Peran Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Dalam Memajukan Intelektual Islam Di Patani

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana (S1) Humaniora

Oleh: Taufan Prasetyo NIM: 108022000008

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

ii Taufan Prasetyo

Peranan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Dalam Memajukan Intelektual Islam Di Patani

Patani adalah sebuah provinsi di Thailand Selatan. Wilayahnya meliputi seperti provinsi Patani, Yala, Narathiwat, dan Songhkla yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan berkebudayaan Melayu. Namun secara keseluruhan kaum Muslim di Thailand Selatan, khususnya, Patani berkembang pesat setelah sebelumnya Thailand Selatan merupakan daerah berpenduduk minoritas.

Perkembangan Islam di Thailand Selatan khususnya Patani berkembang pesat setelah

tersyi’arnya agama Islam. Islam mulai menjadi agama yang mayoritas di wilayah tersebut. Adanya jalur perdagangan dunia membuka jalan bagi para pedagang dari luar masuk untuk berniaga. Dengan begitu pedagang Muslim seperti Ulama mensyi’arkan agam Islam ke penduduk lokal. Dampaknya agama Islam pun tersebar ke pelbagai wilayah di Patani dan juga dilingkungan kerajaan.

Pada saat itu banyak sekali Ulama-ulama yang bermunculan di wilayah Nusantara

untuk berda’wah tak terkecuali diPatani. Di Patani agama Islam mencapai puncaknya ketika kehadiran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani. Beliau adalah ulama terkemuka dari Patani. Dari karya-karyanyalah beliau berda’wah memberikan nafas baru dalam intelektual Islam kepada masyarakat Patani. Karena pada saat itu tidak memungkinkan beliau untuk berda’wah secara langsung, karena Patani sedang dijajah oleh Siam.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran Syeikh Daud Bin Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di wilayah Patani. Menerangkan setiap pemikiran yang beliau tulis dalam setiap karyanya. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis dengan metode pendekatan sejarah – sosial – intelektual. Tahapan yang di tempuh dalam penelitian ini terdapat 4 tahapan, diantaranya: Heuristik (Pengumpulan data), Verifikasi (Kritik Sumber), Interpretasi (Analisis sejarah) dan Laporan


(5)

iii

Alhamdulillah, dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Shalawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia melalui risalah agung yang dibawanya, yakni agama Islam yang akan menyelamatkan serta mengantarkan pemeluknya menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Skripsi yang berjudul “SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL-FATANI DALAM MEMAJUKAN INTELEKTUAL ISLAM DI PATANI, ditulis dalam rangka menyelesaikan studi Strata satu (S1) pada Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, banyak mengandung kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik untuk perbaikan ke depannya.

Tentunya dalam menyelesaikan skripsi ini saya tidak semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materil, maka dengan ini sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasamanya dan dorongannya. Rasa terimah kasih yang begitu tinggi saya sampaikan kepada :

1. Prof. Sukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam dan Shalikatus

Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

iii

4. Kepada Dosen-dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya. Khususnya Bunda Tati Hartimah yang memberikan sumbangsih buku tentang Pattani dan Thailand Selatan, serta Bapak Saidun Derani yang juga memberikan pinjaman buku yang berkaitan tentang Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.

5. Kepada Prof. Nik Rakib bin Nik Hasan dari Universitas Prince of Shongkhla yang telah mengirimkan buku khusus tentang Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.

6. Kepada kedua orang tua saya, mamah yang tak pernah lelah memberikan motivasi baik moril maupun materiil, papah yang memberikan nasehat-nasehat. Untuk nenek dan kakek, yang sudah membesarkan saya. Memberikan curahan kasih sayangnya selama 25 tahun saya tinggal bersama.

7. Kepada teman-teman SPI angkatan 2008, khususnya Konsentrasi Asia Tenggara. Asep Dewantara, M. Hasan Sahru Ramadlan, Imam Mukorobin, Imam Agung Firdaus, Tri Aprilianto Amir, Sofwan Hilmi, M. Syukri, Dede Maulana, Asrul, Ahmad Supandi. Terima kasih atas segala pengalaman dan kenangan yang pernah dilakukan bersama-sama. Kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Serta teman-teman SPI yang tongkrongan besment Fakultas Adab yang penulis tidak bisa sebutkan hal-hal yang sudah pernah kita lakukan bersama selama saya kuliah di SPI.

8. Terakhir untuk Gerombolan Sakron yang selalu memberikan dorongan semangat secara spiritual kepada saya. Master Guret, Patih Didin, Jendral Salman, Cang guru Budi Prasidi Jamil, dan anggota setia Syarifudin Srg dan Valentinus Lucky. Terima kasih banyak atas dukungan-dukungan kalian.


(7)

iv

Abstrak ... ii

Kata Pengantar.……..……...………...iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Lampiran ... v

BAB I: PENDAHULUAN……….………... 1

A. Latar Belakang Masalah………....………... 1

B. Permasalahan………...………... 7

1. Identifikasi Masalah………..…………... 7

2. Pembatasan Masalah………... 8

3. Perumusan Masalah………... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...………... 8

D. Tinjauan Pustaka………....………... 9

E. Kerangka Teori………... 11

F. Metode Penelitian………...………... 12

G. Sistematika Penulisan……...………... 18

BAB II: Biografi Singkat Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani... 20

A. Latar Belakang Kehidupan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani... 20

B. Latar Belakang Pendidikan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani ………... 23


(8)

iv

Al-Fatani... 29

B. Pondok Sebagai awal perkembangannya Islam di Patani... 33

BAB IV Kegiatan Intelektual Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani…... 45

A. Aktivitas Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani sebagai Ulama... 45

B. Penjelasan karya-karya Daud bin Abdullah Al-Fatani... 54

C. Pandangan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Terhadap Ilmu Pengetahuan... 58

D. Sebagai mursyid tarekat Syatariyah………....…………. 68

BAB V: PENUTUP………...………... 75

A. Kesimpulan ………... 75

B. Saran………... 76

Daftar Pustaka……...………....………... 78

Lampiran... 79


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah tersyiarnya Islam di wilayah Patani maka dengan seketika Islam mulai menjadi agama yang mayoritas di wilayah tersebut. Namun keadaan Islam pada saat itu masih bisa dikatakan sebatas memeluk agama saja belum mengenal secara lebih dalam lagi tentang keintelektualan Islam lainnya. Namun munculah seorang ulama bernama Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani yang membawa nafas baru dalam keintelektualan islam di wilayah Patani. Dalam skripsi ini saya ingin membuktikan bahwa kehadiran Syeikh Daud bin Abullah al-Fatani membawa dampak yang signifikan bagi perkembagan intelektual Islam di Patani.

Ada beberapa ulama Nusantara yang berasal dari berbagai wilayah dan kelompok etnik di Nusantara pada masa akhir abad 18 M hingga awal 19 M. sebagian mereka datang dari wilayah Palembang, Sumatera Selatan di antara ulamanya adalah Syihab Al-Din bin Abdullah Muhammad, Kemas Fakhr Al-Din, Abdul Al-Shamad Al-Palimbani, Kemas Muhammad bin Ahmad dan Muhammad Muhyi Al-Din bin Syihab Al-Din. Kalimantan Selatan di antara ulamanya adalah Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis Al-Banjari; dari Betawi' antara lain ulamanya adalah Abdul Al-Rahman Al-Mashri Al-Batawi; dari Sulawesi Abdul Wahhab Al-Bugisi, dan terkahir dari Patani seperti Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani, Tuan Guru Syeikh Wan Ahmad Al- Fatani, Syeikh Zainal Abidin Al-Fatani, Syeikh Ali Ishak Al-Fatani, Syeikh Muhammad Salleh bin Abddurahman Al-fatani dan banyak lagi. Dari sekian banyak ulama


(10)

terkemuka di Melayu-Nusantara saya akan mengambil dari salah satu ulama tersebut yaitu Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani dari wilayah Patani dia bukanlah yang pertama ataupun satu-satunya yang terlibat dalam jaringan ulama.

Perkembangan ulama Patani dan kitab-kitab yang di karang oleh mereka sejajar dengan peranan Patani sebagai pusat pembelajaran tentang Islam pada akhir abad 18 M dan sepanjang abad 19 M. Jika dilihat dari perkembangan Ulama di daerah Patani bisa saja di awali dengan berkembangnya pondok1 pesantren di

wilayah Patani itu sendiri. Daerah Mekkah menjadi tempat lanjutan pengajian pondok dalam masyarakat Melayu-Nusantara bukan lagi hanya sebagai kiblat shalat umat Islam namun menjadi pusat pendidikan tertinggi para ulama di Nusantara termasuk Daud bin Abdullah Al-Fatani yang belajar di Mekkah selama 30 tahun. Mata pelajaran yang di ajar ialah ilmu fiqh, usuluddin, tasawuf, tafsir, hadis, nahu, sharaf, mantik, balaghah, dan arud2. Dengan begitu maka banyaklah

lahir-lahir cendikiawan dan pujangga baru Patani yang menghasilkan pelbagai tulisan dalam bahasa Melayu hingga kini, dan yang mempeloporinya adalah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani karena karya-karya yang dihasilkan oleh beliau.. Sebelum ini masyarakat Islam Melayu-Patani khususnya hanya mengenal dan mengamalkan Islam secara harfiah atau luaran saja. Namun dengan adanya kitab-kitab terjemahan dan juga ide penulisan beliau sendiri telah memperjelas keilmuan Islam itu secara keseluruhan. Pencapaian perkembanagan Islam di Melayu-Patani dapat kita telusuri melalui karangan kitab-kitab beliau yang

1

Azyumardi Azra, The Rise and Decline of the Minangkabau Surau (Tesis MA Columbia

University, 1988), h. 19-21. (Tesis ini telah diterjemahkan ke Dalam Bahasa Indonesia, dengan

judul Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi (Ciputat: Logos

Wacana Ilmu, 2003).

