Penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

BAB IV KENDALA UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2010 TENTANG

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM MENCEGAH PRAKTEK MONEY LAUNDERING DI PASAR MODAL Dalam hal penegakan hukum tindak pidana pencucian uang, PPATK sangat berperan penting dalam menekan angka pencucian uang. Dengan kata lain, PPATK sebagai pemegang kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Jika, PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar maka efektifitas dari pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang tidak akan tercapai. Dari latar belakang falsafah dibentuknya Rezim Anti Pencucian Uang, maka dapat dikaji beberapa kendala yang muncul dalam penerapan ketentuan ini di Indonesia. Seperti telah dipahami bahwa suatu keberhasilan dalam penegakan hukum sangat tergantung pada beberapa faktor yaitu bagaimana formulasi undang-undangnya, kualitas penegak hukumnya dan budaya masyarakatnya. 177

A. Penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Praktek Money Laundering di Pasar Modal Pencucian uang sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up 177 Yenti Garnasih, “Anti Pencucian Uang di Indonesia dan Kelemahan dalam Implementasinya”, http:opinihukumkasus-lc-bni.blogspot.com200807anti-pencucian-uang-di- indonesia-dan.html., diakses pada 21 Maret 2011. Universitas Sumatera Utara crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses pencucian uang. Tujuan pelaku memproses pencucian uang adalah untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil dari predicate offence agar tidak terlacak untuk selanjutnya dapat digunakan, jadi bukan untuk tujuan menyembunyikan saja tapi merubah performance atau asal usulnya hasil kejahatan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan kejahatan asalnya. Dengan demikian jelas bahwa berbagai kejahatan keuangan interprise crimes hampir pasti akan dilakukan pencucian uang atau paling tidak harus sesegera mungkin dilakukan pencucian uang untuk menyembunyikan hasil kejahatan itu agar terhindar dari penuntutan petugas. 178 Dari kekhasan jenis kejahatan ini telah melahirkan berbagai definisi tentang pencucian uang, yang ternyata tidak ada satupun yang bersifat universal serta komperhensif. Hal ini terlihat dalam pernyataan 179 : “There is no universal or comprehensive definition of money laundering XE “money laundering”. Prosecutors and criminal intelligence agencies, businesspersons and companies, developed and developing countries-each has its own definition based on different priories and perspectives. In general, legal definitions for the purpose of persecution are narrower than definitions for intelligence purposes ”. Dari berbagai definisi yang dibuat masing-masing negara bukan berarti berbeda sama sekali tetapi terdapat standar minimumnya berkaitan dengan kriteria kejahatan ini, dan terutama untuk kepentingan dilakukannya mutual legal assistance. 178 Ibid. 179 Ibid. Universitas Sumatera Utara Artinya bahwa masing-masing negara boleh saja tidak menyeragamkan definisi namun paling tidak terdapat standar yang harus diatur yaitu berkaitan dengan adanya unsur-unsur intent maksud atau sengaja, a financial transaction, proceed of crime, knowledge or reason to know dan proceed of crime or unlawful activity . Dari sifatnya yang merupakan kejahatan ekonomi maka dipikirkan bahwa praktik pencucian uang sebagian besar menggunakan sarana lembaga keuangan, maka harus dilakukan upaya agar lembaga ini tidak digunakan untuk pencucian uang. Selain itu upaya pemberantasan melalui ketentuan lembaga keuangan dipandang sebagai suatu strategi dini sebagai penangkapan pelaku dan penyitaan hasil kejahatan dalam kaitannya dengan upaya preventif. 180 Namun demikian, karena sifatnya yang merupakan kejahatan tetap harus dilakukan upaya represif, maka ditawarkan suatu pemikiran pemberantasan dengan pendekatan dua jalur yang disebut sebagai twin track against money laundering 181 : “A twin track policy has gradually evolved in the fight against money laundering, consisting of preventive approach, founded in banking law, and repressive approach founded in criminal law. To portray the distinction between the preventive and the repressive approach to money laundering as a dichotomy between criminal and financial law is, however, an oversimplification ”. Berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang maka kedua pendekatan