat dari kontrak yang telah disetujui oleh mereka. Perlindungan akan kemalangan atau kerugian yang terjadi dijamin oleh perusahaan asuransi jiwa syariah jika terjadi hal-hal yang tidak dinginkan (evenement). Sehingga bagi peserta dan operator dapat terjalin hubungan mutualisme, saling menguntungkan bagi keduabelah pihak yang mengikat perjanjian


(45)

Asuransi Jiwa

Penanggung Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah

PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang Bandar Lampung

Tertanggung Asuransi Jiwa Syariah

Akad/ Perjanjian

Pembayaran Premi oleh tertanggung kepada penanggung PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA

Cabang BandarLampung

Pelaksanaan Perjanjian antara Penanggung dan Tertanggung Asuransi Jiwa Syariah PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA

Cabang Bandar Lampung

Terbit Polis Asuransi Jiwa Syariah

Berakhirnya Asuransi Jiwa Syariah

PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang Bandar Lampung

Wafatnya Tertanggung Asuransi Jiwa Syariah PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang BandarLampung

Klaim Pemberian pertanggungan oleh penanggung kepada tertanggung (pihak ke 3) PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang


(46)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah 1. Terjadinya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah

Sesuai dengan kehendak syariah, seluruh perikatan yang dilakukan para pihak dianggap sah apabila sejalan dengan syariah yaitu berdasar Quran dan Al-Haddist dan ini harus disetujui serta diberitahukan kepada calon nasabah asuransi. Akad yang dituangkan dalam perjanjian asuransi secara tertulis dalam bahasa arab disebut al-wa'du al-maktub. Secara umum dinamakan polis. Dalam pelaksanaannya, asuransi syari’ah dijalankan berdasarkan dua bentuk perjanjian (akad). Antara para peserta asuransi syari’ah, mereka bersepakat untuk sama-sama bertabarru’ dalam menyediakan asuransi. Sedang perjanjian antara para peserta dengan pihak perusahaan asuransi sebagai pihak yang mengelola dan menjalankan operasional asuransi adalah berdasarkan mudharabah atau berbagi hasil dan kerugian.

2. Premi dan Polis Asuransi Jiwa Syariah

Perusahaan Asuransi dalam hal ini PT Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung berkedudukan sebagai mudharib atau pengusaha yang dipercayakan oleh tertanggung menerima uang premi asuransi untuk diinvestasikan, sedangkan tertanggung asuransi jiwa berkedudukan sebagai shahib al maal atau pemilik modal yang membayar premi asuransi sebagai ra’su al maal (modal) kepada


(47)

perusahaan untuk dikembangkan dan diusahakan. Dalam perjanjian ini juga dijelaskan bagaimana keuntungan atau dari kerjasama didistribusikan antara pengusaha dan pemilik modal. Ia mesti ditentukan dalam bentuk presentase - seperti 50:50, 40:60, atau yang lainnya sesuai dengan kesepakatan, bukan dalam bentuk jumlah tertentu.

Dalam pelaksanaannya. PT Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung, akad yang digunakan adalah akad wakalah bil ujrah, yaitu suatu akad pemberian kewenangan oleh pemegang polis kepada pihak PT Asuransi Allianz Life kantor cabang utama syariah (KCU’S) Bandar Lampung untuk mengelola dan menginvestasikan sejumlah dana premi dengan memberikan sejumlah ujrah sesuai dengan kesepakatan dan dana tersebut dimasukkan dalam rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh tertanggung. Dalam pelaksanaan tertanggung dan penanggung pun harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian yang telah diatur dalam pasal 1320 KUHPdt, dan undang-undang, baik dalam kejelasan unsur para pihak (subyektif) maupun unsur-unsur yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang melakukan perjanjian (syarat objektif).

Untuk dapat mengadakan perjanjian asuransi jiwa syariah seseorang harus melalui suatu ketentuan yang telah ditentukan oleh pihak asuransi melalui syarat-syarat umum polisnya. yaitu:

1) Copy KTP/SIM/Passport Pemegang Polis yang masih berlaku.