2

Ismail Hamid, Masyarakat dan Budaya Melayu (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan


(11)

berkisar pada perkara fiqh, usuluddin, kalam, sifat 20, dan i'tiqad. Beliau menspesifikan sebagai berikut:

1) Fiqh: ilmu hukum yang merangkumi ibadat, peraturan, dan tata cara agama serta mu'amalat, yaitu semua perundangan dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Kalam: teologi ulama atau perbincangan di tatanan intelek tentang prinsip-prinsip yang berhubungan dengan akidah dan ketuhanan yang meliputi:

a) Usuludin : asal usul agama b) Akidah : iman dan kemusykilan c) I'tiqad : prinsip keimanan

d) Tauhid : kepercayaan terhadap Tuhan e) Sifat : sifat 20, sifat mulai bagi Tuhan f) Tassawuf : mistik

g) Tafsir : tafsir al-Quran

h) Tajwid : pembetulan nahun al-Quran i) Nahu : tata bahasa Arab

j) Pelbagai : riwayat hidup Nabi Muhammad SAW

Nama sebenarnya Al-Alim Allamah Ar-Rabbani Syeikh Wan Daud bin Syeikh Abdullah bin Syiekh Wan Idris al-Fatani. Ibunya bernama Wan Fatimah anak dari Wan Salamah binti Tok Banda Wan Su bin Tok Kaya Rakna Diraja bin Andi (Faqih). Ayahnya bernama Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris bin Tok Wan Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela3

3

Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani: Penulis Islam Produktif


(12)

Beliau mempunyai lima bersaudara; 1. Syeikh Wan Abdul Qadir, 2. Syeikh Wan Abdul Rasyid, 3. Syeikh Wan Idris, dan 4. Haji Wan Nik bin Abdullah al-Fatani4,

5. Siti Khadijah binti Abdullah al-Fatani. Beliau dilahirkan di kampung Parit Marhum, Kerisik, Patani pada tahun 1133 H atau 1721 M5. Keresik adalah sebuah

nama desa di Patani yang terletak di tepi pantai. Daerah tersebut berdekatan dengan Kesultanan Patani waktu itu kira-kira jaraknya sekitar satu kilometer. Dengan jarak yang dekat seperti itu keluarga beliau berperan penting dalam kegiatan Islam pada Kesultanan Patani. Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris bin Tok Wan 'Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela (ayahnya) dan Syeikh Wan Idris (kakeknya) adalah seorang ulama terkenal di daerahnya. Melihat dari pertama kali beliau mendapat pelajaran sudah bisa kita lihat bahwa beliau sejak kecil orang tuanya mendidik dan menanamkan keilmuan agama yang cukup, mengingat ayah dan kakeknya aadalah ulama terkenal di wilayah setempat. Karena tradisi keagamaan di wilayah Melayu-Patani pada saat itu para orang tua sudah menanamkan ilmu pengetahuan Islam kepada anak-anaknya. Tradisi ini tak lepas dari pengaruh para saudagar-ulama dari wilayah Arab yang singgah di wilayah Patani. Letak antara pantai dan Patani hanyalah satu kilometer jadi sudah pasti banyak para saudagar-ulama yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Wilayah Patani pada saat itu adalah pusat perdagangan di wilayah Asia tenggara sebelum akhirnya jatuh ketangan Siam sebagai penjajah dan dibukanya pelabuhan baru yang berada di wilayah Singapura-Indonesia (Banten). Kemudian beliau melanjutkan belajarnya di

4

Diperoleh dari Wan Ismail keturunanya di Jambu, Patani. silsilahnya: Wan Ismail bin Wan Abdullah bin Wan Ishaq bin Wan Umar bin Haji Wan Nik al-fatani.

5

Terdapat beberapa pendapat tentang tahun kelahiran beliau yaitu tahun 1153 H atau 1740 M, 1183 H atau 1769 M


(13)

pondok-pondok lokal yang berada di Patani. Bisa dikatakan Patani mulai mengalami peningkatan jumlah masyarakat muslim dan jumlah ulama ketika pondok-pondok mulai bermunculan. Salah satu faktor Islam mengalami peningkatan adalah jika di suatu tempat telah terdapat pondok. Setelah itu kemudian beliau melanjutkan belajarnya di Aceh selama dua tahun lamanya. Antara Aceh dan Patani ini memiliki suatu hubungan dekat karen kedua wilayah tersebut pada saat itu menjadi basis ilmu pengetahuan Islam di Nusantara. Setelah itu beliau melanjutkan belajarnya di Mekkah selama tiga puluh tahun dan di Madinah selama lima tahun. Penjajahan Siam dan sekutu terhadap Patani yang mendesak beliau untuk pergi ke Mekkah dan Madinah guna menambah ilmu pengetahuannya. Beliau yang pemikirannya cerdas berfikir kalau Patani tidak bisa melawan hanya menggunakan kekuatan saja tapi harus juga dengan sisi ilmu pengetahuannya.

Bagi beliau ilmu pengetahuan itu penting gunanya untuk mampu melawan setiap kedzaliman yang tengah terjadi. Dalam pemikiran beliau “barang siapa yang memiliki ilmu pengetahuan maka ia bisa menguasai sesuatu tanpa harus

menggunakan senjata” itulah yang menjadi tekad beliau dalam membebaskan Patani terhadap penjajah. Dalam setiap ilmu pengetahuan yang beliau dapati selalu ada sudut padang dari beliau sendiri terhadap ilmu yang didapatkannya. Pernah suatu kali beliau kembali ke Melayu-Patani bersama dengan Syekh Palimbani, beliau mencoba untuk berjuang secara fisik namun kenyatannya beliau mengalami kekalahan dan akhirnya kembali ke Mekkah. Dari setiap keilmuan yang beliau dapat selalu beliau tuangkan kedalam sebuah karya tulis yang berupa kitab-kitab. Ada sekitar kurang lebih enam puluh enam karya beliau yang telah di


(14)

hasilkan dan hampir semuanya menjadi karya yang banyak dipakai di wilayah Patani khususnya dan Nusantara umumnya bahkan dunia Arabpun mengakui karyanya beliau. Kehadiran beliau membawa nafas baru terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan di wilayah Patani. Sebelumnya masyarakat setempat hanya mengenal Islam secara harfiah atau luaran saja, dengan karya-karya beliau maka bertambahlah ilmu pengetahuan dan pendidikan di Patani.

Dengan bangkitnya ulama pada akhir abad 18 M dan sepanjang abad 19 M yang semakin jelas kedudukannya dalam peta pengetahuan dan keilmuan Islam di Patani maka kita tidak sekedar mengamati perkembangan tradisi pengetahuan Islam, tetapi penyebaran gerakan pembaharuan diwilayah Patani. Dengan datangnya para ulama ke wilayah Patani khususnya dan Nusantara umumnya dibuat sadar akan adanya perkembangan-perkembangan dalam gagasan Islam serta lembaga-lembaga keagamaan di wilayah Melayu-Nusantara.

Hal-hal tersebut di atas, mendasari penulis untuk lebih jauh mengetahui: PERANAN SYEIKH DAUD bin ABDULLAH AL-FATANI DALAM MEMAJUKAN INTELEKTUAL ISLAM DI PATANI. Adapun alasan dari pemilihan judul tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penulis ingin mengetahui silsilah keluarga dan nasab keguruan serta keadaan Islam sebelum hadirnya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani di Patani

2. Penulis ingin mengetahui peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di patani dan apakah beliau berperan secara langsung atau tidak sebagai ulama.


(15)

B. Permasalahan a) Identifikasi Masalah

Dengan latar belakang masalah di atas penulis mengidentifikasi permaslahannya ada dua hal yang perlu diungkapkan. Pertama, latar belakang kehidupan dan silsilah keluarganya, latar belakang pendidikan dan guru-gurunya, karya-karya yang telah beliau hasilkan dan keadaan Islam sebelum hadirnya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani.

Kedua peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai ulama yang memberikan nafas baru akan ilmu pengetahuan Islam. Karena sebelumnya keadaan Islam di Patani masih bercampur dengan sinkretisme. Selain itu wilayah Patani yang menjadi basis ilmu pengetahuan di wilayah Nusantara selain Aceh. Hal ini karena banyak munculnya pondok-pondok pesantren sebagai sarana pembelajaran Islam. Maka dari itu banyak pula ulama-ulama yang berasal dari Patani salah satunya adalah beliau. Karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari Patani hanya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani yang bisa menelurkan banyak karya sebagai buah dari ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Beliau juga yang meniupkan ruhul jihad kepada masyarakat Patani saat di jajah oleh Siam, beliau menuipkan ruhul jihad di setiap karya-karya yang di hasilkan sehingga bagi yang membaca dan mempelajarinya akan merasakan ruhul jihad yang ditanamkan oleh beliau. Mungkin beliaulah yang pertama kali menuipkan ruhul jihad dalam ilmu pengetahuannya dari sekian banyaknya jaringan ulama Nusantara yang ada.


(16)

b) Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini akan di batasi pada, peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di Patani dan karya-karya yang telah dihasilkan serta dampak perkembangan ilmu pengetahuan Islam setelah kehadiran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani.

c) Perumusan Masalah

Persoalan inti dalam skripsi ini adalan peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di Patani. adapun perumusannya adalah sebagai berikut:

1. Siapa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani?

2. Bagaimana keadaan intelektual islam sebelum Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani?

3. Apa saja peranan beliau dalam memajukan intelektual islam di Patani?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang kehidupan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dan latar belakang pendidikannya beserta karya-karya yang di hasilkan, peranan beliau dalam memajukan Intelektual Islam di Patani dan untuk membuktikan bahwa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai pelopor kemajuan intelektual Islam di Patani melalui sumber literatur.


(17)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Agar dapat memberikan wawasan kepada mahasiswa ataupun masyarakat umum tentang peranan Syekh Daud bin Abdullah al Fatani dalam memajukan intelektual Islam di wialayah Patani.

2. Dapat dijadikan bahan kajian dan memperkaya khazanah tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam memajukan intelektual Islam di wilayah Patani khususnya dan Nusantara umumnya.

D. Tinjauan Pustaka

Dengan penulisan skripsi ini merupakan bahasan yang masuk kedalam sejarah Perkembangan Ulama Islam di Asia Tenggara khususnya di wilayah Patani. Buku-buku yang dapat dijadikan sumber selain yang berasal dari Indonesia atau tulisan-tulisan yang dibuat oleh penulis Indonesia dapat juga di peroleh dari penulis asal Malaysia sebagai contoh Ibrahim Syukri H. Wan. Muh. Shaghir Abdullah, ataupun asli dari orang Patani itu sendiri sebagai contoh, Achmad Fathy Fatani. Kajian mengenai ulama-ulama Melayu-Nusantara memang banyak namun untuk wilayah Melayu-Patani masih sedikit. Sebagai contoh yang suka menulis tokoh ulama Nusantara adalah H. Wan. Shaghir Abdullah. Salah satu buku beliau yang menulis tentang Syekh daud bin Abdullah al Fatani adalah

―SYEKH DAUD bin ABDULLAH al FATANI: PENULIS ISLAM PRODUKTIF

ASIA TENGGARA, buku ini terbitan dari C.V Ramadhani. Buku ini juga bisa menjadi pengantar dalam menulis Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani, buku ini juga menjelaskan biografi beliau, pemikiran beliau tentang ilmu yang didapatnya selama belajar, silsilah keguruannya, serta karya beliau yang telah ditulisnya.


(18)

Setidaknya buku ini bisa memberikan gambaran tentang siapakah Syekh Daud bin Al-Fatani itu, peranan beliau dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam, serta karya-karya apa saja yang telah beliau hasilkan.

