Fear of Success Pada Wanita Pekerja Sudah Menikah

yang mampu menduduki posisi jabatan yang tinggi. Hal ini merupakan kebiasaan yang masih ada di Indonesia dimana umumnya pemimpin merupakan laki-laki. Wanita dianggap kurang pantas dalam memimpin suatu perusahaan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Matlin 2012: 214 yang menyatakan bahwa pengusaha memiliki pandangan yang negatif terhadap kemampuan pekerja wanita. Alasan tersebut membuat wanita takut untuk berprestasi secara maksimal karena ada kekhawatiran dimana wanita tidak akan dapat menduduki jabatan yang lebih tinggi. Walaupun tingkat fear of success wanita pekerja yang belum menikah lebih rendah daripada wanita yang sudah menikah namun rata-rata wanita pekerja yang belum menikah juga tetap mengalami fear of success yang cukup tinggi.

2.5.2 Fear of Success Pada Wanita Pekerja Sudah Menikah

Fear of success biasanya dialami oleh wanita, pada wanita pekerja yang sudah menikah tentunya harus menjalani tuntutan dalam keluarganya. Hal ini memungkinkan terjadinya fear of success pada wanita pekerja yang sudah menikah. Alasan wanita pekerja yang sudah menikah rentan mengalami fear of success salah satunya adalah tanggung jawab wanita pekerja yang sudah menikah lebih besar. Wanita yang sudah menikah memiliki tanggung jawab dalam mengurus pekerjaan, mengurus diri sendiri, suami, anak, keluarga, dan urusan rumah tangga yang harus dilakukan secara bersamaan. Kewajiban tersebut membuat wanita harus membagi perhatiannya untuk memenuhi tanggung jawabnya. Menurut pendapat Ward Matlin, 2008: 68, jika seseorang mencoba memperhatikan dua stimulus atau lebih, maka perhatian akan terbagi atau tingkat akurasinya akan menurun. Wanita pekerja yang sudah menikah harus menjalani tanggung jawabnya secara bersamaan, maka akan terjadi pembagian perhatian. Seperti yang telah dijelaskan jika akurasi akan menurun, maka pada wanita pekerja yang sudah menikah juga tidak dapat maksimal dalam menjalani semua tanggung jawabnya. Selain bekerja, wanita juga mempunyai peran sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus keluarganya. Oleh sebab itu, perhatiannya terpecah antara bekerja dan mengurus rumah tangga. Wanita pekerja yang sudah menikah yang lebih fokus pada pekerjaan akan berdampak pada keluarganya. Dampak dari ibu yang bekerja di luar rumah adalah berkurangnya waktu dan perhatian terhadap suami dan anak-anaknya. Dampak tersebut membuat wanita berpikir dua kali untuk ditempatkan di posisi jabatan yang lebih tinggi karena hal ini dianggap menjadi hal yang akan mempengaruhi kehidupan keluarganya. Jika wanita yang sudah menikah memiliki jabatan yang tinggi kemungkinan besar akan terjadi masalah jika pasangannya memiliki jabatan yang lebih rendah. Selain itu, sebagian besar wanita bekerja hanya untuk alasan membantu perekonomian keluarga. Hal tersebut yang membuat wanita lebih memilih untuk menikmati pekerjaannya saat ini tanpa bersusah payah berusaha demi jabatan yang lebih tinggi. Wanita yang sudah menikah lebih memilih untuk menurunkan prestasi namun mampu menjalankan tugasnya sebagai pengurus rumah tangga. Selain alasan tersebut, menurut Matlin 2012: 314 seorang ibu yang bekerja dinilai kurang kompeten daripada wanita yang bekerja dan memiliki anak. Sehingga tidak banyak jumlah wanita yang memiliki jabatan yang tinggi dalam pekerjaannya. Wanita yang sudah menikah memilih untuk bekerja dengan posisi biasa namun kehidupan keluarganya berjalan dengan baik. Menurut pandangan masyarakat, wanita yang berhasil adalah wanita yang mampu bekerja namun dapat membagi waktunya untuk mengurus keluarganya dengan baik. Berdasarkan penjabaran diatas, dapat dilihat bahwa fear of success dapat dialami oleh wanita pekerja yang belum menikah dan sudah menikah. Namun jika dilihat dari tanggung jawab yang harus dijalani, wanita pekerja yang sudah menikah memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari pada wanita pekerja yang belum menikah. Adanya tanggung jawab yang lebih besar pada wanita yang sudah menikah memungkinkan lebih mudahnya wanita pekerja yang sudah menikah mengalami fear of success dibandingkan wanita pekerja yang belum menikah.

2.6 Kerangka Berpikir