2) Copy KTP/SIM/Passport Tertanggung yang masih berlaku (akte lahir atau -

surat kenal lahir untuk anak anak).


(48)

oleh Pemegang Polis dan Tertanggung.

4) Tanda tangan Pemegang polis di ilustrasi Proposal

5) Bukti setor dana atau premi ke rekening PT. Asuransi Allianz Life -

Indonesia.

6) Copy NPWP, isi dan tanda tangan form (untuk jenis program -

kumpulan)

7) Untuk Pembayaran menggunakan kartu kredit dan autodebit :

a) Mengisi dan menandatangani Formulir.

b) Copy kartu kredit

Setelah syarat-syarat administrasi tersebut telah dipenuhi calon peserta asuransi atau tertanggung dapat melakukan akad asuransi syariah dengan penanggung asuransi syariah karena akad yang akan ditandatangani harus jelas dan tidak ditutupi, penanggung menjelaskan setiap isi polis yang akan ditandatangani oleh tertanggung, dalam akad harus jelas karena menentukan sah tidaknya secara syariat. Klien nasabah bisa mengambil akad mudharabah atau tabarru. Asasnya bukan jual beli seperti di asuransi konvensional, melainkan tolong menolong,"

3. Prosedur Pengajuan Klaim PT. Allianz life Indonesia cabang Bandar

Lampung

Pada saat tertanggung akan mengajukan klaim atas jiwanya. Perusahaan asuransi syariah akan memberikan pertanggungan atas kerugian yang diderita oleh tertanggung, syarat-syarat administrasi dan perjanjian yang telah diberikan dan ditandatangani oleh tertanggung merupakan data-data penghubung bagi pihak perusahaan untuk menjalankan prosedur klaim. Hal ini dikarenakan klaim


(49)

merupakan hak tertanggung dan salah satu bagian dari perjanjian yang telah disepakati antara penanggung dan tertanggung asuransi jiwa syariah, dan bagaimanakah prosedur klaim tersebut dilakukan ?.

Dari data yang penulis peroleh. PT. Allianz life Indonesia cabang Bandar Lampung memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta asuransi jiwa syariah, berupa berkas berkas klaim maslahat asuransi, berkas berkas tersebut antara lain :

a. Pengajuan klaim pembayaran maslahat meninggal :

1) Polis Asli.

2) Kwitansi pembayaran Premi terakhir.

3) Formulir Pengajuan Klaim Meninggal Dunia/ Kematian yang telah di isi

lengkap. Ketentuan :

a) Penerima kuasa asuransi jiwa syariah mengisi daftar pertanyaan pada

Formulir Klaim Meninggal Dunia/ Kematian & Surat Keterangan Dokter dengan benar sesuai dengan kejadian yang terjadi pada tertanggung, lengkap dan jelas tanpa pembebanan kepada PT. Asuransi Allianz Life Indonesia.

b) Dokumen & Hasil-hasil pemeriksaan penunjang, wajib dilampirkan.

Pengajuan klaim dan pembayaran manfaat tidak dikenakan biaya apapun, kecuali yang termasuk dalam ketentuan polis.

c) Berkas yang diajukan harus dokumen asli, legalisir oleh pihak yang


(50)

4) Surat Keterangan dokter tentang penyebab kematian tertanggung

5) Keterangan kesehatan yang lebih luas.

6) Surat Keterangan Meninggal Dunia dari Pamong Praja/Lurah

7) Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat/Kematian dari Rumah Sakit/Dinas

Kesehatan

8) Untuk Meninggal Dunia disebabkan oleh karena kecelakaan/ Sebab tidak

Wajar diharuskan melampirkan Surat Keterangan dari Kepolisian serta Kliping Koran (jika ada)

9) Foto Copy Identitas Penerima Kuasa,Yang Ditunjuk oleh tertanggung

untuk menerima Manfaat Pertanggungan (Salinan bukti kenal diri yang sah dari tertanggung dan termaslahat )

10)Foto Copy Identitas Tertanggung, (Kartu Keluarga, Akta Perkawinan)

11)Formulir Nomor Rekening Bank (Nomor rekening dan nama peserta atau

pemegang polis, bila pembayaran klaim ingin ditransfer melalui bank.)