Buku ini menjelaskan tentang asal usul beliau dalam hubungan kekerabatannya, ilmu pengetahuan yang beliau dapati serta dengan siapa beliau mempelajari ilmu-ilmu tersebut, karya-karya yang beliau hasilkan, serta pandagan beliau terhadap ilmu pengetahuannya. Buku ini juga menjelaskan sesuai dengan tulisan yang saya tulis yaitu “Peranan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani

Dalam Memajukan Intelektual Islam Di Patani”. Dalam buku ini menjelaskan mengapa Syekh Daud bin Abdullah al-fatani mendapatkan sebuah gelar ulama besar dari wilayah Patani. Selain itu juga memberikan penjelasan tentang berita-berita yang menjadi perdebatan kapankah beliau itu wafat dan apakah beliau mempunyai istri dan keturunannya, juga menjelaskan tentang kepada siapa-siapa beliau belajar hingga dapat memberikan pengaruh dan pembaharuan dalam jarigan ulama Melayu-Nusantara6. Dalam bukunya Azyumardi Azra yang berjudul

Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (edisirevisi). Menjelaskan proses perkembangan ulama-ulama di wilayah Melayu-Nusantara yang di mulai dengan siapa, masa perkembangan dan puncak kejayaan ulama Nusantara. Namun buku ini memberikan sedikit masukan tentang pada abad keberapakah masa perkembangan dan puncak dari ulama Nusantara, dan pada abad berapakah Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani itu berada. Sangat sedikit sumber yang menjelaskan pada masa siapakah Syekh Daud bin Abdullah

6

Menurut saya buku ini cukup mumpuni untuk menjelaskan tentang Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dakam perjalanan hidup beliau. Namun kekurangan buku ini terletak pada tidak


(19)

al-Fatani itu berada. Penulis sudah mencoba mencari di buku Patani Dalam Tamadun Melayu karya Moh. Zamberi A Malek7, namun tidak membahas tentang

masa-masa beliau berada begitu pula dengan karya Ahmad Fathy al Fatani yang berjudul Pengantar Sejarah Patani penulis juga tidak menemukan pada masa siapakah beliau berada. Tapi jika dilihat dari tahun hidup sampai wafat, beliau berada pada masa Patani di pegang oleh ratu-ratu. Sedangkan buku yang berjudul Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani: Satu Analisis Peranan dan Sumbangannya Terhadap Khazanah Islam di Nusantara yang di tulis oleh Engku Ibrahim Ismali berisi tentang hubungan yang terjalain antaran Patani dengan Timur Tengah dan Patani dengan Kelantan, buku ini tak jauh berbeda dengan buku-buku yang pernah membahas Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani yakni berisi tentang latar belakang kehidupan, latar belakang pendidikan, karya-karya yang dihasilkan. Namun yang menarik dalam buku ini adalah adanya pohon silsilah yang pertalian nasabnya sampai kepada Rasulullah SAW dan penjelasan karya yang berisi tahun terbit dan penerbit yang menerbitkan karya-karya beliau.

E. Kerangka Teori

Seperti permasalahan di atas peranan adalah kata kunci dalam penulisan skripsi ini. Dengan demikian penulis menggunakan teori peran serta sebagai landasan kerangka teori untuk menjawab permasalahan di atas. Menurut kozier barbara8, peran adalah seperangkat tingkah laku yang di harapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam suatu system. Maka dapat

7

Karena buku ini lebih banyak menjelaskan asal usul Patani, raja-raja yang memerintah Patani dan hubungannya dengan kesultanan Kelantan

8

Kozier Barbara, Peran dan mobilitas kondisi masyarakat (Jakarta: Gunung Agung,


(20)

di simpulkan bahwa teori peran adalah sudut pandang dalam kehidupan bermasyarakat sebagai bentuk dari perilaku yang di harapakan seseorang pada situasi sosial tertentu (contoh ibu, dosen, anak murid).

Dalam teori ini, sebenarnya sudah ada skrip atau skenario yang di susun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimananya setiap peran di dalam

masyarakat tersebut. Dalam skrip atau skenario sudah ―tertulis‖ seorang ulama

harus bagaimana, seorang presiden harus bagaimana dan begitu seretrusnya sesuai dengan peran yang kita terima dan kita jalankan. Maka dalam permasalahan di atas peran dapat diartikan dengan keikutsertaan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai ulama dalam memajukan intelektual islam di Patani.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan

Adapun metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah metode pendekatan sejarah – sosial - intelektual dengan penjelasan yang bersifat deskriptif-analitis.

Sejarah sebagaimana ilmu sosial, mempunyai penceritaan (description) dan penjelasan (explanation). Dalam penceritaannya, sejarah bersifat menuturkan gejala tunggal, sedangkan ilmu sosial menarik hukum umum9. Di lain pihak, ilmu

sosial ilmu sosial memperhatikan secara mendasar kejadian-kejadian sosial dengan mendasarkan pada data-data seperti sejarah untuk informasinya10. Hal ini

berarti dalam korelasi sejarah dengan ilmu sosial adalah bahwa ilmu sosial

9

Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation) (Yogyakarta: Tiara Kencana,

2008), h. 7,117-118.

10

M. Hotman Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi (Jakarta: Penerbit


(21)

merupakan ilmu yang menjelaskan hukum-hukum atau teori-teori penceritaan sejarah.

Selain itu, kajian penelitian ini lebih menekankan kepada sejarah biografi, dimana fokus utama dari penulisan sejarah biografi adalah menangkap dan menguraikan jalan hidup seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan sosial-historis yang mengitarinya. Bagaimana subyek yang diteliti mengatasi berbagai hambatan, baik itu hambatan sosial, ekonomi, kultural ataupun psikologis yang mengitari dirinya. Apa yang dicita-citakan, apa yang dilakukan dan bagaimana dia melakukannya serta sampai dimana sukses yang bisa dicapai, bagi dirinya dan perjuangannya11

Sedangkan pemahaman keintelektualan sebagai metode pendekatan penelitian sejarah menyangkut kepada semua fakta yang berasal dari apa yang dihasilkan oleh pemikiran manusia12. Semua fakta itu merupakan ekspresi dari

mental seseorang yang berupa ide, gagasan, kepercayaan, dan sebagainya yang bisa menggerakkan fakta sejarah lainnya13.

2. Metodologi pengumpulan data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode library research, penulis mencari buku-buku yang berkaitan dengan judul. Sumber-sumber tertulis tersebut ditemukan di Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaaan Nasional RI, Perpustakaan FIB UI, perpustakaan pribadi milik Drs. Tati Hartimah (Dosen SPI),

11

Taufik Abdullah, ―Manusia dalam Kemelut Sejarah, Sebuah Pengantar‖, Taufik

Abdullah dkk, ed., Manusia dalam Kemelut Sejarah, ( Jakarta, LP3ES, 1983), cet-4, h. 10.

12

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 178.

13


(22)

perpustakaan pribadi milik Drs. Saidun Derani (Dosen SKI), buku pribadi milik Dida Nuraida. S.Hum (Alumni SKI), Perpustakaan Iman Jama Lebak Bulus, dosen dari Prince of Songkhla University Prof. Dr. Nik Abdul Rakib bin Nik Hasan, buku-buku dari perpustakaan-perpustakaan, penulis juga mendownlod artikel dari Internet. Adapun sumber-sumber sebagai berikut:

3. Jenis dan sumber

Sumber-sumber yang saya pakai dalam penulisan ini adalah berupa buku,artikel, dan naskah yang ditulis oleh Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai buah hasil dari keilmuannya, serta dari beberapa artikel yang saya cari di internet. Penulis menemukan kesulitan dalam menemukan sumber primer yang terkait tentang karya-karya beliau maka penulis hanya mampu menemukan sumber sekunder yang menuliskan tentang beliau. Berkut sumber-sumber sekunder yang menuliskan tentang beliau

 Sumber Sekunder

1. Shaghir, Abdullah. Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia Tenggara. Solo: Ramadhani, 1987.

2. Binci, Arifin dkk. Patani Darussalam. Yala: Center Of Southern Thai Islamic Culture. 2000.

3. Fatani, Ahmad Fathy. Pengantar Sejarah Patani. Kedah: Pustaka Darussalam. 1994.

4. Syukri, Ibrahim. Sejarah Kerajaan Melayu Patani. Malaysia: UKM. 2002.


(23)

6. Bashah, Abdul Salim. Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam Patani Besar (Patani, kelantan dan Trengganu). Cet I. )Kelantan: Pustaka Reka, 1994).

7. Shaghir, Abdullah. Penyebaran Islam dan Silsilah Ulama Sejagat Dunia Melayu. Kuala Lumpur: Pusat Penyelidikan dan Penyebaran Kazanah Islam Kalsik dan Dunia Modern, 1999.

8. Al-Habib Alwi bin Thahir al-Hadad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2001).

9. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (edisirevisi). (Jakarta: Prenada Media, 2004).

10. Kettani, Ali M. Minoritas muslim di dunia dewasa ini. Terj, Zarkowi Soejoeti. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005).

11. Asia Tenggara Konsentrasi Baru kebangkitan Islam. Ed. Moeflich Hasbullah. Cet ke-I (Fokusmedia, 2003).

4. Langkah penelitian

Sedangkam proses penulisan proposal skripsi ini penulis membagi menjadi empat tahapan:

 Heruistik

Heruistik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berhasil-tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber. Bedasarkan bentuk penyajiannya sumber-sumber sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah/jurnal, surat kabar, dan lain-lain. Berdasarkan sifatnya sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber


(24)

sekunder. Sumber primer adalah sumber yang pembuatannya tidak jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Peneliti harus mengetahui benar, mana sumber primer dan mana sekunder. Dalam pencarian sumber sejarah, sumber primer harus ditemukan, karena penulisan sejarah ilmiah tidak cukup hanya menggunakan sumber sekunder.

Agar pencanrian sumber berlangsung secara efektif, dua unsur penunjang heruistik harus diperhatikan.

a) Pencarian sumber harus berpedoman pada bibliografi kerja dan kerangka tulisan. Dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan yeng tersirat dalam kerangka tulisan (bab dan subbab), peneliti akan mengetahui sumber-sumber yang belum ditemukan.

b) Dalam mencari sumber di perpustakaan, peneliti wajib memahami sistem katalog perpustakaan.

 Kritik Sumber

Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilan melalui kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern menilai, apakan sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan? Apakah sumber itu asli, turunan atau palsu? Dengan kata lain, kritik ekstern menilai keakuratan sumber. Kritik intern menilai kredibilitas data dalam sumber tersebut.


(25)

Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas, agar memudahkan mengklasifikasikannya bedasarkan kerangka tulisan.

 Intepretasi (analisa)

Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan intepretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap objektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subjektif, harus subjektif rasional, tidak subjektif emosional. Rekontruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.

 Laporan

Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal tersebut merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu.

Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah umumnya.

a) Bahasa yang digunakan harus bahasa yang baik dan benar menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Karya ilmiah dituntut untuk menggunakan kalimat efektif.

b) Memperhatikan konsistensi, antara lain dalam penempatan tanda baca, penggunaan istilah dan penunjukan sumber.


(26)

c) Istilah dan kata-kata tertentu harus digunakan sesuai dengan konteks permasalahannya.

d) Format penulisan harus sesuai dengan kaidah atau pedoman yang berlaku termasuk format penulisan bibliografi/daftar pustaka/ daftar sumber.