tersebut hanya dibedakan tetapi tidak dipisahkan, bahkan dinyatakan antara pendekatan hukum pidana dan hukum ekonomi merupakan suatu keterpaduan. Diawali dengan pendekatan preventif yang diletakan pada lembaga keuangan nampaknya upaya pemberantasan melalui bidang ini dipandang sebagai strategi dini 180 Ibid. 181 Ibid. Universitas Sumatera Utara dan yang paling signifikan. Misalnya pada tahap placement lembaga keuangan bank dimanfaatkan dengan cara yang sederhana sampai yang rumit menggunakan wire transfer ataupun munculnya Payable Through Accounts PTAs. 182 Selain itu, dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang ekonomi, ditambah lagi dengan globalisasi ekonomi, maka ketentuan-ketentuan tentang kegiatan Pasar Modal diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dengan tetap mengacu pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, BAPEPAM-LK mempunyai wewenang dalam hal penyidikan Tindak Pidana yang terjadi di Pasar Modal sesuai yang diatur dalam Pasal 101 yaitu 183 : 1 “Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam menetapkan dimulainya tindakan penyidikan. 2 Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 4 Dalam rangka pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Bapepam mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. 5 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana. 6 Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Bapepam dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain”. 182 Ibid. 183 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit. Universitas Sumatera Utara Tetapi kenyataannya dalam hal penegakan supremasi hukum di lingkungan Pasar Modal masih sangatlah membingungkan dimana di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah diatur bahwa yang menjadi penyidik dalam hal terjadi tindak pidana di lingkungan Pasar Modal adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Bapepam. Sementara menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 menyatakan bahwa yang menjadi penyidik adalah Pejabat Polisi Negara RI dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sesuai dengan Pasal 101 ayat 6 kedudukan Polri hanyalah sebagai pembantu penyidik BAPEPAM-LK dalam hal terjadi Tindak Pidana di lingkungan Pasar Modal. Sehingga dalam hal menyidik maupun memproses Tindak Pidana yang terjadi di Pasar Modal sampai saat ini sangatlah minim yang berhasil diproses sampai ke Pengadilan. Kasus pelanggaran di pasar modal Indonesia masih tidak jelas sanksi hukumnya. Contoh yang dapat kita lihat adalah kasus LC Fiktif BNI 46 yang merugikan negara Rp. 11,4 miliar yang sampai saat ini belum jelas apa sanksi hukum yang dijatuhkan. 184 Untuk meningkatkan dan mengefektifkan penegakan hukum di lingkungan BAPEPAM-LK, serta meningkatkan peran Polri dalam upaya membantu BAPEPAM- LK dalam penegakan hukum maka pada tanggal 19 Pebruari 1998 dilangsungkan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama MOU antara Badan Pengawas Pasar Modal Departemen Keuangan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Agar pasar modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh 184 Rudi Hartono, “Lemahnya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pasar Modal”, http:masroed.wordpress.com., diakses pada 21 Maret 2011. Universitas Sumatera Utara untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal, serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan. Untuk menunjang tatanan hukum tersebut sangat diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama antara BAPEPAM-LK dan Polri dalam rangka menjamin terlaksananya penegakan hukum di pasar modal. 185 Seharusnya BAPEPAM-LK juga dimasukkan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai suatu lembaga penyidik. Karena menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang menjadi penyidik adalah Kepolisian. Namun, di dalam Undang- Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang melaporkan tindak pidana pencucian uang adalah PPATK. BAPEPAM-LK mempunyai kekuasaan yang absolut, karena dapat membuat peraturan hak regulasinya, dapat mengawasi, dan dapat memberikan sanksi administratif. Tetapi kekuasaan yang diberikan tersebut sangat setengah-setengah dikarenakan proses penuntutan dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia yang sudah pasti hanya mengetahui kejahatan konvensional saja.

B. Faktor-Faktor Penyebab yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Tindak Pidana