12)Surat Kuasa Pemaparan Isi Rekam Medik

13)Surat kuasa asli dari tertanggung atau termaslahat ( apabila dikuasakan )

14)Nomor rekening dan nama peserta atau pemegang polis, bila pembayaran

klaim ingin ditransfer melalui bank.

15)Berkas berkas lainnya yang dianggap perlu untuk mendukung berkas berkas

yang ada.

b. Pengajuan klaim pembayaran maslahat akhir kontrak (maturity)

1) Polis asli

2) Formulir klaim akhir kontrak yang telah diisi lengkap


(51)

4) Surat kuasa asli dari tertanggung yang diwakilkan oleh pihak ke tiga (apabila dikuasakan)

5) Pengajuan klaim maslahat investasi untuk transaksi penarikan

6) Formulir transaksi penarikan yang telah diisi lengkap

7) Tanda bukti diri sah dari tertanggung

8) Surat kuasa asli dari tertanggung (apabila dikuasakan)

c. Pengajuan klaim maslahat investasi untuk transaksi penebusan polis :

1) Polis asli

2) Formulir penebusan polis yang telah diisi lengkap

3) Tanda bukti diri sah dari anda

4) Surat kuasa asli dari tertanggung (apabila dikuasakan)

Setelah syarat-syarat dokumen yang dibutuhan oleh penanggung telah lengkap Kemudian seluruh dokumen-dokumen asli atau legalisir yang memuat pernyataan tentang informasi kematian tertanggung dari pihak yang berwenang atau diperoleh melalui Staf Klaim Kantor Pusat PT. Allianz life Indonesia cabang Bandar Lampung. Serta dilakukan sesuai dengan ketentuan didalam syarat-syarat umum, syarat syarat khusus, dan addendum atau ketentuan-ketentuan tambahan (endorsment) pada polis, klaim dan berkas-berkas klaim maslahat meninggal harus diterima dan dilaporkan oleh termaslahat atau si penerima kuasa atas klaim tertanggung yang meninggal dunia ke PT. Allianz life Indonesia jakarta pusat paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal terjadinya resiko.


(52)

Kemudian, setelah penerima kuasa tertanggung memenuhi seluruh persyaratan yang diberikan, selanjutnya pihak asuransi akan mengirimkan surat pengajuan yang isinya menjelaskan tentang keadaan yang telah dialami oleh tertanggung

asuransi jiwa syariah kepada kantor pusat PT. Allianz life Indonesia Summitmas II, Lt. 19 Jl. Jend. Sudirman Kav 61-62 Jakarta, untuk dibuatkan

Berita Acara Klaim Asuransi Jiwa. Selama 14 (empat belas) hari atau lebih. Perusahaan asuransi jiwa syariah akan memproses seluruh berkas yang telah diberikan oleh termaslahat dan pada hari pembayaran penanggung akan memberikan uang santunan serta surat pernyataan Tanda Terima Uang atas klaim tertanggung yang meninggal. maka tanda terima yang telah ditanda tangani bersama atau oleh seseorang sebagai kuasa dari yang berhak didalam polis, merupakan tanda terima yang sah dan dengan demikian penanggung telah melaksanakan pembayaran maslahat asuransi kepada termaslahat dan tertanggung sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Dari data dan hasil wawancara yang penulis peroleh, pihak asuransi memang menciptakan sebuah sistem yang baik dan aman dalam memberikan kebebasan kepada para pesertanya untuk memilih setiap produk-produk asuransi syariah, terutama asuransi jiwa. Seperti tawaran dari cutomer service PT Asuransi Allianz Life kantor cabang utama syariah (KCU’S) Bandar Lampung kepada calon pesertanya, biasanya mereka membedakan tawaran tersebut menjadi dua bagian penting yaitu pertimbangan umum dan pertimbangan khusus, pada pertimbangan umum para peserta diminta untuk menentukan obyek yang akan diasuransikan dan jenis asuransi yang dapat melindungi risiko yang mungkin terjadi. Sedangkan pertimbangan yang lebih spesifik para peserta diminta untuk jangan ragu