Kaidah-kaidah tersebut harus benar-benar dipahami dan diterapkan, karena kualitas karya ilmiah bukan hanya terletak pada masalah yang dibahas tetapi ditunujkan pula oleh format penyajiannya. Adapun teknik penulisan skripsi ini disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis dan Disertasi14 yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

Penulis akan membagi penulisan skripsi dalam lima bab, adapun bagian-bagian dari bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN

Adalah Latar belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasaan Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab II MENGENAL BIOGRAFI SINGKAT SYEIKH DAUD bin

ABDULLAH al-FATANI

14


(27)

Mengenal biografi singkat Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani yang meliputi: latar belakang kehidupan, latar belakang pendidikan.

Bab III KEADAAN ISLAM SEBELUM SYEIKH DAUD BIN

ABDULLAH al-FATANI

Berisi tentang kondisi atau keadaan Islam di Patani sebelum Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani

Bab IV KEGIATAN INTELEKTUAL SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH al-FATANI

adalah kegiatan intelektual atau peranan Daud bin Abdullah Al-Fatani sebagai Ulama yang meliputi pemikiran terhadap ilmu pengetahuan dan karya-karyanya.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

berisi tentang masukan, kesimpulan penelitian serta saran-saran untuk penelitian lanjutan.


(28)

BAB II

MENGENAL BIOGRAFI SINGKAT SYEIKH DAUD bin ABDULLAH Al-FATANI

A.Latar Belakang Kehidupan

Nama lengkapnya adalah Al-alim Allamah Al-arif Ar-rabbani Syeikh Wan Daud bin Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris Al-Fatani15. Ibunya bernama

Wan Fatimah, merupakan anak dari Wan Salamah binti Tok Banda Wan Su Bin Tok Kaya Rakna Diraja bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datuk Jambu (Sultan abdul Hamid Syah) bin Sultan Muzzafar Waliullah bin Sultan Abu abdullah Umadatuddin (Wan Abu atau Wan Bo Teri-teri atau Maulana Israil Raja Champa 1471 M16. Ayahnya bernama Syeikh Abdullah bin

Syeikh Wan Idris bin Tok Wan Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela17.

Faqih Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datok Jambu (Sultan Abdul hamid) bin Sultan Muzzafar Syah Waliullah, merupakan saudara kandung dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Beliau juga bersaudara dengan Sultan Babullah (Sultan Ternate) dimana ayah dari sultan Muzzafar Syah Waliulllah, Sultan Babullah dan Syarif Hidayatullah adalah Sultan Abdullah Umadatuddin. Kakek mereka bertiga ialah Sayyid Ali bin Sayyid NurAlam bin Maulana Syeikh Jamaluddin Al-Akbari Al-Husayni (Sulawesi) bin Sayyid Ahmad Syah (India) bin

15

Gelar tersebut di dapat karena lamanya beliau menuntut ilmu agama

16

Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan

Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. Cet 1 (Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 21.

17

Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia


(29)

Sayyid Abdull Malik Abdul Muluk (India) bin Sayyid Alwi (Hadramaut) bin Sayyid Muhammad Sahib Mirbat bin Asyyid Al-Khali Qasam (Hadramaut) Imam Isa Naqib (Basrah) bin Muhammad Naqib (Basrah) bin Imam Ali Uraidi

(Madinah) bin Ja’far Sadiq bin Imam Muhammad Baqir bin Imam Baqir bin

Imam Ali Zayn Al-Abidin bin Imam Husein bin Ali, dari Ibunda Sayidah Fatimah Az-Zahrah binti Muhammad SAW18.

Dengan sebagian penjelasan nasabnya tersebut maka Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani memiliki pertalian darah dengan Rasulullah SAW baik dari pihak Ayah maupun dari pihak Ibu. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani lahir di kampung Parit Marhum dekat Keresik di Patani pada Tahun 1133 H atau 1721 M19. Keresik adalah sebuah daerah yang terletak di pesisir pantai. Pada zaman

kebesaran patani Keresik menjadi bandar pelabuhan yang disinggahi para saudagar-saudagar yang berasal dari tanah Arab. Keresik juga merupakan ibu kota kerajaan Islam Patani. Ustadz Wan Shaghir Abdullah menuturkan, ketika mendengar kata Keresik dan keturunan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani, beliau menyatakan.

“Keresik adalah suatu pelabuhan yang sekaligus menjadi satu dengan bandar Patani sekarang. Dikatakan bahwa dimasa dahulu Keresik adalah sebagai ibu kota kerajaan Islam Patani yang terkenal itu. Bahwa kemungkinan dari Keresik Patani tempat pertama di injak oleh Maulana Malik Ibrahim yang sempat tinggal dan mengajar sebelum akhirnya meneruskan perjalan demi menyebarkan Islam ke Jawa Timur, sehingga beliau dimakamkan di geresik (perhatikan hanya berbeda satu huruf awal saja yaitu di Patani bernama “Keresik” sedangkan di Jawa Timur dinamakan “Geresik”). Maulana Malik Ibrahim adalah silsilah keturunan dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani bertemu pada Syeikh

18

Lihat lampiran susurgalur

19

Terdapat beberapa pendapat tentang tahun kelahiran beliau yaitu tahun 1153 H atau 1740 M, 1183H atau 1769 M


(30)

Jamaluddin al-Akbari al-Husayni. Silsilah Maulana Malik Ibrahim ialah ayahnya bernama Barakat Zainul Alam bin Syeikh Jamaluddin Akbari al-Husayni. Tidaklah dapat dinafikan pertalian da‟wah Islam Syeikh Daud bin Abdulllah al-Fatani dengan, para Wali di Jawa lainnya, karena masih satu puncak kekeluargaan yang besar dan luas”.

Kemudian Ustadz Wan Shaghir Abdullah menyatakan kembali.

“Di Patani ada tempat bernama „Teluban‟ sedangkan di Jawa ada tempat

bernama „Tuban‟ (hanya dihilangkan huruf „E‟ dan „L‟ saja). Di malaysia ada tempat bernama „Kelantan‟, dekat Patani, di Jawa ada pula daerah „Klaten‟. Orang-orang Patani menyebut Kelantan adalah „Klate‟ hampir sama sebutan untuk kedua daerah tersebut”.

Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani adalah anak pertama dari lima bersaudara adik-adiknya Syeikh Wan Abdul Qadir, Syeikh Wan Abdul Rasyid, Syeikh Wan Idris dan seorang wanita bernama Siti Khadijah binti Abdullah Al-Fatani. Beliau merupakan seorang putra yang cerdas dan pandai dibandingkan dengan teman-teman sepermainannya pasa masa kecilnya. Memiliki akhlak yang baik kepandaiannya bisa dikatakan luar biasa. Saat Syeikh Daud bin Abdullah membaca dan hanya sekali mendengarkan langsung hafal, dan tak perlu susah payah untuk mengahafal seperti kebanyakan orang-orang yang sedang belajar. Dari ke lima bersaudara beliaulah yang paling alim, bahkan dalam keluarga besar beliau belum ada yang sealim dirinya. Bahkan ada sebuah riwayat yang disampaikan oleh seorang nenek yang mengatakan

“sewaktu Syeikh Daud bin Abdullah Al-fatani masih kecil, pernah datang seorang Ulama yang berasal dari Yaman ke Keresik. Ketika anak-anak sedang bermain dan Syeikh Daud bin Abdullah Al-fatani juga bersama anak-anak lainnya Ulama besar ahli sufi tersebut asik memperhatikan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani sedangkan anak-anak lainnya tak menjadi perhatian Ulama tersebut. Kemudain ulam tersebut datang menghampiri Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dan di usap-usaplah kepalah Syeikh Daud bin abdullah Al-Fatani dan Ulama itupun mendoakannya. Banyak orang-orang yang melihat menjadi heran


(31)

mengapa Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani saja yang menarik perhatian Ulama tersebut. Lalu Ulama tersebut menjelaskan : „mudah -mudahan di Takdirkan Allah anak ini menjadi bintang berkilauan, bulan purnama, matahari bersinar dan Ulama teragung di tanah Jawi”.

Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani wafat di Thaif pada tahun1265 H atau 1850 M dan berumur +/- 80 tahun. Dari Nik Tikat Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani wafat pada tahun 1263 H atau 1847 M, namun tak bisa dipastikan dengan pasti kapan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani wafat. Dibutuhkan penelitian lanjutan dari penelitan sebelumnya. jenazah Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dikebumikan bersebelahan dengan Abdullah Ibn Abbas (Thaif) kemudian oleh Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Fatani (Syeikh Nik Mat Kecik) dipindahkan dari Thaif ke Mekkah karena Syeikh Nik Mat Kecik ini mengetahui bahwa wahabi akan datang dan menghancurkan kuburan-kuburan keramat termasuk makam Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani yang di anggap keramat oleh penduduk setempat.

B.Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan awal tentang kelslaman di dapat dari ayah dan kakeknya yang merupakan Ulama terkenal di daerahnya. Ayah dan kakeknya sangat displin dalam menjaga dan mendidik beliau sejak kecil. Ditambah tradisi di Patani di waktu itu senantiasa menanamkan dan memperkenalkan Islam sejak masik kanak-kanak. Pada sekitar umur lima sampai tujuh tahun dipaksakan supaya mengenal pengetahuan tentang Allah (Ilmu tauhid). Apabila telah hafal dan tidak lupa lagi maka akan di tambah pelajaran lagi seperti nahwu dan sharaf. Semua system pendidikan tradisional di Patani telah beliau lalui. Beliau termasuk anak yang pandai dan istimewa pada masanya. Selain itu beliau juga mempelajari Islam di


(32)

pondok di daerah Keresik selama lima tahun. Karena Keresik merupakan tempat tumpuan pembelajaran Islam setempat dan luar daerah untuk memperdalam usaha dakwah Islamiah, dan membincangkan tentang hukum-hukum Islam. Ketika itu banyak Ulama. dari Timur Tengah, terutama dari Yaman yang mengajar di Patani. Beranjak remaja kecintaanya pada ilmu pengetahuan serta rasa tanggung jawab untuk belajar semakin tertanam dibenak beliau. Hampir semua orang alim yang berada di wilayah Patani pernah beliau kunjungi. Guru beliau yang terkenal ketika masih belajar di Patani adalah Syeikh Abdurrahman Pauh Bok Al-Fatani.

Setelah itu beliau menyambung keilmuannya di Aceh, Sumatra Utara selama dua tahun karena pada waktu itu ada hubungan yang erat antara Patani dengan Aceh sebagai pusat pembelajaran Islam Melayu-Nusantara sebelum mereka melanjutkan pembelajaran di Mekkah. Di Aceh beliau belajar kepada Muahammad Zayn bin Faqih Jalal Al-Din al-Asyi20. Muhammad Zayn Al-Asyi

adalah seorang Ualam terkemuka di Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Mahmud Syah (1174-95/1760-81)21. Penjahan Siam terhadap

Patani mendesak beliau melanjutkan pembelajarannya ke Mekkah selama tiga puluh tahun dan di Madinah selama lima tahun22 lamanya. Sesampainya di

Mekkah beliau segera bergabung dengan kalangan murid Jawiyang telah ada di sana. Di antaranya adalah Muhammad Shalih bin Abdul Ar-Rahman Al-Fatani, Ali bin Ishaq Fatani, Palimbani, Muhammad Arsyad bin Abdullah

20

Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia

Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 32.