(53)

menanyakan secara detail semua informasi yang ditawarkan, bagaimana cara membayar premi dan terutama kemudahan pengajuan klaim. Dan cermat untuk membaca seluruh polis asuransi dengan baik sehingga para tertanggung benar-benar mengerti hak dan kewajibannya, bahkan jika diperlukan customer service dapat melayani bentuk pertanyaan berupa email mengenai produk-produk asuransi syariahnya.

Syarat yang telah ditetapkan oleh perusahaan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para tertangung asuransi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dan telah mengikat para pihak, artinya perjanjian tersebut telah diakui dan disahkan, bahwa balasan premi dibayar kepada perusahaan seperti tertera pada tabel Polis Asli Asuransi Jiwa Syariah, dan dengan syarat tersebut perusahaan menerima premi yang akan diperoleh dari tertanggung asuransi jiwa syariah sesuai dengan isi polis tersebut. Dan berdasarkan bukti dari jumlah nilai yang telah diasuransikan oleh peserta menjadi hak dan kewajiban para tertanggung untuk tunduk kepada syarat-syarat khusus yang disebutkan kemudian. Bagi mereka yang telah memenuhi semua persyaratan Polis Asuransi Jiwa Syariah, tertanggung memperoleh haknya untuk mengklaim atas keadaan yang telah terjadi pada dirinya melalui orang yang telah diberikan kuasa oleh tertanggung untuk melakukan klaim, berkaitan dengan kematian tertanggung. Sejak awal Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah sudah melakukan Management Tafakul untuk semua peserta asuransinya, ikatan tersebut terjalin sejak awal disepakatinya perjanjian asuransi jiwa syariah karena bukan hanya akan


(54)

menguntungkan pihak perusahaan asuransi syariah saja, melainkan juga untuk para peserta atau tertanggung asuransi jiwa syariah.

B. Tanggung Jawab Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah 1. Tanggung jawab

Pengertian tanggung jawab memang seringkali terasa sulit untuk diuraikan dengan tepat. Adakalanya tanggung jawab dikaitkan dengan keharusan untuk berbuat sesuatu, atau kadang-kadang dihubungkan dengan kesediaan untuk menerima konsekuensi dari suatu perbuatan. Banyaknya bentuk tanggung jawab ini menyebabkan seseorang merasa sulit merumuskannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti. Tetapi kalau kita amati lebih jauh, pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan kesediaan serta kemampuan untuk melakukan.

Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai hak asasi kemanusiaan. nilai tersebut tidak dapat diajarkan secara langsung. Nilai-nilai itu diperoleh dan diketahui hanya melalui suatu proses identifikasi, dengan pengertian lain, Seseorang atau badan hukum akan melakukan kewajiban hukumnya secara sadar jika telah mengetahui apa yang akan menjadi konsekuensi didalam hidupnya. Nanun rasa tanggung jawab yang tidak bertumpuk pada nilai-nilai positif, adakalanya dapat berubah menjadi sesuatu yang asosial.

Dari data dan hasil wawancara yang penulis peroleh mengenai tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah PT Asuransi Allianz Life cabang Bandar Lampung meliputi hak yang melekat pada tertanggung dan


(55)

penanggung diikuti oleh kewajiban yang menjadi prestasi bagi mereka yang mengikatkan diri dan harus dipenuhi.

2. Hak dan Kewajiban penanggung dan tertanggung asuransi jiwa syariah

PT Asuransi Allianz Life cabang Bandar Lampung

Hak merupakan suatu kebolehan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukannya. Jadi hak merupakan wewenang yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum, yang dapat berlaku pada subyek hukum lainnya dan dapat pula hanya berlaku terhadap subyek hukum tertentu. Hak-hak tersebut dibatasi oleh kewajiban. Kewajiban merupakan tugas yang dibebankan kepada subyek hukum dan yang paling utama adalah kewajiban untuk tidak menyalahgunakan hak.

Adapun yang menjadi hak dari pemegang polis, adalah :

1) Memperoleh pelayanan kesehatan jiwa pada fasilitas yang ditunjuk sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

2) Memperoleh penjelasan tentang hak, kewajiban serta tata cara pelayanan bagi

dirinya dan anggota keluarganya.

3) Menyampaikan keluhan baik secara lisan maupun tertulis ke kantor Allianz

Life Indonesia.

Sedangkan kewajiban dari pemegang polis, adalah :

1) Membayar premi.

2) Memberikan data identitas diri untuk penerbitan kartu peserta.


(56)

4) Menggunakan haknya secara wajar.

5) Menjaga agar kartu peserta tidak dimanfaatkan oleh yang tidak berhak.

Premi dalam asuransi syariah adalah Iuran atau kontribusi dari tertanggung asuransi yang mengandung unsur tabarru (tidak mengandung riba). Tabarru adalah Dana kebajikan yang merupakan bagian dari premi yang digunakan untuk membayar resiko dari maslahat yang terjadi sehubungan dengan pertanggungan yang diberikan.

Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi tersebut merupakan milik tertanggung, perusahaaan asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut. Dalam hal jaminan pada asuransi jiwa syariah ini terjadi dimana proses saling menanggung antara satu tertanggung dengan tertanggung lainnya. Jadi besarnya iuran pertanggungan diserahkan semuanya kepada seluruh tertanggung yang sejak awal iuran atau kontribusinya sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah diantara mereka.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa tanggung jawab antara tertanggung, penanggung dan pihak ke 3 (penikmat) telah diketahui apa saja tanggung jawab yang dimiliki antara pihak-pihak yang mengikakan diri tersebut, tanggung jawab tersebut dapat diketahui dari segi hak dan kewajibannya yang telah dibedakan dengan baik antara perusahaan selaku penanggung dan tertanggung. Sebelum mendapatkan haknya berupa santunan atas klaim yang terjadi setiap peserta harus


(57)

melaksanakan kewajibannya, yaitu membayar premi dan menggunakan haknya secara wajar sesuai ketentuan polis asuransi.

C. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah 1. Asuransi Jiwa Berakhir

a. Karena Terjadi Evenemen

Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi jiwa syariah mempunyai masa asuransi. Masa asuransi adalah masa berlakunya pertanggungan, sejak tanggal polis diterbitkan sampai dengan tanggal akhir masa kontrak atau tanggal berakhirnya polis, mana yang terlebih dahulu terjadi. Ulama fiqih menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila terjadi hal-hal seperti berikut :

1) Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu.

2) Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad mengikat .

3) Dalam suatu akad yang bersifat mengikat, akad dapat berakhir bila :

a) Akad itu fasid.

b) Berlakunya khiyar syarat, khiyar’aib.

c) Akad tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad.

d) Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna.

2. Karena Jangka Waktu Berakhir

Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenement yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenement, maka beban resiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila


(58)

sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenement. dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalian sejumlah uang kepada tertanggung.

Menurut pasal 4 Syarat Khusus Polis Unit Link Premi Berkala polis asuransi jiwa syariah PT Asuransi Allianz Life Indonesia, asuransi jiwa syariah akan berakhir apabila masa asuransi polis ini telah berakhir sesuai dengan yang tercantum pada data polis asuransi jiwa syariah dan tidak ada keinginan dari tertanggung untuk memperpanjang masa asuransi jiwanya, maka secara otomatis polis tersebut akan berakhir

3. Karena Asuransi Gugur

Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD.

“apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saaat diadakan asuransi ternyata sudah meningggal, maka asuransinya gugur meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”.