21

A. Hasjmi, pendidikan Islam di Aceh dalam Perjalanan Sejarah (Sinar Darussalam), h.

32.

22

H.W. Muhd. Shaghir Abdullah, Syeikh Abash Shamad al-Palimbani (Al-Fathanah,

1983), h. 5-6, Syeikh Muhd Arsyad al-Banjari ( Al-Fathanah , 1983), h. 13, Syeikh Ismail


(33)

Banjari, Abdul Al-Wahhab Al-Bugisi, Abdul Ar-Rahman Al-Batawi dan Muhammad Al-Nafis. Di antara murid-murid itu, beliau yang paling muda sehingga mereka-mereka di jadikan guru oleh beliau untuk membantunya belajar ketika dengan guru non-Melayu. Beliau, Al-Palimbani, Muhammad Arsyad, Abdul Rahman Al-Batawi, dan Abdul Al-Wahhab Al-Bugisi, mendapatkan pelajaran langsung dengan Al-Sammani. Di antara ulama Patani yang telah dii'itiraf dan diperbolehkan mengajar di Masjidii Haram antara lain ialah Syeikh Muhammad Shaleh bin Abdur Rahman Al-Fatani. Syeikh Muhammad Shaleh adalah seorang tokoh ahli Sya'riat dan Haqiqat yang lebih banyak terjun ke dunia kesufiaan.

Beliau juga di riwayatkan belajar dengan Isa bin Ahmad Al-Barawi (w. 1182H/1768M)23, tujuh tahun sebelum beliau belajar kepada Al-Sammani (w.

1189H/1775M). Dengan demikian, ketika beliau belajar kepada Al-Barawi, mungkin pada masa-masa akhir kehidupannya, sedangkan Al-Sammani berada pada masa puncak dari karirnya. Karena banyak di antara murid Melayu-Nusantara telah belajar dengan Al-Sammani, maka dengan mendapat berita seperti itu beliau bergegas bergabung dengan mereka yang terlebih dahulu berguru dengan Al-Sammani. Kepada Al-Barrawi beliau mendapatkan ilmu tentang Ushuludin, al-Barrawi sendiri mempunyai keahlian khusus dalam hadist-hadist hukum Islam dan dalam terhadap telaah komparatif atas mahzab-mahzab hukum Islam. Al-Barrawi menerima hadist melalui isnad-isnad yang mencakup seperti Abdullah Al-Bashri, Alaudin Al-Babili, Syams Al-Din Al-Ramli, dan Zakarya Al-Anshari.

23

Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia


(34)

Di samping belajar dengan Al-Barrawi dan Al-Sammani beliau melanjutkan pembelajarannya dengan Al-Syarqawi, Syeikh Al-Azhar, dan Muhammad Nafis. Al-Syarqawi adalah pakar dari ilmu-ilmu hadist, syariat, kalam, dan tasawuf maka beliau mendapatkan pembelajaran seperti itu. Guru beliau berikutnya setelah Al-Syarqawi adalah Al-Syanwani (W.12J3H/1818M) Syarwani merupakan Rektor Universitas Azhar setelah meninggalnya Al-Syarqawi. Dalam pembelajarannya Al-Syanwani belajar kepada beberapa ulama Mesir yaitu Ahmad Damanhuri, Barrawi, Syarqawi, dan Murtadha Al-Zabidi. Al-Syanwani adalah pakar dalam ilmu-ilmu hadist, fiqh, tafsir, dan kalam. Dari Al-Syanwani beliau menambah pengetahuannya dalam bidang fiqh dan kalam. Selain dari guru-guru yang telah tersebut di atas beliau juga berguru kepada Muhammad As'ad, Alimad Al-Marzuqi, dan Ibrahim Al-Ra'is al-Zamzami Al-Makki24. Mereka juga adalah guru dari Al-Palimbani. Dari Ibrahim Al-Ra'is

beliau mendapat pelbagai disiplin ilmu dan pembelajaran tentang tarekat Syadziliyah. Ibrahim Al-Ra'is mendapatkan tarekat itu dari Shalih Al-Fullani, yang mendapatkan dari gurunya Ibn Sina25.

Selanjutnya Muhammad As'ad dimungkinkan bernama Muhammad As'ad Al-Hanafi Al-Makki, seroang muhaddis yang memiliki sebuah Isnad hadis yang diketahui ke belakang hingga Abdullah Al-Bashri. Beliau tidak mengambil Isnad dari Muhammad As'ad itu sendiri melainkan mengambil tarekat Syatariyah. Kemudian beliau mempelajari tentang tarekat Samaniyah oleh Syeikh Ali bin

24

Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia

Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 34-35 dan39.

25

Lihat, silsilah tarekat Syadziliyah Fatani dalam Abdullah, h.41. tentang Shalih al-Fullani dan Ibn Sina.


(35)

Ishaq Al-Fatani. Namun riwayat lain menyebutkan bahwa beliau belajar langsung kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Karim Samman Al-Madani pelopor tarekat Samaniyah. Berikut tentang silsilah guru beliau mengenai tarekat Syatariyah dan Samaniyah yang di pelajarinya26. Sebagai Ulama yang memiliki banyak guru dan

pelbagai ilmu pengatahuan yang di dapati pasti ada karya-karya yang di ciptakan sebagai aplikasi dari ilmu yang di dapat oleh beliau. Ada sekitar kurang lebih 66 karya27 yang pemah di tulis beliau baik dengan bahasa Arab ataupun Melayu.

Semua karya-karya yang beliau tulis jarak waktunya sangat berdekatan. Hal tersebut membuktikan betapa besarnya dedikasi beliau terhadap penulisan tentang Islami. Semua itu sebagai wujud rasa tanggung jawab beliau untuk menyebar luaskan ilmu pengetahuan. Semua karyanya beliau merupakan intisari dari hasil-hasil pemikiran beliau. Dalam penuliasan beliau tidak menulisnya dengan sendiri namun di Bantu para murid-muridnya. Beliau hanya menceritakan semua apa yang ingin di tulis lalu muridnya itu menyalin setiap perkataan beliau dengan baik, setelah itu di koreksi jika ada sedikit kesalahan dalam penulisan.

Karya-karya beliau sangat popular di daerah Arab umumnya dan Melayu khususnya. Setengahnya menjadi kitab-kitab rujukan sampai sekarang-sekarang ini di wilayah Arab dan Melayu, diantaranya adalah kitab Ad-Durrus Stamiin, Minhajul Abidin, Munyatul Mustalli, dan lain-lain. Dalam karya beliau mengenai fiqh juga menjadi buku teks di beberapa pondok-pondok, dan setengahnya masih di pakai sampai sekarang seperti furuu'ul Masa'il yang mendetail isinya, Fathul Mannan, juga sebuah kitab hukum Islam yang popular yakni Bughyatul Thullab.

26

Lihat lampiran silsilah tarekat

27


(36)

Munyatul Mushalli yang membicarakan tentang shalat bukan hanya dari segi hukum sah dan batalnya tetapi dari segi kekayaan rohanian yang banyak diinspirasikan oleh tasawuf. Kemudian kemudian Sullamul Mubtadi, lidhaahul Baab tentang perkawinan dan kitab Ghanyatut Taqriin tentang Al-Fara'id.


(37)

BAB III

KEADAAN ISLAM SEBELUM SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL-FATANI

A. Perkembangan Islam di Patani Sebelum Daud bin Abdullah Bin Al-Fatani

Untuk bagaimana Islam masuk di Patani tidak perlu di jelaskan kembali karena sudah ada sumber-sumber lain yang membahasnya. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani juga bukan ulama pertama yang melakukan pengajaran Islam didaerah Patani. Banyak ulama-ulama terdahulu yang telah memberikan pengajaran Islam di daerah Patani salah satunya adalah keluarga dari Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani itu sendiri. Kedatangan Islam sudah ada dan bersiar pada masa pemerintahan kerajaan Sukothai di abad ke tiga belas, yang terjalin dari hubungan dagang dengan saudagar muslim. Kemudian muncul kerajaan Ayutthaya sebabagi pengganti kerajaan Sukothai yang runtuh pada abad ke empat belas, yang pada saat itu Islam telah memiliki kekuatan politik. Kemudian banyak para muslim tersebut di angkat oleh Raja untuk di jadikan perdana menteri dan pejabat penting di kerajaannya. Peran orang-orang muslim sebagai menteri, pejabat tinggi dan saudagar yang dekat dengan Raja menjadikan mereka kelompok yang berpengaruh di istana28.

Islam mungkin saja sudah menyebar secara luas tak hanya di kalangan istana saja namun sudah ke pelosok-pelosok daerah baik di pesisir pantai atau dalam pedesaan. Dalam kegiatan keagamaannya bercampur dengan keagamaan

28

Ibnu Muhammad Ibrahim, The Ship of Sulaiman ter. John O’Kane (London: Routledge

and keagen Paul, 1972), h. 94-97. Ikhtisar tentang peran Muslim periode ini, lihat Omar Farouk

Shaeik Ahmad, Muslim in the Kingdom Ayutthaya (JEBAT: Journal of the History Departement


(38)

terdahulu yang sinkretisme. Praktek magis (permohonan) di antara rakyat desa adalah hal yang berbeda dari agama, yang merupakan Islam ortodoks. Kata Magi sendiri di definisikan sebagai ―agama rakyat Melayu‖ hidup di antara orang-orang Melayu, baik yang berkuasa ataupun yang dikuasai. Sebagai contoh pentingnya kegiatan magi sendiri bagi kalangan kerajaan adalah keyakinan kuat terhadap upacara tabal pusaka (atau secara bahasa, pelantikan leluhur) yang dilakukan pada sore hari hingga tengah malam. Kemudian harinya dilakukan tabal adat (yang bisa disebut sebagai pengukuhan) yang di laksanakan pada hari upacara pelantikan suatu penguasa. Tentu saja kedua acara tersebut dilaksanakan dengan

cara Islam, misalnya dengan pembacaan do’a dalam bahasa Arab. Magi sendiri

terbagi dalam pelbagai macam bentuk seperti kegiatan ekonomi ( menanam padi, menangkap ikan-nelayan melakukan upacara tahunan yang disebut basemah, yang merupakan bentuk sesajian untuk terhindar dari ruh-ruh jahat), kontruksi bangunan (bangunan rumah atau sebagainya), siklus hidup manusia (kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan kematian), pengobatan tradisional, hiburan (permainan bayang-bayang. Nyabung ayam, adu kerbau), ramal-ramalan (membaca tanda-tanda dari dunia ruh), kehidupan pribadi (memikat lawan jenis), dan hubungan antar pribadi lainnya ( magi cinta atau black magic).

Selain hal di atas tersebut masyarakat memiliki kepercayaan terhadap sesuatu yang keramat. Kata ‗keramat’ sendiri bisa diartikan sebagai ‗hal yang

sakral’. Baik berbentuk benda mati atau benda hidup lainnya. Bebebrapa contoh

keramat adalah batuan karang yang berbentuk aneh, pohon-pohon besar yang tua umurnya dan sudah tidak utuh lagi bentuknya, kuburan yang ditemukan di tengah hutan, hewan-hewan yang berbentuk aneh (hewan albino, berkaki ganjil, dsb), dan


(39)

terutama sesepuh pendiri desa yang memiliki pengetahuan lebih soal agama29.

Aspek-aspek budaya dan keagamaan kehidupan daerah Patani sebelum kemunculan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani adalah gabungan dari dua tradisi pra-Islam dan Islam yang datang dari Timur Tengah, walaupun masyarakat Patani sudah memeluk Islam sejak abad 15 yang lalu.

Selain di kalangan masyarakat Patani, kegiatan atau praktek magis masih di jalankan oleh raja-raja di kerajaan Patani. Mungkin karena pengaruh Buddha-Mahayana yang begitu kuat dan turun temurun di dalam istana sehingga ke dua ajaran tersebut bercampur aduk menjadi sebuah agama sinkretisme. Ahli-ahli sejarah terdahulu berpendapat bahwasannya raja Patani sebelum Sultan Ismail Syah30 adalah raja-raja yang belum memeluk Islam walaupun agama Islam sudah

ada dan mulai berkembang. Seperti contohnya pada tahun 1412 (pada masa Phya Tu Kurub Mahajana) ada seorang dari ulama Patani yang pergi ke Pulau Buton dan menyebarkan Islam. Raja setempat yang bernama Mulaesi-Gola menyambutnya dengan baik. Kemudian datang seorang Syeikh yang bernama Syeikh Said Barsisa seorang bomoh atau tabib yang berasal dari Pasai pada tahun 1457 barulah raja di kerajaan Patani memeluk Islam. Raja pertama kali memeluk Islam adalah Phya Tu Nakpa keturunan dari Sultan Sulaiman Syah yang memerintah di negeri Langkasuka (Wurawari). Sebagai bentuk rasa syukurnya karena telah memeluk Islam dan sebagi bentuk rasa tanggjung jawab untuk mensyiarkan Islam maka Sultan Ismail Syah mendirikan sebuah masjid yang di beri nama Masjid Kerisek yang berasiterktur masjid-masjid di Asia Barat.

29

, Saifull Mujani, ed., Pembagunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara terj, Saiful

Mujani dan Abduh Hisyam. Cet I. (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1993), h. 170.

30

Nama aslinya adalah Phya Tu Nakpa. Kemudian setelah masuk Islam di ganti menjadi Sultan Ismail Zilullah fil-Alam atau yang di kenal Sultan Ismail Syah


(40)

Setelah kewafatan Sultan Ismail Syah kemudian takhta kerajaan di berikan kepada cucu dari saudaranya yang bernaman Phya Tu Intira yang merupakan cucu dari Sultan Muhammad Tohir, Raja Ligor yang menikah dengan Dewi Cahaya.

Dalam ‗Sejarah Kerajaan Melayu Patani’ disebutkan bahwa Syeikh Saifuddin

yang mengajarkan Islam dan mengIslamkan raja Phya Tu Intira (Raja Indra) yang memerintah di Pada kurun waktu 1500 M-1532 M, kemudian setelah memeluk agama Islam namanya berubah menjadi Sultan Muhammad Syah. Sebagai balas jasa karena mengajarkan Islam kepada dirinya maka Sultan Muhammad Syah mengangkat Syeikh Safiuddin sebagai pembesar istana (mengajarkan hukum-hukum Islam di kalangan Istana) serta dianugrahi gelar Dato Seri Raja Pakeh.

Dikatakan bahwa para raja-raja Patani hanya meninggalkan makan babi dan tidak menyembah berhala tetapi masih memakai tradisi terdahulu dalam segala hal, seperti masih mempercayai ramalan dukun, jika ada yang meninggal hendaknya jangan melakukan kegiatan yang menimbulkan kegaduhan (menumbuk, bernyanyi, menari) karena akan menganggu yang sudah mati dan penuh dengan amalan-amalan khufarat dan bid’ah. Dalam buku hikayat Patani (hlm 74)31 menyebut, „adapun raja itu sungguh pun ia membawa agama Islam, yang menyembah berhala dan makan babi itu juga yang di tinggalkan; lain daripada itu segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya‟. Pada masa pemerintahan Sultan Muzzafar Syah (1532 M-1565 M) amalan-amalan tersebut masih tetap berjalan. Sultan Mansur Syah membuat batu nisan yang terbuat dari emas untuk putrinya yang meninggal dunia saat masih berumur 5 tahun dan selama 40 hari orang-orang tidak diperbolehkan menumbuk, konon akan

31

Bashah Abdul Halim, Raja campa Dinasti Jembal dalam Patani Besar (Kelantan:


(41)

terganggu ruh anaknyan yang meninggal itu. Kemudian seorang ahli ramal nasib yang bernama Along In menjadi seorang pengasuh anak dari Raja Bahadur dan menjadi ahli ramal nasib di istana. Raja Mas cayam (keturunan raja Kelantan) telah mengasingkan anak angkat dari Long Yunus (pendiri keluarga Kerajaan Kelantan Modern) yang selama 15 tahun di asuh olehnya namun menurut ramalan ahli rama akan membawa kesialan dalam pemerintahannya, maka dari itu di asingkanlah anak angkatnya itu.

Islam pada masa sebelum Daud bin Abdullah Al-Fatani dikatakan masih Islam secara agamanya saja tidak keseluruhan dalam menjalankan syariatnya.

B. Pondok Sebagai awal berkembangannya Islam di Patani

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran kehadiran unsur-unsur pra-Islam tak bisa di lepaskan begitu saja. Dalam kebudayaan Hindu-Buddha di wilayah Nusantara (termasuk Patani), peranan tokoh agama atau guru dalam masyarakat sudah dikenal dengan luas. Dalam masyarakat Patani Buddha tokoh keagamaan di sebut dengan Khu Ba (guru yang terhormat) dan Phrakhru (guru yang dimuliakan). Para pengikutnya mengikuti pelajaran tersebut di daerah-daerah yang terpencil dan jauh dari kota. Pada akhirnya murid-murid yang sedang menimba ilmu tersebut mendirikan sebuah gubuk-gubuk kecil di sekitar tempat tinggal gurunya dan mengikuti pelajaran keagamaannya untuk jangka waktu tertentu. Tempat belajar tersebut (pondok yang kita sebut dalam agama Islam) disebut ashram. Tempat tersebut menjadi sebuah lembaga keagamaan yang berfungsi menyebar luaskan pengetahuan keagamaan dan menjadi tempat perlindungan bagi


(42)

mereka yang masih awam soal keagamaan serta ingin mempelajari agama dengan baik. Dengan demikian ashram secara bahasa berarti ―pondokan spiritual‖.

Saat kawasan Asia Tenggara berubah menjadi dunia Islam, sistem kebudayaan dan lembaga tradisonal masih tetap utuh dan berjalan. Lembaga-lembaga itu hanya perlu beralih dan diberi ciri-ciri Islam. Di wilayah Timur Tengah lembaga pendidikan Islam tradisional di sebut (Dayah) yang berkaitan dengan masjid-masjid sebagai lembaga pendidikan32 materi yang dipelajarinya

adalah Al-Quran dan kitab klasik yang membahas fiqih, tauhid, tasawuf dan lain-lain. Pendidikan ini juga berlangsung bersamaan dengan proses Islamisasi di wilayah Asia Tenggara melalui jaringan ulama yang memunculkan semangat baru. Sebelumnya belum ada masjid yang berdiri sebagai pusat dakwah dan sarana pendidikan, maka didalam lingkup kehidupan masyarakat Melayu (termasuk Patani) tak ada lembaga yang memberikan pengajaran tentang agama Islam hal ini di karenakan masyarakat muslim belumlah terbentuk dan terstruktur dengan baik. Namun dalam perkembangannya masyarakat muslim ini sedikit demi sedikit mulai terbentuk, sehingga memerlukan wadah untuk ibadah, belajar dan berkumpulnya para pemuda yang telah baligh agar bisa melaksanakan ibadah shalat sekaligus media pendidikan keagamaan bisa terselenggara maka bangunan kecil yang bernama surau dipergunankan untuk itu. Bangunan surau ini merupakan akulturasi budaya lokal yang telah ada sebelumnya. Dalam kegunaannya terdahulu surau merupakan tempat pemujaan terhadap nenek moyang mereka yang menganut Hindu-Buddha, animisme, dan dinamisme. Dalam proses Islamisasi, surau tidak mengalammi perubahan makna dan fungsi

32

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di


(43)

yakni tempat ibadah namun fungsi sebagai lembaga keagamaan lebih di tekankan. Sebagai sarana untuk pendidikan maka surau memiliki peranan penting dalam kemajuan intelektual Islam di wilayah Nusantara. Di dalam surau inilah para murid yang belajar mendapatkan pendidikan dasar keagamaan. Pelajaran awal yang diberikan adalah memebaca huruf hijaiyyah (iqra) dan setelah menguasai baru membaca al-Quran. Setelah itu juga mempelajari tata cara beribadah dengan baik dan benar (fiqih), serta masalah keimanan. Pendidikan tingkat al-Quran dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Tingkat rendah, merupakan tingkat pemula, yaitu mengenal huruf al-Quran, pengajian ini dilakukan setelah Shalat maghrib hingga Isya dan setelah shalat subuh. 2. Tingkat atas, pengajian tersebut di tambah dengan pelajaran tajwid, hukum baca, kitab barzanji. Lambat laun pengajian dan rutinitas ibadah shalat yang di adakan disuaru tidak lagi cukup untuk menampung para murid dan jamaah yang belajar dan menunaikan ibadah shalat, maka seiring perkembangan waktu tempat tersebut diubah ke bangunan yang lebih besar lagi daya tampungnya. Maka berdirilah bangunan yang lebih bessar dari surau yaitu, masjid. Kata masjid berasal dari kosakata bahasa Arab yakni Sajada yang artinya tempat sujud. Masjid ini didirikan guna menampung jumlah jamaah dan murid yang bertambah seiring pesatnya pertumbuhan Islam di suatu daerah. Fungsi utamanya tetap menjadi tempat untuk beribadah shalat lima waktu dan shalat Jumat. Masjid juga merupakan lembaga pendidikan seperti surau namun kapasitasnya lebih banyak dan luas, sehingga dalam pembelajarannya dapat di bagi-bagi menjadi beberapa kelompok belajar. Sistem pengajaran di masjid memakai sistem halaqah, yaitu seoarang guru atau kyai membaca dan menerangakan pelajaran sedangkan para murid mendengarkan setiap ucapan yang


(44)

dikeluarkan oleh guru atau kyai. Sebelumnya para murid diminta untuk mempelajari kitab tertentu untuk dibahas sehingga murid bisa memahami setiap materi yang akan di sampaikan oleh guru. Dalam sistem pengajaran tersebut ada metode yang digunakan yaitu bandongan, sorogan dan wetonan. Metode bandongan adalah dimana seorang guru membaca dan menjelaskan isi sebuah kitab kemudian para murid mengelilingi gurunya dan membawa kitab yang sama, mendengarkan dan mencatat penjelasan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan yang ada dalam kitab tersebut pada lembara kitab atau kertas catatan. Kemudian metode sorogan merupakan metode dimana murid menyodorksn kitab kepada gurunya, kemudian guru memberikan penjelasan bagaimana cara membaca, menghafal dan bagaimana cara menterjemahkan kitab. Sedangkan metode weton berasal dari bahas jawa yang memiliki arti berkala atau waktu tertentu. Metode weton bukan merupakan pengajian rutin harian namun pada saat tertentu misalnya pada waktu setiap selesai shalat jumat atau waktu lainnya. Para murid yang belajar tersebut berasal dari pelbagai daerah sekitar, ada yang singgah untuk sementara waktu di rumah kyai atau yang pergi pulang. Karena jumlah murid yang berasal dari luar daerah semakin banyak maka tidak mungkin tinggal di rumah sang kyai karena keterbatasan tempat. Maka untuk mengatasi hal itu para murid membangun sebuah bagunan yang sedang untuk di tinggali selama mereka menuntut ilmu. Bangunan tersebut didirikan tidak jauh dari lingkungan masjid. Sebetulnya model bangunan tersebut merupakan asimilasi kebudayaan terdahulu dengan kebudayaan yang baru yakni Islam. Bangunan tersebut dinamakan ashram, maka ashram sendiri diberi nama dari bahasa Arab


(45)

Funduq (motel, hotel, singgah)33. Huruf Fa dalam tulisan Arab diucapkan sebagai

‗P’ oleh orang-orang Melayu. Dengan adanya hal tersebut Islamisasi ashram yang berasal dari kebudayaan Hindu-Buddha menghasilkan lembaga pendidikan agama baru yang bernafaskan dan bercirikan Islam dalam masyarakat Melayu yang kemudian di kenal dengan nama pondok (dari funduq atau fondoq).

Banyak pula sejarawan terdahulu telah menyebutkan lembaga pendidikan seperti pondok, namun diantara para sejarawan itu belum ada yang bisa memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai asal usulnya pondok tersebut. Guru dalam pondok atau pesantren (di Jawa) di kenal sebagai kiyai yang berasal dari kata orang yang bijaksana dalam bahasa Jawa34. Sedikit penjelasan diatas

memungkinkan menjadi landasan dari lembaga pendidikan Islam tradisional yang dikenal sebagai pondok. Orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji tentunya juga ingin menyerap lembaga-lembaga sosial yang sudah ada agar mudah diterima dan tetap ada hubungannya dengan rakyat yang masih terikat kepada tradisi. Peran orang bijaksana dan tempat mereka mengajar di ashram sangat dihargai dalam kebudayaan India, dan para penyebar agama Islam tinggal memindahkannya saja dan memberikan sentuhan Arab. Dengan demikian orang bijaksana itu menjadi alim atau Kiyai dan ashram atau tempat pemondokan religius menjadi pondok pesantren. Ini merupakan hal yang baik dalam penyesuaian kebudayaan atau akulturasi yang terjadi apabila dua kebudayaan saling bertemu.

Khususnya di daerah Patani, lembaga pondok tumbuh menjadi sebuah lambang kebangaan bagi orang-orang Melayu muslim untuk beraspirasi dalam

33

Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:

LP3ES, 1989), h. 37.

34

Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet 2 (Jakarta: Dunia


(46)

bidang pendidikan Islam serta melambangkan sebuah institusi pendidikan yang unggul dan menjadi kebangaan umat Islam, sistem pendidikan tersebut tak langsung serentak dengan datangnya Islam di wilayah tersebut. Dalam sistem pendidikannya para ulamalah yang memberikan bimbingan serta pengajaran Islam kepada santri-santrinya dalam upaya menunaikan kewajiban agama, dan pondok juga berfungsi sebagai model segala keutamaan Islam dan wawasan-wawasan yang baik serta etis bagi para santri yang belajar dan masyarakat muslim diluar pondok35. Para santri-santri yang menempuh pendidikan di pondok akan

dihormati oleh masyarakat setempat karena merekalah yang akan pertama kali di ajak untuk menghadiri acara syukuran di samping acara-acara Islam lainnya seperti pembacaan tahlil, pembacaan maulid. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dapat menghindari mereka dari hal-hal yang kurang baik, seperti berkumpuk-kumpul, berjalan-jalan tak ada tujuan dan sebaginya. Bagi masyarakat melayu Muslim (termasuk Patani), pondok dan penghuninya merupakan komunitas yang sakral yang misinya adalah menyampaikan Islam sejati kepada masyarakat marginal. Seperti di daerah Jawa36, orang-orang Melayu-Muslim di

Thailand Selatan pun terbagi kedalam golongan abangan (golongan Muslim marginal yang mengutamakan ritual dan praktek animis) dan santri golongan muslim yang lebih berpengetahuan dan menaruh perhatian terhadap kemurnian ajaran agama).

Santri pondok (dek pondok) dianggap sebagai orang miskin dan musafir yang mencari ilmu Islam yang diwajibkan kepada mereka. Untuk mendapatkan

35

Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:

LP3ES, 1989), h. 138.

36

Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet 2 (Jakarta: Dunia


(47)

penghasilan para santri (dek pondok) membantu masyarakat sekitar dengan melakukan ritual-ritual keagamaan yang berkaitan dengan kelahiran, kematian, perkawinan, dan peristiwa-peristiwa amal dan kebaikan lainnya. Sumbangan yang paling bermanfaat bagi para santri (dek pondok) walaupun mereka masih belajar

adalah kegiatan da’wah di kalangan masyarakat Muslim yang tinggal jauh dari pusat kegiatan keagamaan dan masih suka melakukan kegiatan atau praktek animistik. Maka setiap bulan puasa dan hari-hari besar Islam lainnya seperti Maulid Nabi, Idul Adha, dan pada waktu panen, santri-santri ini berkeliling ke seluruh pelosok pedesaan untuk berda’wah dan menerima sedekah dari masyarakat37. Dengan begitu maka tercipta hubungan yang sangat akrab antara

lembaga pondok dan masyarakat Muslim-Melayu pada umumnya. Para santrimelakukan fungsi-fungsi sosial dan keagamaan, sementara mereka juga memperoleh pendapatan dari masyarakat.

Hampir semua Kiyai atau Guru (To’Khru – Guru Kehormatan) adalah bergelar Haji. Tapi tidak semua Haji di wilayah Thailand Selatan (termasuk Patani) memiliki pondok sendiri. Orang yang telah menunaikan ibadah Haji (di

kenal sebagai To’Hajji) memiliki otoritas moral atas penduduk di desa. Tapi Kiyai atau Guru yang juga Haji memiliki pengaruh moral yang jauh lebih besar, sebab ilmu agama yang mereka miliki dianggap berasal langsung dari sumbernya dan karena lebih murni serta lebih mendekati ajaran dan sunnah Nabi. Kebanyakan Kiyai atau Guru menguasai bahasa Arab klasik dan Jawi (bahasa Melayu dengan aksara Jawi). Semua buku pelajaran ditulis dalam bahasa Arab klasik atau Jawi. Pada saat pemerintahan Siam-Thai menlancarkan upaya intergrasi, bahasa Thai

37

Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:


(48)

tidak digunakan apalagi diajarkan di pondok. Kiyai atau Guru tetap menerapkan sistem pendidikan tradisonal dan tidak mengubahnya menjadi lembaga pendidikan yang sekuler di mana bahasa Thai menjadi bahasa pengantar dan pendidikan agama hanya menjadi bagian kecil dari kurikulum. Pondok-pondok yang ada di wilayah Thailand Selatan (termasuk Patani) lebih menyukai metode tradisional, yakni membaca dan mengomentari buku-buku pelajaran klasik, daripada cara mengajar dalam ruang kelas menurut jadwal waktu yang sudah ditentukan.

Pendidikan agama itu sendiri dianggap sebagai ibadah oleh orang Melayu-Muslim, maka pelajarannya berlangsung diantara waktu-waktu shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Maka Masjid yang berada di lingkungan pondok juga berfungsi sebagai tempat belajar, dimana begitu selesai shalat berjamaah dimana Kiyai atau Guru menjadi imamnya kemudian setelah selesai shalat maka Kiyai atau Guru itu

menghadap kepada ma’mum yang juga para santri untuk memulai pengajaran

yakni mengutip dan mengomentari nash-nash dari buku klasik sampai waktu shalat berikutnya. Pada umumnya yang diajarkan dalam pondok adalah mengaji al-Quran (Qira’at), tafsir, hadits, asas-asas ilmu hukum (Ushul al-Fiqh), hukum Islam (Fiqh), tata bahasa dan konjungsi (Nahwu dan Sharaf), teologi (Tauhid atau Ushuludin), logika (mantiq), sejarah (Tarikh), mistik (tassawuf) dan etika (Akhlak)38. Tidak ada ujian dan batasan waktu bagi santri untuk belajar dan

menguasai salah satu dari ilmu tersebut yang telah di ajarkan oleh Kiyai atau Gurunya. Pada gilirannya santri-santri tersebut akan mengajar santri-santri yang baru atau membantu santri yang kurang cepat tanggap. Kemudian

38

Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:


(49)

santri senior tersebut yang telah memiliki keilmuan yang cukup akan menjadi seorang pemimpin ta‟liyat yakni pemimpin para santri. Para santri-santri yang belajar biasanya membentuk sebuah lingkaran atau halaqoh di tiap-tiap pelajaran dan masih berada di dalam lingkungan pondok. Kemudian para santri-santri senior ini akan memulai karir sebagai calon guru di bawah bimbingan Kiyai atau Gurunya dalam setiap mata pelajaran yang telah dipilih serta dikuasainya. Setelah cukup waktu mengajar kemudian para santri-santri senior yang juga pemimpin ta‟liyat in akan pergi menunaikan ibadah Haji dan melanjutkan studi mereka di Mekkah sebelum kembali ke Patani untuk mendirikan pondok sendiri.

Melalui Kiyai atau Guru yang berfungsi sebagai penghubung dengan dunia Islam yang lebih luas serta berinteraksi dengan perubahan-perubahan di dunia yang lebih luas. Di dalam masyarakat Melayu-Muslim pondok berfungsi sebagai agen perubahan, baik pada tingkat budaya maupun pada tingkat agama, yang berarti bahwa proses pemurnian agam akan berlangsung terus menerus dan perubahan tak bisa dihindari lagi dalam sebuah masyarakat yang dimana masih terdapat unsur-unsur kepercayaan animisme yang harus dihilangkan. Kedudukan pondok yang unik di dalam masyarakat Melayu-Muslim telah menyebabkan pondok dianggap keramat dan harus diperlakukan dengan hati-hati sekali. Pada waktu yang bersamaan pemerintahan Thailand sudah bertekad untuk mengintegrasikan penduduk Melayu-Muslim yang mayoritas penduduknya bermukim di wilayah Patani dan sekitarnya ke dalam pemerintahan Thailand, maka hal yang harus diperhatikan palin utama adalah masalah pondok. Karena pemerintahan Thailand akan mengupayakan merubah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan ini menjadi lembaga pendidikan semi-sekuler yang


(50)

memberikan pendidikan modern disamping pendidikan agama, dan latihan kejujuran menggantikan praktek-praktek ibadah dan mistik.

Kedatangan cucu dari Wan Husein (anak dari Sultan Qumbul)39 yang

berasal dari pesantren Gresik, Jawa Timur pada tahun 1467 telah membuka jalan baru dalam memberikan pengajaran tentang Islam yang dahulunya hanya tertumpu di dalam istana. Selama belajar di Gresik Wan Husein adalah murid dari Sunan Ampel yang merupakan sepupunya. Dengan pelbagai pengajaran yang didapat dan sistem pengajaran selama di Gresik maka Wan Husein memperkenalkan pengajaran cara pondok yang serupa dengan yang ada di Gresik. Jika Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah pendiri pondok (pesantren) yang pertama di Jawa, maka yang pertama di Patani adalah Wan Husein. Dengan didirikannya pondok (pesantren) Para raja-raja Islampun memberikan ruang seluas-luasnya kepada Ulama dalam menda’wahkan Islam dan rajapun menempatkan mereka di tempat yang sewajarnya40. Kemudian pada akhir abad

ke-18 M hingga sepanjang abad 19 M, wilayah Patani bukan saja berperan sebagai tamadun Islam namun juga sebagai pusat kegiatan kesusastraan Melayu yang bernafaskan Islam melanjutkan perjuangan ulama terkenal dan kitab-kitab mereka yang mashyur. Para ulama tesebut bukan saja dikenal di wilayah Patani saja namun juga diakui sebagai Alim ulama di negara-negara Arab, Turki , dan Afrika Utara. Sebagian dari Ulama itu menjadi tauliah untuk mengajar di Masjidil Haram, Mekkah. Kala itu Patani mendapat julukan sebagai ―Cermin Mekkah‖ karena ramai dikunjungi oleh pelajar-pelajar Islam yang berasal dari Sri Langka,

39

Nama sebenarnya adalah Ali Nurul Alam seorang perdana mentri dari kesultanan Kelantan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Syah

40

Sepanjang pemerintahan raja-raja Islam Patani kegiatan agama mendapatkan tempat walapun di kalangan Istana masih terdapat unsure-unsur sinkretisme


(51)

Burma, Kamboja, Vietnam, Filipina, negeri tanah Melayu, Sumatra terutama, Aceh, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Brunei.

Puncak kejayaan pengajian pondok adalah pada abad ke-19 M. Pada zaman tersebut Islam telah berkembang dengan pesatnya di mana aktivitas penterjemahan dan penyusunan buku-buku giat dilakukan. Kitab-kitab yang berbahasa Arab Jawi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan di sebarluaskan ke setiap pondok-pondok yang berada di Patani dan menjadi pedoman utama dalam pengajaran. Hal ini karena semakin banyak masyarakat Muslim yang pergi menunaikan ibadah haji di Mekkah dan mereka semakin mengerti dan peka terhadap perkembangan Islam dan kemaslahatan umat41.

Dalam periode abad ke-19 M ini keilmuan Islam mencapai puncak kejayaannya dengan hadirnya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dan ulama lainnya yang sezaman. Di samping itu juga banyak karya sufi dan tauhid telah diterjemahkan kedalam bahasa Melayu. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani bersama Syeikh Abush Shamad Al-Palimbani bertanggung jawab membangkitkan kembali kegemilangan Imam Al-Ghazali di alam Melayu. Karya agung mereka adalah Minhaj al-Abidin ila jannat Rab al-Alamin yang di terbitkan di Mekkah pada tahun 1824 M merupakan koleksi terjemahan dari tiga buah karya Imam al-Ghazali yaitu Ihya Ulumuddin, Kitab Asrar, dan kitab Qurbah Ilallah. Kitab Minhaj al-abidin tersebut telah tersebar ke seluruh kepulauan Melayu dan karya tersebut begitu terkenal di kalangan tarikat Ikhwan Naqshabandiyah.

Walaupun tidak banyak penjelasan mengenai perkembangan pondok secara luas oleh sejarawan terdahulu, tetapi bedasarkan jumlah buku-buku yang

41

Wan Kamal Mujani, Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke-21.


(52)

dihasilkan oleh Ulama-ulama Patani, baik yang telah hilang ataupun yang masih dipergunakan hingga sekarang jelas telah menunjukan bahwa pengajian pondok di Patani telah berkembang pesat dan mencapai puncaknya. Pekembangan ini selaras

dengan kedudukan Patani yang dahulu pernah berjuluk ―Serambi Mekkah dan

―Cermin Mekkah‖42

.

42

Wan Kamal Mujani, Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke-21.

Cet I (Bangi: Persatuan Bekas Mahasiswa Islam Timur Tengah, 2002), h. 231.


(53)

BAB IV

KEGIATAN INTELEKTUAL SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL-FATANI

A. Kegiatan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Sebagai Ulama

Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani merupakan salah satu dari banyaknya ulama-ulama termasyhur di kawasan Melayu. Syeikh daud bin Abdullah aA-Fatani adalah ulama yang paling produktif di antara ulama-ulama Melayu lainnya, di karenakan banyaknya karya yang telah beliau telurkan lebih dari lima puluh buah karya. Selama tiga puluh tahun beliau menuntut ilmu di Mekkah, kemudian lima tahun di madinah. Serta dua tahun di Aceh pada masa awal pendidikannya.

Dengan lamanya beliau menuntut ilmu maka beliau di gelari ―Al-Alim Allamah

Al-Arif Ar-Rabbani‖. Tak banyak memang ulama-ulama dari Jawi/Asia Tenggara

yang boleh menyandang gelar ―Al-Arif Ar-Rabbani‖.

Pada saat di Mekkah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani langsung berbaur dengan para pelajar-pelajari lainnya. Kemudian beliau bertemu dengan ulam-ulama yang berasal dari Patani yang lama bermukim di Mekkah, seperti Syeikh Muhammad Salih bin Abdurrahman Al-Fatani seorang ahli syariat dan haqekat yang mengajar di Masjidil haram. Kemudian Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani diangkat menjadi ketua kumpulan pelajar Asia Tenggara atau yang di

kenali dengan sebutan ―Syeikh Haji‖(selepas kembali dari Patani). kesibukan

beliau selama menuntut ilmu di Mekkah adalah menulis maka tak heran jika banyak karya-karya yang telah beliau telurkan, selain menulis beliau juga menyempatkan diri unutk mengajar di Masjdidil Haram walapun beliau juga masih menjadi seorang pelajar. Karya-karyanya di tulis dalam dua bahasa yakni


(54)

bahasa Arab dan bahasa Melayu, tak banyak karya beliau yang berbahasa Arab tersebar di wilayah Melayu. Berbeda dengan yang berbahasa Melayu karya beliau tersebar luar di wilayah Melayu walapun karya-karya tersebut masih dalam bentuk tulisan belum di cetak. Jika ada yang memerlukan karya beliau maka ada seseorang di dibayar untuk menyalinkan karya tersebut. Untuk memperbanyak tuliasan-tulisannya beliau telah mempersiapkan juru tulis untuk menyalin setiap karya-karyanya.

Sekian lama menuntut ilmu beliau pernah kembali ke Patani. Beliau

berfikir untuk bisa berda’wah di Patani. Namun beberapa tahun di Patani muncullah suatu krisis peperangan antaran Patani dengan Siam. Beliau di riwayatkan memimpin langsung dalam peperangang jihad fi sabilillah. Lalu dalam peperangan tersebut beliau mundur ke wilayah Pulau Duyung (Terengganu) untuk menyusun strategi perang43 Dalam peperangan tersebut beliau kehilangan teman

seperjuangannya selama pendidikan di Mekkah yakni Syeikh Abus Shamad al-Palimbani, dikatakan beliau hilang ketika khalwat di Masjid Legor.

Bangsa Siam sendiri berasal dari kawasan China Selatan, bangs ini awalnya tinggal di kawasan kecil di sepanjang Sungai Yangtse kemudian pada pertengahan abad ke 7 M mereka akhirnya bisa mendirikan sebuah negeri di Barat Daya China-Nancho. Tempat itu terletak di satu kawasan tanah datar yang terletak 600 kaki di pegunung Yunan. Bangsa Siam ini adala bangsa penjajah, berawal kedudukan asal mereka di Nancho. Kemudian bangsa Siam mengembangkan wilayah kekuasaan mereka ke arah Selatan dan Timur. Di bagian Selatan mereka menyera negeri-negeri Melayu seperti Grahi (Chaiya), Gharbi (Krabi), Thambra

43

Wan Kamal Mujani, ―Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad


(55)

Lingga (Surat Tani), Ligor (Nkhorn Sri Thamarat), dan Senggora (Songkhla). Di sebelah Timur mereka menyerang wilayah bangsa Mon dan Khmer, mereka juga menyerang wilayah Annam. Pada tahun 1253 M maharaja Mongol Kubilai Khan menaklukan Nancho. Sejak saat orang Siam meninggalkan Nancho dan pindah ke Selatan. Di Selatan akhirnya mereka mendirikan kerajaan Sukothai, negeri yang sebelumya pernah di taklukan oleh bangsa Khmer pada tahun 1238 M. Disini orang Siam cukup terpengaruhi dengan kebudayaan Khmer. Penjelasan singkat diatas merupakan asal mula sifat karakter kepejajahan bangsa Siam atas Melayu (khususnya Patani).

Pada tahun 1603 M merupakan awal upaya Siam ingin menaklukan Patani, entah merasa tersinggung atas penyerangan Patani terhadap Ayuthaya pada tahun 1563 atau ketidaksenangan bangsa Siam atas Islam yang mengalami kemajuan dalam bidang perekonomian yang dibantu juga karena faktor geografis wilayah Patani yang berada di Selatan dekat dengan pesisir pantai sehingga memudahkan dalam perdagangan serta wilayah yang subur berbeda dengan wilayah bangsa Siam yang terletak 700 mil dari Teluk Siam, sehingga kapal-kapal tak mungkin singgah karena letaknya yang sangat menjorok ke dalam. Di lain sisi lain ada ancaman bagi bangsa Siam yakni mulai banyak penduduknya yang menikah dengan saudagar-saudagar muslim sehingga ada ketakutan bahwa nantinya bangsa Siam akan punah karena hal tersebut. Hal itulah yang membuat bangsa Siam ingin menaklukan wilayah Patani.

Serangan pertamapun di lancarkan pada tahun1603 M, waktu itu Patani di pimpin seorang Raja perempuan atau yang di sebut Ratu, yakni Ratu Hijau. Dalam serangan tersebut Siam di pimpin oleh panglima Okya Dicha. Armada laut


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)