Menurut pasal 18 (delapan belas) polis asuransi jiwa syariah tentang Syarat - Syarat Umum Polis Unit Link Premi Berkala PT Asuransi Allianz Life

Indonesia penanggung tidak berkewajiban untuk membayar maslahat meninggal atas polis asuransi jiwa apabila Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal polis atau tanggal pemulihan polis, tertanggung meninggal karena :

a. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), AIDS Related Complex

atau infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), atau


(59)

Tertanggung meninggal dalam masa asuransi karena di hukum mati oleh pengadilan, atau karena dengan sengaja melakukan atau turut serta dalam suatu tindakan kejahatan atau suatu percobaan tindak kejahatan, baik aktif maupun tidak, atau apabila tertanggung meninggal akibat tindak kejahatan asuransi yang dilakukan oleh pihak yang memiliki atau turut memiliki kepentingan dalam pertanggungan asuransi ini.

Namun meskipun termaslahat (pihak ke 3) tidak memperoleh pertanggungan maslahat asuransi jiwa, termaslahat tetap memperoleh pengembalian dana tabungan dari perusahaan asuransi jiwa syariah apabila selama tertanggung dan termaslahat telah menunjukkan itikad baiknya dalam berasuransi, maka dana tabungan tertanggung yang telah diberikan kepada penanggung akan dikembalikan tanpa diberikan bunga namun disertaidengan keuntungan menabungberupa bagi hasil. Dana ini pun diberikan setelah dipotong biaya administrasi. adapun yang tidak dikembalikan, yaitu dana tabarru yang telah diberikan sesuai dengan perjanjian asuransi jiwa Allianz Life.

4. Karena Asuransi Dibatalkan

Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat saja terjadi sebelum premi mulai dibayar atau sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan premi sebelum dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), cara


(60)

penyelesaiannya adalah dengan mengasuransikan jiwa tertanggung berdasarkan pada perjanjian antara penanggung dan tertanggung , maka penyelesaiaannya tergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis. Menurut pasal 6 (enam) polis asuransi jiwa syariah Tentang Syarat Syarat Umum Polis Unit Link Premi Berkala PT Asuransi Allianz Life Indonesia polis asuransi jiwa batal:

Apabila premi berkala untuk 2 (dua) tahun pertama tidak dibayarkan lunas selambat lambatnya dalam masa leluasa (Grace Period) setelah tanggal jatuh tempo pembayaran premi yang bersangkutan, maka polis tersebut menjadi batal. Dan atas persetujuan tertanggung, Penanggung akan mengembalikan seluruh nilai investasi (apabila ada) setelah dikurangi dengan kewajiban kewajiban/ administrasi (apabila ada).

Apabila premi berkala tertunggak setelah polis berusia 2 (dua) tahun maka penanggung secara otomatis akan melakukan pemotongan nilai otomatis yang ada dalam polis yang telah disepakati sebesar biaya-biaya yang diperlukan untuk menjaga agar polis ini tetap berlaku. Apabila saldo nilai investasi tidak mencukupi untuk membayar biaya-biaya yang diperlukan untuk menjaga agar polis ini tetap berlaku, maka polis secara otomatis menjadi batal dan seluruh saldo nilai nvestasi yang tersisa (jika ada) akan dibayarkan kepada tertanggung atau termaslahat (apabila tertanggung asuransi jiwa syariah meninggal dunia).


(61)

Apabila ada pembayaran premi, selama penanggung tidak menentukan peruntukan pembayaran premi tersebut atau apabila ada premi tertunggak, maka penanggung akan menempatkannya sebagai pembayaran premi berkala lanjutan, sedangkan untuk premi tahun berikutnya penanggung diwajibkan untuk melunasinya.


(62)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan melakukan pendekatan secara normatif yaitu mengkaji hukum yang dikonsepsikan sebagai norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat berkaitan dengan perjanjian asuransi jiwa syariah, serta melakukan pendekatan secara empiris. Metode pengumpulan data dilakukan dengan memperoleh data copy dan wawancara langsung di tempat penelitian yaitu pada PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung. Data yang digunakan adalah data primer yang didukung oleh data sekunder. Data yang diperoleh lalu dianalisis secara kualitatif.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penlitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan dan meneliti keadaan atau fakta-fakta yang di dapat secara nyata dari data hasil penelitian secara jelas dan terperinci mengenai penerapan prinsip syariah pada pelaksanaan asuransi jiwa syariah.

B. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penulisan ini adalah pendekatan secara yuridis empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji secara langsung bagaimana pelaksanaan dari berbagai peraturan normatif dan juga sumber hukum lainnya dalam bentuk perbuatan nyata dalam praktek pelaksanaan asuransi jiwa


(63)

syariah pada asuransi syariah terutama dalam penerapan prinsip syariah pada pelaksanaan perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung.

C. Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penulisan ini bersumber pada 2 (dua) jenis yaitu : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan. Data primer dalam penulisan ini diperoleh dengan wawancara dengan Bapak Niswandi selaku Top Agency dan menggunakan kuisioner, mewawancarai salah satu tertanggung yang di tunjuk oleh PT Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan peraturan hukum serta literatur yang berkaitan dengan penulisan ini.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Bahan hukum primer :

Bahan-bahan hukum yang mengikat yang berasal dari : 1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang asuransi.

2) Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha asuransi

3) Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha asuransi


(64)

4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt)

5) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

b. bahan hukum sekunder :

Bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu berbagai literatur buku-buku yang berkaitan dengan dengan pokok bahasan dalam skripsi ini.

D. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu : 1. Studi kepustakaan

Yaitu dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan cara Membaca, menelaah, mengutip, ketentuan hukum perasuransian dan polis.

2. Studi dokumentasi

Yaitu dilakukan dengan cara membaca, meneliti, dan mempelajari dokumen dan mempelajari manfaat dari perjanjian syariah yang dilakukan oleh PT.Asuransi Allianz Life Indonesia.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendukung data sekunder yang dilakukan secara

langsung pada Bapak Niswandi selaku Oprasional Manager pada PT.Asuransi Allianz Life Indonesia dengan menggunakan daftar pertanyaan


(65)

E. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka dilakukanlah pengolahan data dengan langkah-langkah-langkah sebagai berikut :

1. Seleksi data yaitu memeriksa data dan meneliti kembali data yang diperoleh, apakah data yang terkumpul terdapat kekurangan atau memperbaiki data yang salah.

2. Klasifikasi data yaitu penempatan data menurut kelompok yang sudah ditetapkan dalam kerangka pokok bahasan.

3. Penyusunan data yaitu menyusun secara sistematis menurut tata urutan dalam permasalahan yang telah ditentukan dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.

F. Analisis Data

Proses analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atas pernyataan tentang masalah yang terdapat dalam penelitian ini. Dalam proses penelitian, rangkaian data yang telah diperoleh disusun secara sistematis dan menurut klasifikasinya, diuraikan, dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan cara merumuskan dalam bentuk kalimat yang sistematis sehingga memudahkan dalam penarikan kesimpulan di akhir pembahasan.


(1)

52

Apabila ada pembayaran premi, selama penanggung tidak menentukan peruntukan pembayaran premi tersebut atau apabila ada premi tertunggak, maka penanggung akan menempatkannya sebagai pembayaran premi berkala lanjutan, sedangkan untuk premi tahun berikutnya penanggung diwajibkan untuk melunasinya.


(2)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan melakukan pendekatan secara normatif yaitu mengkaji hukum yang dikonsepsikan sebagai norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat berkaitan dengan perjanjian asuransi jiwa syariah, serta melakukan pendekatan secara empiris. Metode pengumpulan data dilakukan dengan memperoleh data copy dan wawancara langsung di tempat penelitian yaitu pada PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung. Data yang digunakan adalah data primer yang didukung oleh data sekunder. Data yang diperoleh lalu dianalisis secara kualitatif.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penlitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan dan meneliti keadaan atau fakta-fakta yang di dapat secara nyata dari data hasil penelitian secara jelas dan terperinci mengenai penerapan prinsip syariah pada pelaksanaan asuransi jiwa syariah.

B. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penulisan ini adalah pendekatan secara yuridis empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji secara langsung bagaimana pelaksanaan dari berbagai peraturan normatif dan juga sumber hukum lainnya dalam bentuk perbuatan nyata dalam praktek pelaksanaan asuransi jiwa


(3)

34

syariah pada asuransi syariah terutama dalam penerapan prinsip syariah pada pelaksanaan perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung.

C. Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penulisan ini bersumber pada 2 (dua) jenis yaitu : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan. Data primer dalam penulisan ini diperoleh dengan wawancara dengan Bapak Niswandi selaku Top Agency dan menggunakan kuisioner, mewawancarai salah satu tertanggung yang di tunjuk oleh PT Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan peraturan hukum serta literatur yang berkaitan dengan penulisan ini.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Bahan hukum primer :

Bahan-bahan hukum yang mengikat yang berasal dari : 1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang asuransi.

2) Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha asuransi

3) Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha asuransi


(4)

4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) 5) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

b. bahan hukum sekunder :

Bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu berbagai literatur buku-buku yang berkaitan dengan dengan pokok bahasan dalam skripsi ini.

D. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu : 1. Studi kepustakaan

Yaitu dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan cara Membaca, menelaah, mengutip, ketentuan hukum perasuransian dan polis.

2. Studi dokumentasi

Yaitu dilakukan dengan cara membaca, meneliti, dan mempelajari dokumen dan mempelajari manfaat dari perjanjian syariah yang dilakukan oleh PT.Asuransi Allianz Life Indonesia.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendukung data sekunder yang dilakukan secara

langsung pada Bapak Niswandi selaku Oprasional Manager pada PT.Asuransi Allianz Life Indonesia dengan menggunakan daftar pertanyaan


(5)

36

E. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka dilakukanlah pengolahan data dengan langkah-langkah-langkah sebagai berikut :

1. Seleksi data yaitu memeriksa data dan meneliti kembali data yang diperoleh, apakah data yang terkumpul terdapat kekurangan atau memperbaiki data yang salah.

2. Klasifikasi data yaitu penempatan data menurut kelompok yang sudah ditetapkan dalam kerangka pokok bahasan.

3. Penyusunan data yaitu menyusun secara sistematis menurut tata urutan dalam permasalahan yang telah ditentukan dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.

F. Analisis Data

Proses analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atas pernyataan tentang masalah yang terdapat dalam penelitian ini. Dalam proses penelitian, rangkaian data yang telah diperoleh disusun secara sistematis dan menurut klasifikasinya, diuraikan, dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan cara merumuskan dalam bentuk kalimat yang sistematis sehingga memudahkan dalam penarikan kesimpulan di akhir pembahasan.


(6)

Arikunto, S. (1997, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta

Dewi, Gemala, Windyaningsih dan Yeni Salma Barlinti.2005,Hukum Perikatan Islam Di Indonesia. Badan penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.Jakarta.

Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Harahap, Yahya,(1986). Segi-Segi Hukum Perjanjian, PT Alumni, Bandung. http://www. Madeallianz.com..

Iqbal. Muhaimin, (2006). Asuransi Umum Syariah dalam Praktik. PT Gema Insani. Jakarta.

Marhijanto, Bambang, (2004), Bahasa Indonesia Masa Kini, PT. Terbit Terang Surabaya Jakarta

Muhammad, Abdulkadir Prof.,SH.,(2006) Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan Keempat. PT. CITRA ADITYA BANDUNG

Muhammad, Abdulkadir Prof.,SH.,(2004) Hukum Dan Penelitian Hukum, CITRA ADITYA BANDUNG

Muhammad, Abdulkadir. 1986. Hukum Perjanjian. PT Alumni Bandung.

Prakoso, D, Murtika, LK. (1987), Hukum Asuransi Indonesia, PT. Bina Aksara, Jakarta

Purba, R. (1992), Memahami Asuransi Indonesia, Cetakan Pertama, PT,Karya Unipress, Jakarta

R. Subekti,Prof.SH., (1996). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. PT Pradya Paramitha, Jakarta,.(1994). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kepailitan. Citra Umbara, Bandung.

Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.

Universitas Lampung, (1999). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Widjaja, Gunawan. (2001). Seri Hukum Bisnis Lisensi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta